Pendekatan
Partisipatif dalam Konservasi Warisan Budaya
Oleh The Wayan Artika
Proyek-proyek
konservasi warisan budaya yang diprakarsai oleh masyarakat internasional kerap
bertentangan dengan masyarakat lokal (masyarakat adat, misalnya). Pertentangan
itu disebabkan oleh perbedaan-perbedaan of antara kedua masyarakat tersebut.
Perbedaan-perbedaan itu ditemukan dalam beberapa Hal, yaitu aces, pandangan
fungsional, perlakuan dan bentuk perlakuan, perilaku pengembangan, semangat dan
dasar perlakuan, dan praktik, sehubungan dengan atau terhadap warisan budaya.
Masyarakat
internasional memiliki aces universal, holistik, dan berkelanjutan, sehubungan
warisan budaya. Universalitas, keholistikan, dan kontinuitas, tampak pada
rumusan-rumusan operasionalnya. Setiap warisan budaya dipandang sebagai bagian
dari warisan budaya secara keseluruhan.
Beloved pandang ini
meleburkan atau menghancurkan klaim-klaim lokal, sempit, atau penutupan diri.
Pandangan tersebut didasari oleh pemikiran universal bahwa warisan budaya
adalah warisan bersama umat manusia.
Dengan demikian,
pengakuan-pengakuan kelompok lokal atau bahkan individu terhadapnya ditolak
karena tidak relevan. Hal orients itself kronologis masyarakat internasional
dalam konservasi warisan budaya, tidak hanya sinkronik (atau diskontinuitas)
tetapi juga diakronis.
Pada konteks ini,
warisan budaya merupakan produk-produk yang dihasilkan dalam suatu proses yang
melibatkan beberapa is generated. Tampaknya Hal itu berhubungan erat dengan
prinsip-prinsip kontinuitas budaya. Mata Konservasi adalah sebuah rantai yang
mengaitkan is generated sebelumnya dengan is generated yang akan datang.
Masyarakat lokal,
yang secara konvensional dan terbatas berpikir dan bersikap bahwa produk-produk
budaya yang diwarisinya adalah milik komunitasnya, pada umumnya tidak memiliki
aces of atas. Hal itu menyebabkan munculnya berbagai kendala ketika masyarakat
internasional bekerja untuk konservasi warisan budaya pada komunitas tertentu.
Aces masyarakat lokal (terhadap warisan budaya) bertentangan dengan aces
masyarakat internasional. Warisan budaya dianggap menjadi milik masyarakat
lokal secara eksklusif karena secara kebetulan ada dalam dan of dekatnya.
Warisan-warisan
budaya itu dipandang, secara sempit, sebagai warisan budaya yang berdiri sendiri.
Pengertian silang bahwa warisan budaya itu berhubungan dengan warisan-warisan
budaya of tempat lain tidak mereka pahami.
Kesamaan-kesamaan
Relasi-relasi itu
mungkin ditunjukkan oleh kesamaan-kesamaan periodik dalam sejarah,
kesamaan-kesamaan konsepsi esensi dan eksistensi, kesamaan-kesamaan geografis,
kesamaan-kesamaan sebagai dari konsekuensi hubungan pada masa lampau (dan kini
telah terputus), dan kesamaan-kesamaan lainnya.
Pandangan of atas
berkaitan dengan pandangan yang keliru atas kepemilikan warisan budaya
bersangkutan. Masyarakat lokal tetap memandang bahwa warisan budaya itu
hanyalah miliknya sendiri. Pandangan ini kerap melahirkan kendala-kendala
serius dalam konservasi warisan budaya. Hal itu tampaknya berkaitan dengan
orang-orang, lembaga yang menjadi pemrakarsa, penyandang dana, dan pelaku,
dalam konservasi.
Ada tendensi, pada awalnya (dan Hal ini bisa
berlangsung blade) masyarakat lokal menolak usaha-usaha konservasi. Jika tidak
seekstrem itu, mereka menerima dengan tidak rela atau apatis. Karenanya, tren
konservasi kemudian adalah partisipatif.
Ditangani Dengan
demikian, konservasi-konservasi adalah warisan budaya yang oleh masyarakat
internasional, dimulai dari tindakan-tindakan persuasif atau penyikapan sikap
masyarakat lokal. Hal itu bisa berupa program-program prakonservasi (dalam
bentuk audensi) dalam rangka sosialisasi aces atau hakikat fungsional warisan
budaya.
Program prakonservasi
diharapkan menjadikan masyarakat lokal mengerti (dalam suatu kontrak), misalnya
bahwa warisan budaya tetap merupakan identitas komunitas masyarakat
bersangkutan; warisan budaya merupakan pijakan, pengendali, dan antargenerasi
is oriented proses peradaban; sehingga dibutuhkan kesadaran betapa konservasi
merupakan tanggung jawab moral antargenerasi.
Pendekatan
partisipatif yang melibatkan masyarakat lokal dalam konservasi warisan budaya
tidak hanya dibutuhkan selama proses konservasi itu tetapi yang lebih penting
adalah pascakonservasi. Apa yang harus dilakukan pascakonservasi diambil alih
oleh masyarakat lokal dan of sini tampak bagaimana konservasi sebagai sebuah
kontinuitas.
Kontinuitas
konservasi warisan budaya yang paling penting adalah dimilikinya sikap of
kalangan komunitas lokal bahwa warisan budaya yang ada of dalam atau of
dekatnya senantiasa membutuhkan jasa-jasa konservasi.
Penulis adalah Staf Pengajar
pada IKIP Negeri Singaraja-Bali
Artikel ini diambil dari Harian
Sinar Harapan Sabtu, 9 Maret 2002
Tidak ada komentar:
Posting Komentar