I. PENDAHULUAN
Oleh : H. Iqbal Djalil
A. Latar Belakang
Muhammad saw diangkat menjadi nabi dan rasul-Nya untuk
mengubah peradaban dunia dari suasana kegelapan (al-zhulumāt) menuju
suasana terang benderang (al-nūr).[1] Itulah sebabnya, mereka yang menganut Islam sebagai
agama terakhir yang di-dakwahkan oleh Nabi saw, akan menjadi komunitas terbaik
di panggung sejarah bagi sesama umat manusia lainnya.[2]
Di katakan demikian, karena Islam adalah dīnullah[3]
yang berarti agama milik Allah, dīnulhaq[4]
yang berarti agama benar adanya dan dīnul-qayyim[5]
yang berarti agama tepat dan tegak. Islam juga disebut fitrah Allah[6]
atau asal kejadiannya sesuatu, karena alam semesta dijadikan dan diatur
oleh Allah, maka Allah menyatakan bahwa segala yang ada di langit dan di bumi
semuanya aslama.
Dalam konteks keindonesiaan, term aslama identik
dengan “islamisasi” yakni suatu proses penerimaan agama Islam dan penyebarannya
lebih lanjut hingga sekarang. Islamisasi dalam konteks seperti ini, dapat pula
berarti perpindahan agama atau kepercayaan yang dianut sebelumnya kepada agama
Islam.[7]
Dengan adanya usaha islamisasi, maka agama Islam dalam sense sejarahnya
telah mengalami pertumbuhan dan perkembangan Islam dalam beberapa episod dan
periodesasi.
Harun Nasution dalam membagi periodesasi sejarah
per-tumbuhan dan perkembangan Islam, terdiri atas lima fase, yaitu: (1)
klasik/650-1250 M; (2) disintegrasi/1000-1250 M; (3) per-tengahan/1250-1800 M;
(4) tiga kerajaan besar/1500-1800 M; dan (5) modern/1800-sekarang.[8]
Tiga kerajaan besar Islam[9] yang di-maksud dalam kurun waktu 1500-1800 M adalah
Safawi, Usmani, dan Mughal.
Eksistensi Kerajaan Mughal di India, tentu sangat
menarik untuk ditelusuri setting sejarahnya, karena ia adalah salah satu
kerajaan besar Islam yang telah mewarnai sejarah peradaban umat Islam di masa
silam.
B. Rumusan Masalah
Berdasar pada uraian latar belakang yang telah
dipaparkan, maka permasalahan yang akan dibahas dalam makalah ini adalah
sebagai berikut :
1.
Bagaimana latar
belakang Kerajaan Mughal ?
2.
Bagaimana
pertumbuhan dan perkembangan Kerajaan Mughal ?
3.
Bagaimana
proses kehancuran Kerajaan Mughal ?
II. PEMBAHASAN
A. Latar Belakang Kerajaan Mughal
Berdirinya Kerajaan Mughal di India, melalui proses
yang demikian panjang. Latar belakang sejarahnya, dapat dilihat setelah
rapuhnya kesultanan Delhi (1192-1525 M), tepatnya pada periode Khalji dan
Tughluq, kemudian dilanjutkan oleh keluarga Sayyid (1414-1451 M),[10] serta keluarga Lodi (1451-1512 M).[11] Pada saat itu, kondisi kekuasaan Islam di India
mengalami kemunduran dan menunjukkan hal yang sangat rumit, yakni bangkitnya
pikiran lama yang percaya bahwa setiap kerajaan yang merdeka adalah khalifah di
tengah-tengah lingkungannya sendiri. Sebagai akibat-nya, maka muncul
tokoh-tokoh sentral kerajaan dari berbagai daerah yang ada di India.
Tokoh-tokoh yang dimaksud adalah Fakhruddin Mubāraq di
Begal; Syamsuddin Syah Mirza Swati di Kashmir; Zafar Khan Muzaffar di Guzarat;
Mālik Sarvar di Jawanfur; Dhilavar Khan Huesin Ghuri di Malwa; dan yang
terakhir adalah Ibrāhim Lodi sebagai pewaris kesultanan Delhi.[12] Tokoh sekaligus raja yang disebutkan terakhir ini,
adalah bahlul dan giat atau suka ber-perang, serta bertekad untuk menegakkan
kewibawaan kerajaan nya dengan cara; dia tidak mau menjadi “boneka siapa pun”.
Salah satu tindakan kurang simpatik yang telah
dilakukan Dinasti Lodi adalah memenjarakan Hami Khan, seorang menteri tua yang
telah membantunya naik tahta. Dia juga menumpas kepala-kepala provinsi
(gubernur) yang bergolak.[13] Atas dasar itu, Alam Khan (yang masih keluarga Lodi)
mencoba menggulingkan-nya dengan meminta bantuan Zahiruddin Babur (1482-1530
M), salah seorang cucu Timur Lenk dan Ferghana.[14] Permintaan itu, diterima dan bersama pasukannya
menyerang Delhi pada tanggal 21 April 1526 M.[15] terjadilah pertempuran yang sangat dahsyat. Ibrahim
Lodi beserta ribuan pasukannya terbunuh, kemudian Zahiruddin Babur mengikrarkan
kemenangannya dan kemudian menegakkan pemerintahannya yang disebut Kerajaan
Mughal.
Dengan berdirinya Kerajaan Mughal, maka Dinasti Delhi
dan atau Imperium Turki telah berakhir. Namun, tidaklah berarti bahwa
pemerintahan Babur sebagai raja pertama Mughal langsung eksis begitu saja.
Sejarah mencatat bahwa pada masa pemerintahan Babur,
masih ditandai dua persoalan besar, yakni bangkitnya kerajaan-kerajaan Hindu
dan munculnya penguasa muslim yang tidak mengakui kepemerintahan Babur. Singkat
sejarah, pada tahun 1530 M, Babur meninggal dunia dengan mewariskan wilayah
kekuasaan yang begitu luas dan karier politiknya kepada putra sulungnya,
Humayun.[16]
Humayun memerintah antara 1530-1539 dan 1555-1556 M
yang dalam periode pemerintahannya banyak diwarnai kerusuhan dan berbagai
pemberontakan.[17] Hal ini dimungkinkan karena usia pemerintahan yang
diwariskan ayahnya masih relatif mudah dan belum stabil, seperti ini jugalah
yang terjadi sebelumnya.
Berdasar dari latar belakang sejarah Kerajaan Mughal
yang telah diuraikan, kelihatan bahwa sejak berdirinya kerajaan ini di tahun
1526 sampai pada pemerintahan Humayun, belumlah mengalami perkembangan yang
begitu signifikan. Namun ketika Akbar (cucu Babur) naik tahta menggantikan
Humayun pada tahun 1556, barulah kerajaan ini dapat dilihat pertumbuhan dan
perkembangannya.
B. Pertumbuhan Perkembangan Kerajaan Mughal
Pada masa pemerintahan Akbar (1556-1605), Kerjaraan
Mughal pada mulanya mengalami kemerosotan. Ketika itu, ke-rajaan ini mengalami
krisis ekonomi yang ditandai dengan masyrakatnya mengalami kelaparan, dan
imperiumnya mengalami tekanan dari berbagai luar.[18] Akbar lalu membentuk landasan institusional juga
landasan geografis bagi kekuatan imperiumnya.
Corak pemerintahan Mughal yang dijalankan Akbar,
adalah sebuah elite militer politik yang pada umumnya terdiri dari
pembesar-pembesar Afghan, Iran, dan Turki, dan muslim asli India. Meskipun
elite pemerintahannya secara resmi adalah warga muslim, namun terdapat sekitar
29% warga Hindu sebagai aristokrasi Mughal, yang kebanyakan mereka adalah
Hindus Rajput dan Marathas.[19] Atas kebijakan Akbar ini, maka elite pemerintah
didukung secara sama oleh loyalitas dan pengabdian beberapa kelompok nasab bawahan.
Kebijakan Akbar tersebut membuat Kerajaan Mughal eksis
dan mampu memperluas wilayahnya di Hidusitan dan Punjab meliputi; Gujarat,
Rajasthan, Bihar, dan Bengal. Ke arah utara, ia merebut Kabul, Kashmir, Sind
dan Baluchistan. Deccan juga direbutnya pada tahun 1600 M, dan meluas sampai ke
ujung utara serta beberapa propinsi
merdeka di India Selatan.[20]
Dasar-dasar kebijakan sosial yang ditempuh oleh Akbar
adalah menjalankan politik sulahul (toleransi universal). Dengan cara
ini, semua rakyatnya dipandang sama, mereka tidak dibedakan sama sekali oleh
ketentuan agama atau lapisan sosial. Di antara kebijakannya tersebut adalah :
1.
Menghapuskan jizyah
bagi non muslim
2.
Memberikan
pelayanan pendidikan dan pengajaran yang sama bagi setiap masyarakat, yakni
dengan mendirikan madrasah-madrasah
3.
Memberi
tanah-tanah wakaf bagi lembaga-lembaga sufi.[21]
4.
Membentuk
undang-undang perkawinan baru, di antaranya melarang masyarakatnya kawin muda,
berpoligami bahkan ia menggalakkan kawin campur antar agama.[22]
5.
Menghapuskan
pajak-pajak pertanian terutama bagi pertanian-pertanian miskin, sekalipun non
muslim.
6.
Menghapuskan
tradisi perbudakan yang dihasilkan dari tawanan perang; dan
7.
Mengatur
khitanan anak-anak.[23]
Aspek penting lainnya yang disosialisasikan Akbar
adalah menciptakan Dīn Ilāhiy yang ciri-cirinya :
1.
Percaya pada
ke-Esaan Tuhan
2.
Akbar sebagai
khalifah Tuhan dan seorang padash (al-Insan al-kamil), ia mewakili Tuhan
di muka bumi dan selalu mendapat bimbingan langsung dari Tuhan, ia terma’shum
dari segala kesalahan.
3.
Semua pemimpin
agama harus tunduk dan sujud pada Akbar.
4.
Sebagai manusia
padash, ia berpantangan memakan daging (vegetarian).
5.
Menghormati api
dan matahari sebagai simbol kehidupan.
6.
Pada hari ahad
sebagai hari resmi ibadah.
7.
“Assalamualaikum”
diganti “Allahu Akbar” dan “Alaikum salam” diganti “jalla jalalah”. [24]
Di antara
faktor-faktor yang mendorong Sultan Akbar menciptakan “Dīn Ilahy” adalah
sebagai berikut;
1.
Para ulama dan
pemimpin agama saling berbeda pendapat mengenai masalah-masalah keagamaan.
Mereka saling mengecam dan berpecah belah.
2.
Keadaan rakyat
dan penganut agama-agama di India semakin fanatik karena pengaruh tokoh-tokoh
agama, bahkan rakyat tidak sedikit saling bertikai.
3.
Pengaruh
penasihat-penasihat agama dan politik Sultan Akbar, diantaranya Abu Fadhl, Mir
Abdul Latif (Persia) dan Syaikh Mubaraq yang membiarkan bahkan tidak jarang
mendorong Akbar berpikir bebas dan radial.[25]
Sebenarnya masih banyak kebijakan-kebijakan lain
yang umumnya lebih mementingkan persatuan politik, sekalipun dengan banyak
mengorbankan nilai-nilai syariah Islam. inilah perode yang betul-betul “sinkretik”
membumi di India, suatu usaha “pemerintahan Islam” untuk bisa diterima di
kalangan rakyat India. Sultan Akbar ingin menembus batas-batas terdalam tradisi
Hindustik dan agama-agama lain di India. Ia meninggal pada tahun 1605 M setelah
menderita sakit yang cukup parah (karena kawan-kawan dekatnya dibunuh oleh
anaknya Jahangir mungkin disebabkan adanya rasa cemburu yang terlalu banyak
sehingga memengaruhi ayahnya). Kemajuan-kemajuan yang telah dicapainya dapat
dipertahankanoleh sultan-sultan selanjutnya, antara lain Jahangir (1605-1627M),
Syah Jehan (1628-1658 M), dan Aurangzeb.
Pada masa Jahangir dan Syah Jehan kondisi Kerajaan
Mughal masih tetap stabil dan terkendali sebagaimana halnya pada masa Akbar.
Kemajuan yang dialaminya pun hampir sama dengan masa sebelumnya. Bahkan Jahid
Haji Sidek menyatakan bahwa khusus pada masa Syah Jehan wilayah Kerajaan Mughal
sudah sampai melampai batas-batas India, seperti Kandahar, Balks, Badakan, dan
Samarkand. Kesan-kesan keberhasilannya diwarnai dengan suksesnya menata politik
kenegeraannya. Pembangunan ekonomi dimulai dari pengembangan sistem irigasi.
Perdagangan ia kembangkan dengan sistem ekspor-impor dari industri-industri
seperti tekstil, keramik dan kerajinan tangan lainnya.[26]
Setelah melewati masa pemerintahan Jahangir dan Syah
Jehan, maka imperium selanjutnya berada di tangan Aurangzeb (1658-1707 M).
Tidak dapat dinafikan bahwa pada masa ini, Kerajaan Mughal tetap mengalami
kemajuan dalam berbagai. Namun kemajuan yang dicapainya adalah masih warisan
dari masa imperium sebelumnya.[27]
Aspek yang paling menonjol pada masa Aurangzeb adalah dia memberlakukan pajak
kepala terhadap warga non-muslim, juga memerintahkan penghancuran patung-patung
Hindu.[28]
Dengan sikapnya seperti itu, menimbulkan kebencian warga Hindu terhadap
Aurangzeb. Dari sinilah mulai babak kemunduran Kerajaan Mughal, oleh karena
pemerintah tidak mendapat simpati lagi di kalangan sebagian masyarakat.
C. Proses
Kehancuran Kerajaan Mughal
Setelah Aurangzeb wafat pada tahun 1707, Kerajaan
Mughal mulai di perintah oleh generasi-generasi yang lemah. Di sinilah mulai
dapat dilihat babak kemunduran dan bermuara pada kehancuran Kerajaan Mughal
dalam pentas sejarah Islam.
Dalam situasi politik yang berubah, terjadi
serangkaian per-tempuran memperebutkan suksesi pasca kematian Aurangzeb. Pada
awal abad VIII beberapa daerah akhirnya menjadi negara-negara independen. Di
beberapa daerah India lainnya, terbentuk sejumlah rezim yang di bawah kekuasaan
raja-raja Hindu. Para pembesar Hindu tersebut merebut kekuasaan Rajashtan. Di
Punjab, beberapa kelompok keagamaan dan etnis seperti Sikh dan Jat mendirikan
rezim lokal. Pada pertengan abad tersebut, tokoh-tokoh kelompok Maratha, Sikh
dan Afghan di wilayah Utara bertempur untuk merebut kekuasaan atas sisa wilayah
imperium Mughal yang nyaris tenggelam.[29]
Selanjutnya, kelompok Maratha mengkonsulidasikan
wilayah India Tengah dan Utara dan membentuk lima pemerintahan yang independen.
Pada tahun 1739 Nadhir Shah, merebut kekuasaan atas Kabul dan menundukkan kota
Delhi. Rezim Mughal kemudian tidak berdaya, namun pada tahun 1761 kekuataan
Maratha dikalahkan oleh Ahmad Sha Durrani. Akibatnya, kelompok Sikh memperluas
wilayahnya di Punjab antara tahun 1750 sampai 1674, dan mendirikan sebuah
pemerintahan baru dengan Ibu Kotanya Lahore.[30]
Akhirnya, terbukalah jalan bagi tumbuh berkembangnya Inggris sebagai kekuatan
terbesar di India, ter-utama dalam bidang perdagangan.
Munculnya kekuatan Inggris di India, merupakan babak
akhir detik-detik kehancuran Mughal. Transformasi kedudukan Inggris di India
mendapatkan restu, terutama dari negeri-negeri anak benua India.[31]
Salah satu alasan berkuasanya Inggris di sana oleh karena pengaruhnya yang
sangat menonjol dalam bidang perdagangan dan bidang-bidang perekonomian pada
umumnya, yang memang sangat diharapkan oleh masyarakat setempat.
Menurut Badri Yatim, sebenarnya tetap ada perlawanan
ter-hadap Inggris yang ingin monopoli bidang perekonomian tersebut di Mughal
dengan cara peperangan. Tetapi Inggris mendapat sokongan kuat dari raja-raja
Hindu yang memang telah eksis ketika itu, Inggris dengan menguasai Mughal.[32]
Berdasarkan uraian-uraian di atas, maka dapat
dipahami bahwa faktor utama yang menyebabkan kekuasaan Mughal mundur, sampai
mengalami kehancuran adalah terjadinya stagnasi dalam membina kerukunan antar
umat beragama pada masa Aungrazeb. Dalam keadaan demikian, maka penganut
agama-agama lain terutama Hindu merasa tersisih, dan di samping itu pula,
kehadiran Inggris di India (Mughal) tidak bisa terkontrol dalam upaya menguasai
bidang perekonomian. Sebagai akibatnya, maka Kerajaan Hindu, dan bahkan agama
Hindu pasca Aurangzeb mengalami perkembangan, seiring dengan datangnya Inggris
ketika itu. Sementara Kerajaan Mughal dan agama Islam, sudah tersisihkan dan
inilah babak terakhir kehancuran Mughal.
III.
KESIMPULAN
Berdasar pada permasalahan yang telah ditetapkan dan
kaitannya dengan uraian-uraian yang telah dipaparkan, maka dapat dirumuskan
beberapa kesimpulan sebagai berikut:
1. Latar belakang berdirinya
kerajaan Mughal, adalah kelanjutan dari Kerajaan Delhi. Kerajaan Mughal ini,
terbentuk melalui kemenangan Babur dan diperkokoh pada masa pemerintahan Akbar
(1556-1605).
2. Dengan memerintahnya Akbar, maka
kerajaan Mughal meng-alami kemajuan yang sangat siginifikan, terutama dalam
keagamaan, sosial, dan politik. Keadaan seperti ini berlanjut sampai masa
Jahangir dan Syah Jehan. Setelah pemerintahan Jahangir dan Syah berakhir, maka
Mughal diperintah oleh Aurangzeb.
3. Di masa pemerintahan Aurangzeb
dan pasca Aurangzeb, Ke-rajaan Mughal mengalami kemunduran yang ditandai dengan
berdirinya daerah-daerah merdeka di segenap wilayah India, dan masuknya Inggris
di wilayah tersebut, sampai akhirnya Kerajaan Mughal hancur, kemudian kekuasaan
diambil oleh pemerintahan Hindu. []
DAFTAR PUSTAKA
Al-Qur’ān al-Karim
Lapidus, M. Ira. A. History of Islamic Societes diterjemahkan
oleh Ghufran A. Mas’adi dengan judul Sejarah Sosial Umat Islam. Cet.
III; Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2003.
Mahmudunnasir, Syed.Islam; Its Concepts and History diterjemah-kan
oleh Adang Affandi dengan judul Islam; Konsepsi dan Sejarahnya. Cet. IV;
Bandung: Rosdakarya, 1994.
Nasution, Harun. Pembaharuan dalam Islam; Sejarah
Pemikiran dan Gerakan. Jakarta: Bulan Bintang, 1975
Sewang, Ahmad M. Islamisasi Kerajaan Gowa; Abad XVI
sampai Abad XVII. Cet. II; Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2005.
Sidek, Jahid Haji. Strategi Menjawab Sejarah Islam “terjemahan”. Kuala Lumpur: Nuirin Interprise,
1984.
Syalabi, Ahmad. Mausu’ah Tarikh al-Islam wa al-Hadharah
al-Islam, Juz II. Cet. VI; Kairo: al-Nahdlah al-Misriah, 1978.
Thahir, Adjib. Perkembangan Peradaban Islam di Kawasan
Dunia Islam. Cet.I; Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2004
Yatim, Badri. Sejarah dan Peradaban Islam. Jakarta:
Rajawali Pres, 1993.
KeraJAAN MUGHAL
AH. SEWANG,RAHIM YUNUS
SEJ. PERADABAN ISLAM semester II
Mughal
[1]Lihat
QS. al-Hadīd (57): 9 dan QS. al-Thalāq (65): 11.
[2]Lihat
QS. Ali Imran (3): 110
[3]Lihat
QS. Ali Imrān (3): 83
[4]Lihat
QS. al-Saf (61): 9
[5]Lihat
QS. al-Taubah (9): 36.
[6]Lihat
QS. al-Rūm (30): 39.
[7]Uraian
lebih lanjut tentang “Islamisasi”, lihat Ahmad M. Sewang, Islamisasi
Kerajaan Gowa; Abad XVI sampai Abad XVII (Cet. II; Jakarta: Yayasan Obor
Indonesia, 2005), h. 5-6
[8]Harun Nasution, Pembaharuan dalam
Islam; Sejarah Pemikiran dan Gerakan (Jakarta: Bulan Bintang, 1975), h.
13-14.
[9]Konsep Islam tentang kerajaan pada prinsipnya berasal dari tradisi
Muslim Iran. Naskah Barani (w. 1360) mengenai sistem kerajaan diawali dengan
sebuah pasal tentang tujuan moral dari eksistensi manusia sebagai realisasi
praktik Islam yang lurus. Seorang raja muslim haruslah bertanggungjawab atas
ketertiban, kestabilan, dan atas keamanan, serta kemakmuran rakyat. Uraian
lebih lanjut, lihat A. Syalabi, Mausu’ah Tarikh al-Islam wa
al-Hadharah al-Islam, Juz II (Cet. VI; Kairo: al-Nahdlah al-Misriah, 1978),
h. 20.
[10]Pada
periode ini, Islam mulai dimunculkan yang memindahkan kekuasaan dari India
Utara ke India Tengah sebagai upaya pengontrolan wilayah Selatan.
[11]Keluarga
Sayyid ini masih dari keluarga Turki yang diberi kekuasaan dan ke-percayaan
oleh sultan-sultan sebelumnya.
[12]Adjib
Thahir, Perkembangan Peradaban Islam di Kawasan Dunia Islam (Cet.I;
Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2004), h. 202
[13]Uraian
lebih lanjut, lihat Syed Mahmudunnasir, Islam; Its Concepts and History diterjemahkan
oleh Adang Affandi dengan judul Islam; Konsepsi dan Sejarahnya (Cet. IV;
Bandung: Rosdakarya, 1994), h. 345-346
[14]Lihat
Badri Yatim, Sejarah dan Peradaban Islam (Jakarta: Rajawali Pres, 1993),
h. 147
[16]Badiri
Yatim, ibid., h. 148. Adjib Thahir, ibid., h. 203-204.
[17]Syed
Mahmudunnasir, op. cit., h. 351
[19]Lihat
M. Ira Lapidus, A. History of Islamic Societes diterjemahkan oleh
Ghufran A. Mas’adi dengan judul Sejarah Sosial Umat Islam (Cet. III; Jakarta:
PT. RajaGrafindo Persada, 2003), h. 695
[21]Adjib
Thohir, op. cit., h. 205
[22]Mengenai
gagasan perkawinan ini, Akbar sendiri menikah dengan putri raja-raja Hidnu.
Dengan cara ini, ia bisa menarik simpatik kalangan masyarakat Hindu dan ia
dianggap sebagai pahlawan bagi kelompoknya.
[23]Adjib
Thohir, loc. cit.
[26]Lihat
Jahid Haji Sidek, Strategi Menjawab Sejarah Islam “terjemahan” (Kuala Lumpur: Nuirin Interprise,
1984), h. 245-246.
[27]Adjib
Thohir, op. cit., h. 211-212.
[28]Ira
M. Lapidus, op. cit., h. 711.
[32]Badri
Yatim, op. cit., h. 159.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar