Lanjutan Marxisme dan Perjuangan Melawan Imperialisme
Teori revolusi permanen pertama
dikembangkan oleh Trotsky di awal 1904. Revolusi permanen, sambil menerima
bahwa tugas-tugas objektif yang menghadang pekerja Rusia adalah tugas-tugas
revolusi demokratik kaum borjuis, juga secara bersamaan menjelaskan bagaimana
di dalam sebuah negara terbelakang dan di dalam jaman imperialisme,
"borjuasi nasional", di satu sisi berkaitan secara tak dapat
dipisahkan dengan feodalisme yang tersisa sekaligus juga di sisi lainnya
berkaitan dengan kapital milik kaum imperialis, dan oleh karena itu borjuasi
nasional sepenuhnya tidak mampu mengemban tugas historis apapun. Kebusukan kaum
borjuis liberal dan peran kontra revolusioner mereka dalam revolusi borjuis
demokratis telah diamati oleh Marx dan Engels. Dalam artikelnya Borjuasi dan
Kaum Kontra-Revolusi (1848), Marx menulis :
"Borjuasi Jerman telah berkembang
dengan begitu malas, secara berat dan lamban di saat di mana dengan terancam ia
menghadapi feodalisme dan absolutisme, ia juga melihat dirinya begitu terancam
berhadapan dengan kaum proletar serta segala faksi warga kota yang memiliki
berbagai kepentingan dan ide-ide yang bersaudaraan dengan ide serta kepentingan
yang dipunyai kaum proletar. Dan ia melihat kesatuan tempur yang amat
bermusuhan dnegannya bukanlah satu kelas di belakangnya, melainkan
seluruh Eropa di hadapannya. Borjuasi Prusia bukanlah, sebagaimana
borjuasi Perancis di tahun 1789, kelas yang merepresentasikann seluruh
masyarakat modern vis-a-vis wakil-wakil masyarakat lama, monarki dan
kaum bangsawan. Ia telah terbenam ke level sejenis lapisan sosial pemilik
tanah, menentang kerajaaan sama jelasnya dengan ia menentang rakyat, ingin
sekali menjadi oposisi bagi keduanya. Ragu-ragu melawan tiap lawannya,
sendirianlah ia, sebab ia senantiasa melihat keduanya tadi di belakang atau di
depannya; ia merosot hingga mengkhianati rakyat dan berkompromi dengan
wakil-wakil kerajaan yang berasal dari masyarakat lama sebab ia sendiri milik
masyarakat lama." (Karl Marx, Borjuasi dan Kaum Kontra Revolusi, MESW,
volume 1, halaman 140-1).
Marx menjelaskan, borjuasi tidak
mencapai kekuasaan sebagai hasil dari kerja keras revolusionernya sendiri,
melainkan sebagai sebuah hasil dari gerakan massa di mana dalam gerakan ini ia
tidak memainkan peranan apa-apa. Borjuasi Prusia terlempar ke ketinggian
kekuasaan negara, bagaimanapun juga tidak dengan cara hal itu diinginkannya,
yaitu dengan sebuah tawar menawar yang damai dengan kerajaan, melainkan dengan
sebuah revolusi." (Karl Marx, Borjuasi dan Kaum Kontra Revolusi, MESW,
volume 1, halaman 138).
Bahkan dalam jaman revolusi borjuis
demokratik di Eropa, Marx dan Engels tanpa ampun membuka kedok peran kontra
revolusioner, pengecut, dari borjuasi dan menitikberatkan keharusan bagi para
pekerja untuk memelihara suatu kebijakan mengenai independensi kelas
sepenuhnya, tidak hanya independensi dari kaum borjuis liberal, tetapi juga
dari kaum demokrat borjuis kecil:
"Kaum Proletar, atau partai yang
benar-benar revolusioner," tulis Engels, "berhasil hanya dengan amat
bertahap dalam penolakan massa kelas pekerja terhadap pengaruh kaum demokrat
yang memiliki ikatan yang dibangun saat permulaan revolusi. Dalam waktu yang
pasti, kelemahan hati dan kepengecutan para pemimpin kaum demokratik melakukan
langkah mundur, dan sekarang mungkin yang bisa dikatakan sebagai satu dari
hasil-hasil utama ledakan tahun kemarin adalah bahwa di manapun kelas pekerja
terkonsentrasi dalam apapun yang serupa massa yang sangat besar, mereka
sepenuhnya terbebaskan dari bentuk pengaruh demokrasi yang menggiring mereka ke
dalam serial blunder dan kesialan tak ada akhirnya sepanjang 1848 dan
1849." (F. Engels, Revolusi dan Kontra Revolusi di Jerman, MESW, volume 1,
halaman 332.)
Situasi itu lebih jelas lagi saat ini.
Borjuasi nasional di negara-negara kolonial amatlah terlambat masuk ke dalam
babakan sejarah, ketika dunia telah terbagi-bagi di antara kaum imperialis yang
sedikit. Ia tidak maampu memaikan peranan progresif apapun dan telah sepenuhnya
tersubordinasi kepada tuan-tuan yang dulu menjajahnya. Borjuasi yang lemah dan
merosot akhlaknya di Asia, Amerika Latin, dan Afrika terlalu bergantung kepada
modal asing dan imperialisme, untuk memajukan masyarakat. Borjuasi itu terikat
dengan ribuan benang, tidak hanya kepada modal asing tetapi juga dengan kelas
pemilik tanah yang dengannya ia membentuk suatu blok reaksioner yang
menghadirkan sebuah benteng penghadang terjadinya kemajuan. Apapun perbedaan
yang mungkin ada di antara elemen-elemen ini, semuanya tidak signifikan
dibandingkan dengan ketakutan yang menyatukan mereka untuk melawan massa. Hanya
kaum proletariat, bersekutu dengan kaum tani miskin dan kaum urrban miskin,
yang mampu memecahkan masalah-masalah di masyarakat dengan mengambil kekuasaan
ke tangannya sendiri, mengambil alih milik kaum imperialis dan borjuasi, serta
memulai tugas mentrasformasikan masyarakat di atas garis sosialis.
Dengan menempatkan dirinya di kepala
bangsa, memimpin lapisan-lapisan tertindas di masyarakat (kaum borjuis kecil di
daerah rural urban), kaum proletar dapat mengambil kekuasaan dan kemudian
mengemban tugas-tugas revolusi borjuis demokratik (terutama land reform dan
penyatuan negara, serta pembebasan negara dari dominasi asing). Bagaimanapun,
sekali telah memegang kekuasaan, kaum proletar tidak akan hanya berhenti di
situ, melainkan akan mulai mengimplementasikan cara-cara sosialis mengenai
pengambillalihan milik kaum kapitalis. Dan sebagaimana tugas-tugas ini tidak
dapat dipecahkan di dalam satu negeri melulu, khususnya tidak di sebuah negara
terbelakang, hal ini akan menjadi awal mula dari revolusi dunia. Jadi, revolusi
itu "permanen" dalam dua pengertian: sebab ia mulai dengan
tugas-tugas kaum borjuis dan berlanjut dengan tugas-tugas kaum sosialis, dan
sebab ia mulai di satu negara dan berlanjut pada tingkat internasional.
Teori revolusi permanen adalah jawaban
yang paling utuh bagi posisi kaum reformis serta kaum kolaborator kelas di
sayap kanan gerakan kaum pekerja Rusia, yaitu kaum Menshevik. Teori dua tahap
dikembangkan oleh kaum Menshevik sebagai perspektif mereka untuk revolusi
Rusia. Secara mendasar teori ini menyatakan bahwa, karena tugas revolusi adalah
tugas-tugas revolusi nasional borjuis demokratik, maka kepemimpinan dari
revolusi harus ditangani oleh borjuasi demokratik nasional. Untuk pendapatnya
sendiri, Lenin setuju dengan Trotsky bahwa kaum liberal Rusia tidak dapat
mengadakan revolusi borjuis demokratis, dan bahwa tugas ini hanya dapat
diadakan oleh kaum proletariat dalam persekutuannya dengan kaum tani miskin.
Mengikuti jejak langkah Marx, yang telah menggambarkan "partai
demokratik" kaum borjuis sebagai "jauh lebih berbahaya bagi para
pekerja daripada kaum liberal yang terdahulu", Lenin menjelaskan bahwa
borjuasi Rusia, jauh dari menjadi sekutu kaum pekerja, akan tak dapat
dielakkan lagi bersisian dengan kaum kontra revolusi.
Tahun 1905 ia menulis, "Di tengah
massa, tak akan terhindarkan, kaum borjuis pastilah mendekati kontra revolusi
dan melawan rakyat secepat kepentingan-kepentingannya yang picik dan mau menang
sendiri itu bertemu, secepat itulah ia 'mencelat' dari demokrasi konsisten (dan
ia memang telah berkecut hati karena ini!)".; (Lenin, Selected Works,
volume 9, halaman 98.)
Dalam pandangan Lenin, kelas mana yang
mampu memimpin revolusi demokrasi-borjuis? "Tetaplah 'rakyat', yaitu, kaum
proletar dan kaum tani. Kaum proletar sendiri dapat dipercaya untuk melakukan
marching hingga ke akhir, jauh melampaui revolusi demokratik. Itulah mengapa kaum
proletar bertempur di garis depan demi sebuah republik dan dengan menghina ia
menolak saran bodoh dan tak berharga untuk mempertimbangkan kemungkinan
borjuasi mencelat mundur." (Ibid)
Dalam semua pidato dan tulisan Lenin,
peranan kontra-revolusi kaum demokratik-borjuis Liberal selalu ditekankan,
terus menerus. Bagaimanapun, hingga 1917, Lenin tidak yakin bahwa kaum pekerja
Rusia akan bisa mencapai kekuasaan sebelum terjadi revolusi sosialis di Barat
&endash;ini satu perspektif yang sebelum 1917 hanya dipertahankan oleh
Trotsky. Tahun 1917 hal ini diadopsi sepenuhnya oleh Lenin dalam Tesis-tesis
April-nya. Kebenaran teori revolusi permanen secara gilang-gemilang ditunjukkan
oleh Revolusi Oktober sendiri. Kelas buruh Rusia &endash;sebagaimannna
telah diramalkan oleh Trotsky di tahun 1904&endash; meraih kekuasaan
sebelum kaum buruh dari Eropa Barat. Mereka menyelenggarakan semua tugas-tugas
Revolusi demokratik-borjuis, dan langsung memulai nasionalisasi industri dan
menempuh tugas-tugas revolusi sosialis. Kaum borjuis memainkan sebuah peranan
kontra revolusioner secara terbuka, tetapi dikalahkan oleh kaum buruh dalam
aliansinya dengan kaum tani miskin. Kemudian kaum Bolshevik membuat suatu
himbauan revolusioner kepada kaum buruh di seluruh dunia untuk mengikuti contoh
mereka. Lenin mengetahui dengan baik bahwa tanpa kemenangan revolusi di
negara-negara kapitalis yang maju, terutama Jerman, revolusi tidak dapat
bertahan dalam keadaan terisolasi, terutama di sebuah negara terbelakang
seperti Rusia. Apa yang kemudian terjadi memperlihatkan bahwa hal ini
sepenuhnya benar. Pendirian dari (Komunis) Internasional Ketiga, partai dunia
dari kaum sosialis, adalah manifestasi kongkrit dari perspektif ini.
Jikalau Komunis Internasional tetap
kukuh berada di atas posisi yang dibuat oleh Lenin dan Trotsk,y tentulah
kemenangan revolusi di tingkat dunia telah dapat dipastikan. Malangnya,
tahun-tahun pertumbuhan Komintern bertepatan dengan maraknya kontra revolusi
kaum Staslinis di Rusia, yang memiliki akibat yang sangat menghancurkan bagi
Partai Komunis di seluruh dunia. Birokrasi Stalinis, memiliki kontrol yang
mendalam di Uni Soviet, mengembangkan sebuah pandangan yang amat konservatif.
Teori bahwa sosialisme dapat dibangun dalam satu negara &endash;sebuah hal
yang amat dibenci dalam sudut padang pendirian Marx dan Lenin&endash;
sangat mencerminkan mentalitas birokrasi yang telah mengalami cukup berbagai
tekanan dan stress dari revolusi dan berusaha untuk bisa berjalan terus dengan
mengadakan tugas-tugas mengenai "membangun sosialisme di Rusia". Bisa
diikatakan, mereka ingin melindungi dan memperluas kewenangasn mereka dan tidak
"mengotori" sumber daya negara dengan cara mengejar revolusi di
tingkat dunia. Pada sisi lain, mereka takut bahwa revolusi di negara-negara lain
dapat berkembang pada garis yang sehat dan hal itu merupakan ancaman terhadap
dominasi mereka sendiri di Rusia, dan oleh karena itu pada satu tahap tertentu,
secara aktif mereka berusaha menghalang-halangi terjadinya revolusi di
tempat-tempat lain.
Daripada mengejar sebuah kebijakan
revolusioner berdasarkan pada independensi kelas, sebagaimana senantiasa
diadvokasikan Lenin, mereka mengajukan sebuah aliansi Partai Komunis dengan
"kaum borjuis progresif nasional" (dan jikalau tidak ada kum ini yang
tersedia begitu saja, mereka telah mempersiapkan diri untk melakukan intervensi
terrhadapnya) untuk mengadakan revolusi demokratik, dan setelahnya, menyusul,
di kelak kemudian hari yang jauh, saat negara telah mengembangkan perekonomian
yang menghilangkan kaum kapitalis sepenuhnya, barulah ada perjuangan demi
sosialisme. Kebijakan ini menghadirkan sebuah jurang yang sama sekali berpisah
dengan Leninisme dan sebuah titik balik kepada posisi kuno yang amat tercemar
dari Menshevisme &endash;inilah teori "dua tahapan".
Tidak ada komentar:
Posting Komentar