TUGAS PRAKTIKUM
TEKNIK KULTUR
PAKAN ALAMI
KULTUR DIATOM
OLEH:
NURDIN. R
10 24 017
PEMBENIHAN IKAN
JURUSAN BUDIDAYA
PERIKANAN
POLITEKNIK
PERTANIAN NEGERI PANGKEP
MANDALLE
2012
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Dalam
dunia perikanan, aspek pakan merupakan hal yang perlu diperhatikan khususnya
dalm kegiatan budidaya baik pembenihan maupun pembesaran ikan. Ketersediaan
pakan dalam kegiatan budidaya dangat dibutuhkan demi menjaga kelangsungan hidup
organisme budiadaya. Pada umumnya terdapat dua jenis pakan yang dilihat dari
tingkat campur tangan manusia dalam pengadaannya yakni pakan alami dan pakan
buatan. Pakan alami adalah pakan dari organisme hidup biasanya berukuran mikro
(tidak terlihat dengan mata telanjang), hanya sebagian yang berukuran makro.
Sedangkan pakan buatan adalah makanan dalam hal ini untuk ikan yang terbuat
dari berbagai bahan baku di olah menjadi satu bentuk pakan. Kandungan pakan
alami tidak dapat diketahui dengan pasti setiap jenis pakan alami itu sendri
karena juga berpengaruh pada daerah tumbuh/hidupnya pakan alami. Sedanngkan
pakan buatan dapat ditentukan kadar/kandungan gizinya dengan mengetahui
komposisi dari pakan itu sendri.
Khusus
dalam praktikum yang kami lakukan ini, kami hanya memelihara beberapa jenis
pakan alami yakni Skeletonemae costatum,
Chaetoceros, dan Nitzhia. Semua
pakan almi diatas tergolong dalam kelompok phytoplankton yang biasa disebut
juga Diatom. Phytoplankton adalah tumbuhan renik yang berada dalam suatu
perairan yang gerakannya mengikuti arus.
B.
Tujuan
dan Manfaat
Praktikum
yang kami lakukan memiliki tujuan utama yakni kami diharapkan mampu menegetahui
cara kultur diatom secara skala laboratorium sebelum pada kultur massal. Manfaat
yang ingin di dapat setelah selesai dari kegiatan praktikum ialah tercapainya
tujuan praktikum yang antinya dapat kami terapkan ketika telah selesai dari
meja perkuliahan dan telah berada di tengah-tengah masyarakat luas.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Perkembangan
budidaya perikanan dimulai sejak 500 SM dilaksanakan di negeri China. Milne
(1973) dan bukunya Fish and shellfish farming in coastal waters dinyatakan
bahwa tesis pertama tentang aqua culture ditulis oleh Fan Lie pada tahun 475
SM. Perkembangan selanjutnya dari negeri Yunani dan Romawi dimana telah
dilakukan kultur Oister dan usaha-usaha yang serupa dengan budidaya perikanan
lainnya pada abad 500 SM, walaupun budidaya perikanan sudah lama dimulai namun
perkembangannya masih lambat / ketinggalan jika dibandingkan dengan bidang
pertanian karena bidang pertanian sudah ada 10000 tahun sebelum budidaya
perikanan dimulai, meskipun kedua bidang tersebut masih bersifat konvensional.
Sejarah
dimulainya kultur pakan alami dilakukan oleh Allen dan Nelson pada tahun 1910,
dengan kulture diatom untuk pakan Invertebrata (Ryther and Goldman, 1975). Pada
tahun 1939, Bruce dkk., melakukan yang pertama kali mengisolasi algae
(Isochrysys galbana dan Pieremimonas grossii) untuk makanan Oister (Ucles,
1980). Pada tahun 1940, Dr. Fujinaga / Dr. Hudinaga disebut sebagai pioner di
Jepang dalam mengkultur diatom, Skeletonema costatum yang hasilnya digunakan
untuk makanan Udang Jepang (Penaeus japonicus). Kemudian pada dekade 1950-an,
Takesi Ito pertama kali mengkultur rotifer yang digunakan untuk pakan larva
ikan Sidat (Anguilla japonica). Pada tahun 1965, rotifer digunakan sebagai
pakan terbaik untuk Red Sea Bream (Pagruss major). Dari tahun tersebut
dimulailah kultur massal rotifer secara besar-besaran baik di Jepang maupun di
negara-negara lainnya (Hirata, 1979).
Pada
dekade tahun 1970, Artemia Reference Center (ARC) yaitu suatu lembaga pada
State University of Ghent (Belgium) beberapa penelitinya terutama Dr,
Sorgeloos, Dr. Persoone, dan Dr. Dumont telah mengembangkan artemia sebagai
pakan alami yang digunakan untuk pakan Ikan dan udang budidaya pada air tawar,
payau maupun air laut. Perkembangan selanjutnya, hasil produksi kista dan atau
Cyst artemia dapat diawetkan dalam bentuk kaleng dan didistribusikan ke penjuru
dunia.
Tujuan dan Kegunaan Budidaya Pakan
Alami
Hasil
produksi pakan dari budidaya pakan alami yang berupa pakan hidup untuk
kebutuhan budidaya perikanan mempunyai tujuan yang sangat strategis yaitu untuk
:
1. Memanfaatkan potensi sumberdaya tanah
dan air dalam kegiatan produksi yang mempunyai nilai tambah ekonomi lebih
tinggi.
2. Mendukung proses produksi didalam
budidaya perikanan baik berbentuk larva, juvenil, maupun dewasa dalam rangka
kesuksesan hasil produksi yang diharapkan.
3. Memenuhi input produksi sebagai satu
kesatuan proses produksi budidaya perikanan didalam kesinambungan usaha.
4. Memberikan kesempatan kepada
masyarakat didalam penyediaan kesempatan lapangan pekerjaan di bidang budidaya
perikanan.
5. Memberikan peningkatan dan
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang budidaya perikanan pada
umumnya dan budidaya pakan alami pada khususnya.
6. Menyediakan pakan sebagai sumber
energi utama larva ikan yang dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi
saat ini masih belum bisa digantikan oleh jenis produk dari pakan lainnya.
Adapun
berdasarkan manfaat dan penggunaannya, kultur pakan alami dapat digolongkan
dalam penggunaan sebagai berikut :
1. Pakan alami yang digunakan untuk
organisme-organisme kultivan yang lebih tinggi dari strata food chain (jenis
fitoplankton dimakan jenis zooplankton, benthos, dan larva ikan)
2. Pakan alami yang digunakan bagi ikan
untuk tujuan budidaya.
3. Pakan alami yang digunakan bagi ikan
untuk tujuan penangkapan
4. Pakan alami yang digunakan bagi ikan
untuk tujuan rekreasi dan hiasan.
5. Pakan alami yang digunakan bagi
biota-biota non ikan untuk tujuan perhiasan ( seperti untuk budidaya kerang
mutiara).
6. Pakan alami yang digunakan untuk
obat-obatan dan kosmetika
BAB III
METODELOGI
A.
Waktu
dan Tempat
Kegiatan
praktikum yang kami lakukan yakni kultur diatom skala laboratorium dilakukan
selama enam hari, dari tanggal 27 April 2012 pada hari Jum’at, sampai dengan
tanggal 2 Mei 2012 pada hari Rabu yang bertepatan dengan peringatan Hari
Pendidikan Nasional (HARDIKNAS). Lokasi praktik yang kami laksanakan sepenuhnya
dilaksanakan di laboratorium hatchery Budidaya Perikanan, Politeknik Pertanian
Negeri Pangkep.
B.
Alat
dan Bahan
1.
Alat:
·
timbangan digital
·
Erlenmeyer
·
Haemocytometer
·
Sedgewich Rafter Cell (SRC)
·
Mikroskop
·
Pipet tetes
·
Aerator
·
Counter
2.
Bahan:
·
Nitrat Phosphat (Na2HPO4,
KNO3/NaNO3)
·
Almunium voil
·
Silikat
·
Vitamin (B1, B12, Biotin)
·
FeCl3
·
EDTA
·
Trace Metal (CuSO4, ZnSO4,
COCl2, MnCl2, Molybdats)
·
Pupuk Clewat (KW)
·
Diatom (Skeletonemae, Chaetocheros, dan
Nitzhia)
·
Aquades
·
Air laut steril
C. Prosedur Kerja
1. Sterilisas
alat dan bahan yang akan digunakan
2. Pembuatan
pupuk Guillard:
-
KNO3/NaNO3 (18,75
gram), Na2HPO4 (1,25 gram).
-
Silikat sebanyak 19 ml.
-
Sedangkan untuk vitamin dibagi tiga
yakni vitamin B1 (5 mg), B2 (25 mg), Biotin (25 mg).
-
Trace metal dengan kandungan CuSO4
(2,45 gr), ZnSO4 (0,55 gr), COCl2 (2,5 gr), MnCl2
(45 gr), Molybdats (1,63 gr).
-
FeCl3 (0,88 gr), EDTA (1,08
gr) kemudian ditambahkan dengan Trace Metal tadi.
-
Setiap poin diatas, masing-masing bahan
dilarutkan dalam 250 ml aquades dengan dosis 1 ml/L. Namun ada penambahan satu
jenis pupuk yang terkhusus untuk kultur Nitzhia yakni pupuk klewat (KW).
-
Untuk mendapatkan nilai optimal dari
penimbangan setiap bahan, digunakan timbangan digital.
3. Inokulasi
-
Isi setiap tabung erlenmeyer yang akan
digunakan sebagai kultur diatom dengan air laut/asin yang telah disterilkan
sebanyak 350 ml dengan kisaran salinitas antara 28 – 32oC.
-
Pasang aerasi dengan ujung selang tanpa
dipasangi batu aerasi.
-
Lakukan pemupukan air dengan pupuk yang
sebelumnya telah dibuat.
-
Stock/bibit dari setiap jenis diatom
dimasukkan dalam wadah yang disiapkan tadi sebanyak 10 – 20% volume kultur.
-
Tutup permukaan erlenmeyer dengan
almunium voil.
-
Lakukan pengamatan dan perhitungan awal
pada setiap jenis diatom.
-
Kemudian dilakukan kegiatan kultur ini
selama enam hari, yang setiap harinya dilakukan pula perhitungan jumlah sel
diatom sama seperti waktu penghitungan di hari pertama.
-
Namun untuk pemupukan hanya dilakukan
pada awal kultur diatom, hari selanjutnya sampai akhir pemeliharaan tidak lagi
dilakukan pemupukan.
BAB IV
HASIL DAN
PEMBAHASAN
A.
Hasil
Tabel: hasil
perhitungan jumlah sel diatom (sel/ml)
Hari/Tanggal
|
Perhitungan
Pertumbuhan Diatom
|
||
Chaetocheros
|
Skeletonemae
|
Nitzhia
|
|
Jum’at
27/04/2012
|
= 39/5 = 7,8
= 7,8 x 104 sel/ml
|
= 125/5
= 25,6 x 103
= 2,56 x 104 sel/ml
|
= 27 x 25
= 135 x 104
= 1,35 x 106 sel/ml
|
Sabtu,
28/04/2012
|
= 35/5 = 7 x 25
= 175 x 104
= 1,75 x 106 sel/ml
|
= 281 x 5
= 56,2 x 103
= 5,62 x 104 sel/ml
|
= 48 x 5 = 9,6 x 25
= 240 x 104
= 2,40 x 106 sel/ml
|
Minggu,
29/04/2012
|
= 42/5 = 8 x 25
= 200 x 104
= 2 x 106 sel/ml
|
= 426/5
= 85 x 103
= 8,5 x 104 sel/ml
|
= 326/3 = 108 x 25
= 2700 x 104
= 2,7 x 107 sel/ml
|
Senin,
30/04/2012
|
= 78/5 = 15,6 x 25
= 390 x 104
= 3,90 x 106 sel/ml
|
= 80/5 = 16
= 16 x 103
= 1,6 x 104 sel/ml
|
= 177/5 = 35,4 x 25
= 885 x 104
= 8,85 x 106 sel/ml
|
Selasa,
01/05/2012
|
= 89/5 = 17,8 x 25
= 445 x 104
= 4,45 x 106 sel/ml
|
= 105/5 = 21
= 21 x 103
= 2,1 x 104 sel/ml
|
= 90/5 = 18 x 25
= 450 x 104
= 4,50 x 106 sel/ml
|
Rabu,
02/05/2012
|
= 60/5 = 12 x 25
= 300 x 104
= 3 x 106 sel/ml
|
= 1402/5 = 280,4
= 280,4 x 103
= 2,804 x 105 sel/ml
|
= 251/5 = 50,2 x 25
= 1255 x 104
= 1,25
x 107 sel/ml
|
B.
Pembahasan
Dalam
pembahasan ini, penulis akan mencoba menjabarkan beberapa hal mengenai hasil
prakrikum yang tertera pada tabel hasil diatas. Namin sebelumnya, terlebih
dahulu kita mnengetahui peran dan manfaat dari phytoplankton itu sendiri secara
umum yang didalamnya juga termasuk diatom.
Phytoplankton
atau mikroalgae mempunyai peran mensintesa bahan organik dalam lingkungan
perairan. Mikroalgae melakukan aktifitas fotosintesa untuk membentuk
molekul-molekul karbon komplek melalui larutan nutrien dari beberapa sumber
yang diasumsi dengan bantuan pencahayaan sinar matahari/ energi lampu neon
untuk membentuk sel-sel baru menajdi produk biomassa. Di perairan alami
mikroalgae dominan memberikan konstribusi untuk memproduksi biomassa dalam
sistim perairan laut, estuarin dan sungai. Walaupun sedikit pengaruh kombinasi
dari sejumlah sel-sel fitoplankton akan dikonsumsi oleh hewan baik tingkat
rendah maupun tingkat tinggi didalam ekosistem perairan yang digambarkan
melalui jaring-jaring makanan (food web). Alur daripada jaring makanan menerima
energinya dari hasil sintesa biomonukuler melalui tumbuhan mikroskopis, sebagai
contoh produksi pada permukaan perairan laut kira-kira 50 gr C/m²/tahun dimana
diasumsikan semua fitoplankton yang ada di dalam sistim perairan melakukan
proses fotosintesa. Dengan demikian peran fitoplankton didalam sistim perrairan
mempunyai kontribusi terhadap sistim produksi biomassa.
Setelah
kita mengetahui hal dasarnya, barulah kita dapat mengetahui beberapa alasan
mengenai hal-hal yang terjadi selama kultur diatom.
Dari
hasil praktik tentang perhitungan Chaetoceros
selama kurang lebih satu minggu diperoleh hasil bahwa Chaetoceros berbentuk seperti butiran bulat berwarna hijau, dan
jumlah kepadatan Chaetoceros dari
hari pertama 7,8 x 104 sel/ml, dan pada akhir pemeliharaan jumlah
kepadatannya menjadi 3 x 106 sel/ml. jika kita perhatikan, terjadi
pengurangan jumlah kepadatan antara hari pertama dan hari terakhir
pemeliharaan. Timbul satu pertanyaan yaitu mengapa bisa terjadi?. Hal tersebut
diakibatkan karena Chaetoceros
memiliki fase puncak pertumbuhan yang pada umumnya disitilahkan dengan blooming
jika ia berada di habitat alaminya. Pada data diatas tercatat bahwa pada hari
kelima merupakan puncak pertumbuhan Chaetoceros
yang kembali menurun pada hari terakhir. Hal ini juga disebabkan oleh tidak
dilakukan pemberian pupuk lagi, sementara untuk tumbuh dan berkembang Chaetoceros membutuhkan pupuk.
Tidak
berbeda jauh sebenarnya dengan jenis diatom lainnya yang sempat kami kultur
secara skala laboratorium ini, hanya saja perbedaannya yakni terletak pada
puncak pertumbuhan populasi masing-masing diatom. Untuk Skeletonemae sendiri justru pada hari ketiga yang merupakan puncak
perkembangan populasi dengan kepadatan 8,5 x 104 sel/ml. sedangkan Nitzhia fase punncak perkembangan
populasi yakni terjadi pada hari ke-empat dengan jumlah sel 8,85 x 106
sel/ml. ini menandakan bahwa fase perkembangan dari setiap jenis diatom yang
dikultur pada praktikum ini memiliki fase puncak perkembangan populasi yang
berbeda sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya. Jika digambrkan secara
grafik, maka akan membentuk sebuah kurva menghadap kebawah, diamana telah kita
ketahui sebelumnya pada saat lepas dari fase puncak pertumbuhan populasi,
setiap jenis diatom akan mengalami kematian. Namun sebenarnya jenis-jenis
diatom tersebut masih dapat berkembang, namun pada perlakuan praktikum kali ini
hanya sekali dilakukan pemupukan yaitu pada awal penebaran stock/bibit diatom.
Hal
lain yang haru kita ketahui yakni dari pengamatan selama satu minggu dilihat bahwa pada hari
pertama fase induksi/istirahat, fase
ini ditandai dengan lambatnya pertumbuhan. Kelambatan pertumbuhan pada fase ini
karena baru terjadi adaptasi fisiologis metabolisme sel terhadap pertumbuhan
seperti meningkatnya level enzim dan metabolit yang terlibat dalam pembelahan
sel dan fiksasi karbon. Organisme mengalami metabolisme tetap belum terjadi
pembelahan sel, selanjutnya adalah fase logaritmik atau eksponensial, pada fase ini kepadatan sel meningkat
sebagai suatu fungsi waktu, fase stationer, merupakan faktor pembatas dan laju pertumbuhan seimbang
sehingga kepadatan sel konstant. Laju reproduksi sama dengan laju
kematian disebut sebagai fase menurunnya laju pertumbuhan yaitu pembelahan sel
berjalan lambat ketika nutriea, cahaya, pH, CO2 dan faktor fisik dan
kimia lainnya mulai membatasi pertumbuhan dan terakhir adalah fase kematian,
kualitas air menurun dan nutrien berkurang hingga level yang tidak dapat
melanjutkan pertumbuhan. Kepadatan sel menurun dengan cepat. Laju
kematian lebih cepat dari laju reproduksi.
BAB V
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dari
hasil dan pembahasan diatas dapat kita tarik beberapa kesimpulan singkat yaitu:
1. Puncak
pertumbuhan dan perkembangan untuk Chaetocheros
dan Skeletonemae memiliki fase puncak pertumbuhan dan perkembangan
populasi yang sama yakni pada hari kelima meskipun jumlah kepadatan selnya yang
berbeda, dan Nitzhia pada hari
keempat.
2. Chaetocheros
berbentuk bulat berwarna hijau, Skeletonemae
berbentuk rantai, dan Nitzhia berbentuk
seperti biji padi.
3. Penggunaan
pupuk pada saat kultur diatom ternyata sangat berpengaruh terhadap kelangsungan
hidup diatom itu sendiri, dengan catatan yang termasuk dalam phytoplankton dan
memilliku klorofil.
4. Diatom
memiliki lima tingkatan fase pertumbuhan yangni fase induksi/istirahat, fase logaritmik atau eksponensial, fase stationer,
fase menurunnya laju pertumbuhan dan fase kematian.
B.
Kritik
dan Saran
Hal
yang harus diperhatikan kultur diatom ialah masalah pupuk dan parameter
kualitas air yang harus tetap terjaga, namun pada laporan kali ini penulis
belum sempat menuliskan nilai optimal parameter kualitas air dalam kultur
diatom. Harapan saya sebagai penulis sangat berharap ini dapat menjadi hal yang
bermanfaat bagi kita semua, meskipun dalam semua aspek penulisan laporan ini
masih jauh dari kesempurnaan. Maka dari itu kritikan dan masukan yang sifatnya
membangun senantiasa penulis harapkan dari pihak pembaca maupun yang lainnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar