Rabu, 09 Mei 2012

TUGAS PRAKTIKUM TEKNIK KULTUR PAKAN ALAMI KULTUR DIATOM


TUGAS PRAKTIKUM
TEKNIK KULTUR PAKAN ALAMI
KULTUR DIATOM

 
OLEH:
NURDIN. R
10 24 017
PEMBENIHAN IKAN

JURUSAN BUDIDAYA PERIKANAN
POLITEKNIK PERTANIAN NEGERI PANGKEP
MANDALLE
2012

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Dalam dunia perikanan, aspek pakan merupakan hal yang perlu diperhatikan khususnya dalm kegiatan budidaya baik pembenihan maupun pembesaran ikan. Ketersediaan pakan dalam kegiatan budidaya dangat dibutuhkan demi menjaga kelangsungan hidup organisme budiadaya. Pada umumnya terdapat dua jenis pakan yang dilihat dari tingkat campur tangan manusia dalam pengadaannya yakni pakan alami dan pakan buatan. Pakan alami adalah pakan dari organisme hidup biasanya berukuran mikro (tidak terlihat dengan mata telanjang), hanya sebagian yang berukuran makro. Sedangkan pakan buatan adalah makanan dalam hal ini untuk ikan yang terbuat dari berbagai bahan baku di olah menjadi satu bentuk pakan. Kandungan pakan alami tidak dapat diketahui dengan pasti setiap jenis pakan alami itu sendri karena juga berpengaruh pada daerah tumbuh/hidupnya pakan alami. Sedanngkan pakan buatan dapat ditentukan kadar/kandungan gizinya dengan mengetahui komposisi dari pakan itu sendri.
Khusus dalam praktikum yang kami lakukan ini, kami hanya memelihara beberapa jenis pakan alami yakni Skeletonemae costatum, Chaetoceros, dan Nitzhia. Semua pakan almi diatas tergolong dalam kelompok phytoplankton yang biasa disebut juga Diatom. Phytoplankton adalah tumbuhan renik yang berada dalam suatu perairan yang gerakannya mengikuti arus.
B.     Tujuan dan Manfaat
Praktikum yang kami lakukan memiliki tujuan utama yakni kami diharapkan mampu menegetahui cara kultur diatom secara skala laboratorium sebelum pada kultur massal. Manfaat yang ingin di dapat setelah selesai dari kegiatan praktikum ialah tercapainya tujuan praktikum yang antinya dapat kami terapkan ketika telah selesai dari meja perkuliahan dan telah berada di tengah-tengah masyarakat luas.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Perkembangan budidaya perikanan dimulai sejak 500 SM dilaksanakan di negeri China. Milne (1973) dan bukunya Fish and shellfish farming in coastal waters dinyatakan bahwa tesis pertama tentang aqua culture ditulis oleh Fan Lie pada tahun 475 SM. Perkembangan selanjutnya dari negeri Yunani dan Romawi dimana telah dilakukan kultur Oister dan usaha-usaha yang serupa dengan budidaya perikanan lainnya pada abad 500 SM, walaupun budidaya perikanan sudah lama dimulai namun perkembangannya masih lambat / ketinggalan jika dibandingkan dengan bidang pertanian karena bidang pertanian sudah ada 10000 tahun sebelum budidaya perikanan dimulai, meskipun kedua bidang tersebut masih bersifat konvensional.
Sejarah dimulainya kultur pakan alami dilakukan oleh Allen dan Nelson pada tahun 1910, dengan kulture diatom untuk pakan Invertebrata (Ryther and Goldman, 1975). Pada tahun 1939, Bruce dkk., melakukan yang pertama kali mengisolasi algae (Isochrysys galbana dan Pieremimonas grossii) untuk makanan Oister (Ucles, 1980). Pada tahun 1940, Dr. Fujinaga / Dr. Hudinaga disebut sebagai pioner di Jepang dalam mengkultur diatom, Skeletonema costatum yang hasilnya digunakan untuk makanan Udang Jepang (Penaeus japonicus). Kemudian pada dekade 1950-an, Takesi Ito pertama kali mengkultur rotifer yang digunakan untuk pakan larva ikan Sidat (Anguilla japonica). Pada tahun 1965, rotifer digunakan sebagai pakan terbaik untuk Red Sea Bream (Pagruss major). Dari tahun tersebut dimulailah kultur massal rotifer secara besar-besaran baik di Jepang maupun di negara-negara lainnya (Hirata, 1979).
Pada dekade tahun 1970, Artemia Reference Center (ARC) yaitu suatu lembaga pada State University of Ghent (Belgium) beberapa penelitinya terutama Dr, Sorgeloos, Dr. Persoone, dan Dr. Dumont telah mengembangkan artemia sebagai pakan alami yang digunakan untuk pakan Ikan dan udang budidaya pada air tawar, payau maupun air laut. Perkembangan selanjutnya, hasil produksi kista dan atau Cyst artemia dapat diawetkan dalam bentuk kaleng dan didistribusikan ke penjuru dunia.
Tujuan dan Kegunaan Budidaya Pakan Alami
Hasil produksi pakan dari budidaya pakan alami yang berupa pakan hidup untuk kebutuhan budidaya perikanan mempunyai tujuan yang sangat strategis yaitu untuk :
1. Memanfaatkan potensi sumberdaya tanah dan air dalam kegiatan produksi yang mempunyai nilai tambah ekonomi lebih tinggi.
2. Mendukung proses produksi didalam budidaya perikanan baik berbentuk larva, juvenil, maupun dewasa dalam rangka kesuksesan hasil produksi yang diharapkan.
3. Memenuhi input produksi sebagai satu kesatuan proses produksi budidaya perikanan didalam kesinambungan usaha.
4. Memberikan kesempatan kepada masyarakat didalam penyediaan kesempatan lapangan pekerjaan di bidang budidaya perikanan.
5. Memberikan peningkatan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang budidaya perikanan pada umumnya dan budidaya pakan alami pada khususnya.
6. Menyediakan pakan sebagai sumber energi utama larva ikan yang dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi saat ini masih belum bisa digantikan oleh jenis produk dari pakan lainnya.
Adapun berdasarkan manfaat dan penggunaannya, kultur pakan alami dapat digolongkan dalam penggunaan sebagai berikut :
1. Pakan alami yang digunakan untuk organisme-organisme kultivan yang lebih tinggi dari strata food chain (jenis fitoplankton dimakan jenis zooplankton, benthos, dan larva ikan)
2. Pakan alami yang digunakan bagi ikan untuk tujuan budidaya.
3. Pakan alami yang digunakan bagi ikan untuk tujuan penangkapan
4. Pakan alami yang digunakan bagi ikan untuk tujuan rekreasi dan hiasan.
5. Pakan alami yang digunakan bagi biota-biota non ikan untuk tujuan perhiasan ( seperti untuk budidaya kerang mutiara).
6. Pakan alami yang digunakan untuk obat-obatan dan kosmetika

















BAB III
METODELOGI
A.    Waktu dan Tempat
Kegiatan praktikum yang kami lakukan yakni kultur diatom skala laboratorium dilakukan selama enam hari, dari tanggal 27 April 2012 pada hari Jum’at, sampai dengan tanggal 2 Mei 2012 pada hari Rabu yang bertepatan dengan peringatan Hari Pendidikan Nasional (HARDIKNAS). Lokasi praktik yang kami laksanakan sepenuhnya dilaksanakan di laboratorium hatchery Budidaya Perikanan, Politeknik Pertanian Negeri Pangkep.
B.     Alat dan Bahan


1.      Alat:
·         timbangan digital
·         Erlenmeyer
·         Haemocytometer
·         Sedgewich Rafter Cell (SRC)
·         Mikroskop
·         Pipet tetes
·         Aerator
·         Counter
2.      Bahan:
·         Nitrat Phosphat (Na2HPO4, KNO3/NaNO3)
·         Almunium voil
·         Silikat
·         Vitamin (B1, B12, Biotin)
·         FeCl3
·         EDTA
·         Trace Metal (CuSO4, ZnSO4, COCl2, MnCl2, Molybdats)
·         Pupuk Clewat (KW)
·         Diatom (Skeletonemae, Chaetocheros, dan Nitzhia)
·         Aquades
·         Air laut steril


C.    Prosedur Kerja
1.      Sterilisas alat dan bahan yang akan digunakan
2.      Pembuatan pupuk Guillard:
-          KNO3/NaNO3 (18,75 gram), Na2HPO4 (1,25 gram).
-          Silikat sebanyak 19 ml.
-          Sedangkan untuk vitamin dibagi tiga yakni vitamin B1 (5 mg), B2 (25 mg), Biotin (25 mg).
-          Trace metal dengan kandungan CuSO4 (2,45 gr), ZnSO4 (0,55 gr), COCl2 (2,5 gr), MnCl2 (45 gr), Molybdats (1,63 gr).
-          FeCl3 (0,88 gr), EDTA (1,08 gr) kemudian ditambahkan dengan Trace Metal tadi.
-          Setiap poin diatas, masing-masing bahan dilarutkan dalam 250 ml aquades dengan dosis 1 ml/L. Namun ada penambahan satu jenis pupuk yang terkhusus untuk kultur Nitzhia yakni pupuk klewat (KW).
-          Untuk mendapatkan nilai optimal dari penimbangan setiap bahan, digunakan timbangan digital.
3.       Inokulasi
-          Isi setiap tabung erlenmeyer yang akan digunakan sebagai kultur diatom dengan air laut/asin yang telah disterilkan sebanyak 350 ml dengan kisaran salinitas antara 28 – 32oC.
-          Pasang aerasi dengan ujung selang tanpa dipasangi batu aerasi.
-          Lakukan pemupukan air dengan pupuk yang sebelumnya telah dibuat.
-          Stock/bibit dari setiap jenis diatom dimasukkan dalam wadah yang disiapkan tadi sebanyak 10 – 20% volume kultur.
-          Tutup permukaan erlenmeyer dengan almunium voil.
-          Lakukan pengamatan dan perhitungan awal pada setiap jenis diatom.
-          Kemudian dilakukan kegiatan kultur ini selama enam hari, yang setiap harinya dilakukan pula perhitungan jumlah sel diatom sama seperti waktu penghitungan di hari pertama.
-          Namun untuk pemupukan hanya dilakukan pada awal kultur diatom, hari selanjutnya sampai akhir pemeliharaan tidak lagi dilakukan pemupukan.





BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A.    Hasil
Tabel: hasil perhitungan jumlah sel diatom (sel/ml)
Hari/Tanggal
Perhitungan Pertumbuhan Diatom
Chaetocheros
Skeletonemae
Nitzhia
Jum’at
27/04/2012
= 39/5 = 7,8
= 7,8 x 104 sel/ml
= 125/5
= 25,6 x 103
= 2,56 x 104 sel/ml
= 27 x 25
= 135 x 104
= 1,35 x 106 sel/ml
Sabtu,
28/04/2012
= 35/5 = 7 x 25
= 175 x 104
= 1,75 x 106 sel/ml
= 281 x 5
= 56,2 x 103
= 5,62 x 104 sel/ml
= 48 x 5 = 9,6 x 25
= 240 x 104
= 2,40 x 106 sel/ml
Minggu,
29/04/2012
= 42/5 = 8 x 25
= 200 x 104
= 2 x 106 sel/ml
= 426/5
= 85 x 103
= 8,5 x 104 sel/ml
= 326/3 = 108 x 25
= 2700 x 104
= 2,7 x 107 sel/ml
Senin,
30/04/2012
= 78/5 = 15,6 x 25
= 390 x 104
= 3,90 x 106 sel/ml
= 80/5 = 16
= 16 x 103
= 1,6 x 104 sel/ml
= 177/5 = 35,4 x 25
= 885 x 104
= 8,85 x 106 sel/ml
Selasa,
01/05/2012
= 89/5 = 17,8 x 25
= 445 x 104
= 4,45 x 106 sel/ml
= 105/5 = 21
= 21 x 103
= 2,1 x 104 sel/ml
= 90/5 = 18 x 25
= 450 x 104
= 4,50 x 106 sel/ml
Rabu,
02/05/2012
= 60/5 = 12 x 25
= 300 x 104
= 3 x 106 sel/ml
= 1402/5 = 280,4
= 280,4 x  103
= 2,804 x 105 sel/ml
= 251/5 = 50,2 x 25
= 1255 x 104
= 1,25  x 107 sel/ml




B.     Pembahasan
Dalam pembahasan ini, penulis akan mencoba menjabarkan beberapa hal mengenai hasil prakrikum yang tertera pada tabel hasil diatas. Namin sebelumnya, terlebih dahulu kita mnengetahui peran dan manfaat dari phytoplankton itu sendiri secara umum yang didalamnya juga termasuk diatom.
Phytoplankton atau mikroalgae mempunyai peran mensintesa bahan organik dalam lingkungan perairan. Mikroalgae melakukan aktifitas fotosintesa untuk membentuk molekul-molekul karbon komplek melalui larutan nutrien dari beberapa sumber yang diasumsi dengan bantuan pencahayaan sinar matahari/ energi lampu neon untuk membentuk sel-sel baru menajdi produk biomassa. Di perairan alami mikroalgae dominan memberikan konstribusi untuk memproduksi biomassa dalam sistim perairan laut, estuarin dan sungai. Walaupun sedikit pengaruh kombinasi dari sejumlah sel-sel fitoplankton akan dikonsumsi oleh hewan baik tingkat rendah maupun tingkat tinggi didalam ekosistem perairan yang digambarkan melalui jaring-jaring makanan (food web). Alur daripada jaring makanan menerima energinya dari hasil sintesa biomonukuler melalui tumbuhan mikroskopis, sebagai contoh produksi pada permukaan perairan laut kira-kira 50 gr C/m²/tahun dimana diasumsikan semua fitoplankton yang ada di dalam sistim perairan melakukan proses fotosintesa. Dengan demikian peran fitoplankton didalam sistim perrairan mempunyai kontribusi terhadap sistim produksi biomassa.
Setelah kita mengetahui hal dasarnya, barulah kita dapat mengetahui beberapa alasan mengenai hal-hal yang terjadi selama kultur diatom.
Dari hasil praktik tentang perhitungan Chaetoceros selama kurang lebih satu minggu diperoleh hasil bahwa Chaetoceros berbentuk seperti butiran bulat berwarna hijau, dan jumlah kepadatan Chaetoceros dari hari pertama 7,8 x 104 sel/ml, dan pada akhir pemeliharaan jumlah kepadatannya menjadi 3 x 106 sel/ml. jika kita perhatikan, terjadi pengurangan jumlah kepadatan antara hari pertama dan hari terakhir pemeliharaan. Timbul satu pertanyaan yaitu mengapa bisa terjadi?. Hal tersebut diakibatkan karena Chaetoceros memiliki fase puncak pertumbuhan yang pada umumnya disitilahkan dengan blooming jika ia berada di habitat alaminya. Pada data diatas tercatat bahwa pada hari kelima merupakan puncak pertumbuhan Chaetoceros yang kembali menurun pada hari terakhir. Hal ini juga disebabkan oleh tidak dilakukan pemberian pupuk lagi, sementara untuk tumbuh dan berkembang Chaetoceros membutuhkan pupuk.
Tidak berbeda jauh sebenarnya dengan jenis diatom lainnya yang sempat kami kultur secara skala laboratorium ini, hanya saja perbedaannya yakni terletak pada puncak pertumbuhan populasi masing-masing diatom. Untuk Skeletonemae sendiri justru pada hari ketiga yang merupakan puncak perkembangan populasi dengan kepadatan 8,5 x 104 sel/ml. sedangkan Nitzhia fase punncak perkembangan populasi yakni terjadi pada hari ke-empat dengan jumlah sel 8,85 x 106 sel/ml. ini menandakan bahwa fase perkembangan dari setiap jenis diatom yang dikultur pada praktikum ini memiliki fase puncak perkembangan populasi yang berbeda sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya. Jika digambrkan secara grafik, maka akan membentuk sebuah kurva menghadap kebawah, diamana telah kita ketahui sebelumnya pada saat lepas dari fase puncak pertumbuhan populasi, setiap jenis diatom akan mengalami kematian. Namun sebenarnya jenis-jenis diatom tersebut masih dapat berkembang, namun pada perlakuan praktikum kali ini hanya sekali dilakukan pemupukan yaitu pada awal penebaran stock/bibit diatom.
Hal lain yang haru kita ketahui yakni dari pengamatan selama satu minggu dilihat bahwa pada hari pertama fase induksi/istirahat, fase ini ditandai dengan lambatnya pertumbuhan. Kelambatan pertumbuhan pada fase ini karena baru terjadi adaptasi fisiologis metabolisme sel terhadap pertumbuhan seperti meningkatnya level enzim dan metabolit yang terlibat dalam pembelahan sel dan fiksasi karbon. Organisme mengalami metabolisme tetap belum terjadi pembelahan sel, selanjutnya adalah fase logaritmik atau eksponensial, pada fase ini kepadatan sel meningkat sebagai suatu fungsi waktu, fase  stationer, merupakan  faktor pembatas dan laju pertumbuhan seimbang sehingga  kepadatan sel  konstant. Laju reproduksi sama dengan laju kematian disebut sebagai fase menurunnya laju pertumbuhan yaitu pembelahan sel berjalan lambat ketika nutriea, cahaya, pH, CO2 dan faktor fisik dan kimia lainnya mulai membatasi pertumbuhan dan terakhir adalah fase kematian, kualitas air menurun dan nutrien berkurang hingga level yang  tidak dapat  melanjutkan pertumbuhan. Kepadatan sel menurun dengan cepat. Laju kematian lebih cepat dari laju reproduksi.



















BAB V
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Dari hasil dan pembahasan diatas dapat kita tarik beberapa kesimpulan singkat yaitu:
1.      Puncak pertumbuhan dan perkembangan untuk Chaetocheros dan  Skeletonemae memiliki fase puncak pertumbuhan dan perkembangan populasi yang sama yakni pada hari kelima meskipun jumlah kepadatan selnya yang berbeda, dan Nitzhia pada hari keempat.
2.      Chaetocheros berbentuk bulat berwarna hijau, Skeletonemae berbentuk rantai, dan Nitzhia berbentuk seperti biji padi.
3.      Penggunaan pupuk pada saat kultur diatom ternyata sangat berpengaruh terhadap kelangsungan hidup diatom itu sendiri, dengan catatan yang termasuk dalam phytoplankton dan memilliku klorofil.
4.      Diatom memiliki lima tingkatan fase pertumbuhan yangni fase induksi/istirahat, fase logaritmik atau eksponensial, fase stationer, fase menurunnya laju pertumbuhan dan fase kematian.

B.     Kritik dan Saran
Hal yang harus diperhatikan kultur diatom ialah masalah pupuk dan parameter kualitas air yang harus tetap terjaga, namun pada laporan kali ini penulis belum sempat menuliskan nilai optimal parameter kualitas air dalam kultur diatom. Harapan saya sebagai penulis sangat berharap ini dapat menjadi hal yang bermanfaat bagi kita semua, meskipun dalam semua aspek penulisan laporan ini masih jauh dari kesempurnaan. Maka dari itu kritikan dan masukan yang sifatnya membangun senantiasa penulis harapkan dari pihak pembaca maupun yang lainnya.

Tidak ada komentar:

Sekilas Info

« »
« »
« »

Páginas