Dari
perkembangan pendidikan yang terjadi di Indonesia dalam konteks kekinian telah
mengubah jalur pendidikan yang seharusnya mencerdaskan kehidupan bangsa.
Beralih pada pendidikan yang mencerdaskan kehidupan yang kaya dengan membebankan biaya pendidikan yang
sangat tinggi, bukan itu saja banyak di berlakukanya kebijakan yang juga
membutuhkan biaya yang tinggi.
Keterbatasan
yang dimiliki bangsa Indonesia sangat
memprihatinkan, keterbatasan yang tidak mau bangklit kearah yang lebih maju
lagi dan terus – menerus mau menerima suplemen yang sebenarnya tidak
menyelesaikan masalah , salah satunya masalah pendidikan dimana pasar di
Indonesia tidak lagi memberikan peluang yang bagus oleh karena itu pendidikan
yang di manfaatkan untuk menetupi krisis Negara dengan mengurangi biaya
pembelanjaan Negara. Maka di bentukalah Otonomi kampus yang merupakan
Neoliberalisme di mana kampus dengan tampa batas dapat menetapkan biaya
pembayaran oada pendidikan seutuhnya pada Mahasisiwa. Dengan di sahkanya BHP
ada beberapa udang-undang yang terprogram didalamnya yang sangat jelas di
dalamnya mengarah pada Noelibersalisme seperti pada pasal 24 ayat 1 mengatakan
bahwa PT dapat melakukan investasi layaknya perusahaan untuk memenuhi kebutuhan
kampus. Pada pasakl 43 ayat 1 juga menjelaskan bahwa PT dapat melakukan
investasi dengan mendidrikan badan hokum sesuai dengan undang-undang untuk memenuhi
dana pendidikan, tapi coba kita membalikkan
kebijakan ini jika
kampus tidak dapat memnuhi seperti itu maka pilihanya akan jatuh pada jalur yang sangat
mudah yaitu biaya itu akan akan di bebankan pada orangtua mahasisiwa, atau yang
leb ih parahnya lagi PT akan di bubarkan dan mahasisiwa yang akan menjadi
korbanya karena akan semabarang di p[indahkan pada PT yang lain otomatis di
sini mahasisiwa yang harus menanggungnya. Fakta lain lagi yang di timulkan oleh
BHP akan banyak orang miskin tidak dapat mengenyam nikmatnya mendapat pelajaran
di bangku sekolah, bagaimana akan di hormatinya orang yang bisa mendapat
pendidikan warisan colonial ini yang sudah terekam dalam otak masyarakat
Indonesia bahwa pendidikan sekarang sudah memenuhi standar poendidikan Nusantara.
Ada yang harus dipahami dari arti pendidikan itu sendiri, apa yang yang infin
ditonjolakan dari pendidikan jika kita menilik dari pendidikan menurut versi
Barat maka kita harus menyesuaikan dengan teori pengembangan masyarakat menurut
August comtte mengatakan bahwa perkembangan masyarakat terbagi dalam 3 fase
aantara lain Teologi, metafisika , dan positifisme dan sejak abad ke 19
masayarakat Eropa telah mencapai fase materialism di mana semaua orang di ajak
untik berpikir secara rasional dan memandang segala hal pada stingkat rasional
dimana pilkar berpikir harus memenuhi standar ilmiah yang terdiri dari empiris,
rasional,sistiimatis, dan universal. Pada hal sebenarnya ada sesuatu yang
terlupakan dari pendidikan atu mendidik itu sendiri dimana kita harus paham
pada relasi secara vertical dan horizontal. Pendidikanyang hanya ditekankan
pada nalar senata tidak akan menghubungkan antara manusia dengan pencipta sebab
mencipta adalah Zat yang tek terukur dan tek tersentuh, dengan adanya
pendidikan yang hanya bertumpu pada nalar saja akan melahirkan orang yang tidak
perduli dengan keadaan sekitarnya karena yang di perhatikan hanya kebutuhan
diri. Fakta yan kita hadapi sekarang sama dengan kata yang saya kutip ”modal
yang banyak akan menghasilkan pendidikan yang bagus ” namun kata-kata itu tidak akan berarti jika
aku katakana “ilmu yang baik adalah ketika kita dapat menyatukan antara olah
nalar dan olah diri”. Dalam pendidikan Indonesia terrekam dalam memori bahwa pendidikan yang
ada hanya pendidikan yang terbentuk oleh colonial
Tidak ada komentar:
Posting Komentar