Jumat, 06 Juli 2012

BEBAN HUTANG

Lanjutan Marxisme dan Perjuangan Melawan Imperialisme

Eksploitasi berlebihan terhadap Dunia Ketiga, yang makin intensif setelah keruntuhan Stalinisme, mempunyai arti terjadinya perpindahan kekayaan dari negara-negara ini ke peti penyimpanan uang milik perusahan-perusahaan multinasional raksasa dan bank-bank. Hal ini dapat terlihat pada beban hutang yang telah mencapai proporsi yang bahkan sebelum pertemuan G-8 di Birmingham (Mei 1998) telah ada beberapa pembicaraan mengenai inisiatif keringanan pinjaman bagi beberapa negara termiskin. Di akhir pertemuan itu tidak ada satupun inisiatif disetujui. Bank Dunia &endash;tanpa membicarakan pengembalian hutang yang sebenarnya, juga telah memulai sebuah program HIPC (Highly Indebted Poor Countries) yang bertujuan untuk memotong beban hutang 41 negara yang membelanjakan lebih dari 20 persen pendapatan ekspor mereka untuk pembayaran bunga hutang.


Semua rencana ini tidaklah lahir dari niat baik dan kemurahan hati para eksekutif Bank Dunia dan IMF. Ada tiga alasan utama untuk hal ini. Yang paling pertama adalah sangat tidak mungkin bahwa negara-negara ini akan pernah mampu membayar hutang mereka. Oleh karena itu, mereka (IMF dan Bank Dunia) telah memutuskan untuk mengenali realita dan membuat pemerintahan-pemerintahan dunia Barat mengembalikan apa yang dipinjamnya dari bank-bank penyandang dana dengan uang para pembayar pajak. Dalam cara ini bank tidak pernah kalah. Tujuan utama dari inisiatif-inisiatif keringanan hutang ini adalah, di satu sisi, untuk memaastikan bahwa para bankir memperoleh kembali uang mereka, dan di sisi lain, untuk mengangkat negara-negara yang banyak hutang ini ke suatu posisi di mana mereka bisa meminta lebih banyak pinjaman! Kedua, jumlah hutang yang dipinjam oleh negara-negara penghutang terbesar ini, sebagai sebuah persentase dari total pinjaman negara-negara yang dulunya negara-negara jajahan, adalah sangat kecil. Dan yang ketiga, rencana-rencana keringanan tadi datang bersama-sama dengan banyak sekali syarat-syarat terkait. Negara-negara yang terlibat harus melaksanakan "rekomendasi-rekomendasi" (yaitu, perintah) dari IMF.

Rencana Penyesuaian Struktural (SAPs, Structural Adjustment Plans) IMF yang terkenal sekarang telah berjalan cukup lama hingga dapat mengetahui apa konsekuensi-konsekuensinya. Sebagai satu contoh, Zambia adalah sebuah negara yang relatif berkembang dengan sekolah-sekolah dan rumah sakit-rumah sakit, pelayanan pendidikan, serta sebuah infrastruktur modern yang dibangun terutama di atas basis pendapatan dari pertambangan tembaga. Sepuluh tahun pelaksanaan "penyesuaian struktural" menggiring angka harapan hidup jatuh dari 54,4 tahun di tahun 1991 menjadi 42,6 tahun di tahun 1997. Angka melek huruf berkurang, dan sebagai akibat langsung dari naiknya biaya rumah sakit sekarang tercatat 203 kematian bayi per 1.000 kelahiran dibandingkan 125 di tahun 1991. Akses mendapatkan air bersih juga berkurang, dan 98,1 persen jumlah penduduk hidup atas 2 USD per hari atau malah kurang. Hutang negara mewakili 225 persen GDP (Gross Domestic Product). Oleh karena itu, sama sekali tidak mengejutkan bahwa baru-baru ini terjadi kerusuhan pangan di Zambia &endash; juga di negara-negara yang lain, seperti Zimbabwe dan Tanzania.

Beban hutang negara-negara termiskin di dunia menghabiskan 94 persen pendapatan ekonomi per tahun mereka. Untuk negara-negara yang termasuk dalam program HIPC gambaran ini berkisar 125 persen. Dibandingkan pendapatan hasil ekspor, persentase hutang telah mencapai tingkat yang belum pernah terdengar: Somalia 3.671 persen, Guinea-Bissau 3.509 persen, Sudan 2.131 persen, Mozambik 1.411 persen, Ethiopia 1.377 persen, Rwanda 1.374 persen, Burundi 1.131 persen. Dan jauh dari membaik, situasi secara nyata malah makin memburuk. Tahun 1980 total jumlah hutang dari negara-negara belum berkembang adalah 600 miliar USD. Di tahun 1990 jumlah itu naik hingga 1,4 triliun USD dan tahun 1997 jumlah itu secara mengagetkan menjadi 2,17 triliun USD. Adalah penting untuk mencatat bahwa dalam periode 1990-97, ketika jumlah hutang total naik 770 miliar US dollar, negara-negara ini sebenarnya telah membayar 1,83 triliun US dollar hanya untuk bunga hutang. Sebuah gambaran yang lebih bersifat skandal licik akan muncul jika kita membandingkan pembayaran bunga hutang dengan bantuan yang diterima negara-negara ini, yaitu untuk satu dollar yang mereka terima dalam bantuan, mereka membayarkan kembali 11 dollar untuk bunga hutang.

Akibat-akibat situasi ini jelas. Situasi di seluruh Afrika Sub-Sahara adalah mimpi buruk. Menurut The Economis (6/6/98), "Hampir setengah dari 760 juta orang yang di benua ini 'amat sangat miskin', bertahan hidup, diungkapkan oleh ADB (Bank Pembangunan Afrika), atas kurang dari 1 dollar per hari. Walaupun terdapat tanda-tanda yang membesarkan hati dalam beberapa bagian benua, rata-rata pertumbuhan GDP nyata turun di tahun 1997 menjadi 3,7 persen dari 5 persen di tahun sebelumnya. Kesembuhan Afrika masih rapuh dan tatap sama rentan dengan sebelumnya terhadap harga-harga komoditas dan iklim ekonomi yang memburuk. Globalisasi perdagangan dunia... dapat menekan ekonomi benua ini jauh melampaui margin batasnya. Menurut Bank Dunia Afrika hanya menarik minat 1,5 persen investasi langsung milik penanam modal asing di tahun 1996. Penerima bantuan terbesar, memperoleh 32 persen dari jumlah total, adalah Nigeria yang, terpisah dari fakta mempunyai persediaan minyak bumi, tidak mereformasi ekonominya dalam cara di mana minyak bumi dikatakan oleh Bank Dunia sebagai essensial untuk menarik investasi asing." Meningkatnya tingkat pemiskinan dari penduduk di sebagian besar dunia kolonial telah memberikan kenaikan tajam pada meningkatnya jumlah kriminalitas, pasar gelap, dan "ekonomi informal". Dalam beberapa kasus, pasar gelap mewakilkan jumlah yang lebih besar dalam bidang ekonomi dibandingkan pasar resmi dan pasar gelap ini merembes ke semua bidang aparatus negara. Mereka mencoba melindungi kepentingan mereka dalam arena politik melalui kekuatan-kekuatan kaum fundamentalis dan "populis". Semua ini adalah kekuatan-kekuatan ekonomi yang dahsyat yang dalam banyak kasus memiliki kepentingan-kepentingan yang lalu menimbulkan konflik dengan kepentingan-kepentigan imperialisme. Jadi, di semua tingkatan, pembusukan kapitalisme merusak apa yang menjadi hal paling dasar bagi eksistensi umat manusiia di dua per tiga planet. Sebagaimana Lenin ingatkan, perpanjangan eksistensi kapitalisme menandai "horor tanpa akhir".

Tidak ada komentar:

Sekilas Info

« »
« »
« »

Páginas