Peran intelektual
dalam perancangan dan perubahan sosial telah lama menjadi bahan perdebatan,
baik di Indonesia maupun di mancanegara. Secara ringkas, bisa digambarkan bahwa
sebagian berpendapat intelektual seharusnya “berumah di atas angin”. Artinya
tugas utamanya adalah bergelut dengan teori dalam bidang yang dipelajarinya di
universitas atau lembaga-lembaga penelitian. Karena peran seperti itulah yang
memang harus dimainkannya dalam proses perubahan sosial. Biarlah para politisi,
teknolog, dan ekonom saja yang terlibat dalam perancangan dan perubahan sosial.
Sebagian lainnya berpendapat bahwa intelektual seharusnya “turun ke bumi”,
berpartisipasi langsung dalam proses perancangan dan perubahan sosial.
Perdebatan yang
kelihatan terlalu “hitam-putih” itu tampaknya kini sudah mulai dilupakan. Bukan
saja karena keduanya sama-sama benar sekaligus sama-sama salah, atau karena
masing-masingnya punya kelemahan epistemologis sekaligus saling melengkapi,
tetapi juga karena terlalu “hitam-putih” dan terlalu “steril”, sementara
kondisi-kondisi sosial dan politik yang menjadi latar belakangnya terus
berubah.