Sabtu, 05 Mei 2012

KERAJAAN MUGHAL


I. PENDAHULUAN

Oleh : H. Iqbal Djalil
A. Latar Belakang
Muhammad saw diangkat menjadi nabi dan rasul-Nya untuk mengubah peradaban dunia dari suasana kegelapan (al-zhulumāt) menuju suasana terang benderang (al-nūr).[1] Itulah sebabnya, mereka yang menganut Islam sebagai agama terakhir yang di-dakwahkan oleh Nabi saw, akan menjadi komunitas terbaik di panggung sejarah bagi sesama umat manusia lainnya.[2] Di katakan demikian, karena Islam adalah dīnullah[3] yang berarti agama milik Allah, dīnulhaq[4] yang berarti agama benar adanya dan dīnul-qayyim[5] yang berarti agama tepat dan tegak. Islam juga disebut fitrah Allah[6] atau asal kejadiannya sesuatu, karena alam semesta dijadikan dan diatur oleh Allah, maka Allah menyatakan bahwa segala yang ada di langit dan di bumi semuanya aslama.
Dalam konteks keindonesiaan, term aslama identik dengan “islamisasi” yakni suatu proses penerimaan agama Islam dan penyebarannya lebih lanjut hingga sekarang. Islamisasi dalam konteks seperti ini, dapat pula berarti perpindahan agama atau kepercayaan yang dianut sebelumnya kepada agama Islam.[7] Dengan adanya usaha islamisasi, maka agama Islam dalam sense sejarahnya telah mengalami pertumbuhan dan perkembangan Islam dalam beberapa episod dan periodesasi.
Harun Nasution dalam membagi periodesasi sejarah per-tumbuhan dan perkembangan Islam, terdiri atas lima fase, yaitu: (1) klasik/650-1250 M; (2) disintegrasi/1000-1250 M; (3) per-tengahan/1250-1800 M; (4) tiga kerajaan besar/1500-1800 M; dan (5) modern/1800-sekarang.[8] Tiga kerajaan besar Islam[9] yang di-maksud dalam kurun waktu 1500-1800 M adalah Safawi, Usmani, dan Mughal.
Mughal adalah kerajaan Islam yang berkembang di India, tepatnya dalam kurun waktu antara tahun 1526 sampai 1748 M. Kerajaan ini, sudah mulai muncul setelah kesultanan Delhi ditaklukkan, mengiringi hancurnya imperium Abbasiyah pada pertengahan abad ke sepuluh.
Eksistensi Kerajaan Mughal di India, tentu sangat menarik untuk ditelusuri setting sejarahnya, karena ia adalah salah satu kerajaan besar Islam yang telah mewarnai sejarah peradaban umat Islam di masa silam.

B. Rumusan Masalah

Berdasar pada uraian latar belakang yang telah dipaparkan, maka permasalahan yang akan dibahas dalam makalah ini adalah sebagai berikut :
1.    Bagaimana latar belakang Kerajaan Mughal ?
2.    Bagaimana pertumbuhan dan perkembangan Kerajaan Mughal ?
3.    Bagaimana proses kehancuran Kerajaan Mughal ?

II. PEMBAHASAN

A. Latar Belakang Kerajaan Mughal

Berdirinya Kerajaan Mughal di India, melalui proses yang demikian panjang. Latar belakang sejarahnya, dapat dilihat setelah rapuhnya kesultanan Delhi (1192-1525 M), tepatnya pada periode Khalji dan Tughluq, kemudian dilanjutkan oleh keluarga Sayyid (1414-1451 M),[10] serta keluarga Lodi (1451-1512 M).[11] Pada saat itu, kondisi kekuasaan Islam di India mengalami kemunduran dan menunjukkan hal yang sangat rumit, yakni bangkitnya pikiran lama yang percaya bahwa setiap kerajaan yang merdeka adalah khalifah di tengah-tengah lingkungannya sendiri. Sebagai akibat-nya, maka muncul tokoh-tokoh sentral kerajaan dari berbagai daerah yang ada di India.
Tokoh-tokoh yang dimaksud adalah Fakhruddin Mubāraq di Begal; Syamsuddin Syah Mirza Swati di Kashmir; Zafar Khan Muzaffar di Guzarat; Mālik Sarvar di Jawanfur; Dhilavar Khan Huesin Ghuri di Malwa; dan yang terakhir adalah Ibrāhim Lodi sebagai pewaris kesultanan Delhi.[12] Tokoh sekaligus raja yang disebutkan terakhir ini, adalah bahlul dan giat atau suka ber-perang, serta bertekad untuk menegakkan kewibawaan kerajaan nya dengan cara; dia tidak mau menjadi “boneka siapa pun”.
Salah satu tindakan kurang simpatik yang telah dilakukan Dinasti Lodi adalah memenjarakan Hami Khan, seorang menteri tua yang telah membantunya naik tahta. Dia juga menumpas kepala-kepala provinsi (gubernur) yang bergolak.[13] Atas dasar itu, Alam Khan (yang masih keluarga Lodi) mencoba menggulingkan-nya dengan meminta bantuan Zahiruddin Babur (1482-1530 M), salah seorang cucu Timur Lenk dan Ferghana.[14] Permintaan itu, diterima dan bersama pasukannya menyerang Delhi pada tanggal 21 April 1526 M.[15] terjadilah pertempuran yang sangat dahsyat. Ibrahim Lodi beserta ribuan pasukannya terbunuh, kemudian Zahiruddin Babur mengikrarkan kemenangannya dan kemudian menegakkan pemerintahannya yang disebut Kerajaan Mughal.
Dengan berdirinya Kerajaan Mughal, maka Dinasti Delhi dan atau Imperium Turki telah berakhir. Namun, tidaklah berarti bahwa pemerintahan Babur sebagai raja pertama Mughal langsung eksis begitu saja.
Sejarah mencatat bahwa pada masa pemerintahan Babur, masih ditandai dua persoalan besar, yakni bangkitnya kerajaan-kerajaan Hindu dan munculnya penguasa muslim yang tidak mengakui kepemerintahan Babur. Singkat sejarah, pada tahun 1530 M, Babur meninggal dunia dengan mewariskan wilayah kekuasaan yang begitu luas dan karier politiknya kepada putra sulungnya, Humayun.[16]
Humayun memerintah antara 1530-1539 dan 1555-1556 M yang dalam periode pemerintahannya banyak diwarnai kerusuhan dan berbagai pemberontakan.[17] Hal ini dimungkinkan karena usia pemerintahan yang diwariskan ayahnya masih relatif mudah dan belum stabil, seperti ini jugalah yang terjadi sebelumnya.
Berdasar dari latar belakang sejarah Kerajaan Mughal yang telah diuraikan, kelihatan bahwa sejak berdirinya kerajaan ini di tahun 1526 sampai pada pemerintahan Humayun, belumlah mengalami perkembangan yang begitu signifikan. Namun ketika Akbar (cucu Babur) naik tahta menggantikan Humayun pada tahun 1556, barulah kerajaan ini dapat dilihat pertumbuhan dan perkembangannya.

B. Pertumbuhan Perkembangan Kerajaan Mughal

Pada masa pemerintahan Akbar (1556-1605), Kerjaraan Mughal pada mulanya mengalami kemerosotan. Ketika itu, ke-rajaan ini mengalami krisis ekonomi yang ditandai dengan masyrakatnya mengalami kelaparan, dan imperiumnya mengalami tekanan dari berbagai luar.[18] Akbar lalu membentuk landasan institusional juga landasan geografis bagi kekuatan imperiumnya.
Corak pemerintahan Mughal yang dijalankan Akbar, adalah sebuah elite militer politik yang pada umumnya terdiri dari pembesar-pembesar Afghan, Iran, dan Turki, dan muslim asli India. Meskipun elite pemerintahannya secara resmi adalah warga muslim, namun terdapat sekitar 29% warga Hindu sebagai aristokrasi Mughal, yang kebanyakan mereka adalah Hindus Rajput dan Marathas.[19] Atas kebijakan Akbar ini, maka elite pemerintah didukung secara sama oleh loyalitas dan pengabdian beberapa kelompok nasab bawahan.
Kebijakan Akbar tersebut membuat Kerajaan Mughal eksis dan mampu memperluas wilayahnya di Hidusitan dan Punjab meliputi; Gujarat, Rajasthan, Bihar, dan Bengal. Ke arah utara, ia merebut Kabul, Kashmir, Sind dan Baluchistan. Deccan juga direbutnya pada tahun 1600 M, dan meluas sampai ke ujung utara  serta beberapa propinsi merdeka di India Selatan.[20]
Dasar-dasar kebijakan sosial yang ditempuh oleh Akbar adalah menjalankan politik sulahul (toleransi universal). Dengan cara ini, semua rakyatnya dipandang sama, mereka tidak dibedakan sama sekali oleh ketentuan agama atau lapisan sosial. Di antara kebijakannya tersebut adalah :
1.    Menghapuskan jizyah bagi non muslim
2.    Memberikan pelayanan pendidikan dan pengajaran yang sama bagi setiap masyarakat, yakni dengan mendirikan madrasah-madrasah
3.    Memberi tanah-tanah wakaf bagi lembaga-lembaga sufi.[21]
4.    Membentuk undang-undang perkawinan baru, di antaranya melarang masyarakatnya kawin muda, berpoligami bahkan ia menggalakkan kawin campur antar agama.[22]
5.    Menghapuskan pajak-pajak pertanian terutama bagi pertanian-pertanian miskin, sekalipun non muslim.
6.    Menghapuskan tradisi perbudakan yang dihasilkan dari tawanan perang; dan
7.    Mengatur khitanan anak-anak.[23]
Aspek penting lainnya yang disosialisasikan Akbar adalah menciptakan Dīn Ilāhiy yang ciri-cirinya :
1.    Percaya pada ke-Esaan Tuhan
2.    Akbar sebagai khalifah Tuhan dan seorang padash (al-Insan al-kamil), ia mewakili Tuhan di muka bumi dan selalu mendapat bimbingan langsung dari Tuhan, ia terma’shum dari segala kesalahan.
3.    Semua pemimpin agama harus tunduk dan sujud pada Akbar.
4.    Sebagai manusia padash, ia berpantangan memakan daging (vegetarian).
5.    Menghormati api dan matahari sebagai simbol kehidupan.
6.    Pada hari ahad sebagai hari resmi ibadah.
7.    “Assalamualaikum” diganti “Allahu Akbar” dan “Alaikum salam” diganti “jalla jalalah”. [24]
Di antara faktor-faktor yang mendorong Sultan Akbar menciptakan “Dīn Ilahy” adalah sebagai berikut;
1.     Para ulama dan pemimpin agama saling berbeda pendapat mengenai masalah-masalah keagamaan. Mereka saling mengecam dan berpecah belah.
2.     Keadaan rakyat dan penganut agama-agama di India semakin fanatik karena pengaruh tokoh-tokoh agama, bahkan rakyat tidak sedikit saling bertikai.
3.     Pengaruh penasihat-penasihat agama dan politik Sultan Akbar, diantaranya Abu Fadhl, Mir Abdul Latif (Persia) dan Syaikh Mubaraq yang membiarkan bahkan tidak jarang mendorong Akbar berpikir bebas dan radial.[25]
Sebenarnya masih banyak kebijakan-kebijakan lain yang umumnya lebih mementingkan persatuan politik, sekalipun dengan banyak mengorbankan nilai-nilai syariah Islam. inilah perode yang betul-betul “sinkretik” membumi di India, suatu usaha “pemerintahan Islam” untuk bisa diterima di kalangan rakyat India. Sultan Akbar ingin menembus batas-batas terdalam tradisi Hindustik dan agama-agama lain di India. Ia meninggal pada tahun 1605 M setelah menderita sakit yang cukup parah (karena kawan-kawan dekatnya dibunuh oleh anaknya Jahangir mungkin disebabkan adanya rasa cemburu yang terlalu banyak sehingga memengaruhi ayahnya). Kemajuan-kemajuan yang telah dicapainya dapat dipertahankanoleh sultan-sultan selanjutnya, antara lain Jahangir (1605-1627M), Syah Jehan (1628-1658 M), dan Aurangzeb.
Pada masa Jahangir dan Syah Jehan kondisi Kerajaan Mughal masih tetap stabil dan terkendali sebagaimana halnya pada masa Akbar. Kemajuan yang dialaminya pun hampir sama dengan masa sebelumnya. Bahkan Jahid Haji Sidek menyatakan bahwa khusus pada masa Syah Jehan wilayah Kerajaan Mughal sudah sampai melampai batas-batas India, seperti Kandahar, Balks, Badakan, dan Samarkand. Kesan-kesan keberhasilannya diwarnai dengan suksesnya menata politik kenegeraannya. Pembangunan ekonomi dimulai dari pengembangan sistem irigasi. Perdagangan ia kembangkan dengan sistem ekspor-impor dari industri-industri seperti tekstil, keramik dan kerajinan tangan lainnya.[26]
Setelah melewati masa pemerintahan Jahangir dan Syah Jehan, maka imperium selanjutnya berada di tangan Aurangzeb (1658-1707 M). Tidak dapat dinafikan bahwa pada masa ini, Kerajaan Mughal tetap mengalami kemajuan dalam berbagai. Namun kemajuan yang dicapainya adalah masih warisan dari masa imperium sebelumnya.[27] Aspek yang paling menonjol pada masa Aurangzeb adalah dia memberlakukan pajak kepala terhadap warga non-muslim, juga memerintahkan penghancuran patung-patung Hindu.[28] Dengan sikapnya seperti itu, menimbulkan kebencian warga Hindu terhadap Aurangzeb. Dari sinilah mulai babak kemunduran Kerajaan Mughal, oleh karena pemerintah tidak mendapat simpati lagi di kalangan sebagian masyarakat.
C. Proses Kehancuran Kerajaan Mughal
Setelah Aurangzeb wafat pada tahun 1707, Kerajaan Mughal mulai di perintah oleh generasi-generasi yang lemah. Di sinilah mulai dapat dilihat babak kemunduran dan bermuara pada kehancuran Kerajaan Mughal dalam pentas sejarah Islam.
Dalam situasi politik yang berubah, terjadi serangkaian per-tempuran memperebutkan suksesi pasca kematian Aurangzeb. Pada awal abad VIII beberapa daerah akhirnya menjadi negara-negara independen. Di beberapa daerah India lainnya, terbentuk sejumlah rezim yang di bawah kekuasaan raja-raja Hindu. Para pembesar Hindu tersebut merebut kekuasaan Rajashtan. Di Punjab, beberapa kelompok keagamaan dan etnis seperti Sikh dan Jat mendirikan rezim lokal. Pada pertengan abad tersebut, tokoh-tokoh kelompok Maratha, Sikh dan Afghan di wilayah Utara bertempur untuk merebut kekuasaan atas sisa wilayah imperium Mughal yang nyaris tenggelam.[29]
Selanjutnya, kelompok Maratha mengkonsulidasikan wilayah India Tengah dan Utara dan membentuk lima pemerintahan yang independen. Pada tahun 1739 Nadhir Shah, merebut kekuasaan atas Kabul dan menundukkan kota Delhi. Rezim Mughal kemudian tidak berdaya, namun pada tahun 1761 kekuataan Maratha dikalahkan oleh Ahmad Sha Durrani. Akibatnya, kelompok Sikh memperluas wilayahnya di Punjab antara tahun 1750 sampai 1674, dan mendirikan sebuah pemerintahan baru dengan Ibu Kotanya Lahore.[30] Akhirnya, terbukalah jalan bagi tumbuh berkembangnya Inggris sebagai kekuatan terbesar di India, ter-utama dalam bidang perdagangan.
Munculnya kekuatan Inggris di India, merupakan babak akhir detik-detik kehancuran Mughal. Transformasi kedudukan Inggris di India mendapatkan restu, terutama dari negeri-negeri anak benua India.[31] Salah satu alasan berkuasanya Inggris di sana oleh karena pengaruhnya yang sangat menonjol dalam bidang perdagangan dan bidang-bidang perekonomian pada umumnya, yang memang sangat diharapkan oleh masyarakat setempat.
Menurut Badri Yatim, sebenarnya tetap ada perlawanan ter-hadap Inggris yang ingin monopoli bidang perekonomian tersebut di Mughal dengan cara peperangan. Tetapi Inggris mendapat sokongan kuat dari raja-raja Hindu yang memang telah eksis ketika itu, Inggris dengan menguasai Mughal.[32]
Berdasarkan uraian-uraian di atas, maka dapat dipahami bahwa faktor utama yang menyebabkan kekuasaan Mughal mundur, sampai mengalami kehancuran adalah terjadinya stagnasi dalam membina kerukunan antar umat beragama pada masa Aungrazeb. Dalam keadaan demikian, maka penganut agama-agama lain terutama Hindu merasa tersisih, dan di samping itu pula, kehadiran Inggris di India (Mughal) tidak bisa terkontrol dalam upaya menguasai bidang perekonomian. Sebagai akibatnya, maka Kerajaan Hindu, dan bahkan agama Hindu pasca Aurangzeb mengalami perkembangan, seiring dengan datangnya Inggris ketika itu. Sementara Kerajaan Mughal dan agama Islam, sudah tersisihkan dan inilah babak terakhir kehancuran Mughal.
III. KESIMPULAN
Berdasar pada permasalahan yang telah ditetapkan dan kaitannya dengan uraian-uraian yang telah dipaparkan, maka dapat dirumuskan beberapa kesimpulan sebagai berikut:
1.   Latar belakang berdirinya kerajaan Mughal, adalah kelanjutan dari Kerajaan Delhi. Kerajaan Mughal ini, terbentuk melalui kemenangan Babur dan diperkokoh pada masa pemerintahan Akbar (1556-1605).
2.   Dengan memerintahnya Akbar, maka kerajaan Mughal meng-alami kemajuan yang sangat siginifikan, terutama dalam keagamaan, sosial, dan politik. Keadaan seperti ini berlanjut sampai masa Jahangir dan Syah Jehan. Setelah pemerintahan Jahangir dan Syah berakhir, maka Mughal diperintah oleh Aurangzeb.
3.   Di masa pemerintahan Aurangzeb dan pasca Aurangzeb, Ke-rajaan Mughal mengalami kemunduran yang ditandai dengan berdirinya daerah-daerah merdeka di segenap wilayah India, dan masuknya Inggris di wilayah tersebut, sampai akhirnya Kerajaan Mughal hancur, kemudian kekuasaan diambil oleh pemerintahan Hindu. []
DAFTAR PUSTAKA

Al-Qur’ān al-Karim
Lapidus, M. Ira. A. History of Islamic Societes diterjemahkan oleh Ghufran A. Mas’adi dengan judul Sejarah Sosial Umat Islam. Cet. III; Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2003.
Mahmudunnasir, Syed.Islam; Its Concepts and History diterjemah-kan oleh Adang Affandi dengan judul Islam; Konsepsi dan Sejarahnya. Cet. IV; Bandung: Rosdakarya, 1994.
Nasution, Harun. Pembaharuan dalam Islam; Sejarah Pemikiran dan Gerakan. Jakarta: Bulan Bintang, 1975
Sewang, Ahmad M. Islamisasi Kerajaan Gowa; Abad XVI sampai Abad XVII. Cet. II; Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2005.
Sidek, Jahid Haji. Strategi Menjawab Sejarah Islam  “terjemahan”. Kuala Lumpur: Nuirin Interprise, 1984.
Syalabi, Ahmad. Mausu’ah Tarikh al-Islam wa al-Hadharah al-Islam, Juz II. Cet. VI; Kairo: al-Nahdlah al-Misriah, 1978.
Thahir, Adjib. Perkembangan Peradaban Islam di Kawasan Dunia Islam. Cet.I; Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2004
Yatim, Badri. Sejarah dan Peradaban Islam. Jakarta: Rajawali Pres, 1993.









KeraJAAN MUGHAL
AH. SEWANG,RAHIM YUNUS
SEJ. PERADABAN ISLAM semester II

Mughal



[1]Lihat QS. al-Hadīd (57): 9 dan QS. al-Thalāq (65): 11.
[2]Lihat QS. Ali Imran (3): 110
[3]Lihat QS. Ali Imrān (3): 83
[4]Lihat QS. al-Saf (61): 9
[5]Lihat QS. al-Taubah (9): 36.
[6]Lihat QS. al-Rūm (30): 39. 
[7]Uraian lebih lanjut tentang “Islamisasi”, lihat Ahmad M. Sewang, Islamisasi Kerajaan Gowa; Abad XVI sampai Abad XVII (Cet. II; Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2005), h. 5-6
[8]Harun Nasution, Pembaharuan dalam Islam; Sejarah Pemikiran dan Gerakan (Jakarta: Bulan Bintang, 1975), h. 13-14.
[9]Konsep Islam tentang kerajaan pada prinsipnya berasal dari tradisi Muslim Iran. Naskah Barani (w. 1360) mengenai sistem kerajaan diawali dengan sebuah pasal tentang tujuan moral dari eksistensi manusia sebagai realisasi praktik Islam yang lurus. Seorang raja muslim haruslah bertanggungjawab atas ketertiban, kestabilan, dan atas keamanan, serta kemakmuran rakyat. Uraian lebih lanjut, lihat A. Syalabi, Mausu’ah Tarikh al-Islam wa al-Hadharah al-Islam, Juz II (Cet. VI; Kairo: al-Nahdlah al-Misriah, 1978), h. 20.
[10]Pada periode ini, Islam mulai dimunculkan yang memindahkan kekuasaan dari India Utara ke India Tengah sebagai upaya pengontrolan wilayah Selatan.
[11]Keluarga Sayyid ini masih dari keluarga Turki yang diberi kekuasaan dan ke-percayaan oleh sultan-sultan sebelumnya.
[12]Adjib Thahir, Perkembangan Peradaban Islam di Kawasan Dunia Islam (Cet.I; Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2004), h. 202
[13]Uraian lebih lanjut, lihat Syed Mahmudunnasir, Islam; Its Concepts and History diterjemahkan oleh Adang Affandi dengan judul Islam; Konsepsi dan Sejarahnya (Cet. IV; Bandung: Rosdakarya, 1994), h. 345-346
[14]Lihat Badri Yatim, Sejarah dan Peradaban Islam (Jakarta: Rajawali Pres, 1993), h. 147
[15]Ibid., lihat juga Adjib Thahir, op. cit., h. 203.
[16]Badiri Yatim, ibid., h. 148. Adjib Thahir, ibid., h. 203-204.
[17]Syed Mahmudunnasir, op. cit., h. 351
[18]Ibid., h. 355
[19]Lihat M. Ira Lapidus, A. History of Islamic Societes diterjemahkan oleh Ghufran A. Mas’adi dengan judul Sejarah Sosial Umat Islam (Cet. III; Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2003), h. 695
[20]Ibid.
[21]Adjib Thohir, op. cit., h. 205
[22]Mengenai gagasan perkawinan ini, Akbar sendiri menikah dengan putri raja-raja Hidnu. Dengan cara ini, ia bisa menarik simpatik kalangan masyarakat Hindu dan ia dianggap sebagai pahlawan bagi kelompoknya.
[23]Adjib Thohir, loc. cit.
[24]Ibid., h. 206
[25]Ibid., h. 207
[26]Lihat Jahid Haji Sidek, Strategi Menjawab Sejarah Islam  “terjemahan” (Kuala Lumpur: Nuirin Interprise, 1984), h. 245-246.
[27]Adjib Thohir, op. cit., h. 211-212.
[28]Ira M. Lapidus, op. cit., h. 711.
[29]Ibid., h. 713-714
[30]Ibid..
[31]Ibid., h. 715
[32]Badri Yatim, op. cit., h. 159.

Tidak ada komentar:

Sekilas Info

« »
« »
« »

Páginas