Dari waktu ke waktu adalah penting
untuk menarik sebuah perhitungan mengenai ide-ide kita dan posisi-posisi
teoritis kita. Bagaimana setelah berlalu 50 tahun hal-hal tersebut terwujud
dalam praktek? Jika ada satu kontribusi utama dari tendensi kita terhadap
Marxisme, ini adalah analisis kita mengenai revolusi kolonial dan perkembangan
Bonapartisme kaum proletar, dimulai dengan analisis kita mengenai revolusi Cina
setelah 1945. Hal ini benar-benar kebuntuan kapitalisme di negara-negara ini
dan tekanan kebutuhan massa untuk adanya sebuah jalan maju yang telah
memunculkan fenomena Bonapartisme kaum proletar. Hal ini berkaitan dengan
sejumlah faktor-faktor yang berlainan. Di tempat pertama, kebuntuan komplit di
masyarakat di negara-negara terbelakang dan ketidakmampuan kaum borjuis kolonial
untuk menunjukkan jalan maju. Kedua, ketidakmampuan dari imperialisme untuk
memelihara kontrolnya dengan cara-cara lama yaitu aturan milliter-birokratik
secara langsung. Ketiga, tertundanya revolusi kaum proletar di negara-negara
kapitalis yang maju dan lemahnya faktor subyektif . Terakhir, adanya rezim yang
amat kuat dari Bonapartisme kaum proletar di Uni Soviet.
Kemenangan USSR dalam Perang Dunia
Kedua, dan menguatnya Stalinisme setelah Perang itu dengan perluasan dari
Stalinisme ini ke wilayah Eropa Timur, serta kemenangan revolusi Cina, adalah
keseluruhan faktor yang terkombinnasi menjadi kondisi yang mendukung
perkembangan Bonapartisme kaum proletar sebagai sebuah varian konyol dari
revolusi permanen yang hanya dimengerti oleh tendensi kita. (Bonapartisme kaum
proletar) ini adalah fenomena yang sebelumnya sungguh tidak pernah terjadi dan
tidak pernah diharapkan adanya. Tidak ada tempat dalam Marxisme klasik yang
bahkan pernah mempertimbangkan sebagai suatu kemungkinan teoritis, bahwa sebuah
perang kaum tani dapat memimpin terjadinya pendirian sebuah negara pekerja,
bahkan negara milik pekerja yang dideformasi. Meski demikian, inilah tepatnya
yang muncul di Cina, lalu menyusul di Kuba dan Vietnnam.
Kami mengkarakterisasikan revolusi
Cina sebagai kejadian terbesar kedua dalam sejarah, setelah revolusi Rusia di
tahun 1917. Kejadian itu mempunyai efek yang luar biasa besar dalam
perkembangan selanjutnya dari revolusi di daerah-daerah jajahan. Tetapi
revolusi Cina ini tidak mengambil tempatnya di atas garis klasik revolusi Rusia
tahun 1917 ataupun revolusi Cina tahun 1925-27. Kelas buruh tidak memainkan
peran penting apapun. Mao meraih kekuasaan di atas basis perang kaum tani yang
gagah berani, sesuai tradisi Cina. Satu-satuya cara Mao bisa memenangkan perang
saudara di tahun 1944-49 adalah dengan menawarkan sebuah program mengenai
pembebasan sosial kepada para bala tentara petani dari Chiang Kai-Shek, yang
dipersenjatai dan disokong oleh imperialisme Amerika. Tetapi para pemimpin
Stalinis dari Tentara Merah kaum tani tidak memiliki perspektif mengenai hal
memimpin keum buruh menuju kekuasaan sebagaimana dilakukan Lenin dan Trotsky
tahun 1917. Ketika bala tentara petani Mao sampai di kota-kota, dan secara
spontan kaum buruh menduduki pabrik-pabrik dan memberi lambaian selamat kepada
bala tentara Mao dengan lambaian bendera merah, Mao memberikan perintah bahwa
demonstrasi-demonstrasi tersebut harus ditekan dan para buruh tersebut
ditembaki.
Awalnya, Mao tidak bermaksud untuk
melakukan penyitaan terhadap kapitalis-kapitalis Cina. Perspektifnya untuk
revolusi Cina tertuang dalam sebuah pamflet berjudul On New Democracy yang di
dalamnya ia menulis bahwa revolusi sosialis adalah bukan tugas mendesak di
Cina, dan satu-satunya perkembangan yang dapat diberi tempat adalah sebuah
perekonomian campuran, yaitu kapitalisme. Ini adalah teori Menshevik "dua
tahapan" klasik yang telah diadopsi oleh birokrasi Stalinis dan telah
menggiring kekalahan revolusi di Cina tahun 1925-27. Tetapi kita memahami bahwa
di bawah kondisi-kondisi kongkrit yang telah berkembang waktu itu, harusnya Mao
akan terdorong untuk melakukan penyitaan kapitalisme.
Tidak hanya itu, tetapi kita jauh-jauh
hari telah memprediksikan kenyataan bahwa Mao akan terpaksa putus hubungan
dengan Stalin. Di awal tahun 1949 kita telah menulis : "Fakta bahwa Mao
memiliki massa murni yang basisnya independen dari Tentara Merah Rusia dalam
semua kemungkinan akan menyediakan basis independen untuk pertama kalinya bagi
Stalinisme Cina yang akan tidak lebih lama lagi bergantung pada Moskow.
Sebagaimana Tito, begitu pulalah dengan Mao, meski bagaimanapun peran Tentara
Merah di Manchuria, Stalinisme Cina kini mengembangkan dasar yang independen.
Sebab aspiirasi-aspirasi nasional dari massa di Cina, perjuangan tradisional melawan
dominasi asing, kebutuhan ekonomi negeri, dan di atas semua itu, dasar yang
kokoh dalam aparatus negara yang independen, kebahayaan mengenai munculnya
seorang Tito yang baru dan perkasa di Cina merupakan satu faktor yang
menimbulkan kecemasan di Moskow (...)
"Bagaimanapun, subordinasi
terhadap ekonomi Cina untuk keuntungan birokrasi Rusia, dengan berbagai upaya
menempatkan boneka-boneka di dalam kontrol Moskow, yang boneka-boneka ini akan
sepenuhnya berporos ke Moskow &endash;dengan kata lain, penindasan nasional
terhadap Cina&endash; akan menciptakan dasar yang besar sekali
signifikasinya bagi perpecahan dengan Kremlin. Dengan aparatus negara yang
independen dan kuat, dengan kemungkinannya melakukan manuver terhadap kaum
imperialis Barat (yang akan mencari negoisasi dengan Cina untuk hal perdagangan
dan mendorong perpecahan antara Peking dan Moskow), dan dengan dukungan massa
Cina yang menganggapnya sebagai pemimpin yang jaya dalam melawan Kuomintang,
Mao akan memiliki point-point dukugan yang kuat dalam hal melawan Moskow.
"Usaha-usaha ngotot Stalin untuk
mencobakan dan mencegah perkembangan ini akan memperunyam, mempercepat dan
mengintensifkan kemarahan serta konflik." (Reply to David James, dicetak
kembali dalam E. Grant, The Unbroken Thread, hal. 304.)
Baris-baris ini ditulis lebih dari
satu dekade sebelum pecahnya konflik Sino-Soviet, ketika birokrasi-birokrasi
Cina dan Rusia terlihat sebagai konco nan tak terpisahkan.
Kemenangan laskar petani Mao di Cina
terjadi akibat sejumlah faktor: kebuntuan total dan menyeluruh dari kapitalisme
dan pertuantanahan di Cina, ketidakmampuan Cina melakukan intervensi sebab di
pasukan tempur kaum imperialis setelah Perang Dunia kedua terdapat ketakutan
akan perang, dan juga sebab daya tarik kekuatan kolosal dari nasionalisasi
rencana ekonomi di Rusia Stalinis yang menunjukkan superioritasnya selama
perang melawan Jerman di bawah kepamimpinan Hitler.
Fakta bahwa kaum tani digunakan untuk
memikul sebuah revolusi sosial adalah sebuah perkembangan yang sepenuhnya baru
dalam sejarah Cina. Cina adalah negeri yang peran kaum taninya sudah menjadi
hal klasik, di mana perang ini terjadi pada interval-interval beraturan tetapi
bahkan ketika perang-perang ini berjaya ini semata akibat dalam fusi
elemen-elemen kepemimpinan dari laskar petani dengan kaum elit di perkotaan,
akibat dari pembentukan suatu dinasti yang baru. Perang petani adalah sebuah
lingkaran setan yang menjadi karakter sejarah orang Cina selama lebih dari
2.000 tahun. Tetapi di sini kita mempunyai sebuah titik balik yang fundamental.
Tentara petani di bawah kepemimpinan Mao mampu menggebuk kapitalisme dan mampu
menciptakan suatu masyarakat di atas imaji Moskow pimpinan Stalin. Tentu saja,
tidak akan ada hal mengenai negara pekerja yang sehat sebagaimana di Rusia pada
bulan November tahun 1917 telah didirikan dengan cara yang sedemikian rupa.
Untuk terjadi seperti apa yang ada di Rusia itu, partisipasi aktif dan
kepemimpinan kelas buruh amat diperlukan. Tetapi suatu tentara kaum tani, tanpa
kepemimpinan dari kelas buruh, adalah instrumen klasik dari Bonapartisme, bukan
kekuatan kaum buruh. Revolusi Cinna di tahun 1949 bermulai pada saat revolusi
Rusia telah berakhir. Jadinya tidak ada masalah mengenai dewan-dewan buruh atau
demokrasi milik kaum buruh. Sejak awalnya revolusi Cina adalah sebuah negara
pekerja yang terdeformasi secara mengerikan. Tendensi kita menggarisbawahi
bahwa pada skala dunia, satu-satunya kelas yang dapat mengadakan kemenangan
bagi sosialisme adalah kaum proletariat.
Sekali Mao meraih kekuasaan dan menciptakan
suatu aparatus negara di atas basis hierarki Tentara Merah dia tidak memiliki
kebutuhan apapun untuk menggalang persahabatan antara dirinya sendiri dengan
kaum borjuis. Dalam sebuah cara yang tipikal milik kaum Bonapartis, Mao
menyamaratakan antara kelas-kelas yang berbeda. Mao bersandar kepada kaum tani
dan pada bidang-bidang tertentu ia bersandar kepada kelas buruh untuk menyita
hak kaum kapitalis. tetapi sekali kaum kapitalis ini telah dikalahkan, kemudian
Mao mulai mengeliminir elemen apapun yang mungkin eksis dari demokrasi buruh.
Fenomena ini dimungkinkan adanya adalah sepenuhnya karena kekosongan revolusi
di tingkat dunia dan kebuntuan masyarakat. Mao memiliki contoh yang amat kuat
dari Stalinisme di Rusia, di mana sebuah birokrasi yang kuat menggerogoti
rencana perekonomian dan menarik keuntungan dari hal itu hingga iapun
memutuskan untuk mengikuti model yang sama. Walau karakternya dideformasi
habis-habisan, Revolusi Cina biar bagaimanapun juga tetap menyajikan satu
langkah maju yang amat besar bagi ratusan juta orang yang telah diperbudak oleh
imperialisme.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar