Selasa, 01 Mei 2012

Filsafat Ilmu


Perkembangan ilmu pengetahuan tidak pernah terlepas dari sejarah peradaban manusia. Ia selalu terkait satu sama lainnya. Tidak terkecuali sejarah filsafat ilmu. Filsafat itu sendiri telah muncul sejak ribuan tahun yang lalu di mana akal manusia masih dihadapkan pada ruang dinamika pemikiran yang sederhana dan permasalahan yang tidak begitu komplek seperti saat ini. Latar belakang perkembangan ilmu dimulai sejak zaman purba.
Zaman purba pra sejarah (20.000-10.000 SM) sudah mulai terjadi proses belajar. Hal ini ditandai dengan pemanfaatan batu sebagai alat perkakas yang digunakan pada waktu itu. Melalui proses belajar berangsur-angsur terjadi pemanfaatan dari batu empuk menjadi keras, batu yang dipungut begitu saja menjadi batu yang sengaja untuk dibentuk, menemukan kekuatan alam api dan air, membuat gambar-gambar binatang di gua-gua, dan menguburkan sesamanya yang meninggal. Kemudian pada zaman sejarah (15.000-600 SM) proses belajar ditandai dari pengembangan kemampuan membaca, menulis dan berhitung meskipun masih sangat sederhana.
Sejarah ilmu pengetahuan mencatat bahwa perkembangan awal yang signifikan dalam ilmu pengetahuan dimulai sejak zaman Yunani Kuno (kurang lebih 600 SM – 200 M). Di mana periode ini ditandai oleh pergeseran gugusan pemikiran (paradigma shift) dari hal-hal yang berbau mistis ke yang logis. Dari kepercayaan mistis yang irrasional terhadap fenomena alam menuju ke arah penjelasan logis yang berdasar pada rasio. Zaman ini dinamakan zaman mulainya penalaran yang selalu menyelidiki, ditandai dengan munculnya ahli filsafat seperti Aristoteles, Socrates, Thales, Archimedes, dan Aristharcus, bahwa menyelidiki dan menjelaskan secara rasional yang digerakkan oleh motivasi estetis dengan tujuan memberikan kepuasan batin kepada orang yang bersangkutan saja.
Abad pertengahan (500 M- 1500 M) berkembangnya ilmu pengetahuan pada Timur Tengah dengan menterjemah karya-karya orang Yunani ke Bahasa Arab. Tokoh-tokohnya seperti Al-Khawarizm → Aljabar, Omar Khayan → penyair, Ibnu Rusyd → kedokteran, dan Al Idrisi → Astronomi. Kemudian
pada tahun 1300 M dipelajari oleh bangsa-bangsa Eropa. Pada abad ini perkembangan kebudayaan juga terjadi di Asia Selatan dan Timur, seperti Ajaran Lao Tse (menjaga keharmonisan dengan alam) dan Confucius (konsep kode etik luhur mangatur akal sehat). Di Indonesia perkembangan dapat dilihat dari munculnya kerajaan-kerajaan, pengairan persawahan, kesenian, meramal dan nelayan.
Zaman modern ditandai munculnya ahli-ahli filsafat dan ilmuwan. Ahli filsafat tersebut, seperti Copernicus, Galileo, Keppler, Francis Bacon, dan Rene Descartes, sedangkan ilmuwan diantaranya Newton (tori gravitasi, perhitungan kalkulus dan Optika) dan Wilhelm Konrad Rontgen (Sinar X). Zaman ini dipengaruhi oleh terjadinya perang salib, jatuhnya konstantinopel ke tangan Turki dan hubungan kerajaan Arab di Jazirah Spanyol dan Prancis.
Filsafat dan Filsafat Ilmu
Ilmuwan terangsang imajinasi untuk menemukan dan mengembangkan penemuan asal. Hal ini didasari karena adanya perhatian, kesempatan dan kemauan serta keterampilan. Menurut Beekman (1973) filosofia adalah melihat segala sesuatu dengan perhatian dan minat, kemudian berarti pula berpikir tentang segala sesuatu yang menyadarinya. Dimulai dengan pertanyaan yang teliti, artinya berdasarkan suatu pemikiran tertentu. Banyak sekali pengertian dari filsafat, namun dapat diambil satu benang merah bahwa filsafat yaitu adanya aktivitas manusia yang tidak dapat diamati. Sehingga muncullah filsafat ilmu yang dilatarbelangi adanya penemuan ilmiah.
Berpikir berarti menyusun silogisme dengan tujuan mendapat kesimpulan yang tepat dengan menghilangkan setiap kontradiksi. Secara epistemologis kegiatan berpikir ilmiah melingkupi suatu rantai berpikir logis yang merupakan pengkajian baik deduktif maupun induktif. Berpikir logis maksudnya dapat menggunakan kemampuan akal budinya secara dialektif, intuitif, taksonomi atau simbolik.  Ilmu tidaklah netral atau bebas nilai atau objektif. Ilmu hakikatnya selalu terkait dengan berbagai kepentingan, nilai dan lainnya, baik pada tataran ontologi, epistemologi maupun aksiologinya.
Kreativitas
Kreativitas lahir bersama dengan lahirnya manusia itu. Kreativitas tidak hanya sebagai penalaran, tetapi juga meningkatkan dan membuka tabir alam yang tersedia dalam suatu dimensi kreatif. Kreativitas terdiri dari empat fungsi dasar yang interaktif, yaitu:
1. berpikir rasional,
2. perkembangan emosional,
3. perkembangan bakat khusus, dan
4. tingkat tinggi kesadaran yang menghasilkan imajinasi, fantasi, pendobrakan pada kondisi ambang kesadaran atau ketaksadaran.
Graham Wallas menjelaskan tentang tahap-tahap dalam proses kreatifitas berlangsung melalui persiapan (preparation), inkubasi (incubation), iluminasi (illumination) dan verifikasi (verification). Sadangkan perkembangan kreativitas dapat diibaratkan lingkaran eskalasi yang memiliki aspek urutan (succession), diskontinuitas (discontinuity), kemenonjolan (emergence), diferensiasi dan integrasi.
Peranan aktivitas dalam evolusi ilmu dapat dikembangkan melalui potensi kreatif individu dan kelompok yang merupakan kemungkinan dan kekuatan untuk menjalankan berbagai langkah perubahan kehidupan manusia dalam meningkatkan harkat dan martabatnya.
Pengaruh Dimensi Kreatif
Pengaruh dimensi kreatif dapat dilihat dari perkembangan ide-ide kreatif yang mencetuskan teori-teori ilmiah spektakuler, meskipun terdapat dampak negatif yang ditimbulkan oleh kemajuan tersebut.
a. Ilmu dan Teknologi,
Penemuan-penemuan ilmiah yang pada awalnya hanya bersifat teoretis yang berasal dari ide-ide yang sangat cemerlang, yang bukan saja mempengaruhi penalaran ilmiah dengan langsung, melainkan juga mengubah arah penalaran filosofis tertentu yang sudah mapan pada waktu itu secara tidak langsung. Dampak perkembangan ini munculnya teori relativitas oleh Albert Einstein dan Teori Kuantum oleh Max Planck.
b. Gejolak Alam,
Alam mempunyai karakteristik yang luar biasa, penuh pesona dapat menerangi penalaran filosofis seseorang dan merupakan sumber inspirasi bagi dimensi kreatifnya, namun cenderung diabaikan.
c. Gejolak makhluk hidup,
Manusia belum dapat memahami apa dan mengapanya sebagian besar rahasia di alam ini apalagi untuk mengatasi atau menirunya. Tantangan ini memaksa kaum ilmuwan untuk melakukan kontemplasi dan refleksi filosofis yang merupakan cikal bakal dari ide-ide cemerlang.
d. Biologi,
Berkembangnya ilmu dan teknologi dalam biologi meningkatkan kemajuan dalam menghasilkan sesuatu karya yang selama ini dianggap berada di luar kekuasaan manusia, seperti cloning (menggandakan, fotokopi, membelah diri) dan Rekayasa Genetika (membudidayakan gen yang menguntungkan dan membuang gen yang merugikan). Namun demikian terdapat unsur positif dan negatif akibat perkembangan biologi tersebut.
Ciri seorang ilmuwan sejati yaitu integritas yang tinggi dan rasa keterlibatan dan tanggung jawab moral atas pekerjaan yang digelutinya sehingga terjadi suatu revolusi ilmu. Ciri ini diikuti juga ciri-ciri lainnya seperti keuletan, kejujuran, kerendahan, dan kebebasan hati menghadapi hasil ilmuwan lainnya. Namun, perlu diakui bahwa integritas, kewajiban etis, tanggung jawab sosial dan moral bagi ilmuwan di Indonesia memiliki ciri-ciri tertentu.
Konsep Roger Hahn, mengenai revolusi ilmiah (scientific revolution) adalah suatu transformasi sosial yang penting sekali (crucial) yang menunjuk pada “kondisi ilmu” yang lebih “matang” (nature state) dan mengakibatkan peningkatan (perbaikan) tingkat masyarakat umum yang terpelajar dan peningkatan ilmiah dalam lembaga-lembaga yang lebih khusus serta terwujudnya patokan profesional bagi bidang ilmu yang dimiliki perseorangan. Salah satu ciri terjadinya revolusi ilmu adalah peningkatan masyarakat yang ilmiah sebagaimana refleksikan dalam lembaga-lembaga ilmiah di dalam kehidupan berbangsa.
Penutup
Dimensi kreatif dalam filsafat ilmu menekankan pada pemahaman terhadap filsafat yang melandasi perkembangan ilmu. Bukan saja memberikan pemahaman tentang keterwujudannya dalam ilmu, teknologi dan seni, melainkan juga menciptakan kemungkinan untuk mengatasi berbagai masalah masa depan yang ada pada hari ini belum dapat diantisipasi.











filsafat ilmu

BAB I
PENDAHULUAN

Berbicara tentang kelahiran dan perkembangan filsafat pada awal kelahirannya tidak dapat dipisahkan dengan perkembangan (ilmu) pengetahuan yang munculnya pada masa peradaban Kuno (masa Yunani).
Pada tahun 2000 SM bangsa Babylon yang hidup di lembah sungai Nill (Mesir) dan sungai Efrat, telah mengenal alat pengukur berat, tabel bilangan berpangkat, tabel perkalian dengan menggunakan sepuluh jari.
Piramida yang merupakan salah satu keajaiban dunia itu, yang ternyata pembuatannya menerapkan geometri dan matematika, menunjukkan cara berfikirnya yang sudah tinggi. Selain itu mereka pun sudah dapat mengadakan kegiatan pengamatan benda-benda langit, baik bintang, bulan, matahari, sehingga dapat meramalkan gerhana bulan maupun gerhana matahari. Ternyata ilmu yang mereka pakai dewasa ini disebut astronomi.
Di India dan Cina waktu itu telah ditemukan cara pembuatan kertas dan kompas (sebagai petunjuk arah).

BAB II
PEMBAHASAN

A. Masa Yunani
Yunani terletak di Asia Kecil. Kehidupan penduduknya sebagai nelayan dan pedagang, sebab sebagian besar penduduknya tinggal di daerah pantai, sehingga mereka dapat menguasai jalur perdagangan di Laut Tengah.
Kebiasaan mereka hidup di alam bebas sebagai nelayan itulah mewarnai kepercayaan yang dianutnya, yaitu berdasarkan kekuatan alam, sehingga beranggapan bahwa hubungan manusia dengan Sang Maha Pencipta bersifat formalitas. Artinya kedudukan Tuhan terpisah dengan kehidupan manusia.
Kepercayaan yang bersifat formalitas (natural religion) tidak memberikan kebebasan kepada manusia, ini ditentang oelh Homerus dengan dua buah karyanya yang terkenal, yaitu Ilias dan Odyseus. Kedua karya Homerus itu memuat nilai-nilai yang tinggi dan bersifat edukatif. Sedemikian besar peranan karya Homerus, sama kedudukannya seperti wayang purwa di Jawa. Akibatnya masyarakat lebih kritis dan rasional.
Pada abad ke-6 SM, bermunculan para pemikir yang berkepercayaan sangat bersifat rasional (cultural religion) menimbulkan pergeseran. Tuhan tidak lagi terpisah dengan manusia, melainkan justru menyatu dengan kehidupan manusia. Sistem kepercayaan yang natural religius berubah menjadi sistem cultural religius.
Dalam sistem kepercayaan natural religius ini manusia terikat oleh tradisionalisme. Sedangkan dalam sistem kepercayaan kultural religius ini memungkinkan manusia mengembangkan potensi dan budayanya dengan bebas, sekaligus dapat mengembangkan pemikirannya untuk menghadapai dan memecahkan berbagai kehidupan alam dengan akal pikiran.
Ahli pikir pertama kali yang muncul adalah Thales (625 – 545 SM) yang berhasil mengembangkan geometri dan matematika. Likipos dan Democritos mengembangkan teori materi, Hipocrates mengembangkan ilmu kedokteran, Euclid mengembangkan geometri edukatif, Socrates mengembangkan teori tentang moral, Plato mengembangkan teori tentang ide, Aristoteles mengembang teori tentang dunia dan benda serta berhasil mengumpulkan data 500 jenis binatang (ilmu biologi). Suatu keberhasilan yang luar biasa dari Aristoteles adalah menemukan sistem pengaturan pemikiran (logika formal) yang sampai sekarang masih terkenal.
Para ahli pikir Yunani Kuno ini mencoba membuat konsep tentang asal mula alam. Walaupun sebelumnya sudah ada tentang konsep tersebut. Akan tetapi konsepnya bersifat mitos yaitu mite kosmogonis (tentang asal usul alam semesta) dan mite kosmologis (tentang asal-usul serta sifat kejadian-kejadia dalam alam semesta), sehingga konsep mereka sebagai mencari asche (asal mula) alam semesta, dan mereka disebutnya sebagai filosof alam.
Oleh karena arah pemikiran filsafatnya pada alam semesta maka corak pemikirannya kosmosentris. Sedangkan para ahli pikir seperti Socrates, Plato dan Aristoteles yang hidup pada masa Yunani Klasik karena arah pemikirannya pada manusia maka corak pemikiran filsafatnya antroposentris. Hal ini disebabkan, arah pemikiran para ahli pikir Yunani Klasik tersebut memasukkan manusia sebagai subyek yang harus bertanggung jawab terhadap segala tindakannya.

B. Masa Abad Pertengahan
Masa ini diawali dengan lahirnya filsafat Eropa. Sebagaimana halnya dengan filsafat Yunani yang dipengaruhi oleh kepercayaan, maka filsafat atau pemikiran pada abad pertengahan pun dipengaruhi oleh kepercayaan Kristen. Artinya, pemikiran filsafat abad pertengahan didominasi oelh agama. Pemecahan semua persoalan selalu didasarkan atas dogma agama, sehingga corak pemikiran kefilsafatannya bersifat teosentris.
Baru pada abad ke-6 Masehi, setelah mendapatkan dukungan dari Karel Agung, maka didirikanlah sekolah-sekolah yang memberi pelajaran gramatika, dialektika, geometri, aritmatika, astronomi dan musik. Keadaan yang demikan akan mendorong perkembangan pemikiran filsafat pada abad ke-13 yang ditandai berdirinya universitas-universitas dan ordo-ordo. Dalam ordo inilah mereka mengabdikan dirinya untuk kemajuan ilmu dan agama, seperti Anselmus (1033 – 1109), Abaelardus (1079 – 1143), Thomas Aquinas (1225 – 1274).
Di kalangan para ahli pikir Islam (periode filsafat Skolastik Islam) muncul al-Kindi, al-Farabi, Ibnu Sina, al-Ghazali, Ibnu Bajah, Ibnu Tufail, Ibnu Rusyd. Periode skolastik Islam ini berlangsung tahun 850 – 1200. pada masa itulah kejayaan Islam berlangsung dan ilmu pengetahuan berkembang dengan pesat. Akan tetapisetelah jatuhnya kerajaan Islam di Granada di Spanyol tahun 1492 mulailah kekuasaan politik Barat menjarah ke Timur. Suatu prestasi yang paling besar dalam kegiatan ilmu pengetahuan terutama dalam bidang filsafat. Di sini mereka merupakan mata rantai yang mentransfer filsafat Yunani, sebagaimana yang dilakukan oelh sarjana-sarjana Islam di Timur terhadap Eropa dengan menambah pikiran-pikiran Islam sendiri. Para filosof Islam sendiri sebagian menganggap bahwa filsafat Aristoteles adalah benar, Plato dan Al-Qur’an adalah benar, mereka mengadakan perpaduan dan sinkretisme antara agama dan filsafat. Kemudian pikiran-pikiran ini masuk ke Eropa yang merupan sumbangan Islam yang paling besar, yang besar pengaruhnya terhadap ilmu pengetahuan dan pemikiran filsafat terutama dalam bidang teologi dan ilmu pengetahuan alam. Peralihan dari abad pertengahan ke abad modern dalam sejarah filsafat disebut sebagai masa peralihan (masa transisi), yaitu munculnya Renaissance dan Humanisme yang berlangsung pada abad 15-16. munculnya Renaisance dan Humanisme inilah yang mengawali masa abad modern. Mulai zaman modern inilah peranan ilmu alam kodrat sangat menonjol, sehingga akibatnya pemikiran filsafata semakin dianggap sebagai pelayan dari teologi, yaitu sebagai suatu sarana untuk menetapkan kebenaran-kebenaran mengenai Tuhan yang dapat dicapai oleh akal manusia.

C. Masa Abad Modern
Pada masa abad modern ini pemikiran filsafat berhasil menempatkan manusia pada tempat yang sentral dalam pandangan kehidupan, sehingga corak pemikirannnya antroposentris, yaitu pemikiran filsafatnya mendasarkan pada akal fikir dan pengalaman.
Di atas telah dikemukakan bahwa munculnya Renaisance dan Humanisme sebagai awal masa abad modern. Di mana para ahli (filosof) menjadi pelopor perkembangan filsafat (kalau pada abad pertengahan yang menjadi pelopor perkembangan filsafat adalah para pemuka agama). Dan pemikiran filsafat masa abad modern ini berusaha meletakkan dasar-dasar bagi metode logis ilmiah. Pemikiran filsafat diupayakan lebih bersifat praktis, artinya pemikiran filsafat diarahkan pada upaya manusia agar dapat mengasai lingkungan alam dengan menggunakan berbagai penemuan ilmiah.
Karena semakin pesatnya orang menggunakan metode induksi/ eksperimental dalam berbagai penelitian ilmiah, akibatnya perkembangan pemikiran filsafat mulai tertinggal oleh perkembangan ilmu-ilmu alam kodrat (natural sciences). Rene Descartes (1596 – 1650) sebagai bapak filsafat modern yang berhasil melahirkan suatu konsep dari perpaduan antara metode ilmu alam dengan ilmu pasti ke dalam pemikiran filsafat. Upaya ini dimaksudkan, agar kebenaran dan kenyataan filsafat juga sebagai kebenaran dan kenyataan yang jelas dan terang.
Pada abad ke-18, perkembangan pemikiran filsafat mengarah kepada filsafat ilmu pengetahuan, di mana pemikiran filsafat diisi dengan upaya manusia, bagaimana cara/ sarana apa yang dipakai untuk mencari kebenaran dan kenyataan. Sebagai tokohnya George Berkeley (1685 – 1753), David Hume (1711 – 1776), Rousseau (1722 – 1778).
Di Jerman muncul Christian Wolft (1679 – 1754) dan Immanuel Kant (1724 – 1804), yang mengupayakan agar filsafat menjadi ilmu pengethuan yang pasti dan berguna, yaitu dengan cara membentuk pengertian-pengertian yang jelas dan bukti yang kuat.
Abad ke-19, perkembangan pemikiran filsafat terpecah belah. Pemikiran filsafat pada saat itu telah mampu membentuk suatu kepribadian tiap-tiap bangsa dengan pengertian dan caranya sendiri. Ada filsafat Amerika, filsafat Perancis, filsafat Inggris, filasafat Jerman. Tokoh-tokohnya adalah Hegel (1770-18311), Karl Marx (1818 -1883), August Comte (1798 -1857), JS. Mill (1806 – 1873), John Dewey (1858 – 1952).
Akhirnya dengan munculnya pemikiran filsafat yang bermacam-macam ini, berakibat tidak terdapat lagi pemikiran filsafat yang mendominasi. Giliran selanjutnya lahirlah filsafat kontemporer atau filsafat dewasa ini.

D. Masa Abad Dewasa Ini
Filsafat dewasa ini atau filsafat abad ke-20 juga disebut Filsafat Kontemporer yang merupakan ciri khas pemikiran filsafat adalah desentralisasi manusia. Karena pemikiran filsafat abad ke-20 ini memberikan perhatian yang khusus kepada bidang bahasa dan etika sosial.
Dalam bidang bahasa terdapat pokok-pokok masalah; arti kata-kata dan arti pernyataan-pernyataan. Masalah ini muncul karena bahwa realitas sekarang ini banyak bermunculan berbagai istilah, di mana cara pemakainnnya sering tidak dipikirkan secara mendalam, sehingga menimbulkan tafsir yang berbeda-beda (bermakna ganda). Maka timbullah filsafat analitika, yang di dalamnya membahas tentang cara berfikir untuk mengatur pemakaian kata-kata/ istilah-istilah yang menimbulkan kerancauan, dan sekaligus dapat menunjukkan bahaya-bahaya yang terdapat di dalamnya. Oleh karena bahasa sebagai obyek terpenting dalam pemikiran filsafat, maka para ahli pikir menyebut sebagai logosentris.
Dalam bidang etika sosial memuat pokok-pokok masalah apakah yang hendak kita perbuat di dalam masyarakat dewasa ini.
Kemudian, pada paruh pertama abad ke-20 ini timbul aliran-aliran kefilsafatan seperti Neo-Thomisme, Neo-Kantianisme, Neo-Hegelianisme, Kritika Ilmu, Historisme, Irasionalisme, Neo-Vitalisme, Spiritualisme, Neo-Positivisme. Aliran-aliran di atas sampai sekarang tinggal sedikit yang masih bertahan. Sedangkan pada awal belahan akhir abad ke-20 muncul aliran kefilsafatan yang lebih dapat memberikan corak pemikiran dewasa ini seperti Filsafat Analitik, Filsafat Eksistensi, Strukturalisme, Kritika Sosial.

BAB III
PENUTUP

Demikian beberapa uraian tentang sejarah kelahiran filsafat secara umum. Dengan adanya ragam variasi model pemikiran filsafat tersebut dimaskudkan akan menciptakan suasana pikir generasi mendatang untuk lebih kritis. Terpacu dan terinspirasi untuk mengimplementasikan pemikiran filsafat yang kontekstual dengan perubahan zaman di mana dia tinggal.
Karena hakekatnya berpikir secara filsafat dapat diartikan sebagai berpikir yang sangat mendalam sampai hakikat, atau berpikir secara global, menyeluruh, atau berpikir yang dilihat dari berbagai sudut pandang pemikiran atau sudut pandang ilmu pengetahuan.
Berpikir yang demikian ini sebagai upaya untuk dapat berpikir secara tepat dan benar serta dapat dipertanggungjawabkan. Dengan memahami konsep yang mendasari sejarah kelahiran masing-masing pemikiran filsafat, diharapkan dapat menjadikannya sebagai padangan hidup, sebagai penjelmaan manusia secara total dan sentral sesuai dengan hakikat manusia sebagai makhluk monodualisme (manusia secara kodrat terdiri dari jiwa dan raga).
Wallahu ’alamu.

DAFTAR ACUAN
Qosim, Afandi, Filsafat Ilmu dan Beberapa Pokok Ajaran Fenomenologi, Malang, Al-Farabi, 1997.
Amin, Ahmad, Etika Ilmu Akhlak, Jakarta, Bulan Binntang, 1983.
Syalabi, Ahmad, Masyarakat Islam, Yogyakarta, Ahmad Nabhan, 1957.
Bahri, Abdul Malik, Filsafat Pendidikan, Semarang, Lembaga Studi Iqra’, 1994.


Tidak ada komentar:

Sekilas Info

« »
« »
« »

Páginas