Pengertian Filsafat
Kata
falsafah atau filsafat dalam bahasa Indonesia merupakan kata serapan dari
bahasa Arab فلسة,
yang juga diambil dari bahasa Yunani; Φιλοσοφία philosophia. Dalam bahasa ini,
kata ini merupakan kata majemuk dan berasal dari kata-kata (philia =
persahabatan, cinta dsb.) dan (sophia = "kebijaksanaan"). Sehingga
arti harafiahnya adalah seorang “pencinta kebijaksanaan” atau “ilmu”. Kata
filosofi yang dipungut dari bahasa Belanda juga dikenal di Indonesia. Bentuk
terakhir ini lebih mirip dengan aslinya. Dalam bahasa Indonesia seseorang yang
mendalami bidang falsafah disebut "filsuf".
Definisi kata filsafat bisa dikatakan merupakan sebuah problem falsafi pula. Tetapi, paling tidak bisa dikatakan bahwa "filsafat" adalah studi yang mempelajari seluruh fenomena kehidupan dan pemikiran manusia secara kritis.
Definisi kata filsafat bisa dikatakan merupakan sebuah problem falsafi pula. Tetapi, paling tidak bisa dikatakan bahwa "filsafat" adalah studi yang mempelajari seluruh fenomena kehidupan dan pemikiran manusia secara kritis.
Ini didalami tidak dengan melakukan eksperimen-eksperimen dan percobaan-percobaan, tetapi dengan mengutarakan problem secara persis, mencari solusi untuk itu, memberikan argumentasi dan alasan yang tepat untuk solusi tertentu, serta akhir dari proses-proses itu dimasukkan ke dalam sebuah proses dialektik. Dialektik ini secara singkat bisa dikatakan merupakan sebuah bentuk dialog. Untuk studi falsafi, mutlak diperlukan logika berpikir dan logika bahasa.
Logika merupakan sebuah ilmu yang sama-sama dipelajari dalam matematika dan filsafat. Hal itu membuat filsafat menjadi sebuah ilmu yang pada sisi-sisi tertentu berciri eksak di samping nuansa khas filsafat, yaitu spekulasi, keraguan, dan couriousity 'ketertarikan'.
Manusia Yunani pertama-tama mencoba menerangkan dunia dengan kejadian-kejadian yang menyertainya secara mitologis dan lepas dari kontrol rasio. Selanjutnya semuanya itu kemudian diterangkan dan disusun secara sistematis karena dengan mencari suatu keseluruhan yang sistematis, mereka mampu mengerti hubungan antara mite itu dan menyingkirkan mite yang tak dapat dicocokkan dengan mite yang lain.
Pemikiran mitologis tersebut dikaitkan dengan pemikiran
keagamaan. Alasan mereka adalah, ‘karena makhluk-nakhluk merupakan dasar alam,
maka makhluk-makhluk itu perlu dipuja dan disembah.
Akibat dari berkembangnya kesusasteraan Yunani dan masuknya ilmu pengetahuan serta semakin hilangnya kepercayaan akan kebenaran yang diberikan oleh pemikiran keagamaan, peran mitologi kemudian secara perlahan-lahan digantikan oleh logos (rasio/ ilmu).
Pada saat inilah, para filsofof kemudian mencoba memandang dunia dengan cara yang lain yang belum pernah dipraktekkan sebelumnya, yaitu berpikir secara ilmiah.
Akibat dari berkembangnya kesusasteraan Yunani dan masuknya ilmu pengetahuan serta semakin hilangnya kepercayaan akan kebenaran yang diberikan oleh pemikiran keagamaan, peran mitologi kemudian secara perlahan-lahan digantikan oleh logos (rasio/ ilmu).
Pada saat inilah, para filsofof kemudian mencoba memandang dunia dengan cara yang lain yang belum pernah dipraktekkan sebelumnya, yaitu berpikir secara ilmiah.
Dalam mencari keterangan tentang alam semesta, mereka
melepaskan diri dari hal-hal mitis yang secara turun-temurun diwariskan oleh
tradisi. Dan selanjutnya mereka mulai berpikir sendiri. Di balik aneka kejadian
yang diamati secara umum, mereka mulai mencari suatu keterangan yang
memungkinkan mereka mampu mengerti kejadian-kejadian itu. Dalam artian inilah,
mulai ada kesadaran untuk mendekati problem dan kejadian alam semesta secara
logis dan rasional.
Sebab hanya dengan cara semacam ini, terbukalah
kemungkinan bagi pertanyaan-pertanyaan lain dan penilaian serta kritik dalam
memahami alam semesta. Semangat inilah yang memunculkan filosof-filosof pada
jaman Yunani. Filsafat dan ilmu menjadi satu.
Dalam tradisi filsafat Barat, dikenal adanya pembidangan
dalam filsafat yang menyangkut tema tertentu. Tema-tema itu adalah: ontologi,
epistemologi, dan aksiologi.
Munculnya Filsafat
Filsafat, terutama Filsafat Barat muncul di Yunani
semenjak kira-kira abad ke 7 S.M.. Filsafat muncul ketika orang-orang mulai
berpikir-pikir dan berdiskusi akan keadaan alam, dunia, dan lingkungan di
sekitar mereka dan tidak menggantungkan diri kepada agama lagi untuk mencari
jawaban atas pertanyaan-pertanyaan ini.
Banyak yang bertanya-tanya mengapa filsafat muncul di Yunani dan tidak di daerah yang beradab lain kala itu seperti Babilonia, Yudea (Israel) atau Mesir. Jawabannya sederhana: di Yunani, tidak seperti di daerah lain-lainnya tidak ada kasta pendeta sehingga secara intelektual orang lebih bebas.
Banyak yang bertanya-tanya mengapa filsafat muncul di Yunani dan tidak di daerah yang beradab lain kala itu seperti Babilonia, Yudea (Israel) atau Mesir. Jawabannya sederhana: di Yunani, tidak seperti di daerah lain-lainnya tidak ada kasta pendeta sehingga secara intelektual orang lebih bebas.
Orang Yunani pertama yang bisa diberi gelar filsuf ialah
Thales dari Mileta, sekarang di pesisir barat Turki. Tetapi filsuf-filsuf
Yunani yang terbesar tentu saja ialah: Sokrates, Plato dan Aristoteles.
Sokrates adalah guru Plato sedangkan Aristoteles adalah murid Plato. Bahkan ada
yang berpendapat bahwa sejarah filsafat tidak lain hanyalah “Komentar-komentar
karya Plato belaka”. Hal ini menunjukkan pengaruh Plato yang sangat besar pada
sejarah filsafat.
Klasifikasi filsafat
Klasifikasi filsafat
Dalam membangun tradisi filsafat banyak orang mengajukan
pertanyaan yang sama , menanggapi, dan meneruskan karya-karya pendahulunya
sesuai dengan latar belakang budaya, bahasa, bahkan agama tempat tradisi
filsafat itu dibangun. Oleh karena itu, filsafat biasa diklasifikasikan menurut
daerah geografis dan latar belakang budayanya. Dewasa ini filsafat biasa dibagi
menjadi dua kategori besar menurut wilayah dan menurut latar belakang agama.
Menurut wilayah bisa dibagi menjadi: “Filsafat Barat”, “Filsafat Timur”, dan
“Filsafat Timur Tengah”. Sementara latar belakang agama dibagi menjadi:
“Filsafat Islam”, “Filsafat Budha”, “Filsafat Hindu”, dan “Filsafat Kristen”.
Filsafat Barat
‘‘‘Filsafat Barat’’’ adalah ilmu yang biasa dipelajari
secara akademis di universitas-universitas di Eropa dan daerah-daerah jajahan
mereka. Filsafat ini berkembang dari tradisi falsafi orang Yunani kuno.
Tokoh utama filsafat Barat antara lain Plato, Thomas
Aquinas, Réne Descartes, Immanuel Kant, Georg Hegel, Arthur Schopenhauer, Karl
Heinrich Marx, Friedrich Nietzsche, dan Jean-Paul Sartre.
Filsafat Timur
Filsafat Timur
‘‘‘Filsafat Timur’’’ adalah tradisi falsafi yang terutama
berkembang di Asia, khususnya di India, Tiongkok dan daerah-daerah lain yang
pernah dipengaruhi budayanya. Sebuah ciri khas Filsafat Timur ialah dekatnya
hubungan filsafat dengan agama. Meskipun hal ini kurang lebih juga bisa
dikatakan untuk Filsafat Barat, terutama di Abad Pertengahan, tetapi di Dunia
Barat filsafat ’an sich’ masih lebih menonjol daripada agama. Nama-nama
beberapa filsuf Timur, antara lain Siddharta Gautama/Buddha, Bodhidharma, Lao
Tse, Kong Hu Cu, Zhuang Zi dan juga Mao Zedong.
Filsafat Timur Tengah
‘‘‘Filsafat Timur Tengah’’’ ini sebenarnya mengambil
tempat yang istimewa. Sebab dilihat dari sejarah, para filsuf dari tradisi ini
sebenarnya bisa dikatakan juga merupakan ahli waris tradisi Filsafat Barat.
Sebab para filsuf Timur Tengah yang pertama-tama adalah orang-orang Arab atau
orang-orang Islam (dan juga beberapa orang Yahudi!), yang menaklukkan
daerah-daerah di sekitar Laut Tengah dan menjumpai kebudayaan Yunani dengan
tradisi falsafi mereka. Lalu mereka menterjemahkan dan memberikan komentar
terhadap karya-karya Yunani. Bahkan ketika Eropa setalah runtuhnya Kekaisaran
Romawi masuk ke Abad Pertengahan dan melupakan karya-karya klasik Yunani, para
filsuf Timur Tengah ini mempelajari karya-karya yang sama dan bahkan terjemahan
mereka dipelajari lagi oleh orang-orang Eropa. Nama-nama beberapa filsuf Timur
Tengah: Avicenna(Ibnu Sina), Ibnu Tufail, Kahlil Gibran (aliran romantisme;
kalau boleh disebut bergitu)dan Averroes.
Filsafat Islam
‘‘‘Filsafat Islam’’’ bukanlah filsafat Timur Tengah. Bila
memang disebut ada beberapa nama Yahudi dan Nasrani dalam filsafat Timur Tengah,
dalam filsafat Islam tentu seluruhnya adalah muslim. Ada sejumlah perbedaan
besar antara filsafat Islam dengan filsafat lain. Pertama, meski semula
filsuf-filsuf muslim klasik menggali kembali karya filsafat Yunani terutama
Aristoteles dan Plotinus, namun kemudian menyesuaikannya dengan ajaran Islam.
Kedua, Islam adalah agama tauhid. Maka, bila dalam filsafat lain masih 'mencari
Tuhan', dalam filsafat Islam justru Tuhan 'sudah ditemukan.'
Filsafat Kristen
‘‘‘Filsafat Kristen’’’ mulanya disusun oleh para bapa
gereja untuk menghadapi tantangan zaman di abad pertengahan. Saat itu dunia
barat yang Kristen tengah berada dalam zaman kegelapan (dark age). Masyarakat
mulai mempertanyakan kembali kepercayaan agamanya. Tak heran, filsafat Kristen
banyak berkutat pada masalah ontologis dan filsafat ketuhanan. Hampir semua
filsuf Kristen adalah teologian atau ahli masalah agama. Sebagai contoh: Santo
Thomas Aquinas, Santo Bonaventura
Sejarah Perkembangan
Awal Filsafat Dunia
Meski istilah philosophia (Φιλοσοφία) pertama kali
dimunculkan oleh Pythagoras, namun orang Yunani pertama yang bisa diberi gelar
filsuf ialah Thales (640-546 S.M.) dari Mileta (sekarang di pesisir barat
Turki). Ia merupakan seorang Filsuf yang mendirikan aliran filsafat alam
semesta atau kosmos dalam perkataan Yunani. Menurut aliran filsafat kosmos,
filsafat adalah suatu penelaahan terhadap alam semesta untuk mengetahui asal
mulanya, unsur-unsurnya dan kaidah-kaidahnya (The Liang Gie, 1999).
Dalam buku History and
Philosophy of Science karangan L.W.H. Hull (1950), menulis setidaknya sejarah
filsafat dan ilmu dapat dibagi dalam beberapa periode, termasuk di dalamnya
tokoh-tokoh yang terkenal pada periode itu.
Periode pertama, filsafat Yunani abad 6 SM
Pada masa ini ahli
filsafatnya adalah Thales, Anaximandros, dan Anaximenes yang dianggap sebagai
bapak-bapak fisafat dari Mileta. Thales berpendapat bahwa sumber kehidupan
adalah air. Makhluk yang pertama kali hidup adalah ikan dan menusia yang
pertama kali terlahir dari perut ikan. Thales juga berpendapat bahwa bumi
terletak di atas air. Tentang bumi, Anaximandros mengatakan bahwa bumi persis
berada di pusat jagat raya dengan jarak yang sama terhadap semua badan yang
lain. Sementara Anaximenes dapat dikatakan sebagai pemikir pertama yang mengemukakan
persamaan antara tubuh manusia dan jagat raya. Udara
di alam semesta ibarat jiwa yang dipupuk dengan pernapasan di dalam tubuh
manusia.
Setelah
mereka bertiga, Yunani kemudian memiliki pemikir-pemikir terkenal yang lebih
berpengaruh lagi terhadap perkembangan fisafat, seperti Socrates, Plato,
Aristoteles, Phythagoras, Hypocrates, dan lain sebagainya.
Periode Kedua, Periode setelah kelahiran Al -Masih
(Abad 0-6 M)
Pada
masa ini pertentangan antara gereja yang diwakili oleh para pastur dan para
raja yang pro kepada gereja, dengan para ulama filsafat. Sehingga pada masa ini
filsafat mengalami kemunduran. Para raja membatasi kebebasan berfikir sehingga
filsafat seolah-olah telah mati suri. Ilmu menjadi beku, kebenaran hanya
menjadi otoritas gereja, gereja dan para raja yang berhak mengatakan dan
menjadi sumber kebenaran.
Periode Ketiga, Periode kejayaan Islam (Abad 6-13 M)
Pada
masa ini dunia Kristen Eropa mengalami abad kegelapan, ada juga yang menyatakan
periode ini sebagai periode pertengahan. Masa keemasan atau kebangkitan Islam
ditandai dengan banyaknya ilmuan-ilmuan Islam yang ahli dibidang masing-masing,
berbagai buku inilah diterbitkan dan ditulis. Di antara tokoh-tokoh tersebut
adalah Hanafi, Maliki, Syafii, dan Hanbali yang ahli dalam hokum Islam,
Al-farabi ahli astronomi dan matematika, Ibnu Sina ahli kedokteran dengan buku
terkenalnya yaitu The Canon of Medicine. Al-kindi ahli filsafat, Al-ghazali
intelek yang meramu berbagai ilmu sehingga menjadi kesatuan dan kesinambungan
dan mensintesis antara agama, filsafat, mistik dan sufisme . Ibnu Khaldun ahali
sosiologi, filsafat sejarah, politik, ekonomi, social dan kenegaraan. Anzahel
ahli dan penemu teori peredaran planet. Tetapi setelah perang salib terjadi
umat Islam mengalami kemundurran, umat Islam dalam keadaan porak-poranda oleh
berbagai peperangan.
Terdapat 2 pendapat
mengenai sumbangan peradaban Islam terhadap filsafat dan ilmu pengetahuan, yang
terus berkembang hingga saat ini. Pendapat pertama mengatakan bahwa orang Eropa
belajar filsafat dari filosof Yunani seperti Aristoteles, melalui kitab-kitab
yang disalin oleh St. Agustine (354 – 430 M), yang kemudian diteruskan oleh
Anicius Manlius Boethius (480 – 524 M) dan John Scotus. Pendapat kedua
menyatakan bahwa orang Eropah belajar filsafat orang-orang Yunani dari
buku-buku filasafat Yunani yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa Arab oleh
filosof Islam seperti Al-Kindi dan Al-Farabi. Terhadap pendapat pertama Hoesin
(1961) dengan tegas menolaknya, karena menurutnya salinan buku filsafat
Aristoteles seperti Isagoge, Categories dan Porphyry telah dimusnahkan oleh
pemerintah Romawi bersamaan dengan eksekusi mati terhadap Boethius, yang
dianggap telah menyebarkan ajaran yang dilarang oleh negara. Selanjutnya
dikatakan bahwa seandainya kitab-kitab terjemahan Boethius menjadi sumber
perkembangan filsafat dan ilmu pengetahuan di Eropa, maka John Salisbury,
seorang guru besar filsafat di Universitas Paris, tidak akan menyalin kembali
buku Organon karangan Aristoteles dari terjemahan-terjemahan berbahasa Arab,
yang telah dikerjakan oleh filosof Islam.
Sebagaimana telah
diketahui, orang yang pertama kali belajar dan mengajarkan filsafat dari
orang-orang sophia atau sophists (500 – 400 SM) adalah Socrates (469 – 399 SM),
kemudian diteruskan oleh Plato (427 – 457 SM). Setelah itu diteruskan oleh
muridnya yang bernama Aristoteles (384 – 322 SM). Setelah zaman Aristoteles,
sejarah tidak mencatat lagi generasi penerus hingga munculnya Al-Kindi pada
tahun 801 M. Al-Kindi banyak belajar dari kitab-kitab filsafat karangan Plato
dan Aristoteles. Oleh Raja Al-Makmun dan Raja Harun Al-Rasyid pada Zaman
Abbasiyah, Al-Kindi diperintahkan untuk menyalin karya Plato dan Aristoteles
tersebut ke dalam Bahasa Arab.
Sepeninggal Al-Kindi,
muncul filosof-filosof Islam kenamaan yang terus mengembangkan filsafat.
Filosof-filosof itu diantaranya adalah : Al-Farabi, Ibnu Sina, Jamaluddin
Al-Afghani, Muhammad Abduh, Muhamad Iqbal, dan
Ibnu Rushd.
Berbeda dengan
filosof-filosof Islam pendahulunya yang lahir dan besar di Timur, Ibnu Rushd
dilahirkan di Barat (Spanyol). Filosof Islam lainnya yang lahir di barat adalah
Ibnu Baja (Avempace) dan Ibnu Tufail (Abubacer).
Ibnu baja dan Ibnu
Tufail merupakan pendukung rasionalisme Aris-toteles. Akhirnya kedua orang ini
bisa menjadi sahabat.
Sedangkan Ibnu Rushd
yang lahir dan dibesarkan di Cordova, Spanyol meskipun seorang dokter dan telah
mengarang Buku Ilmu Kedokteran berjudul Colliget, yang dianggap setara dengan
kitab Canon karangan Ibnu Sina, lebih dikenal sebagai seorang filosof.
Pandangan Ibnu Rushd
yang menyatakan bahwa jalan filsafat merupakan jalan terbaik untuk mencapai
kebenaran sejati dibanding jalan yang ditempuh oleh ahli agama, telah memancing
kemarahan pemuka-pemuka agama, sehingga mereka meminta kepada khalifah yang memerintah
di Spanyol untuk menyatakan Ibnu Rushd sebagai atheis. Sebenarnya apa yang
dikemukakan oleh Ibnu Rushd sudah dikemukakan pula oleh Al-Kindi dalam bukunya
Falsafah El-Ula (First Philosophy). Al-Kindi menyatakan bahwa kaum fakih tidak
dapat menjelaskan kebenaran dengan sempurna, oleh karena pengetahuan mereka
yang tipis dan kurang bernilai.
Pertentangan antara
filosof yang diwakili oleh Ibnu Rushd dan kaum ulama yang diwakili oleh
Al-Ghazali semakin memanas dengan terbitnya karangan Al-Ghazali yang berjudul
Tahafut-El-Falasifah, yang kemudian digunakan pula oleh pihak gereja untuk
menghambat berkembangnya pikiran bebas di Eropah pada Zaman Renaisance.
Al-Ghazali berpendapat bahwa mempelajari filsafat dapat menyebabkan seseorang
menjadi atheis. Untuk mencapai kebenaran sejati menurut Al-Ghazali hanya ada
satu cara yaitu melalui tasawuf (mistisisme). Buku karangan Al-Ghazali ini
kemudian ditanggapi oleh Ibnu Rushd dalam karyanya Tahafut-et-Tahafut (The
Incohenrence of the Incoherence).
Kemenangan pandangan
Al-Ghazali atas pandangan Ibnu Rushd telah menyebabkan dilarangnya pengajaran
ilmu filsafat di berbagai perguruan-perguruan Islam. Hoesin (1961) menyatakan
bahwa pelarangan penyebaran filsafat Ibnu Rushd merupakan titik awal keruntuhan
peradaban Islam yang didukung oleh maraknya perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi. Hal ini sejalan dengan pendapat Suriasumantri (2002) yang menyatakan
bahwa perkembangan ilmu dalam peradaban Islam bermula dengan berkembangnya
filsafat dan mengalami kemunduran dengan kematian filsafat.
Pada pertengahan abad 12
kalangan gereja melakukan sensor terhadap karangan Ibnu Rushd, sehingga saat
itu berkembang 2 paham yaitu paham pembela Ibnu Rushd (Averroisme) dan paham
yang menentangnya. Kalangan yang menentang ajaran filsafat Ibnu Rushd ini
antara lain pendeta Thomas Aquinas, Ernest Renan dan Roger Bacon. Mereka yang
menentang Averroisme umumnya banyak menggunakan argumentasi yang dikemukakan
oleh Al-Ghazali dalam kitabnya Tahafut-el-Falasifah. Dari hal ini dapat dikatakan
bahwa apa yang diperdebatkan oleh kalangan filosof di Eropah Barat pada abad 12
dan 13, tidak lain adalah masalah yang diperdebatkan oleh filosof Islam.
Periode Keempat, Periode kebangkitan Eropa (Abad 12-17)
Bersamaannya dengan
mundurnya kebudayaan Islam, Eropah mengalami kebangkitan. Pada masa ini,
buku-buku filsafat dan ilmu pengetahuan karangan dan terjemahan filosof Islam
seperti Al-Kindi, Al-Farabi, Ibnu Sina dan Ibnu Rushd diterjemahkan ke dalam
Bahasa Latin. Pada zaman itu Bahasa Latin menjadi bahasa
kebudayaan bangsa-bangsa Eropah. Penterjemahan karya-karya kaum muslimin antara
lain dilakukan di Toledo, ketika Raymund menjadi uskup Besar Kristen di Toledo
pada Tahun 1130 – 1150 M. Hasil terjemahan dari Toledo ini menyebar sampai ke
Italia. Dante menulis Divina Comedia setelah terinspirasi oleh hikayat Isra dan
Mikraj Nabi Muhammad SAW. Universitas Paris menggunakan buku teks Organon karya
Aristoteles yang disalin dari Bahasa Arab ke dalam Bahasa Latin oleh John
Salisbury pada tahun 1182.
Seperti
halnya yang dilakukan oleh pemuka agama Islam, berkembangnya filsafat ajaran
Ibnu Rushd dianggap dapat membahayakan iman kristiani oleh para pemuka agama
Kristen, sehingga sinode gereja mengeluarkan dekrit pada Tahun 1209, lalu
disusul dengan putusan Papal Legate pada tahun 1215 yang melarang
pengajaran dan penyebaran filsafat ajaran Ibnu Rushd.
Pada
Tahun 1215 saat Frederick II menjadi Kaisar Sicilia, ajaran filsafat Islam
mulai berkembang lagi. Pada Tahun 1214, Frederick mendirikan Universitas Naples,
yang kemudian memiliki akademi yang bertugas menterjemahkan kitab-kitab
berbahasa Arab ke dalam Bahasa latin. Pada tahun 1217 Frederick II mengutus
Michael Scot ke Toledo untuk mengumpulkan terjemahan-terjemahan filsafat
berbahasa latin karangan kaum muslimin. Berkembangnya ajaran filsafat Ibnu
Rushd di Eropah Barat tidak lepas dari hasil terjemahan Michael Scot. Banyak
orientalis menyatakan bahwa Michael Scot telah berhasil menterjemahkan Komentar
Ibnu Rushd dengan judul de coelo et de mundo dan bagian pertama dari Kitab
Anima.
Pekerjaan
yang dilakukan oleh Kaisar Frederick II untuk menterje-mahkan karya-karya
filsafat Islam ke dalam Bahasa Latin, guna mendorong pengembangan ilmu
pengetahuan di Eropah Barat, serupa dengan pekerjaan yang pernah dilakukan oleh
Raja Al-Makmun dan Harun Al-Rashid dari Dinasti Abbasiyah, untuk mendorong
pengembangan ilmu pengetahuan di Jazirah Arab.
Setelah Kaisar Frederick
II wafat, usahanya untuk mengembangkan pengetahuan diteruskan oleh putranya.
Untuk tujuan ini putranya mengutus orang Jerman bernama Hermann untuk kembali
ke Toledo pada tahun 1256. Hermann kemudian menterjemahkan Ichtisar Manthiq
karangan Al-Farabi dan Ichtisar Syair karangan Ibnu Rushd. Pada pertengahan
abad 13 hampir seluruh karya Ibnu Rushd telah diterjemahkan ke dalam Bahasa
Latin, termasuk kitab tahafut-et-tahafut, yang diterjemahkan oleh Colonymus
pada Tahun 1328.
Periode Filsafat Modern (Abad 17-20 M)
Dikenal Juga sebagai abad Äufklarung. Pada masa ini Kristen
yang berkuasa dan menjadi sumber otoritas kebenaran mengalami kehancuran, dan
juga awal abad kemunduran bagi umat Islam. Berbagai pemikiran
Yunani muncul, alur pemikiran yang mereka anut adalah rasionalitas,
empirisrme, dan Kritisme. Peradaban Eropa bangkit melampaui dunia
islam. Masa ini juga memunculkan intelektual Gerard Van Cromona yang menyalin
buku Ibnu Sina, ”The canon of medicine”, Fransiscan Roger Bacon, yang menganut
aliran pemikiran empirisme dan realisme berusaha menentang berbagai kebijakan
gereja dan penguasa pada waktu itu. Dalam hal ini Galileo dan
Copernicus juga mengalami penindasan dari penguasa. Masa ini juga menyebabkan
perpecahan dalam agama Kristen, yaitu Kristen Katolik dan Protestan. Perlawanan terhadap
gereja dan raja yang menindas terus berlangsung Revolusi ilmu pengetahuan makin
gencar dan meningkat. Pada masa ini banyak muncul para ilmuwan seperti Newton
dengan teori gravitasinya, John Locke yang menghembuskan perlawanan kepada
pihak gereja dengan mengemukakan bahwa manusia bebas untuk berbicara, bebas
mengeluarkan pendapat, hak untuk hidup, hak untuk merdeka, serta hak berfikir.
Hal serupa juga dilakuklan ole J.J .Rousseau mengecam penguasa dalam bukunya
yang berjudul Social Contak.
Hal berbeda terjadi didunai
Islam, pada masa ini umat Islam tertatih untuk bangkit dari keterpurukan
spiritual. Intelektual Islam yang gigih menyeru umat Islam untuk kembali pada
ajaran al-Quran dan Hadis. Pada masa krisis moral dan peradaban muncul ilmuwan
lainnya yaitu Muhammad Abduh. Muhammad Abduh berusaha membangkitkan umat Islam
untuk menggunakan akalnya. Ia berusaha mengikis habis taklid. Hal tersebut
dilakukan oleh Muhammad Abduh agara umat Islam menemukan ilmu yang berasal dari
al-Quran dan hadis.
Para
filsuf zaman modern menegaskan bahwa pengetahuan tidak berasal dari kitab suci
atau ajaran agama, tidak juga dari para penguasa, tetapi dari diri manusia
sendiri. Namun tentang aspek mana yang berperan ada beda pendapat. Aliran
rasionalisme beranggapan bahwa sumber pengetahuan adalah rasio: kebenaran pasti
berasal dari rasio (akal). Aliran empirisme, sebaliknya, meyakini pengalamanlah
sumber pengetahuan itu, baik yang batin, maupun yang inderawi. Lalu muncul aliran
kritisisme, yang mencoba memadukan kedua pendapat berbeda itu.
Aliran
rasionalisme dipelopori oleh Rene Descartes (1596-1650 M). Dalam buku Discourse
de la Methode tahun 1637 ia menegaskan perlunya ada metode yang jitu sebagai
dasar kokoh bagi semua pengetahuan, yaitu dengan menyangsikan segalanya, secara
metodis. Kalau suatu kebenaran tahan terhadap ujian kesangsian yang radikal
ini, maka kebenaran itu 100% pasti dan menjadi landasan bagi seluruh
pengetahuan.
Tetapi
dalam rangka kesangsian yang metodis ini ternyata hanya ada satu hal yang tidak
dapat diragukan, yaitu “saya ragu-ragu”. Ini bukan khayalan, tetapi kenyataan,
bahwa “aku ragu-ragu”. Jika aku menyangsikan sesuatu, aku menyadari bahwa aku
menyangsikan adanya. Dengan lain kata kesangsian itu langsung menyatakan adanya
aku. Itulah “cogito ergo sum”, aku berpikir ( menyadari) maka aku ada. Itulah
kebenaran yang tidak dapat disangkal lagi. — Mengapa kebenaran itu pasti? Sebab aku mengerti itu
dengan “jelas, dan terpilah-pilah” — “clearly and distinctly”, “clara et
distincta”. Artinya, yang jelas dan terpilah-pilah itulah yang harus diterima
sebagai benar. Dan itu menjadi norma Descartes dalam menentukan kebenaran.
Descartes adalah pelopor
kaum rasionalis, yaitu mereka yang percaya bahwa dasar semua pengetahuan ada
dalam pikiran.
Aliran empririsme nyata
dalam pemikiran David Hume (1711-1776), yang memilih pengalaman sebagai sumber
utama pengetahuan. Pengalaman itu dapat yang bersifat lahirilah (yang
menyangkut dunia), maupun yang batiniah (yang menyangkut pribadi manusia). Oleh
karena itu pengenalan inderawi merupakan bentuk pengenalan yang paling jelas
dan sempurna.
Hume merupakan pelopor
para empirisis, yang percaya bahwa seluruh pengetahuan tentang dunia berasal
dari indera. Menurut Hume ada batasan-batasan yang tegas tentang bagaimana
kesimpulan dapat diambil melalui persepsi indera kita.
Adapun Kritisisme oleh
Imanuel Kant (1724-1804) mencoba mengembangkan suatu sintesis atas dua
pendekatan yang bertentangan ini. Kant berpendapat bahwa masing-masing
pendekatan benar separuh, dan salah separuh. Benarlah bahwa pengetahuan kita
tentang dunia berasal dari indera kita, namun dalam akal kita ada faktor-faktor
yang menentukan bagaimana kita memandang dunia sekitar kita. Ada
kondisi-kondisi tertentu dalam manusia yang ikut menentukan konsepsi manusia
tentang dunia. Kant setuju dengan Hume bahwa kita tidak mengetahui secara pasti
seperti apa dunia “itu sendiri” (”das Ding an sich”), namun hanya dunia itu
seperti tampak “bagiku”, atau “bagi semua orang”. Namun, menurut Kant, ada dua
unsur yang memberi sumbangan kepada pengetahuan manusia tentang dunia. Yang
pertama adalah kondisi-kondisi lahirilah ruang dan waktu yang tidak dapat kita
ketahui sebelum kita menangkapnya dengan indera kita. Ruang dan waktu adalah
cara pandang dan bukan atribut dari dunia fisik. Itu materi pengetahuan. Yang
kedua adalah kondisi-kondisi batiniah dalam manusia mengenai proses-proses yang
tunduk kepada hukum kausalitas yang tak terpatahkan. Ini bentuk pengetahuan.
Demikian Kant membuat kritik atas seluruh pemikiran filsafat, membuat suatu
sintesis, dan meletakkan dasar bagi aneka aliran filsafat masa kini.
FILSAFAT MODEREN,TOKOH-TOKOHNYA,SERTA
PEMIKIRANNYA
Aristoteles
Aristoteles
dilahirkan di kota Stagira, Macedonia, 384 SM. Ayahnya seorang ahli fisika
kenamaan. Pada umur tujuh belas tahun Aristoteles pergi ke Athena belajar di
Akademi Plato. Dia menetap di sana selama dua puluh tahun hingga tak lama Plato
meninggal dunia. Dari ayahnya, Aristoteles mungkin memperoleh dorongan minat di
bidang biologi dan “pengetahuan praktis”. Di bawah asuhan Plato dia menanamkan
minat dalam hal spekulasi filosofis.
Pada tahun 342 SM Aristoteles pulang kembali ke
Macedonia, menjadi guru seorang anak raja umur tiga belas tahun yang kemudian
dalam sejarah terkenal dengan Alexander Yang Agung. Aristoteles mendidik si
Alexander muda dalam beberapa tahun. Di tahun 335 SM, sesudah Alexander naik
tahta kerajaan, Aristoteles kembali ke Athena dan di situ dibukanya sekolahnya
sendiri, Lyceum. Dia berada di Athena dua belas tahun, satu masa yang
berbarengan dengan karier penaklukan militer Alexander. Alexander tidak minta
nasehat kepada bekas gurunya, tetapi dia berbaik hati menyediakan dana buat Aristoteles
untuk melakukan penyelidikan-penyelidikan. Mungkin ini merupakan contoh pertama
dalam sejarah seorang ilmuwan menerima jumlah dana besar dari pemerintah untuk
maksud-maksud penyelidikan dan sekaligus merupakan yang terakhir dalam
abad-abad berikutnya.
Walau begitu, pertaliannya dengan Alexander mengandung
pelbagai bahaya. Aristoteles menolak secara prinsipil cara kediktatoran
Alexander dan tatkala si penakluk Alexander menghukum mati sepupu Aristoteles
dengan tuduhan menghianat, Alexander punya pikiran pula membunuh Aristoteles.
Di satu pihak Aristoteles kelewat demokratis di mata Alexander, dia juga punya
hubungan erat dengan Alexander dan dipercaya oleh orang-orang Athena. Tatkala
Alexander mati tahun 323 SM golongan anti-Macedonia memegang tampuk kekuasaan
di Athena dan Aristoteles pun didakwa kurang ajar kepada dewa. Aristoteles,
teringat nasib yang menimpa Socrates 76 tahun sebelumnya, lari meninggalkan
kota sambil berkata dia tidak akan diberi kesempatan kedua kali kepada
orang-orang Athena berbuat dosa terhadap para filosof. Aristoteles meninggal di
pembuangan beberapa bulan kemudian di tahun 322 SM pada umur enam puluh dua
tahun.
Aristoteles dengan muridnya, AlexanderHasil murni karya
Aristoteles jumlahnya mencengangkan. Empat puluh tujuh karyanya masih tetap
bertahan. Daftar kuno mencatat tidak kurang dari seratus tujuh puluh buku hasil
ciptaannya. Bahkan bukan sekedar banyaknya jumlah judul buku saja yang
mengagumkan, melainkan luas daya jangkauan peradaban yang menjadi bahan
renungannya juga tak kurang-kurang hebatnya. Kerja ilmiahnya betul-betul
merupakan ensiklopedi ilmu untuk jamannya. Aristoteles menulis tentang
astronomi, zoologi, embryologi, geografi, geologi, fisika, anatomi, physiologi,
dan hampir tiap karyanya dikenal di masa Yunani purba. Hasil karya ilmiahnya,
merupakan, sebagiannya, kumpulan ilmu pengetahuan yang diperolehnya dari para
asisten yang spesial digaji untuk menghimpun data-data untuknya, sedangkan
sebagian lagi merupakan hasil dari serentetan pengamatannya sendiri.
Untuk menjadi seorang ahli paling jempolan dalam tiap
cabang ilmu tentu kemustahilan yang ajaib dan tak ada duplikat seseorang di
masa sesudahnya. Tetapi apa yang sudah dicapai oleh Aristoteles malah lebih
dari itu. Dia filosof orisinal, dia penyumbang utama dalam tiap bidang penting
falsafah spekulatif, dia menulis tentang etika dan metafisika, psikologi,
ekonomi, teologi, politik, retorika, keindahan, pendidikan, puisi,
adat-istiadat orang terbelakang dan konstitusi Athena. Salah satu proyek
penyelidikannya adalah koleksi pelbagai negeri yang digunakannya untuk studi
bandingan.
Mungkin sekali, yang paling penting dari sekian banyak
hasil karyanya adalah penyelidikannya tentang teori logika, dan Aristoteles
dipandang selaku pendiri cabang filosofi yang penting ini. Hal ini sebetulnya
berkat sifat logis dari cara berfikir Aristoteles yang memungkinkannya mampu
mempersembahkan begitu banyak bidang ilmu. Dia punya bakat mengatur cara
berfikir, merumuskan kaidah dan jenis-jenisnya yang kemudian jadi dasar berpikir
di banyak bidang ilmu pengetahuan. Aristoteles tak pernah kejeblos ke dalam
rawa-rawa mistik ataupun ekstrim. Aristoteles senantiasa bersiteguh
mengutarakan pendapat-pendapat praktis. Sudah barang tentu, manusia namanya,
dia juga berbuat kesalahan. Tetapi, sungguh menakjubkan sekali betapa
sedikitnya kesalahan yang dia bikin dalam ensiklopedi yang begitu luas.
Pengaruh Aristoteles terhadap cara berpikir Barat di
belakang hari sungguh mendalam. Di jaman dulu dan jaman pertengahan, hasil
karyanya diterjemahkan ke dalam bahasa-bahasa Latin, Arab, Itali, Perancis,
Ibrani, Jerman dan Inggris. Penulis-penulis Yunani yang muncul kemudian, begitu
pula filosof-filosof Byzantium mempelajari karyanya dan menaruh kekaguman yang
sangat. Perlu juga dicatat, buah pikirannya banyak membawa pengaruh pada
filosof Islam dan berabad-abad lamanya tulisan-tulisannya mendominir cara
berpikir Barat. Ibnu Rusyd (Averroes), mungkin filosof Arab yang paling
terkemuka, mencoba merumuskan suatu perpaduan antara teologi Islam dengan
rasionalismenya Aristoteles. Maimomides, pemikir paling terkemuka Yahudi abad
tengah berhasil mencapai sintesa dengan Yudaisme. Tetapi, hasil kerja paling
gemilang dari perbuatan macam itu adalah Summa Theologia-nya cendikiawan
Nasrani St. Thomas Aquinas. Di luar daftar ini masih sangat banyak kaum cerdik
pandai abad tengah yang terpengaruh demikian dalamnya oleh pikiran Aristoteles.
Kekaguman orang kepada Aristoteles menjadi begitu
melonjak di akhir abad tengah tatkala keadaan sudah mengarah pada penyembahan
berhala. Dalam keadaan itu tulisan-tulisan Aristoteles lebih merupakan semacam
bungkus intelek yang jitu tempat mempertanyakan problem lebih lanjut daripada
semacam lampu penerang jalan. Aristoteles yang gemar meneliti dan memikirkan
ihwal dirinya tak salah lagi kurang sepakat dengan sanjungan membabi buta dari
generasi berikutnya terhadap tulisan-tulisannya.
Beberapa ide Aristoteles kelihatan reaksioner diukur
dengan kacamata sekarang. Misalnya, dia mendukung perbudakan karena dianggapnya
sejalan dengan garis hukum alam. Dan dia percaya kerendahan martabat wanita
ketimbang laki-laki. Kedua ide ini-tentu saja –mencerminkan pandangan yang
berlaku pada jaman itu. Tetapi, tak kurang pula banyaknya buah pikiran
Aristoteles yang mencengangkan modernnya, misalnya kalimatnya, “Kemiskinan
adalah bapaknya revolusi dan kejahatan,” dan kalimat “Barangsiapa yang sudah
merenungi dalam-dalam seni memerintah manusia pasti yakin bahwa nasib sesuatu
emperium tergantung pada pendidikan anak-anak mudanya.” (Tentu saja, waktu itu
belum ada sekolah seperti yang kita kenal sekarang).
Di abad-abad belakangan, pengaruh dan reputasi
Aristoteles telah merosot bukan alang kepalang. Namun, saya pikir pengaruhnya
sudah begitu menyerap dan berlangsung begitu lama sehingga saya menyesal tidak
bisa menempatkannya lebih tinggi dari tingkat urutan seperti sekarang ini.
Tingkat urutannya sekarang ini terutama akibat amat pentingnya ketiga belas
orang yang mendahuluinya dalam urutan.
Istilah-istilah ciptaan
aristoteles masih dipakai samapai sekarang:
Informasi, relasi, energi, kuantitas, kualitas, individu, substansi, materi, esensi, dsb.
Informasi, relasi, energi, kuantitas, kualitas, individu, substansi, materi, esensi, dsb.
Ahli filsafat terbesar di dunia sepanjang zaman, bapak
peradaban barat, bapak eksiklopedi, bapak ilmu pengetahuan, atau guru(nya) para
ilmuwan adalah berbagai julukan yang diberikan pada ilmuan ini. Berbagai
termuannya seperti logika yang diebut juga ilmu mantic yaitu pengethaun tentang
cara berpikir dengan baik, benar, dan sehat, membaut namanya begitu dikenal
oleh setiap orang di seluruh dunia yang pernah mengecap penididkan.
Pria yang lahir di
Stagmirus, Macedonia. Pada tahun 384 sM. Inilah orang pertama di dunia yang
dapat membuktikan bahwa bumi bulat. Pembuktian yang dilakukaknya dengan jalan
meliaht gerhana. Sepuluh jenis kata yang dikenal orang saat ini seperti. Kata
kerja, kata benda, kata sifat dan sebagainya merupakan pembagian kata hasil
pemikirannya. Dia jugalah yang mengatakan bahwa manusia adalah mahluk social.
Ayahnya yang bernama
Nicomachus, seorang dokter di sitana Amyntas III, raja Mecodinia, kakek
Alexander Agung. Meninggal ketika Aristoteles berusia 15 tahun. Karennanya, ia
kemudia dipelihara oleh proxenus, pamanya- saudara dari ayahnya, pada usia 17
tahun ia masuk akademi milik plato di Athena. Dari situlahia kemudian menjadi
murid plato selama 20 tahun
Dengan meninggalnya
plato pada tahun 347 sM. Aristoteles meninggalkan Athena dan mengembara selama
12 tahun. Dalam jenjang waktu itu ia mendirikan akademi di Assus dan menikah
dengan Pythias yang tak lama kemudian meninggal. Ia lalu menikah lagi dengan
Herpyllis yang kemudian melahirkan baginya seorang anak laki-laki yang ia beri
nama Nicomachus seperti ayahnya. Pada tahu-tahun berikutnya ia juga mendirikan
akademi di Mytilele. Saat itulah ia sempat jadi guru Alexander Agung selama 3
thun.
Di Lyceum, Athena pada
tahuan 355 sM. Ia juga mendirikan semacam akademi. Di sinilah ia selama 12 tahun
memberikan kuliah, berpikir, mengadakan riset dan eksperimen serta membuat
catatan-catatn dengan tekun dan cermat.
Pada tahun 323 sM
Alexander Agung meninggal. Karena takut di bunuh orang yunani yang membenci
pengikut Alexander, Aristoteles akhirnya melarikan diri ke Chalcis. Tapi ajal
emmang tal menganl tempat. Mau bersembunyi kemanapun, kalau ajal sydah tiba
tidak ada yang bisa menolak. Demikian juga dengan tokoh ini, satu tahun setelah
pelariannya ke kota itu, yaitu tepatnya pada tahun 322 sM, pada usia 62 tahun
ia meninggal juga di kota tersebut, Chalcis Yunani..
Julukan:
-
Ahli filsafat terbesar di dunia sepanjang zaman.
-
- Bapak peradaban barat.
-
- Bapak ilmu pengetahuan atau guru (nya) para ilmuan.
Penemuan:
-
Logika (Ilmu mantic: pengethaun tenatng cara berpikir dengan baik, benar, dan
sehat.
-
- Biologi, fisika, botano, astronomi, kimia, meteorology, anatomi. Zoology,
embriologi, dan psikologi eksperimental
Plato
Aristoteles dilahirkan
di kota Stagira, Macedonia, 384 SM. Ayahnya seorang ahli fisika kenamaan. Pada
umur tujuh belas tahun Aristoteles pergi ke Athena belajar di Akademi Plato.
Dia menetap di sana selama dua puluh tahun hingga tak lama Plato meninggal
dunia. Dari ayahnya, Aristoteles mungkin memperoleh dorongan minat di bidang biologi
dan “pengetahuan praktis”. Di bawah asuhan Plato dia menanamkan minat dalam hal
spekulasi filosofis.
Pada tahun 342 SM Aristoteles pulang kembali ke
Macedonia, menjadi guru seorang anak raja umur tiga belas tahun yang kemudian
dalam sejarah terkenal dengan Alexander Yang Agung. Aristoteles mendidik si
Alexander muda dalam beberapa tahun. Di tahun 335 SM, sesudah Alexander naik
tahta kerajaan, Aristoteles kembali ke Athena dan di situ dibukanya sekolahnya
sendiri, Lyceum. Dia berada di Athena dua belas tahun, satu masa yang
berbarengan dengan karier penaklukan militer Alexander. Alexander tidak minta
nasehat kepada bekas gurunya, tetapi dia berbaik hati menyediakan dana buat
Aristoteles untuk melakukan penyelidikan-penyelidikan. Mungkin ini merupakan contoh
pertama dalam sejarah seorang ilmuwan menerima jumlah dana besar dari
pemerintah untuk maksud-maksud penyelidikan dan sekaligus merupakan yang
terakhir dalam abad-abad berikutnya.
Walau begitu, pertaliannya dengan Alexander mengandung
pelbagai bahaya. Aristoteles menolak secara prinsipil cara kediktatoran
Alexander dan tatkala si penakluk Alexander menghukum mati sepupu Aristoteles
dengan tuduhan menghianat, Alexander punya pikiran pula membunuh Aristoteles.
Di satu pihak Aristoteles kelewat demokratis di mata Alexander, dia juga punya
hubungan erat dengan Alexander dan dipercaya oleh orang-orang Athena. Tatkala
Alexander mati tahun 323 SM golongan anti-Macedonia memegang tampuk kekuasaan
di Athena dan Aristoteles pun didakwa kurang ajar kepada dewa. Aristoteles,
teringat nasib yang menimpa Socrates 76 tahun sebelumnya, lari meninggalkan
kota sambil berkata dia tidak akan diberi kesempatan kedua kali kepada
orang-orang Athena berbuat dosa terhadap para filosof. Aristoteles meninggal di
pembuangan beberapa bulan kemudian di tahun 322 SM pada umur enam puluh dua
tahun.
Aristoteles dengan muridnya, AlexanderHasil murni karya
Aristoteles jumlahnya mencengangkan. Empat puluh tujuh karyanya masih tetap
bertahan. Daftar kuno mencatat tidak kurang dari seratus tujuh puluh buku hasil
ciptaannya. Bahkan bukan sekedar banyaknya jumlah judul buku saja yang
mengagumkan, melainkan luas daya jangkauan peradaban yang menjadi bahan
renungannya juga tak kurang-kurang hebatnya. Kerja ilmiahnya betul-betul
merupakan ensiklopedi ilmu untuk jamannya. Aristoteles menulis tentang
astronomi, zoologi, embryologi, geografi, geologi, fisika, anatomi, physiologi,
dan hampir tiap karyanya dikenal di masa Yunani purba. Hasil karya ilmiahnya,
merupakan, sebagiannya, kumpulan ilmu pengetahuan yang diperolehnya dari para
asisten yang spesial digaji untuk menghimpun data-data untuknya, sedangkan
sebagian lagi merupakan hasil dari serentetan pengamatannya sendiri.
Untuk menjadi seorang ahli paling jempolan dalam tiap
cabang ilmu tentu kemustahilan yang ajaib dan tak ada duplikat seseorang di
masa sesudahnya. Tetapi apa yang sudah dicapai oleh Aristoteles malah lebih
dari itu. Dia filosof orisinal, dia penyumbang utama dalam tiap bidang penting
falsafah spekulatif, dia menulis tentang etika dan metafisika, psikologi,
ekonomi, teologi, politik, retorika, keindahan, pendidikan, puisi,
adat-istiadat orang terbelakang dan konstitusi Athena. Salah satu proyek
penyelidikannya adalah koleksi pelbagai negeri yang digunakannya untuk studi
bandingan.
Mungkin sekali, yang paling penting dari sekian banyak
hasil karyanya adalah penyelidikannya tentang teori logika, dan Aristoteles
dipandang selaku pendiri cabang filosofi yang penting ini. Hal ini sebetulnya
berkat sifat logis dari cara berfikir Aristoteles yang memungkinkannya mampu
mempersembahkan begitu banyak bidang ilmu. Dia punya bakat mengatur cara
berfikir, merumuskan kaidah dan jenis-jenisnya yang kemudian jadi dasar
berpikir di banyak bidang ilmu pengetahuan. Aristoteles tak pernah kejeblos ke dalam
rawa-rawa mistik ataupun ekstrim. Aristoteles senantiasa bersiteguh
mengutarakan pendapat-pendapat praktis. Sudah barang tentu, manusia namanya,
dia juga berbuat kesalahan. Tetapi, sungguh menakjubkan sekali betapa
sedikitnya kesalahan yang dia bikin dalam ensiklopedi yang begitu luas.
Pengaruh Aristoteles terhadap cara berpikir Barat di
belakang hari sungguh mendalam. Di jaman dulu dan jaman pertengahan, hasil
karyanya diterjemahkan ke dalam bahasa-bahasa Latin, Arab, Itali, Perancis,
Ibrani, Jerman dan Inggris. Penulis-penulis Yunani yang muncul kemudian, begitu
pula filosof-filosof Byzantium mempelajari karyanya dan menaruh kekaguman yang
sangat. Perlu juga dicatat, buah pikirannya banyak membawa pengaruh pada
filosof Islam dan berabad-abad lamanya tulisan-tulisannya mendominir cara
berpikir Barat. Ibnu Rusyd (Averroes), mungkin filosof Arab yang paling
terkemuka, mencoba merumuskan suatu perpaduan antara teologi Islam dengan
rasionalismenya Aristoteles. Maimomides, pemikir paling terkemuka Yahudi abad
tengah berhasil mencapai sintesa dengan Yudaisme. Tetapi, hasil kerja paling
gemilang dari perbuatan macam itu adalah Summa Theologia-nya cendikiawan
Nasrani St. Thomas Aquinas. Di luar daftar ini masih sangat banyak kaum cerdik
pandai abad tengah yang terpengaruh demikian dalamnya oleh pikiran Aristoteles.
Kekaguman orang kepada Aristoteles menjadi begitu
melonjak di akhir abad tengah tatkala keadaan sudah mengarah pada penyembahan
berhala. Dalam keadaan itu tulisan-tulisan Aristoteles lebih merupakan semacam
bungkus intelek yang jitu tempat mempertanyakan problem lebih lanjut daripada
semacam lampu penerang jalan. Aristoteles yang gemar meneliti dan memikirkan
ihwal dirinya tak salah lagi kurang sepakat dengan sanjungan membabi buta dari
generasi berikutnya terhadap tulisan-tulisannya.
Beberapa ide Aristoteles kelihatan reaksioner diukur
dengan kacamata sekarang. Misalnya, dia mendukung perbudakan karena dianggapnya
sejalan dengan garis hukum alam. Dan dia percaya kerendahan martabat wanita
ketimbang laki-laki. Kedua ide ini-tentu saja –mencerminkan pandangan yang
berlaku pada jaman itu. Tetapi, tak kurang pula banyaknya buah pikiran
Aristoteles yang mencengangkan modernnya, misalnya kalimatnya, “Kemiskinan
adalah bapaknya revolusi dan kejahatan,” dan kalimat “Barangsiapa yang sudah
merenungi dalam-dalam seni memerintah manusia pasti yakin bahwa nasib sesuatu
emperium tergantung pada pendidikan anak-anak mudanya.” (Tentu saja, waktu itu
belum ada sekolah seperti yang kita kenal sekarang).
Di abad-abad belakangan, pengaruh dan reputasi Aristoteles
telah merosot bukan alang kepalang. Namun, saya pikir pengaruhnya sudah begitu
menyerap dan berlangsung begitu lama sehingga saya menyesal tidak bisa
menempatkannya lebih tinggi dari tingkat urutan seperti sekarang ini. Tingkat
urutannya sekarang ini terutama akibat amat pentingnya ketiga belas orang yang
mendahuluinya dalam urutan.
Istilah-istilah ciptaan aristoteles masih dipakai samapai
sekarang:
Informasi, relasi, energi, kuantitas, kualitas, individu, substansi, materi, esensi, dsb.
Informasi, relasi, energi, kuantitas, kualitas, individu, substansi, materi, esensi, dsb.
Ahli filsafat terbesar di dunia sepanjang zaman, bapak
peradaban barat, bapak eksiklopedi, bapak ilmu pengetahuan, atau guru(nya) para
ilmuwan adalah berbagai julukan yang diberikan pada ilmuan ini. Berbagai
termuannya seperti logika yang diebut juga ilmu mantic yaitu pengethaun tentang
cara berpikir dengan baik, benar, dan sehat, membaut namanya begitu dikenal
oleh setiap orang di seluruh dunia yang pernah mengecap penididkan.
Pria yang lahir di
Stagmirus, Macedonia. Pada tahun 384 sM. Inilah orang pertama di dunia yang
dapat membuktikan bahwa bumi bulat. Pembuktian yang dilakukaknya dengan jalan
meliaht gerhana. Sepuluh jenis kata yang dikenal orang saat ini seperti. Kata
kerja, kata benda, kata sifat dan sebagainya merupakan pembagian kata hasil
pemikirannya. Dia jugalah yang mengatakan bahwa manusia adalah mahluk social.
Ayahnya yang bernama Nicomachus, seorang dokter di sitana Amyntas III, raja Mecodinia, kakek Alexander Agung. Meninggal ketika Aristoteles berusia 15 tahun. Karennanya, ia kemudia dipelihara oleh proxenus, pamanya- saudara dari ayahnya, pada usia 17 tahun ia masuk akademi milik plato di Athena. Dari situlahia kemudian menjadi murid plato selama 20 tahun
Ayahnya yang bernama Nicomachus, seorang dokter di sitana Amyntas III, raja Mecodinia, kakek Alexander Agung. Meninggal ketika Aristoteles berusia 15 tahun. Karennanya, ia kemudia dipelihara oleh proxenus, pamanya- saudara dari ayahnya, pada usia 17 tahun ia masuk akademi milik plato di Athena. Dari situlahia kemudian menjadi murid plato selama 20 tahun
Dengan meninggalnya
plato pada tahun 347 sM. Aristoteles meninggalkan Athena dan mengembara selama
12 tahun. Dalam jenjang waktu itu ia mendirikan akademi di Assus dan menikah
dengan Pythias yang tak lama kemudian meninggal. Ia lalu menikah lagi dengan
Herpyllis yang kemudian melahirkan baginya seorang anak laki-laki yang ia beri
nama Nicomachus seperti ayahnya. Pada tahu-tahun berikutnya ia juga mendirikan
akademi di Mytilele. Saat itulah ia sempat jadi guru Alexander Agung selama 3
thun.
Di Lyceum, Athena pada
tahuan 355 sM. Ia juga mendirikan semacam akademi. Di sinilah ia selama 12
tahun memberikan kuliah, berpikir, mengadakan riset dan eksperimen serta
membuat catatan-catatan dengan tekun dan cermat.
Pada tahun 323 sM
Alexander Agung meninggal. Karena takut di bunuh orang yunani yang membenci
pengikut Alexander, Aristoteles akhirnya melarikan diri ke Chalcis. Tapi ajal
emmang tal menganl tempat. Mau bersembunyi kemanapun, kalau ajal sydah tiba
tidak ada yang bisa menolak. Demikian juga dengan tokoh ini, satu tahun setelah
pelariannya ke kota itu, yaitu tepatnya pada tahun 322 sM, pada usia 62 tahun
ia meninggal juga di kota tersebut, Chalcis Yunani..
Julukan:
-
Ahli filsafat terbesar di dunia sepanjang zaman.
-
- Bapak peradaban barat.
-
- Bapak ilmu pengetahuan atau guru (nya) para ilmuan.
Penemuan:
-
Logika (Ilmu mantic: pengethaun tenatng cara berpikir dengan baik, benar, dan
sehat.
-
- Biologi, fisika, botano, astronomi, kimia, meteorology, anatomi. Zoology,
embriologi, dan psikologi eksperimental
KRITIS
Teori kritis adalah sebutan untuk orientasi teoritis
tertentu yang bersumber dari Hegel dan Marx, disistematisasi oleh Horkheimer
dan sejawatnya di Institut Penelitian Sosial di Frankfurt, dan dikembangkan
oleh Habermas. Secara umum istilah ini merujuk pada elemen kritik dalam
filsafat Jerman yang dimulai dengan pembacaan kritis Hegel terhadap Kant.
Secara lebih khusus, teori kritis terkait dengan orientasi tertentu terhadap
filsafat yang ”dilahirkan” di Frankfurt.
Sekelompok orang yang kemudian dikenal sebagai anggota Mazhab Frankfurt adalah teoritisi yang mengembangkan analisis tentang perubahan dalam masyarakat kapitalis Barat, yang merupakan kelanjutan dari teori klasik Marx. Mereka yang bekerja institut penelitian ini diantaranya Max Horkheimer, Theodor Adorno, Herbert Marcuse dan Erich Fromm di akhir tahun 20-an dan awal tahun 30-an. Setelah berpindah ke Amerika Serikat karena tekanan Nazi, para anggota Mazhab Frankfurt menyaksikan secara langsung budaya media yang mencakup film, musik, radio, televisi, dan budaya massa lainnya. Di Amerika saat itu, produksi media hiburan dikontrol oleh korporasi-korporasi besar tanpa ada campur tangan negara. Hal ini memunculkan budaya massa komersial, yang merupakan ciri masyarakat kapitalis dan, kemudian, menjadi fokus studi budaya kritis. Horkheimer dan Adorno mengembangkan diskusi tentang apa yang disebut ”industri kebudayaan” yang merupakan sebutan untuk industrialisasi dan komersialisasi budaya dibawah hubungan produksi kapitalis.
Tokoh lain yang kemudian menjadi identik dengan teori kritis adalah Jurgen Habermas. Dia bergabung dengan Institut Penelitian Sosial di universitas Frankfurt, yang didirikan kembali oleh Horkheimer dan Adorno, pada dekade pasca perang dunia kedua. Tulisan ini berusaha memaparkan teori kritis dengan membaca pikiran Adorno dan Habermas. Yang pertama mewakili generasi ’pendiri’ teori kritis, sedang yang kedua adalah penerus yang membaca dan mengkontekstualisasi ulang teori kritis di zaman yang lazim di sebut posmodern. Sebagai pengantar akan lebih dahulu dipaparkan posisi teori kritis dalam konteks pemikiran filsafat.
Sekelompok orang yang kemudian dikenal sebagai anggota Mazhab Frankfurt adalah teoritisi yang mengembangkan analisis tentang perubahan dalam masyarakat kapitalis Barat, yang merupakan kelanjutan dari teori klasik Marx. Mereka yang bekerja institut penelitian ini diantaranya Max Horkheimer, Theodor Adorno, Herbert Marcuse dan Erich Fromm di akhir tahun 20-an dan awal tahun 30-an. Setelah berpindah ke Amerika Serikat karena tekanan Nazi, para anggota Mazhab Frankfurt menyaksikan secara langsung budaya media yang mencakup film, musik, radio, televisi, dan budaya massa lainnya. Di Amerika saat itu, produksi media hiburan dikontrol oleh korporasi-korporasi besar tanpa ada campur tangan negara. Hal ini memunculkan budaya massa komersial, yang merupakan ciri masyarakat kapitalis dan, kemudian, menjadi fokus studi budaya kritis. Horkheimer dan Adorno mengembangkan diskusi tentang apa yang disebut ”industri kebudayaan” yang merupakan sebutan untuk industrialisasi dan komersialisasi budaya dibawah hubungan produksi kapitalis.
Tokoh lain yang kemudian menjadi identik dengan teori kritis adalah Jurgen Habermas. Dia bergabung dengan Institut Penelitian Sosial di universitas Frankfurt, yang didirikan kembali oleh Horkheimer dan Adorno, pada dekade pasca perang dunia kedua. Tulisan ini berusaha memaparkan teori kritis dengan membaca pikiran Adorno dan Habermas. Yang pertama mewakili generasi ’pendiri’ teori kritis, sedang yang kedua adalah penerus yang membaca dan mengkontekstualisasi ulang teori kritis di zaman yang lazim di sebut posmodern. Sebagai pengantar akan lebih dahulu dipaparkan posisi teori kritis dalam konteks pemikiran filsafat.
MEMAHAMI TEORI KRITIS
Istilah teori kritis pertama kali ditemukan Max
Horkheimer pada tahun 30-an. Pada mulanya teori kritis berarti pemaknaan
kembali ideal-ideal modernitas tentang nalar dan kebebasan, dengan mengungkap
deviasi dari ideal-ideal itu dalam bentuk saintisme, kapitalisme, industri
kebudayaan, dan institusi politik borjuis.
Untuk memahami pendekatan teori kritis, ia harus ditempatkan dalam konteks Idealisme Jerman dan kelanjutannya. Karl Marx dan generasinya menganggap Hegel sebagai orang terakhir dalam tradisi besar pemikiran filosofis yang mampu ”mengamankan” pengetahuan tentang manusia dan sejarah. Namun, karena beberapa hal, pemikiran Marx mampu menggantikan filsafat teoritis Hegel, yang hal ini, menurut Marx, terjadi dengan membuat filsafat sebagai hal yang praktis; yakni merubah praktik-praktik yang dengannya masyarakat mewujudkan idealnya. Dengan menjadikan nalar sebagai sesuatu yang ’sosial’ dan menyejarah, skeptisisme historis akan muncul untuk merelatifkan klaim-klaim filosofis tentang norma dan nalar menjadi ragam sejarah dan budaya forma-forma kehidupan.
Untuk memahami pendekatan teori kritis, ia harus ditempatkan dalam konteks Idealisme Jerman dan kelanjutannya. Karl Marx dan generasinya menganggap Hegel sebagai orang terakhir dalam tradisi besar pemikiran filosofis yang mampu ”mengamankan” pengetahuan tentang manusia dan sejarah. Namun, karena beberapa hal, pemikiran Marx mampu menggantikan filsafat teoritis Hegel, yang hal ini, menurut Marx, terjadi dengan membuat filsafat sebagai hal yang praktis; yakni merubah praktik-praktik yang dengannya masyarakat mewujudkan idealnya. Dengan menjadikan nalar sebagai sesuatu yang ’sosial’ dan menyejarah, skeptisisme historis akan muncul untuk merelatifkan klaim-klaim filosofis tentang norma dan nalar menjadi ragam sejarah dan budaya forma-forma kehidupan.
Teori kritis menolak skeptisisme diatas dengan tetap
memertahankan kaitan antara nalar dan kehidupan sosial. Dengan demikian, teori
kritis menghubungkan ilmu-ilmu sosial yang bersifat empiris dan interpretatif
dengan klaim-klaim normatif tentang kebenaran, moralitas, dan keadilan yang
secara tradisional merupakan bahasan filsafat. Dengan tetap memertahankan
penekanan terhadap normativitas dalam tradisi filsafat, teori kritis mendasarkan
cara bacanya dalam konteks jenis penelitian sosial empiris tertentu, yang
digunakan untuk memahami klaim normatif itu dalam konteks kekinian.
Di zaman modern, filsafat secara ketat dibedakan dari sains. Locke menyebut filsafat sebagai ’pekerja kasar’. Bagi Kant, filsafat, khususnya filsafat transenden, memiliki dua peran. Pertama, sebagai ”hakim” yang dengannya sains dinilai. Kedua, sebagai wilayah untuk memunculkan pertanyaan normatif. Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan normatif, dalam perspektif Kantian, sains tidak dibutuhkan, karena hal itu dijawab melalui analisis transenden. Teori kritis yang berorientasi emansipasi berusaha mengkontekstualisasi klaim-klaim filosofis tentang kebenaran dan universalitas moral tanpa mereduksinya menjadi sekedar kondisi sosial yang menyejarah. Teori kritis berusaha menghindari hilangnya kebenaran yang telah dicapai oleh pengetahuan masa lalu. Tentang hal ini Horkheimer menyatakan ”Bahwa semua pemikiran, benar atau salah, tergantung pada keadaan yang berubah sama sekali tidak berpengaruh pada validitas sains”.
Teori kritis memungkinkan kita membaca produksi budaya dan komunikasi dalam perspektif yang luas dan beragam. Ia bertujuan untuk melakukan eksplorasi refleksif terhadap pengalaman yang kita alami dan cara kita mendefinisikan diri sendiri, budaya kita, dan dunia. Saat ini teori kritis menjadi salah satu alat epistemologis yang dibutuhkan dalam studi humaniora. Hal ini didorong oleh kesadaran bahwa makna bukanlah sesuatu yang alamiah dan langsung. Bahasa bukanlah media transparan yang dapat menyampaikan ide-ide tanpa distorsi, sebaliknya ia adalah seperangkat kesepakatan yang berpengaruh dan menentukan jenis-jenis ide dan pengalaman manusia.
Dengan berusaha memahami proses dimana teks, objek, dan manusia diasosiasikan dengan makna-makna tertentu, teori kritis memertanyakan legitimasi anggapan umum tentang pengalaman, pengetahuan, dan kebenaran. Dalam interaksi sehari-hari dengan orang lain dan alam, dalam kepala seseorang selalu menyimpan seperangkat kepercayaan dan asumsi yang terbentuk dari pengalaman—dalam arti luas—dan berpengaruh pada cara pandang seseorang, yang sering tidak tampak. Teori kritis berusaha mengungkap dan memertanyakan asumsi dan praduga itu. Dalam usahanya, teori kritis menggunakan ide-ide dari bidang lain untuk memahami pola-pola dimana teks dan cara baca berinteraksi dengan dunia. Hal ini mendorong munculnya model pembacaan baru. Karenanya, salah satu ciri khas teori kritis adalah pembacaan kritis dari dari berbagai segi dan luas. Teori kritis adalah perangkat nalar yang, jika diposisikan dengan tepat dalam sejarah, mampu merubah dunia. Pemikiran ini dapat dilacak dalam tesis Marx terkenal yang menyatakan ”Filosof selalu menafsirkan dunia, tujuannya untuk merubahnya”. Ide ini berasal dari Hegel yang, dalam Phenomenology of Spirit, mengembangkan konsep tentang objek bergerak yang, melalui proses refleksi-diri, mengetahui dirinya pada tingkat kesadaran yang lebih tinggi. Hegel menggabungkan filsafat tindakan dengan filsafat refleksi sedemikian rupa sehingga aktivitas atau tindakan menjadi momen niscaya dalam proses refleksi. Hal ini memunculkan diskursus dalam filsafat Jerman tentang hubungan antara teori dan praktis, yakni bahwa aktivitas praktis manusia dapat merubah teori. Teori kritis, dengan demikian, adalah pembacaan filosofis—dalam arti tradisional—yang disertai kesadaran terhadap pengaruh yang mungkin ada dalam bangunan ilmu, termasuk didalamnya pengaruh kepentingan.
Di zaman modern, filsafat secara ketat dibedakan dari sains. Locke menyebut filsafat sebagai ’pekerja kasar’. Bagi Kant, filsafat, khususnya filsafat transenden, memiliki dua peran. Pertama, sebagai ”hakim” yang dengannya sains dinilai. Kedua, sebagai wilayah untuk memunculkan pertanyaan normatif. Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan normatif, dalam perspektif Kantian, sains tidak dibutuhkan, karena hal itu dijawab melalui analisis transenden. Teori kritis yang berorientasi emansipasi berusaha mengkontekstualisasi klaim-klaim filosofis tentang kebenaran dan universalitas moral tanpa mereduksinya menjadi sekedar kondisi sosial yang menyejarah. Teori kritis berusaha menghindari hilangnya kebenaran yang telah dicapai oleh pengetahuan masa lalu. Tentang hal ini Horkheimer menyatakan ”Bahwa semua pemikiran, benar atau salah, tergantung pada keadaan yang berubah sama sekali tidak berpengaruh pada validitas sains”.
Teori kritis memungkinkan kita membaca produksi budaya dan komunikasi dalam perspektif yang luas dan beragam. Ia bertujuan untuk melakukan eksplorasi refleksif terhadap pengalaman yang kita alami dan cara kita mendefinisikan diri sendiri, budaya kita, dan dunia. Saat ini teori kritis menjadi salah satu alat epistemologis yang dibutuhkan dalam studi humaniora. Hal ini didorong oleh kesadaran bahwa makna bukanlah sesuatu yang alamiah dan langsung. Bahasa bukanlah media transparan yang dapat menyampaikan ide-ide tanpa distorsi, sebaliknya ia adalah seperangkat kesepakatan yang berpengaruh dan menentukan jenis-jenis ide dan pengalaman manusia.
Dengan berusaha memahami proses dimana teks, objek, dan manusia diasosiasikan dengan makna-makna tertentu, teori kritis memertanyakan legitimasi anggapan umum tentang pengalaman, pengetahuan, dan kebenaran. Dalam interaksi sehari-hari dengan orang lain dan alam, dalam kepala seseorang selalu menyimpan seperangkat kepercayaan dan asumsi yang terbentuk dari pengalaman—dalam arti luas—dan berpengaruh pada cara pandang seseorang, yang sering tidak tampak. Teori kritis berusaha mengungkap dan memertanyakan asumsi dan praduga itu. Dalam usahanya, teori kritis menggunakan ide-ide dari bidang lain untuk memahami pola-pola dimana teks dan cara baca berinteraksi dengan dunia. Hal ini mendorong munculnya model pembacaan baru. Karenanya, salah satu ciri khas teori kritis adalah pembacaan kritis dari dari berbagai segi dan luas. Teori kritis adalah perangkat nalar yang, jika diposisikan dengan tepat dalam sejarah, mampu merubah dunia. Pemikiran ini dapat dilacak dalam tesis Marx terkenal yang menyatakan ”Filosof selalu menafsirkan dunia, tujuannya untuk merubahnya”. Ide ini berasal dari Hegel yang, dalam Phenomenology of Spirit, mengembangkan konsep tentang objek bergerak yang, melalui proses refleksi-diri, mengetahui dirinya pada tingkat kesadaran yang lebih tinggi. Hegel menggabungkan filsafat tindakan dengan filsafat refleksi sedemikian rupa sehingga aktivitas atau tindakan menjadi momen niscaya dalam proses refleksi. Hal ini memunculkan diskursus dalam filsafat Jerman tentang hubungan antara teori dan praktis, yakni bahwa aktivitas praktis manusia dapat merubah teori. Teori kritis, dengan demikian, adalah pembacaan filosofis—dalam arti tradisional—yang disertai kesadaran terhadap pengaruh yang mungkin ada dalam bangunan ilmu, termasuk didalamnya pengaruh kepentingan.
PERBEDAAN AKAL DAN PIKIRAN
Akal
berasal dari kata "iqalul Baiir" (ikatan untuk mengikat tota). Diikat
agar unta tidak bebas bergerak. Jadi anda diikat untuk tidak bebas bergerak dan
bertindak. Suatu saat tindakan anda diikat dengan ahlak atau dengan hukum yang
berlaku dalam masyarakat atau dengan tuntunan .
Apakah
patut seorang telanjang dijalan umum ? Meskipun belum ada alasan agama tetapi
akal sudah melarangnya.
Bila anda ingin memetik bunga di taman milik orang lain, ahlak akan menegur anda, jangan engkau ambil, itu bukan milikmu.
Andaikata anda mengambilnya juga, masyarakat akan menuduh anda "pencuri". Bila masyarakat lengah dan tidak akan tahu anda pasti akan berkata, "Allah tidak menghalalkannya".
Bila anda ingin memetik bunga di taman milik orang lain, ahlak akan menegur anda, jangan engkau ambil, itu bukan milikmu.
Andaikata anda mengambilnya juga, masyarakat akan menuduh anda "pencuri". Bila masyarakat lengah dan tidak akan tahu anda pasti akan berkata, "Allah tidak menghalalkannya".
Jadi
kalau ikatan (akal) itu lepas tanpa kendali tentu dapat merugikan diri dan
merugikan orang lain.
Adapun
Pikiran adalah menyangkut macam-macam soal untuk melakukan perbandingan antara
beberapa pilihan (alternatif). Apa yang harus anda lakukan, apa ini apa itu ?
Kalau ini yang anda pilih, apa manfaat dan mudharatnya ? Lalu anda
bandingkan dan anda pertimbangkan dan yang lebih menguntungkan yang anda
kerjakan.
Hewan tidak memiliki sesuatu untuk memilih alternatif atau yang dapat mengikat tindakannya. Apabila hewan di beri makanan, tentu akan memilih yang sudah dikenalnya atau menurut instingnya bermanfaat,diluar itu apapun akan ditolaknya.
Hewan tidak memiliki sesuatu untuk memilih alternatif atau yang dapat mengikat tindakannya. Apabila hewan di beri makanan, tentu akan memilih yang sudah dikenalnya atau menurut instingnya bermanfaat,diluar itu apapun akan ditolaknya.
Adapun
manusia akan mencobanya, mana yang lebih enak atau lebih lezat.
Hewan
bila berhenti makan tidak mau lagi meskipun dipaksa.
Adapun
manusia masih ingin mencoba yang lainnya meskipun sudah kenyang.
Apabila
keledai disuruh menyeberangi saluran air yang dangkal pasti akan menolak
meskipun dipukul.
Adapun
manusia selalu ingin mencoba meskipun arus sungai sangat itu sangat deras dan
membahayakan jiwanya.
RASIONAL DAN IRASIONAL
memahami
kejadian yang terjadi di sekitar kita tidak lah cukup hanya dengan
beberapa parameter ukuran kebenaran, setidak ada tiga hal ukuran yang harus
kita pahami agar kita dapat mengerti dan mencermati kejadian yang kita alami
atau yang terjadi di sekitar kita. namun apapun yang (sudah) terjadi itu
merupakan suatu ketentuan.
oke, sebelum masuk pada inti masalahnya, saya hendak mengungkapkan sedikit tentang organ dalam diri kita yang seringkali di gunakan sebagai alat penentu pembenaran (bukan kebenaran!).
otak, akal, pikiran (dan sebagainya, yang menurut definisinya sering disamakan!) adalah salah satu alat yang digunakan untuk menentukan suatu penilaian kebenaran. dasarnya adalah akal melakukan prose’s menurut input informasi yang diterima oleh panca indra. kelima indra tersebut memberikan data yang akurat terhadap suatu informasi berdasarkan kinerjanya. kecenderungan adalah selalu mutlak terhadap nilai-nilai yang (telah) disepakati dari suatu kebiasaan. sesuatu yang terjadi di luar akal akan selalu di pahami sebagai yang luar biasa. proses kepintaran berasal dari ukuran ini.
hati, bathin, rasa (dan sebagainya, yang juga kadang di samakan dalam definisinya!) adalah hal kedua yang di gunakan dalam menentukan kebenaran. sayangnya tidak banyak dari kita yang dapat dan mampu menggunakan ukuran ini dalam penggunaannya. kita lebih banyak terkecoh dan kemudian lari dari isyaratnya, sehingga ketika kejadian tersebut terjadi lepas dari ukuran akal maka ukuran bathinlah yang di benarkan kemudian. tetapi sayanganya, selalu terlambat. menilai dengan hati, bathin dan rasa juga bukan pekerjaan mudah, kadang ini juga menimbulkan perselisihan di dalam bathin. proses kecerdasan bersumber dari ukuran ini.
oke, sebelum masuk pada inti masalahnya, saya hendak mengungkapkan sedikit tentang organ dalam diri kita yang seringkali di gunakan sebagai alat penentu pembenaran (bukan kebenaran!).
otak, akal, pikiran (dan sebagainya, yang menurut definisinya sering disamakan!) adalah salah satu alat yang digunakan untuk menentukan suatu penilaian kebenaran. dasarnya adalah akal melakukan prose’s menurut input informasi yang diterima oleh panca indra. kelima indra tersebut memberikan data yang akurat terhadap suatu informasi berdasarkan kinerjanya. kecenderungan adalah selalu mutlak terhadap nilai-nilai yang (telah) disepakati dari suatu kebiasaan. sesuatu yang terjadi di luar akal akan selalu di pahami sebagai yang luar biasa. proses kepintaran berasal dari ukuran ini.
hati, bathin, rasa (dan sebagainya, yang juga kadang di samakan dalam definisinya!) adalah hal kedua yang di gunakan dalam menentukan kebenaran. sayangnya tidak banyak dari kita yang dapat dan mampu menggunakan ukuran ini dalam penggunaannya. kita lebih banyak terkecoh dan kemudian lari dari isyaratnya, sehingga ketika kejadian tersebut terjadi lepas dari ukuran akal maka ukuran bathinlah yang di benarkan kemudian. tetapi sayanganya, selalu terlambat. menilai dengan hati, bathin dan rasa juga bukan pekerjaan mudah, kadang ini juga menimbulkan perselisihan di dalam bathin. proses kecerdasan bersumber dari ukuran ini.
rasional,
menurut kamus besar bahasa indonesia di definisikan sebagai sesuatu yang
menurut pikiran dan pertimbangan yg logis atau menurut pikiran yg sehat atau
cocok dengan akal. sehingga pendekatan dengan ukuran ini sering menganggap
bahwa pikiran dan akal merupakan satu-satunya dasar untuk memecahkan problem
(kebenaran) yg lepas dari
jangkauan
indra atau paham yg lebih mengutamakan (kemampuan) akal daripada batin dan
rasa. secara mudah sering di sebut empiris, logika berdasarkan nalar yang dalam
arti adanya sesuatu kejadian yang bisa di terima oleh akal dan mampu di pahami
oleh bathin dan rasa.
irasional,
dalam definisinya di jabarkan sebagai sesuatu yang tidak berdasarkan akal
(penalaran) yg sehat atau ukuran lain di luar ukuran akal. pendekatan ini
sering di gunakan oleh mereka yang memang tidak memiliki kecenderung dan
kemampuan secara akademis dan logis, namun dalam faktanya memang terjadi. tidak
mampu di cerna akal tetapi dalam
kejadian
benar-benar terjadi dan dapat di pahami dan dimengerti secara bathin, artinya
bathin yang membenarkan. sebagai contoh, beberapa kegiatan pengobatan
alternatif adalah bentuk pendekatan kejadian ini. konyolnya, mereka yang telah
mengerti dan memahami dengan mendekatan empiris dan logis kadang menggunakan
pendekatan ini untuk mewujudkan hal-hal tertentu.
APAKAH TUHAN ITU ADA
hampir sama dengan
pertanyaan, "apakah listrik itu ada?apakah udara ada?apakah ruh ada?apakah
jin dan malaikat ada?bgmn bentuk itu semua?" Tentu saja ada! dengan tegas
malah!jika ditanya bentuk, jangankan Tuhan, Sang Pencipta segala sesuatu, listrik
dan ruh saja sampai saat ini kita tidak bisa mendefinisikan bentuknya, padahal
keduanya hanyalah makhluk yang diciptakan Tuhan,,,
pertanyaan ini juga yang dari dulu muncul di pikiran para filosof2 hebat, sebut saja para filosof yunani spt socrates, aristoteles, plato dsb, yang mencari asal-usul kehidupan,awalnya mereka menyebut gas, kemudian api dan terakhir air sebagai unsur awal kehidupan, tetapi ketika berlanjut darimana air itu, akal mereka tidak mampu memikirkannya lagi,,,aristoteles tidak mengingkari eksistensi Tuhan, bahkan memperkuatnya. akan tetapi ketika hendak menguraikan Dzat Tuhan dan proses penciptaan, maka kepayahan menimpa akalnya sebagaimana menimpa mereka yang mengambil pendapatnya dan menjelaskan kata2nya dan pada akhirnya sampai pada kesimpulan bahwa ada satu sebab klausal utama yang menjadi asal segala sesuatu, Dia adalah Tuhan, yang tidak dapat dijangkau oleh akal pikiran manusia,,,
pertanyaan ini juga yang dari dulu muncul di pikiran para filosof2 hebat, sebut saja para filosof yunani spt socrates, aristoteles, plato dsb, yang mencari asal-usul kehidupan,awalnya mereka menyebut gas, kemudian api dan terakhir air sebagai unsur awal kehidupan, tetapi ketika berlanjut darimana air itu, akal mereka tidak mampu memikirkannya lagi,,,aristoteles tidak mengingkari eksistensi Tuhan, bahkan memperkuatnya. akan tetapi ketika hendak menguraikan Dzat Tuhan dan proses penciptaan, maka kepayahan menimpa akalnya sebagaimana menimpa mereka yang mengambil pendapatnya dan menjelaskan kata2nya dan pada akhirnya sampai pada kesimpulan bahwa ada satu sebab klausal utama yang menjadi asal segala sesuatu, Dia adalah Tuhan, yang tidak dapat dijangkau oleh akal pikiran manusia,,,
termasuk juga para nabi dan rasul juga memiliki
pertanyaan spt itu, hanya saja bedanya, para filosof sejak awal hanya
mengandalkan akal melalui fenomena2 alam untuk mengenal Tuhan, sedangkan nabi
dan rasul selalu melibatkan hati dalam pemahaman akalnya.
jika kita menutup mata kita, apakah kita tidak bisa
melihat? tentu bisa, hanya saja mata kita tidak bisa melihat kelopak mata kita
yang terlalu dekat, terbatas karena terlalu dekat,,,
jika kita memandang ujung cakrawala laut, apakah
bentuknya bulat sesuai dengan bentuk bumi? tentu tidak, bentuknya adalah garis
lurus, terbatas karena terlalu besar/jauh,,,kemampuan manusia sangat2lah
terbatas,,,
jangankan melihat Dzat Tuhan, melihat benda fisik
(makhluk) saja sudah terbatas melihat matahari dan cahayanya saja kita tidak
mampu, apalagi Nur 4W1, cahaya di atas cahaya,,, MahaSuci 4W1,,,
kesalahan dalam pembuktian akal, timbul karena berpegang
pada sifat Kekuasaan Tuhan (Qudrah) belaka, dengan melupakan sifat Kemauan
Tuhan (Iradah). kesalahan ini telah menipu banyak orang dan para pemikir hebat,
sampai mereka bingung sendiri dan terjebak dalam pemahaman akal yang serba
terbatas kemudian menjadi gila. NaudzubiLlah,,,yang sangat penting dipahami
adalah bahwa bumi langit dan segala isinya, bukan hanya ada karena Kekuasaan
Tuhan, tetapi juga karena Kemauan Tuhan,,,hanya Dia yang Maha Berkehendak
Bumi ini tidak pernah sunyi dari pemikiran tentang
eksistensi Tuhan, bahkan sebenarnya sejak manusia menjadi manusia. dengan
akalnya yang mampu berpikir, manusia menjadi makhluk yang berbeda dari yang
lainnya. dalam Islam, secara gamblang, konsep ttg Tuhan didefinisikan dalam QS
al-Ikhlash, yaitu;
1.Yang Maha Esa
Dia adalah Dzat Yang Maha Esa, Tunggal, tidak ada dua
atau tiga atau banyak selainNya, tidak ada yang serupa atau mirip denganNya
baik secara Dzat, sifat dan perbuatanNya,,,jika tidak sama dengan konsep ini,
dengan penjelasan berubah wujud atau apapun, maka dia bukan Tuhan,,,hanya
makhluk, sama seperti kita
2.Tumpuan harapan, tidak
mempunyai rongga (kelemahan)
Dia adalah satu2nya tempat segala harapan makhluk bertumpu, keesaanNya tidak dapat.
Dia adalah satu2nya tempat segala harapan makhluk bertumpu, keesaanNya tidak dapat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar