BUDIDAYA
TIRAM MUTIARA (Pinctada maxima)
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Indonesia
memiliki potensi laut yang sangat besar dalam usaha budidaya. Potensi ini di
dukung oleh tersediannya bahan dasar yang cukup banyak, persyaratan lingkungan
yang baik, serta kondisi musim yang menguntungkan untuk berbagai jenis
komoditas laut yang akan dibudidayakan. Sala satu potensi laut dari non ikan
yang dapat di budidayakan adalah tiram mutiara (Pinctada maxima) yang
pada intinya akan menghasilkan mutiara. Allah SWT telah berfirman dalam (Surat
An-Nahl : 14) artinya : Dan Dia Allah yang menundukkan lautan (untukmu), agar
kamu dapat memakan daging yang segar (ikan) darinya, dan (dari lautan itu) kamu
mengeluarkan perhiasan yang kamu pakai. Kamu (juga) melihat perahu berlayar
padanya, dan agar kamu mencari sebagian karunia-Nya, dan agar kamu bersyukur.
Dan Allah berfirman pada surat (Fatir : 12) artinya : Dan tiada sama (antara)
dua lautan, yang ini tawar, segar, sedap diminum dan yang lain asing lagi
pahit.
Di
Indonesia kegiatan budidaya tiram mutiara sudah cukup lama berkembang. Bahkan
sampai pada saat ini ada lebih 65 perusahan, baik dalam bentuk modal asing
maupun dalam bentuk modal dalam negeri. Tuntutan utama dalam budidaya mutiara
adalah tersedianya tiram mutiara ukuran operasi dalam jumlah yang cukup, tepat
waktu, dan berkesenambungan. Namun, keuntungan penyediaan tiram tidak mungkin
hanya mengandalkan hasil penyelaman di alam, apalagi hasil penyelaman di alam
sangat fluktuatif, tergantung musim, dan ukurannya tidak seragam. Mutiara yang
ukurannya di bawah standar harus dipelihara sampai besar sehingga diperlukan
waktu dan tambahan biaya yang tidak sedikit.
Menghadapi
situasi yang demikian sangat perlu diusahakan kegiatan yang mengarah pada
kegiatan penyediaan benih melalui pembenihan buatan dihatchery. Sehingga
dapat menjadi suatu unit budidaya tiram yang akan menghasilkan produksi mutiara
yang jauh lebih besar. Akibat dari keterbatasan ini maka dalam usaha budidaya
tiram mutiara, perlu melakukan kegiatan untuk mempelajari sifat dan kebiasan
hidup tiram mutiara, baik dari persyaratan lingkungan pemeliharaan, metode atau
cara pemeliharaan dan peralatan yang digunakan untuk memproduksi mutiara yang
berkualitas. Mengingat lokasi budidaya di laut yang dipengaruhi oleh alam dan
sekitarnya, sehingga membudidayakan tiram mutiara haruslah menyesuaikan dengan
kondisi alam atau perairan sekitarnya sebagai tempat hidupnya dengan kehidupan
biologis dan fisiologis dari tiram mutiara yang dipelihara, dengan tujuan agar
tiram hidup dengan baik.
Salah
satu kendala dalam mengembangkan usaha budidaya tiram mutiara untuk
menghasilkan mutiara bulat di Indonesia adalah umunya teknologi budidaya masih
di kuasai oleh tenaga kerja asing, terutama Jepang dan sangat sedikit atau
terbatas tenaga ahli dari Indonesia. Perusahan Swasta maupun Nasional yang
mengembangkan budidaya tiram mutiara masih mengandalkan tenaga ahli dari
Jepang/asing.
Di
daerah Maluku sampai saat ini terdapat perkembangan yang pesat dalam
pembudidayaan tiram mutiara. Tiram ini merupakan salah satu produksi perikanan
yang penting yang dapat dibudidayakan bukan semata-mata untuk pengambilan
dagingnya sebagai bahan makanan direstoran, akan tetapi yang lebih diutamakan
adalah pengambilan mutiara yang terdapat didalamnya. Bisa berasal dari mutiara
alam (preparat yang tidak sengaja masuk kedalamnya), atau mutiara buatan
(preparat yang sengaja dimasukkan/dioperasikan kedalam cangkang mutiara
tersebut). Disamping itu kulitnyapun dapat dipasarkan ke luar negeri.
Sampai
saat ini di daerah maluku terdapat 5 perusahaan yang bergerak dalam bidang
budidaya tiram mutiara di laut :
1.
PT. Maluku Pearl Development dengan lokasi kepulauan Aru
2.
PT. Maney Southern Pearl dengan lokasi kepulauan Aru
3.
CV. Duta Aru Indah dengan lokasi Pulau Obi, Bacan
4.
CV . Chrisna Pearl dengan lokasi kepulauan Aru
5.
CV. Dobo Pearl dengan lokasi kepulauan Aru.
Dilihat
dari data tersebut di atas dapat digambarkan bahwa lokasi kepulauan Aru
merupakan daerah yang cocok dan sesuai untuk kegiatan budidaya tiram mutiara di
daerah Maluku Tenggara, sedangkan di daerah Maluku Utara terdapat di pulau
Bacan dan Kecematan Kao, Halmahera. Untuk urutan 1 sampai 3 tujuan usahanya
adalah pengambilan mutiaranya sedangkan urutan 4 dan 5 tujuan budidaya tiram
ini adalah untuk pengambilan kulitnya saja sebagai komoditi ekspor.
CV.
Duta Aru Indah Pulau Obi, Halmahera Selatan, Maluku Utara merupakan salah satu
industri yang bergerak di bidang perikanan yang mempunyai unit usaha pebenihan
tiram mutiara (Pinctada maxima). Unit pembenihan tiram mutiara
memanfaatkan beberapa jenis phytoplankton sebagai pakan larva tiram mutiara.
Mengingat jenis dan jumlah pakan alami yang tersedia di alam kurang mencukupi
maka diperlukan teknik yang baik untuk mengkultur phytoplankton pada skala
laboratorium (kultur murni) maupun semi masal. Tujuannya adalah untuk memenuhi
pakan alami yang mencukupi baik kualitas maupun kwantitas bagi larva tiram
mutiara sehingga mendukung keberhasilan usaha pembenihan. Oleh karena itu,
penulis mengambil judul “Teknik dan Manajemen Budidaya Tiram Mutiara (Pinctada
maxima)” di “CV. Duta Aru Indah” Pulau Obi Halmahera Selatan Maluku Utara.
B.
Tujuan
Tujuan
dari pelaksanaan Magang industri ini adalah :
1. Untuk memenuhi persyaratan akademik.
2. Untuk mengaplikasikan ilmu
pengetahuan yang telah diperoleh selama kuliah tahun pertama.
3. Dapat mengetahui aspek teknis
budidaya tiram mutiara (Pinctada maxima) secara umum dan mengetahui
teknik pemasangan inti mutiara bulat untuk menghasilkan mutiara bulat.
4. Dapat mengetahui metode pembuatan
sarana budidaya.
5. Mampu mengidentifikasi dan menelaah
fungsi-fungsi manajemen budidaya tiram mutiara (Pinctada maxima) di
lokasi praktek.
6. Mengetahui jenis dan teknik kultur
pakan alami skala murni dan semi massal phytoplankton yang digunakan sebagai
pakan larva tiram mutiara.
7. Mampu mengidentifikasi
kendala-kendala yang dihadapi dalam usaha budidaya tiram mutiara di lokasi praktek.
Baik dalam manajemen lingkungan maupun dalam penanganan budidaya.
C.
Sasaran.
Sasaran
dalam pelaksanaan magang industri budidaya tiram mutiara ini antara lain adalah
sebagai berikut :
1. Dapat mengetahui aspek teknis yang
di terapkan dalam kultur murni dan semi masal phytoplankton untuk pakan larva
tiram mutiara.
2. Mengetahui teknik pembenihan tiram
mutiara serta kendala yang dihadapi dalam usaha pemeliharaan dilokasi budidaya.
3. Mengetahui proses atau teknik
operasi pemeliharaan tiram mutiara (Pinctada maxima) dari penanganan
pembesaran (tiram sebelum operasi), pelaksanaan operasi, pasca operasi
pemasangan inti mutiara bulat dan pelaksanaan pemanenan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Mengenal
Tiram Mutiara (Pinctada maxima)
Mengetahui tentang biologi
reproduksi tiram mutiara sangat dibutuhkan untuk mengembangkan industri
budidaya. Pengetahuan ini dapat digunakan untuk mengembangkan teknik pembenihan
dan perbaikan teknik penempatan inti mutiara bulat. Selain itu, dapat mengenal
jenis tiram mutiara yang berkualitas baik, memahami siklus serta reproduksi
dari tiram mutiara (Pinctada maxima) tersebut.
1. Klasifikasi
Tiram
mutiara termasuk dalam phylum mollusca, phylum ini terdiri atas 6 klas
yaitu: Monoplancohora, Amphineura, Gastropoda, Lamellibrachiata, atau Pellecypoda,
seaphopoda, dan Cephalopoda (Mulyanto, 1987). Tiram
merupakan hewan yang mempunyai cangkang yang sangat keras dan tidak simetris.
Hewan ini tidak bertulang belakang dan bertubuh lunak (Philum mollusca).
Klasifikasi
tiram mutiara menurut mulyanto (1987) dan Sutaman(1993) adalah sebagai berikut
:
Kingdom
: Animalia
Sub
kingdom : Invertebrata
Philum
: Mollusca
Klas
: Pellecypoda
Ordo
: Anysomyaria
Famili
: Pteridae
Genus
: Pinctada
Spesies
: Pinctada maxima (Jameson 1901)
Menurut
Dwiponggo (1976), jenis-jenis tiram mutiara yang terdapat di Indonesia
adalah: Pintada maxima, Pinctada margaritefera, Pinctada fucata, Pinctada
chimnitzii, dan Pteria penguin. Di beberapa
daerah Pinctada fucata dikenal juga sebagai Pinctada
martensii. Sebagai penghasil mutiara terpenting adalah tiga spesies,
yaitu, Pinctada maxima, Pinctada margaritifera dan Pinctada
martensii. Sebagai jenis yang ukuran terbesar adalah Pinctada
maxima. Untuk membedakan jenis tiram mutiara tersebut, perlu dilakukan
pengamatan morfologi, seperti warna cangkang dan cangkang bagian dalam (Nacre),
ukuran serta bentuk:
Tabel
1. Perbandingan dari tiga jenis
Pinctada penghasil mutiara yang terpenting
SIFAT-SIFAT
|
P. Martensii
|
P. Margaritifera
|
P. Maxima
|
|
Ukuran
|
Dewasa Penuh
|
4 inchi
|
7 inchi
|
12 inchi
|
Rata-rata
|
3 inchi
|
6 inchi
|
8 inchi
|
|
Cangkang
|
Kecembungan
|
Cembung
|
Agak cembung
|
Rata
|
Warna Luar
|
Abu-abu kuning
|
Coklat kehijauan
|
Coklat kuning
|
|
Garis Cangkang
|
k. 1.7 coklat ungu
|
Baris titik-titik
|
Pucat hanya suatu jejak
|
|
Nacre (interior)
|
Nacre
|
Perak kehijauan
|
Warna baja
|
Putih perak
|
Pinggiran
|
Jingga kuning
|
Hijau metalik
|
Kuning emas
|
|
Garis engsel
|
Panjangnya Sedang
|
Pendek
|
Sedang
|
|
Berat
|
60-100 cangkang tiap kan
|
15 cangkang tiap kan
|
9-10 cangkang tiap kan
|
Sumber:
Forek Indonesia 2001-2004. Catatan : 1 kan = 8,267 pon
1
kg = 2,205 pon
2. Morfologi
Kulit
mutiara (Pinctada maxima) ditutupi oleh sepasang kulit
tiram (Shell, cangkan), yang tidak sama bentuknya, kulit sebelah kanan
agak pipih, sedangkan kulit sebelah kiri agak cembung. Specie ini
mempunyai diameter dorsal-ventral dan anterior-posterior hampir sama
sehingga bentuknya agak bundar. Bagian dorsal bentuk datar dan panjang semacam
engsel berwarna hitam. Yang berfungsi untuk membuka dan menutup cangkang.
(Winarto, 2004).
Cangkang
tersusun dari zat kapur yang dikeluarkan oleh epithel luar. Sel epitel
luar ini juga menghasilkan kristal kalsium karbonat (Ca CO3)
dalam bentuk kristal argonit yang lebih dikenal sebagai nacre dan kristal
heksagonal kalsit yang merupakan pembentuk lapisan seperti prisma pada
cangkang.
3. Anatomi.
Tubuh tiram mutiara terbagi atas tiga bagian yaitu : Bagian kaki,
mantel, dan organ dalam. Kaki merupakan salah satu bagian tubuh yang
bersifat elastis terdiri dari susunan jaringan otot yang dapat
merenggang/memanjang sampai tiga kali dari keadaan normal. Kaki ini berfungsi
sebagai alat bergerak hanya pada masa mudanya sebelum hidup menetap pada
substrat (Mulyanto,1987) dan juga sebagai alat pembersih. Pada bagian kaki
terdapat bysus, yaitu suatu bagian tubuh yang bentuknya seperti rambut atau
serat, berwarna hitam dan berfungsi sebagai alat untuk menempel pada suatu
substrat yang di sukai.
Gambar
1. Anatomi
tiram mutiara (Pinctada maxima)
Keterangan
gambar :
1. Gonad
5. Inti
2. Hati
6. Mantel
3. Perut
7. Otot adductor
4. Kaki
8. Otot refractor
B.
Siklus Hidup dan Reproduksi
Tiram
mutiara mempunyai jenis kalamin terpisah, kecuali pada beberapa kasus tertentu
ditemukan sejumlah individu hermaprodit terjadi perubahan sel kelamin (sel
reversal) biasanya terjadi pada sejumlah individu setelah memijah atau pada
fase awal perkembangan gonad. Fenomena sex reversal pada tiram mutiara (Pinctada
maxima) menunjukan bahwa jenis kelamin pada tiram teryata tidak
tetap.
Bentuk
gonad tebal menggembung pada kondisi matang penuh, gonat menutupi organ dalam
(seperti perut, hati, dan lain-lain). Kecuali bagian kaki pada fase awal, gonad
jantan dan betina secara eksternal sangat sulit dibedakan, keduanya berwarna
krem kekuningan. Namun, setelah fase matang penuh, gonad tiram mutiara (Pinctada
maxima) jantan berwarna putih krem, sedangkan betina berwarna kuning tua.
Pada tiram Pinctada fucata warna gonad
ini terjadi sebaliknya.
Menurut
Winanto (2004) bahwa, Tingkat kematangan gonad tiram mutiara dikelompokkan
menjadi 5 fase yaitu :
·
Fase
I : Tahap tidak aktif/salin/istrahat (Inactife/spent/resting)
Kondisi
gonad mengecil dan bening transparan dalam beberapa kasus, gonad berwarna
oranye pucat. Rongga kosong, sel berwarna kekuningan (lemak). Pada fase ini
sangat sulit untuk dibedakan.
·
fase
II : Perkembangan/pematangan (Developing/maturing)
Warna
transparan hanya terdapat pada bagian tertentu, material gametogenetik (sel
kelamin) mulai ada dalam gonad sampai mencapai fase lanjut, gonad mulai
menyebar di sepanjang bagian posterior disekitar otot refraktor dan lebih jelas
lagi dibagian anterior-dorsal. Gamet mulai berkembang disepanjang dinding
katong gonad. Sebagian besar oocyt (bakal telur) bentuknya belum beraturan dan
inti belum ada. Ukuran rata-rata oocyt 60 ÎĽm x 47,5 ÎĽm.
·
Fase
III : Matang (Mature)
Gonad
tersebar merata hampir keseluruh jaringan organ, biasanya berwarna krem
kekuningan. Oocyt berbentuk seperti buah pir dengan ukuran 68 x 50 ÎĽm dan inti
berukuran 25 ÎĽm.
·
Fase
IV : Matang penuh/memijah sebagian (Fully maturation/partially spawned)
Gonad
menggembung, tersebar merata dan secara konsisten akan keluar dengan sendirinya
atau jika ada sedikit-sedikit trigger (getaran). oosyt bebas dan terdapat
diseluruh dinding kantong. Hampir semua oosyt berbentuk bulat dan berinti,
ukuran oosyt rata-rata 51,7 ÎĽm.
·
Fase
V : Salin (Spent)
Bagian
permukaan gonad mulai menyusut dan mengerut dengan sedikit gonad (kelebihan gamet)
tertinggal didalam lumen (saluran-saluran didalam organ reproduksi) pada
kantong. Jika ada oosyt maka jumlahnya hanya sedikit dan bentuknya bulat,
ukuran rata-rata oosyt 54,4 ÎĽm.
Hasil
pengamatan terhadap fase kematangan gonad dan musim pemijahan Pinctada
maxima di teluk Hurun, Lampung dari tahun 1996-2002 menunjukan bahwa
kematangan gonad terjadi setiap bulan. Namun, fase kematangan gonad penuh (FKG
IV) hanya terjadi pada bulan Maret, Mei, dan Agustus-November. Gonad masa
istrahat terjadi pada bulan Desember. Fase I dan II terjadi hampir sepanjang
tahun. Selama 7 tahun pengamatan, terutama pada bulan April dan Juni,
perkembangan gonad tertinggi hanya sampai FKG II. Sementara FKG III terjadi pad
bulan Januari-Maret dan Juni-Desember (Winanto, 2004).
Pada
musim tertentu, induk tiram mutiara di alam yang telah dewasa akan bertelur.
Kemudian, telur-telur tersebut akan di buahi oleh sel kelamin jantan (sperma).
Pembuhan terjadi secara eksternal didalam air. Telur yang telah di buahi akan
mengalami perubahan bentuk. Mula-mula terjadi penonjolan polar, lalu
membentuk polar lobe II yang merupakan awal proses pembelahan
sel, dan akhirnya menjadi multisel. Tahap berikutnya adalah fase trocofor.
Dengan bantuan bulu-bulu getar, trocofor akan berkembang
menjadi veliger (larva berbentuk D) yang ditandai dengan
tumbuhnya organ mulut dan pencernaan. Pada tahap ini larva sudah mulai makan
dan tubuhnya telah di tutupi cangkang tipis. Perkembangan selanjutnya adalah
tumbuh vilum, pada fase ini biasanya larva sangat sensitif terhadap cahaya dan
sering dipermukaan air. Selama fase planktonis, larva biasanya berenang dengan
menggunakan bulu-bulu getar atau hanyut dalam arus air.
Dengan
tumbuhnya vilum larva memasuki stadia umbo, kemudian secara bertahap cangkang
juga ikut berkembang. Bentuk cangkangnya sama mantel sudah berfungsi secara
permanen. Kemudian selanjutnya menjadi podifeliger yang di ikuti tumbuhnya kaki
sebagai akhir stadium planktonis. Gerakan-gerakannya sederhana dari berenang
sampai berputar-putar dilakukan dengan vilum dan kaki. Setelah kaki berfungsi
dengan baik velum akan menghilang, lembar-lembar insang mulai tampak jelas.
Perkembangan akhir larva yaitu perubahan fase plantigrade menjadi spat (bibit)
dan akan menetap. Selanjutnya akan tumbuh berkembang menjadi tiram mutiara
dewasa dan dapat beruba kelaminnya. Banyak ahli yang sependapat bahwa Pinctada
maxima terjadi perubahan kelamin yang bertepatan dengan musim
pemijahan setelah telur atau sperma habis di seburkan keluar, (Mulyanto, 1987).
C.
Teknik Produksi
Dalam kegiatan untuk memproduksi
spat dapat dimulai jika semua sarana operasional telah tersedia, terutama pakan
hidup dan induk. Hal ini yang perlu disiapkan lebih dahulu jauh hari sebelum
pembangunan fisik dimulai. Kegiatan pembenihan ini diawali dengan kultur pakan
hidup, dalam arti bahwa jumlah pakan yang dikulturkan harus cukup untuk pakan
induk, larva, dan spat. Kegiatan selanjutnya adalah seleksi induk, pemijahan,
pemeliharaan larva, pemeliharaan spat, dan pendederan.
1. Seleksi induk
Dalam
kegiatan seleksi induk tiram mutiara dapat dilakukan di atas rakit apung di
laut atau di laboratorium. Induk-induk yang akan diseleksi dengan posisi
berdiri atau bagian dorsal di bawah. Kemudian, biasanya induk akan membuka
cangkang karena kekurangan oksigen. Proses pembukaan cangkang hendaknya jangan
dipaksakan karena dapat menyebabkan cangkang pecah. Setelah cangkang terbuka
sebagian , segera digunakan alat pembuka cangkang (shell opener) agar
cangkang terbuka. Selanjutnya, pada cangkang segera dipasang baji dari kayu
sebagai pangganjal agar cangkang tetap terbuka sebagian.
Untuk
melihat posisi gonad, digunakan alat spatula. Dengan spatula, insang di
sibakkan sehingga posisi gonad dapat terlihat dengan jelas dan secara visual
tingkat kematangan dapat diketahui. Secara morfologi, tiram mutiara dewasa dan
telah mencapai matang gonad penuh yaitu (fase IV) dapat diketahui, dengan
kondisi gonad adalah seluruh permukaan organ bagian dalam tertutup oleh gonad,
kecuali bagian kaki (Winanto et al., 2002).
Klasifikasi
tiram mutiara yang memenuhi syarat untuk dijadikan induk berukuran antara 17-20
cm (DVM). Persyaratan yang paling penting adalah tingkat kematangan gonad.
Induk yang berasal dari hatchery, khususnya induk jantan, ada
kalanya berukuran 15 cm (DVM) sudah matang gonad penuh. Induk-induk yang sudah
diseleksi atau sudah memenuhi syarat segera dibawa ke laboratorium untuk
dipijahkan.
Pengelolaan
induk di laboratorium dalam kondisi terkendali telah dilakukan oleh para ahli.
Para ahli tersebut memelihara induk Pinctada maxima di
laboratorium dilakukan di dalam bak fiberglass kapasitas 1
ton. Selama pemeliharaan digunakan sistem air mengalir dan diberi pakan
tambahan fitoplankton. Aplikasi pakan hidup diberikan dengan variasi
komposisi Isocrysis galbana dan atau Pavlova
luthri dengan Tetraselmis tetrathele atau Chaetoceros
sp. dengan perbandingan 1:1. jumlah pakan yang diberikan antara
25.000- 30.000 sel/cc/hari.
2. Pemijahan
Pemijahan
tiram mutiara secara alami sering terjadi pada tiram yang telah dewasa. Dalam
kondisi gonad matang penuh, tiram akan segera memijah jika terjadi perubahan
lingkungan perairan walaupun sedikit. Kemungkinan lain adalah shock mekanik
yang terjadi karena perlakuan kasar pada saat cangkang dibersihkan atau akibat
perbedaan tekanan. Lalu dibawah ke tempat budidaya yang relatif dangkal
sehingga memacu tiram untuk memijah.
Menurut
Winanto (2004) rekayasa pemijahan perlu dilakukan jika secara alami tiram tidak
mau memijah di dalam bak pemijahan. Ada dua metode yang digunakan dalam
perlakuan pemijahan, yaitu metode manipulasi lingkungan dan metode rangsangan
kimia.
1. a. Metode
manipulasi Lingkungan
Metode
pertama manipulasi lingkungan yang biasa di gunakan dan resiko kegagalannya
relatif kecil adalah metode kejut suhu (thermal shock), fluktuasi suhu,
dan ekspose. Metode kejut suhu dilakukan dengan cara, jika suhu air di tempat
pemijahan mulanya sekitar 28ÂşC di tinggikan menjadi 35ÂşC, ini di naikkan
secara bertahap dengan bantuan alat pemanas (heater). Induk-induk akan
memijah setelah 60-90 menit dari perlakuan. Biasanya yang lebih dulu memijah
adalah induk jantan dan di susul oleh induk betina. Sperma yang keluar seperti
asap berwarna putih.
Metode
yang ke dua adalah fluktuasi suhu, jika suhu awal tempat pemijahan sekitar
28ÂşC di tinggikan menjadi 33-45ÂşC . jika induk belum memijah setelah
60-90 menit maka suhu di turunkan kembali ke suhu awal, perlakuan ini di
lakukan terus-menerus sampai induk memijah.
Metode
yang ketiga yaitu metode ekspose juga sering di lakukan dan ada kalanya di
kombinasikan dengan metode kejut suhu. Induk di letakkan di tempat teduh, lalu
di biarkan selama 30-45 menit, pada kondisi tertentu, misalnya induk belum
mencapai fase matang gonad (fase III) maka perlu di lakukan ekspose lebih lama,
bisa mencapai 1-2 jam. Setelah masa ekspose, induk di kembalikan lagi ke tempat
bak pemijahan. Pada kasus ini bisa di kombinasi antara metode ekspose dengan
metode kejut suhu atau fluktuasi suhu.
1. b. Rangsangan
kimia
Dalam
pemijahan dengan menggunakan bahan kimia juga sering di lakukan, tetapi hasil
pembuahan (fertilisasi) biasannya kurang baik. Seperti halnya manipulasi
lingkungan, dengan bahan kimia juga bertujuan untuk merubah lingkungan mikro
tempat pemijahan. Secara ekstrim bahan kimia dapat dengan segera merubah
lingkungan pH air menjadi asam atau basa, yamg bertujuan memberikan shock
fisiologis pada induk sehingga terpaksa mengeluarkan sel-sel gonadnya (Winanto,
2004). Jenis bahan kimia yang umum di gunakan antara lain hydrogen peroksida (H2O2),
natrium hidroksida (NaOH), ammonium hidroksida (NH4OH), amoniak (NH4),
dan larutan tris (trace buffer).
Tabel
2. Perkembangan Pinctada
maxima setelah telur di buahi.
Waktu setelah
Pembuahan
|
Temperature air (ÂşC)
|
Perkembangan
|
15 menit
|
28
|
Penonjolan polar body I
|
25 menit
|
28
|
Penonjolan polar body II
|
40 menit
|
9
|
Penonjolan polar lobe I, permulaan
cleavage
|
45 menit
|
30
|
Stage 2 sel
|
1 jam
|
30
|
Stage 4 sel
|
1½ jam-3 jam
|
28-30
|
Stage 8 sel
|
2½ jam-3½ jam
|
27-30
|
Stage morula
|
3½ jam-4 jam
|
27-31
|
Blastula mulai megadakan rotasi
|
permulaan
gastrula5½ jam28-30Perkembangan flagelata apical7½ jam28-30Kulit tiram hampir
menutupi tubuh18½ jam-19 jam26-30 (D shape)
D.
Kultur Phytoplankton
Pakan
alami untuk tiram mutiara yaitu jenis-jenis flagelata berukuran ≤ 10 µ.
Beberapa jenis mikroalga yang umum di berikan untuk larva tiram mutiara yaitu :Isocrysis
galbana, Pavlova lutheri, Chaetocheros. Sp, Nannoclorophysis.
Sp, dan Tetraselmis chuii.
Pemeliharaan
pakan alami ini dilakukan secara bertahap, hal ini untuk menjaga kualitas,
kuantitas serta kemurnian pakan alami tersebut. Yang dilakukan dengan
menggunakan media agar, setelah terbentuk koloni baru dipindahkan ke
dalam tabung reaksi. Secara bertahap, koleksi, isolasi dan perbanyakan meliputi
kultur murni, semi masal dan masal (Winanto, 2004). Air laut yang digunakan
sebagai media pemeliharaan harus melewati saringan ukuran mikro dan saringan
kapas, selanjutnya disterilisasi dengan Autoclav. Komposisi pupuk yang di
gunakan adalah sebagai berikut :
Tabel
3. Komposisi pupuk untuk kultur
plankton.
No
|
Jenis pupuk
|
Dosis (conway)
|
Dosis (guillard)
|
1
|
EDTA
|
45 gram
|
10 gram
|
2
|
NaH2PO42H2O
|
20 gram
|
10 gram
|
3
|
FeCI36H2O
|
1,5 gram
|
2,9 gram
|
4
|
H3BO3
|
33,6 gram
|
3,6 gram
|
5
|
MnCI2
|
0,36 gram
|
-
|
6
|
NaNO3
|
100 gram
|
3,6 gram
|
7
|
Na2SiO39H2O
|
-
|
100 gram
|
8
|
Trace Matel Solution
|
1 ml
|
5 gram/30 ml
|
9
|
Vitamin
|
1 ml
|
1 ml
|
10
|
Aquades sampar
|
1000 ml
|
1000 ml
|
Sumber
: Ditjenkan, 2002
Makanan
utama larva tiram mutiara adalah jenis alga Isocrysis galbana dan Monocrysis
lutheri, sehingga pakan ini perlu disiapkan sebagai makanan awal dari larva
dan harus dilakukan tiga hari sebelum larva menetas.
1. Kultur murni
Kultur
murni pada skala laboratorium dapat menggunakan pupuk atau media Guillard
Conway. Pemeliharaan plankton pada skala laboratorium dilakukan secara
bertahap. Hal ini untuk menjaga kemurnian dan kualitas stok.
Untuk
kultur murni dapat digunakan cawan Petri dengan media agar. Setelah berbentuk
koloni, diamati dengan mikroskop untuk mengetahui apakah terjadi kontaminsi dengan
jenis lain atau tidak. Jika masih terkontaminasi maka harus dilakukan pemurnian
ulang sehingga didapatkan koloni satu spesies atau jenisPhytoplankton yang
diinginkan selanjutnya, dilakukan pemindahan untuk di ukur dalam tabung reaksi
dengan menggunakan tabung reaksi Ose.
Inokulum
di dalam tabung reaksi dapat diperbanyak secara bertahap sampai mencapai
pertumbuhan puncak (blooming). Mulai dipelihara 100 cc, kemudian
diperbanyak lagi ke 200 cc, 300 cc, 500 cc dan 1000 cc. Lama pemeliharaan
tergantung pada jenis dan tingkat kepadatan inokulum. Jika tujuan kultur untuk
stok dan mempertahankan kemurnian, dapat dilakukan kultur tanpa pengudaraan
selama 2-3 bulan untuk menghindari kemungkinan terjadinya kontaminasi. Pada
skala laboratorium jenis Isocrysis galbanai dan Pavlova
lutheri dapat dipelihara 5-10 hari dan Chaetoseros sp
dapat dipelihara selama 5-12 hari.
Pemeliharaan
berikut masih dalam skala laboratorium pada volume 3-5 liter dengan waktu
pemeliharaan 5-7 hari untuk Isocrysis galbana 4-6 hari untukChaetoceros sedangkan
untuk Pavlova lutheri sama dengan Isocrysis galbana.
Kultur skala laboratorium ini dimaksudkan untuk menyediakan inokulum untuk
pembenihan skala semi-masal atau skala 30-80 liter.
2. Kultur semi masal
Pada
prinsipnya kultur semi masal dan masal sama dengan kultur dalam skala
laboratorium, hanya volumenya lebih besar. Untuk kultur semi masal dan masal,
air laut yang digunakan cukup disaring dengan kantong saringan 60-80 mikron.
Setelah media air laut disiapkan pupuk dimasukan kemudian diaduk secara merata
atau diberi pengudaraan. Setelah itu, bibit dimasukan ke dalam media.
Untuk
jenis Isocrysis galbana dan Pavlova luthery yang
dipelihara dalam skala laboratorium dan semi masal akan capai kepadatan optimum
setelah 4-6 hari. Kepadatan plankto yang baik diberikan sebagai pakan, biasanya
pada fase pertumbuhan optimum, awal fase pertumbuhan tetap, atau setelah
mencapai kepadatan optimum. Untuk mengetahui setiap fase pertumbuhan tersebut
perlu dilakukan pengamatan setiap hari, caranya dengan pengambilan sample dan
dapat dihitung kepadatannya dengan menggunakan haemocytometer.
Berikut
ini adalah kepadatan optimum beberapa jenis plankton :
1. a. Isocrysis galbana
: 9-10 juta
sel/cc
b. Pavlova
lutheri
: 11-2 juta sel/cc
1. c. Tetraselmis tetrathele
: 5-8 juta sel/cc
d. Chaetoceros
sp.
: 4-6 juta sel/cc
Bila
kebutuhan pakan alami dalam jumlah besar maka dapat dilakukan kultur skala
masal, misalnya dengan volume pemeliharaan 1-5 ton. Pada kultur skala masal,
kepadatan maksimum akan dicapai setelah 5-7 hari.
Menurut
Isnasetyo dan Kurniastuti (1995), pemanenan phytoplankton harus dilakukan
setelah pada saat puncak populasi, sisa zat hara masih cukup besar sehingga
dapat membahayakan organisme pemangsa karena pemberian phytoplankton pada bak
pemeliharaan larva. Apabila pemanenan terlambat maka telah banyak terjadi
kematian phytoplankton sehingga kualitasnya menurun.
Pemanenan
phytoplankton dapat dilakukan 3 cara yaitu sebagai berkut :
1. Penyaringan dengan plankton net.
2. Pemanenan dengan memindahkan
langsung bersama media kultur.
3. Cara pengendapan menggunakan bahan
kimia, seperti : Sodium hidroksida dan NaOH.
3. Penyimpanan bibit murni
Guna
untuk kesinambungan kultur phytoplankton maka perlu dilakukan pemeliharaan stok
bibit murni. Martosudarno dan wulan (1990) berpendapat bahwa untuk menyimpan
bibit phytoplankton lebih lama, dapat disimpan dalam kulkas (< 10Âş C)
dengan syarat diperiksa setiap minggu atau bulan untuk menjaga mutu
phytoplankton tersebut. Kultur tidak perlu diberi aerasi karena hanya menjadi
sumber kontaminasi.
Kultur
phytoplankton dapat di pelihara dengan beberapa cara sebagai berikut
1. Disimpan dalam media agar pada cawan
Petri.
2. Disimpan pada media agar miring pada
tabung reaksi.
3. Disimpan dalam media cair pada
tabung reaksi.
4. Disimpan dalam media cair pada
Erlenmeyer.
Penyimpanan
stok bibit murni dalam media agar dapat bertahan sampai 6 bulan. Penyimpanan
stok murni dalam media cair dilakukan dalam tabung reaksi volume 10 ml, diberi
pupuk dan tanpa aerasi tetapi harus dilakukan pengocokan setiap hari. Biakan
stok murni ini diletakkan pada rak kulkas dengan pencahayaan lampu TL.
Penyimpanan stok murni dalam kulkas dapat bertahan selama 1 bulan dan sebiknya segra
digunakan dan diganti dengan stok baru.
Kendala
yang umum ditemukan dalam kultur phytoplankton adalah kontaminasi oleh
mikroorganisme lain seperti : Protozoa, bakteri, dan jenis phytoplankton
lainnya. Kontaminasi ini dapat bersumber dari medium (air laut, pupuk, udara
atau aerasi, wadah kultur serta inokulum)
E.
Pemeliharaan Larva
Pemeliharaan larva hingga spat dapat
berhasil apabila di perhatikan terjadinnya stadia-stadia kritis (Winanto,
2004). Selama pertumbuhan, larva mengalami tiga masa krisis. Pertama, pada fase
D, yaitu pertama kali larva mulai makan sehingga perlu di sediakan pakan
yang ukurannya sesuai dengan bukaan mulut larva. Kritis kedua, terjadi pada
fase umbo. Kondisi larva sangat sensitif karena mengalami metamorfosis. Tandanya
adalah terdapat penonjolan umbo, terutama fase umbo akhir atau fase bintik
hitam (eye spot) atau fase pedifeliger. Fase kritis yang terakhir adalah
fase pantigride, larva mengalami perubahan kebiasaan hidup dari sifat plantonis
(spatfal) menjadi spat yang hidupnya menetap (sesil bentik) di dasar.
Larva
tiram lebih menyukai tempat yang gelap atau remang-remang daripada yang terang,
untuk itu tempat pemeliharaan di tutup dengan plastik gelap. Kepadatan yang
baik ± 200 ekor/liter, kepadatan yang tinggi akan berpengaruh pada pertumbuhan
normal, bahkan dapat menimbulkan kematian (Sutaman, 1993). Selama pemeliharaan
pergantian air sebanyak 50-100 %, setiap 2-3 hari atau sesuai kebutuhan
(Winanto ec al, 2004).
F.
Lokasi Usaha
Ketepatan
pemilihan lokasi merupakan salah satu syarat keberhasilan budidaya tiram
mutiara. Ada beberapa faktor yang harus dipertimbangkan dalam pemilihan lokasi
budidaya, yaitu :
1. Faktor Ekologi
Beberapa
faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan kelangsungan hidup tiram, diantaranya
kualitas air, pakan, dan kondisi fisiologis organisme. Batasan faktor ekologi
yang dapat digunakan untuk mengevaluasi lokasi budidaya adalah :
1. a. Lokasi
Lokasi
usaha untuk budidaya tiram mutiara ini berada di perairan laut yang tenang. Pemilihan
lokasi pembenihan maupun budidaya berada dekat pantai dan terlindung dari
pengaruh angin musim dan tidak terdapat gelombang besar. Lokasi dengan arus
tenang dan gelombang kecil dibutuhkan untuk menghindari kekeruhan air dan
stress fisiologis yang akan mengganggu kerang mutiara, terutama induk.
1. b. Dasar
Dasar
perairan sebaiknya dipilih yang berkarang dan berpasir. Lokasi yang terdapat
pecahan-pecahan karang juga merupakan alternatif tempat yang sesuai untuk
melakukan budidaya tiram mutiara.
1. c. Arus
Arus tenang merupakan tempat yang paling baik, hal ini
bertujuan untuk menghindari teraduknya pasir perairan yang masuk ke dalam tiram
dan mengganggu kualitas mutiara yang dihasilkan. Pasang surut air juga perlu
diperhatikan karena pasang surut air laut dapat menggantikan air secara total
dan terus-menerus sehingga perairan terhindar dari kemungkinan adanya limbah
dan pencemaran lain.
1. d. Salinitas
Dilihat
dari habitatnya, tiram mutiara lebih menyukai hidup pada salinitas yang tinggi.
Tiram mutiara dapat hidup pada salinitas 24 ppt dan 50 ppt untuk jangka waktu
yang pendek, yaitu 2-3 hari. Pemilihan lokasi sebaiknya di perairan yang
memiliki salinitas antara 32-35 ppt. Kondisi ini baik untuk pertumbuhan dan
kelangsungan hidup tiram mutiara.
1. e. Suhu
Perubahan
suhu memegang peranan penting dalam aktivitas biofisiologi tiram di dalam air.
Suhu yang baik untuk kelangsungan hidup tiram mutiara adalah berkisar
25-30 0C. Suhu air pada kisaran 27 – 31 0C juga
dianggap layak untuk tiram mutiara.
1. f. Kecerahan
Kecerahan
air akan berpengaruh pada fungsi dan struktur invertebrata dalam air. Lama
penyinaran akan berpengaruh pada proses pembukaan dan penutupan cangkang
(Winanto, et. al. 1988). Cangkang tiram akan terbuka sedikit
apabila ada cahaya dan terbuka lebar apabila keadaan gelap. Menurut Sutaman
(1993), untuk pemeliharaan tiram mutiara sebaiknya kecerahan air antara 4,5-6,5
meter. Jika kisaran melebihi batas tersebut, maka proses pemeliharaan akan
sulit dilakukan. Untuk kenyamanan, induk tiram harus dipelihara di kedalaman
melebihi tingkat kecerahan yang ada.
1. g. pH
Derajat
keasaman air yang layak untuk kehidupan tiram pinctada maxima berkisar antara
7,8- 8,6 pH agar tiram mutiara dapat tumbuh dan berkembang dengan baik. Pada
prinsipnya, habitat tiram mutiara di perairan adalah dengan pH lebih tinggi
dari 6,75. Tiram tidak akan dapat berproduksi lagi apabila pH melebihi 9,00.
Aktivitas tiram akan meningkat pada pH 6,75 – pH 7,00 dan menurun pada pH
4,0-6,5.
1. h. Oksigen
Oksigen
terlarut dapat menjadi faktor pembatas kelangsungan hidup dan perkembangannya.
Tiram mutiara akan dapat hidup baik pada perairan dengan kandungan oksigen
terlarut berkisar 5,2-6,6 ppm. Pinctada maxima untuk ukuran
40-50 mm mengkonsumsi oksigen sebanyak 1,339 l/l, ukuran 50 – 60 mm
mengkonsumsi oksigen sebanyak 1,650 l/l, untuk ukuran 60 – 70 mm mengkonsumsi
sebanyak 1,810 l/l.
1. i. Parameter
lain
1) Fosfat Kandungan fosfat yang lebih tinggi
dari batas toleransi akan mengakibatkan tiram mutiara mengalami hambatan
pertumbuhan. Fosfat pada kisaran 0,1001-0,1615 g/l merupakan batasan yang layak
untuk normalitas hidup dan pertumbuhan organisme budidaya. Lokasi budidaya
dengan fosfat berkisar antara 0,16-0,27 g/l merupakan kandungan fosfat yang
baik untuk budidaya mutiara.
2) Nitrat Kisaran nitrat yang layak
untuk organisme yang dibudidayakan sekitar 0,2525-0,6645 mg/l dan nitrit
sekitar 0,5-5 mg/l. Konsentrasi nitrit 0,25 mg/l dapat mengakibatkan stres dan
bahkan kematian pada organisme yang dipelihara.
3) Amoniak Batas toleransi organisma
akuatik terhadap amoniak berkisar antara 0,4-3,1 g/l. Pada kisaran yang lebih
tinggi dari angka tersebut dapat mengakibatkan gangguan pernafasan dan akhirnya
mengakibatkan kematian pada organisme. Pemilihan lokasi juga harus terhindar
dari polusi dan pencemaran air, misalnya pencemaran yang berasal dari limbah
rumah tangga, limbah pertanian, dan limbah industri. Pencemaran air akan
mengakibatkan kematian, baik spat maupun induk tiram mutiara. Selain itu
kegiatan mulai dari pembenihan sampai dengan budidaya induk tiram dapat dipilih
lokasi di sekitar pantai yang berdekatan dengan lokasi tempat tinggal pengelola
usaha budidaya. Hal ini untuk kemudahan dalam pengangkutan dan pemindahan induk
tiram mutiara, sehingga mengurangi risiko kerugian akibat kematian.
2. Faktor Risiko
a. Pencemaran
Lokasi
budidaya tiram mutiara harus berada di lokasi yang bebas dari pencemaran,
misalnya limbah rumah tangga, pertanian, maupun industri. Limbah rumah tangga
dapat berupa deterjen, zat padat, berbagai zat beracun, dan patogen yang
menghasilkan berbagai zat beracun. Pencemaran yang berasal dari kegiatan
pertanian berupa kotoran hewan, insektisida, dan herbisida akan membahayakan
kelangsungan hidup tiram mutiara.
b.
Manusia
Pencurian
dan sabotase merupakan faktor yang juga perlu dipertimbangkan dalam menentukan
lokasi budidaya mutiara. Risiko ini terutama pada saat akan panen atau setelah
satu tahun penyuntikan inti mutiara bulat (nucleus).
G.
Metode Pemeliharaan Tiram Mutiara
Sarana pemeliharaan tiram mutiara
pada umumnya dilakukan dengan metode pemeliharaan gantungan (hanging culture
method), pada prinsipnya metode ini terdiri dari alat gantungan dan tempat
untuk meletakkan gantungan. Metode pemeliharaan gantungan dibagi lagi menjadi
dua metode yaitu, metode rakit terapung (floating raft method) dan
metode tali rentang (long line method).
1. Metode Rakit Apung (floating raft
method)
Rakit
apung selain berfungsi sebagai pemeliharaan induk, pendederan, dan pembesaran,
juga berfungsi sebagai aklimatisasi (beradaptasi) induk pasca pengangkutan. Menurut
Priyono (1981), pemeliharaan mutiara umumnya dilakukan dengan metode rakit
apung. Cara ini banyak digunakan karena lebih mudah dalam pengawasan serta
hasilnya lebih baik dari pada cara pemeliharaan dasar (botton culture method).
Bahan utama metode ini adalah kayu rakit (kayu atau bambu), pelampung (drum
minyak, fiber glass, styrofoam), tali-tali dan jangkar (Mulyanto, 1987).
2. Metode Tali Rentang (long line method)
Menurut
Winanto, et. al. (1988), bahwa pelampung yang digunakan adalah
pelampung dari plastik, styrofoam, dan fiberglass. Tali rentang yang digunakan
adalah dari bahan polyethelen atau sejenisnya dipasang diantara tali yang satu
dengan yang lainnya yang diberi jarak 5 meter dan panjang tali rentang
tergantung dari luas budidaya. Metode tali rentang dapat diterapkan pada
perairan yang dasarnya agak dalam atau dasar perairan agak keras.
H.
Teknis Budidaya Tiram Mutiara (Pinctada maxima)
Pada
prinsipnya, untuk dalam keberhasilan pemeliharaan tiram mutiara untuk
menghasilkan mutiara bulat baik kualitas maupun kuantitas sangat ditentukan
oleh proses penanganan tiram sebelum operasi pemasangan inti, saat pelaksanaan
operasi, pasca operasi dan ketrampilan dari teknisi serta sarana pembenihan
tiram yang memadai. Pada umumnya tiram mutiara yang akan dioperasi inti mutiara
bundar berasal dari hasil penangkapan dialam yang dikumpulkan dari kolektor dan
nelayan. Namun ukuran cangkang mutiara terdiri dari macam-macam ukuran yang
nantinya disortir menurut ukuran besarnya mutiara, hal inilah yang menjadi
penyebab sehingga tidak dapat melaksanakan operasi dalam jumlah yang banyak.
Sedangkan hasil pembenihan darihatchery dapat diperoleh ukuran yang
relatif seragam ukurannya sehingga dapat dilakukan operasi pemasangan inti
mutiara dalam jumlah yang banyak. Namun produksi benih belum dapat dikembangkan
secara masal. Pemeliharaan spat tiram disesuaikan dengan kondisi perairan
disekitarnya. Pemeliharaan benih (spat) yang masih kecil berukuran
dibawah 5 cm dipelihara pada kedalaman 2-3 cm sedangkan spat dengan ukuran di
atas 5 cm dipelihara pada kedalaman lebih dari 4 cm (Sutaman, 1993).
1. Penanganan Tiram Sebelum Operasi Pemasangan Inti Mutiara
Dengan
demikian kalau kita tinjau mengenai terjadinya mutiara, untuk saat ini dapat
dibagi menjadi dua yaitu:
·
Mutiara
asli yang terdiri dari mutiara alam (natural pearl) dan mutiara
pemeliharaan (cultured pearl).
·
Mutiara
tiruan/imitasi (imitation pearl) (Dwiponggo, 1976).
Mutiara
pemeliharaan
Sebelum
proses penanganan tiram mutiara (Pinctada maxima) untuk pemasangan inti
mutiara, harus dilakukan beberapa proses yaitu sebagai berikut:
1. a. Seleksi
bibit
Benih
tiram mutiara dari hasil penyelaman (natural) maupun dari hasil
pembenihan (breeding) diseleksi untuk mencari tiram yang telah siap
untuk dioperasi pemasangan inti. Menurut Sutaman (1993), bahwa benih siap
operasi adalah tiram yang kondisinya sehat, tidak cacat, telah berumur 2-3
tahun jika benih itu di dapat dari usaha budidaya dan berukuran diatas 15 cm
jika benih tersebut didapat dari hasil penangkapan. Benih tiram mutiara yang
telah terkumpul dari hasil seleksi untuk dioperasi harus dipelihara dalam rakit
pemeliharaan khusus supaya memudahkan dalam penanganan saat operasi akan
berlangsung.
1. b. Ovulasi
buatan
Ovulasi
buatan bertujuan agar pada saat operasi tiram mutiara tidak sedang dalam
keadaan matang telur, karena tiram yang matang telur jaringan tubuhnya sangat
peka terhadap rangsangan dari luar, sehingga inti yang di pasang akan
dimuntahkan kembali. Ovulasi buatan ini merupakan kegiatan yang sengaja
dilakukan untuk memaksa tiram mutiara agar mengeluarkan telur atau spermanya.
Menurut Mulyanto (1987), bahwa cara ovulasi buatan yaitu dengan menaik turunkan
keranjang pemeiharaan kedalam air dengan cepat sampai telur atau sperma keluar
dari tiram.
Selain
dari perlakuan menaik turunkan keranjang pemeliharaan tiram, kegiatan lain yang
dilakukan yaitu masa pelemasan tiram (yukuesey) dimana tiram mutiara
yang siap operasi di kurangi jatah pakannya dan membatasi ruang geraknya
sehingga tiram menjadi lemah dan kepekaannnya menjadi berkurang pada saat inti
dimasukkan (Mulyanto, 1987).
1. c. Pembukaan
cangkang
Setelah
tiram mutiara diistrahatkan selama 1 hari setelah proses ovulasi buatan
selanjutnya dlakukan proses pembukaan cangkang tiram mutiara. Dalam kegiatan
ini ada 3 cara yang sering digunakan untuk memaksa tiram secara alami membuka
cangkangnya yaitu dengan merendamnya dalam air dengan kepadatan yang tinggi,
sirkulasi air dan cara yang terakhir yaitu pengeringan (Winanto, et. al.
1988).
Setelah
cangkang terbuka akibat dari perlakuan ini, cangkang tersebut segera ditahan
dengan forsep dan di pasang baji pada mulut tiram supaya
cangkang selalu dalam keadaan terbuka. Selanjutnya 1 jam sebelum operasi,
tiram-tiram tersebut diletakkan didalam dulang dengan bagian engsel atau dorsal
disebelah bawah (Sutaman, 1993).
2. Operasi Pemasangan Inti Mutiara Bulat
Untuk menghasilkan mutiara pada
tiram ada dua cara yang umum di lakukan dalam operasi pemasangan inti mutiara
yaitu:
a.
Pemasangan inti mutiara bulat
b.
pemasangan inti mutiara setengah bulat (blister).
Operasi
pemasangan inti mutiara bulat merupakan bagian terpenting dalam menentukan
keberhasilan pembuatan mutiara bulat. Ada beberapa cara yang perlu dilakukan
dalam operasi pemasangan inti mutiara bulat adalah sebagai berikut:
1)
Sebelum pemasangan inti, tiram siap operasi di kumpulkan diatas meja operasi.
2)
Membuat potongan mantel dengan pengambilan mantel dari tiram donor dan
mengguntingnya sekitar lebar 5 mm dan panjang 4 cm. kemudian mantel dipotong
membentuk bujur sangkar dengan sisi-sisi 4 mm (Sutaman, 1993). Menurut Tun dan
Winanto (1988), mantel yang diambil hendaknya dipilih tiram yang mudah dan
aktif.
3)Pemasangan
inti mutiara bulat.
Dalam
pemasangan inti perlu diperhatikan ukuran inti yang akan dipasang. Umumnya
ukuran inti mutiara yang dimasukkan kedalam gonad tiram mutiara
jenis Pinctada maxima yaitu berkisar antara 3,03-9,09 mm
(Mulyanto, 1987).
Table
4. Daftar ukuran inti mutiara bundar
yang digunakan untuk operasi tiram mutiara (Pinctada maxima) (Mulyanto,
1987).
Diameter
(mm)
|
Nomor
|
Bobot 1000 butir
(gram)
|
3,03
|
1,0
|
41,32
|
3,33
|
1,1
|
55,01
|
3,63
|
1,2
|
53,68
|
3,93
|
1,3
|
90,82
|
4,24
|
1,4
|
113,40
|
4,54
|
1,5
|
139,50
|
4,84
|
1,6
|
169,30
|
5,15
|
1,7
|
203,06
|
5,45
|
1,8
|
241,38
|
5,75
|
1,9
|
283,50
|
6,06
|
2,0
|
330,67
|
6,36
|
2,1
|
382,76
|
6,66
|
2,2
|
440,10
|
6,96
|
2,3
|
502,87
|
7,27
|
2,4
|
571,3
|
7,57
|
2,5
|
645,82
|
7,87
|
2,6
|
726,65
|
8,18
|
2,7
|
813,56
|
8,48
|
2,8
|
907,31
|
8,78
|
2,9
|
1008,07
|
9,09
|
3,0
|
1015,96
|
Cara
pemasangan inti yang perlu diperhatikan yaitu peralatan operasi lebih terdahulu
disterilkan atau dibersihkan, pembuatan sayatan yang baik dan penempatan inti
yang tepat didalam organ dalam tiram, mantel dan inti (nukleus) yang ada
didalam gonad bersinggungan langsung dan operasi dilakukan dengan cepat
sehingga tiram mutiara tidak stress atau mati, karena lamanya saat operasi
pemasangan inti mutiara.
3. Penangannan Tiram Pasca Operasi
Menurut Mulyanto (1987),
mengemukakan bahwa pemeliharaan tiram mutiara pasca operasi sangat menentukan
penyembuhan dan pembentukan mutiara yang dihasilkan. Setelah tiram dioperasi,
dengan cepat dan hati-hati dimasukkan kembali kedalam air dan digantung pada
rakit pemeliharaan yang letaknya paling dekat rumah operasi dan pada tempat
yang pergerakan airnya paling kecil. Tiram memerlukan waktu istrahat yang cukup
1-3 bulan untuk menyembuhkan luka shock akibat dari operasi pemasangan inti.
Setelah
masa penyembuhan, dilakukan pemeriksaan terhadap tiram untuk mengetahui apakah
inti yang telah dipasang masih dalam posisi semula atau dimuntahkan. Tiram yang
akan diperiksa di tahan dengan baji lalu diletakkan pada shell
holder dan diperiksa. Apabila inti masih berada didalam, maka bagian
tersebut akan kelihatan sedikit menonjol (Winanto, et. al., 1988)
Pemeriksaan
inti mutiara yang dilakukan oleh perusahan-perusahan yang berskala besar
dilakukan dengan cara menggunakan alat rontgen. Pemeriksaan dengan alat ini
dilakukan sekitar 45 hari setelah masa tento terakhir atau kurang lebih 3 bulan
setelah pemasangan inti. Tiram yang masih terdapat inti didalam cangkangnya
dalam posisi semula dipelihara kembali hingga waktu panen tiba. Tiram yang
memuntahkan intinya dan kondisi tubuhnya masih baik dapat diulangi pemasangan
inti mutiara bulat atau setengah bulat (blister) (Mulyanto, 1987).
4. Panen
Menurut
Mulyanto (1987), bahwa setelah masa pemeliharaan 1,5-2 tahun sejak operasi
pemasangan inti maka tiram dapat dipanen dengan kecermatan dan ketepatan yang
benar agar hasil mutiara dapat berkualitas baik. Menurut Tun dan Winanto
(1988), di Indonesia panen akan lebih baik menguntungkan apabila dilakukan pada
saat musim hujan, karena untuk mengurangi mortalitas pada waktu pemasangan inti
mutiara bulat kedua. Tekanan tinggi, suhu rendah dan relatif konstan serta
suasana remang-remang dapat menyebabkan sel penghasil nacre lebih aktif
mensekresikan nacre, sehingga kilau dan warnanya lebih baik walaupun pelapisan
nacrenya berlangsung lebih lambat.
Cara
pemanenan dapat dilakukan sebagai berikut : tiram yang sudah dipanen diletakkan
di atas meja operasi. Kemudian bagian mantel dan insang yang menutupi gonad
disisihkan sehingga mutiara akan kelihatan dan tampak menonjol dengan
sedikit bercahaya. Lalu dibuat sayatan pada organ tersebut seperti pada saat
pemasangan inti itiara bulat, maka mutiara dengan mudah dapat dikeluarkan dari
gonad tiram.
BAB III
HASIL MAGANG
1. A. Pelaksanaan
Magang
Magang
industri dilaksanakan pada tanggal 24 November 2005-20 Pebuaari 2006, dengan
lokasi praktek di CV. Duta Aru Indah, Pulau Garaga, Kecamatan Obi, Kabupaten
Halmahera selatan, Propinsi Maluku Utara. Dilokasi praktek ada beberapa
kegiatan yang dilakukan yaitu:
1. Orientasi
Kegiatan
orientasi dilaksanakan untuk lebih mengenal lokasi magang industri sebagai
tempat pelaksanaan magang kegiatan. Hal ini meliputi konsultasi dengan pihak
industri, pengarahan, survey, pencarian data dan hal-hal lain yang dapat
menunjang pelaksanaan magang seperti sarana dan prasarana dalam budidaya tiram
mutiara yang ada di industri CV. Duta Aru Indah.
2. Penyusunan Rencana Magang Industri
Pelaksanaan
magang para mahasiswa di CV. Duta Aru Indah dibagi menjadi beberapa tahap,
disesuaikan dengan jadwal kegiatan mahasiswa praktek kerja magang yang telah
dibuat dan disesuaikan dengan kegiatan pada industri budidaya tiram mutiara.
Sesuai
dengan acuan pada jadwal kegiatan mahasiswa, praktek kerja magang di CV. Duta
Aru Indah, dalam pelaksanaan di lapangan selama waktu yang telah diberikan tersebut
para mahasiswa melaksanakan kegiatan magang dibeberapa bagian diantaranya
kegiatan pembesaran tiram mutiara, pembenihan dan kultur pakan phytoplankton
untuk tiram mutiara (Pinctada maxima).
3. Keadaan Umum Tempat Magang
a. Kondisi Geografis
Industri
CV. Duta Aru Indah terletak di Pulau Garaga Desa Kampung Baru Kecamatan Obi
Kabupaten Halmahera Selatan Propinsi Maluku Utara. Tata letak industri ini
berada pada sebuah teluk yang jauh dari aktifitas masyarakat sehari-hari dan
jauh dari lalulalang transportasi laut. Lokasi industri ini hanya dapat
dijangkau dengan menggunakan alat transportasi laut kurang lebih 12 jam dari
ibukota propinsi, dari ibukota kabupaten kurang lebih 6 jam serta dari ibukota
kecamatan kurang lebih 1-2 jam.
Lokasi
ini memiliki bata-batas wilayah sebagai berikut :
Timur
: Tanjung Merah
Barat
: Tanjung Palem
Selatan
: Gunung, serta
Utara
: Laut
Gambar
2. Tempat
lokasi magang di CV. Duta Aru Indah
b. Sejarah
Industri
CV. Duta Aru Indah merupakan sala
satu perusahan yang bergerak di bidang perikanan yaitu budidaya tiram mutiara (Pinctada
maxima) dengan sumber modal swasta nasional serta produksi yang dihasilkan
oleh industri ini seluruhnya diekspor keluar negeri, dengan negara tujuan
Jepang. Pemasaran yang hanya terbatas atau dimonopoli oleh Jepang ini mungkin
karena keterkaitan tenaga teknisi Jepang yang berada pada perusahan ini,
sekalipun pemilik perusahan ini adalah milik orang cina. Selain dari produksi
mutiara tersebut, produksi kulit tiram mutiara ini di ekspor juga, sebahagian
lagi dipasarkan ke Pulau Jawa terutama Surabaya. Berdirinya industri ini pada
tahun 1997 Ruang lingkup kegiatan budidaya tiram mutiara (Pinctada maxima)
di industri ini meliputi: Kultur phytoplankton, pemijahan, pemeliharaan spat
sampai ukuran siap operasi, operasi pemasangan inti, pemeliharaan pasca
operasi, pemanenan dan pemasaran. CV. Duta Aru Indah dalam melakukan usaha
budidaya tiram mutiara (Pinctada maxima) memiliki lima lokasi yaitu
lokasi budidaya CV. Duta Aru Indah Unit Pulau Garaga, Unit Tiga Raja, Unit
Pulau Damar, Unit Selat Mas dan Unit Dowora.
c.
Struktur Organisasi Industri
Kegiatan
ini bertujuan agar dapat mengetahui fungsi dan manfaat pelaksanaan administrasi
industri budidaya tiram mutiara. Hal ini dilaksanakan dengan cara diskusi
dengan pihak industri, baik teknisi maupun karyawan serta mempelajari sarana
dan prasarana yang ada tentang industri tiram mutiara. Sehingga dengan kegiatan
administrasi industri ini terwujud suatu hubungan kerja yang baik dan teratur.
CV.
Duta Aru Indah ini dipimpin oleh seorang Manager (kepala perusahaan) dan
dibantu oleh kepala-kepala seksi diantaranya : Kepala seksi administrasi umum,
seksi logistik, seksi budidaya, seksi mekanik, seksi keamanan dan seksi
keuangan. Dalam menjaga kemanan disekitar lokasi perusahaan kepala seksi
kemanan dibantu oleh 6 orang aparat keamanan, sedangkan kepala seksi budidaya
dalam memonitoring kegiatan budidaya berkoordinasi dengan 3 orang teknisi dan
dibantu oleh kepala bagian siput kecil, siput praoperasi dan siput pasca
operasi. Para tenaga kerja karyawan/karyawati yang ada di CV. Duta Aru Indah
mempunyai dua tipe yaitu, tenaga kerja bulanan dan tenaga kerja harian.
d. Unit Usaha Budidaya
Lingkup usaha budidaya yang
dilaksanakan di CV. Duta Aru Indah merupakan kegiatan pemeliharaan tiram mutiara
dari ukuran spat, pembesaran, pelaksanaa operasi pemasangan inti mutiara bulat
sampai pelaksanaan pemanenan setelah pemeliharaan 1-1,5 bulan yang di
laksanakan di CV. Duta Aru Indah Pulau Garaga serta kegiatan kultur
phytoplankton di laboratorium. Sedangkan untuk pembenihan yaitu di CV. Duta Aru
Indah unit Pulau Garaga, unit Tiga raja, unit Pulau Damar, unit Selat mas dan
unit dowora.
e. Dampak Terhadap Masyarakat
Berdirinya CV. Duta Aru Indah Pulau
Garaga yang bergerak dibidang perikanan dalam usaha budidaya tiram mutiara
telah memberikan dampak positif terhadap kehidupan masyarakat disekitar wilayah
Propinsi Maluku Utara terutama masyarakat kec. Obi dan Maluku Tenggara pada
umumnya. Adapun dampak positif tersebut antara lain adalah:
1)
Terbukanya lapangan kerja bagi masyarakat yang bekerja baik sebagai tenaga
pemeliharaan, tenaga harian atau bulanan serta tenaga borongan.
2)
Menarik para investor lain untuk menanam modalnya dibidang budidaya tiram
mutiara pada khususnya maupun dibidang usaha budidaya perikanan pada umumnya.
3)
Meningkatkan pendapatan daerah setempat dengan adanya usaha ini.
4)
Terbukanya kesempatan bagi para pelajar, mahasiswa dan peneliti untuk
mengadakan praktek atau penelitian tentang manajemen budidaya tiram mutiara (Pinctada
maxima).
4. Sarana dan Prasarana Budidaya Tiram mutiara
CV. Duta Aru Indah dalam pelaksanaan
usaha budidaya tiram mutiara, ada beberapa sarana dan prasarana yang di gunakan
yang terdiri dari sarana pembenihan (hatchery) dan sarana pembesaran,
sarana penunjang. Sedangkan bahan dan peralatan yang digunakan dalam kegiatan
budidaya adalah peralatan operasi pemasangan inti mutiara bulat, paralatan
pembersian tiram dan panen mutiara serta bahan dan alat yang digunakan dalam
hatchery.
a. Sarana Pembenihan
Kelengkapan
utama dalam kegiatan pembenihan antara lain harus tersedia ruang pembenihan
(bangunan); suplai air laut; ruang aklimatitasi; tempat pemijahan; tempat
pemeliharaan untuk larva; spat, dan induk; sarana kultur pakan alami; dan
peralatan lainnya yang menunjang kegiatan pembenihan.
1)Bangunan
Pada
prinsipnaya, bangunan ini harus memenuhi persyaratan teknis operasional yang
terdiri dari ruang kultur alga, ruang aklimatisasi, ruang pemijahan, ruang
pemeliharaan larva dan spat, serta ruang staf. Dalam kegiatan tata letak
bangunan sedapat mungkun jauh dari aktifitas sehari-hari sehingga organisme
yang dipelihara selalu dalam suasana terang. Hal ini di sesuaikan dengan
habitat dari organisme pemeliharan tersebut.
Tabel
5. Alat dan bahan yang digunakan
dalam kultur phytoplankton di
CV.
Duta Aru Indah adalah sebagai berikut.
No
|
Alat dan bahan
|
Fungsi
|
1
|
Tabung Erlenmeyer
|
Wadah kultur phytoplankton
|
2
|
Tabung Reaksi
|
Wadah kultur phytoplankton
|
3
|
Cawan Petri
|
Wadah kultur phytoplankton
|
4
|
Toples 5 ltr dan 10 ltr
|
Wadah kultur phytoplankton
|
5
|
Wadah 15 dan 30 liter
|
Wadah kultur phytoplankton (kultur
semi massal)
|
6
|
Mikroskop
|
Menghitung kepadatan phytoplankton
|
7
|
Haemacytometer dan
|
Cover
glassMenghitung densitas Phytoplankton dan Tempat peletakan sample
plankton8TermometerPengukur suhu ruangan kultur phytoplankton9CaterPenghitung
phytoplankton10PipetPengambilan sample plankton11PupukSebagai
pengkaya12AquadesPembilasan peralatan13Larutan HCLSterilisasi peralatan14Air
panasSterilisasi peralatan15Oven/autoklavSterilisasi peralatan16PlanktonPakan
alami tiram mutiara17FormalinBahan pencampur dalam pengamatan kepadatan
plankton18AerasiPenambahan oksigen19Air lautMedia kultur20BecerglassWadah untuk
pengambilan sample plankton21TisuPembersih21ACPengatur suhu ruangan plankton
2).
Suplai Air Laut
Penyediaaan
air laut yang bersih merupakan salah satu faktor penting, karena air laut
merupakan media tumbuh dan berkembangnya plankton dan larva tiram mutiara.
Pengambilan air laut dibantu dengan mesin pompa air 2-2,5 inci dan pipa PVC.
Air yang digunakan telah melalui beberapa proses fertilisasi, antara lain
melewati saringan pasir (sand filter) dan bak pengendapan. Untuk
pemeliharaan larva khususnya, air laut melalui beberapa perlakuan, seperticartage atau
saringan bertingkat dari 15 mm, 10 mm, dan 5 mm; sterilisasi dengan autoclav;
dan saringan kapas (cotton filter).
3).
Bak Pemijahan Induk
Bak
ini terbuat dari fiberglass bervolume 3 ton menyerupai bentuk tabung serta
berwarna bening transpran. Bak ini berfungsi sebagai tempat tempat
memijahnya induk tiram mutiara dengan jumlah 3 buah.
4).
Bak telur
Sebagai
tempat meletakkan telur hasil pemijahan dari induk tiram. Ini digunakan wadah
toples plastik dengan volume 30 liter sebanyak 20 buah.
5). Bak pemeliharaan larva dan spat
Bak
ini terbuat dari polikarbinat atau juga fiber glaas dengan volume 5 ton warna
bak ini hitam, dilengkapi dengan pintu pemasukan dan pengeluaran air.
6).
Bak penjarangan dan penempelan spat.
Terbuat
dari fiberglaas, ukuran bak ini tidak menentu tergantung dari ukuran kolektor.
Tetapi pada umumnya bak ini berukuran 90 cm x 60 cm x 50 cm. warna bak ini
gelap agar kontras dengan warna spat yang putih transparan, sehingga spat yang
menempel pada kolektor dan jatuh didasar bak bisa terlihat dan diambil kembali.
7). Spat kolektor
Merupakan
tempat menempelnya tiram mudah atau spat. Spat kolektor ini terbuat dari bahan
paranet. Wadah yang digunakan sebagai wadah kolektor adalah keranjang jaring
dengan ukuran 40cm x 60cm.
8). Tempat kutur pakan alami
Tempat
kultur pakan alami digunakan rak yang terbuat dari kerangka kayu dan besi siku.
Untuk penerangan setiap rak dilengkapi dengan 4 lampu TL 40 wat. Ukuran rak di
sesuaikan dengan ukuran ruangan dan kapasitas produksi yang diinginkan.
9).
Rumah pompa
Sebagai
tempat meletakkan mesin pompa untuk penyedotan air laut ke ruang laboratorium.
10).
Rumah genset
Tempat
untuk meletakkan genset, yang berfungsi sebagai listrik listrik.
11). Tower air tawar
Berfungsi
untuk menampung air tawar sebelum digunakan ke rumah karyawan, kantor dan
hatchery.
12). Bak penampung air laut.
Mempunyai
fungsi sebagai penampung air laut sebelum digunakan dalam kegiatan kultur pakan
alami dan pembenihan dihatchery.
Tabel
6. Alat dan bahan pemijahan,
penetesan dan pemeliharaan larva
No
|
Alat dan bahan
|
Fungsi
|
1
|
Bak pemeliharaan
|
Pelihara induk
|
2
|
Toples plastic
|
Sebagai wadah peletakan telur
|
3
|
Bak induk
|
Penyimpanan induk
|
4
|
Bak pemijahan
|
Tempat pemijahan
|
5
|
Bak penetasan telur
|
Sebagai bak penetasan dan
pemeliharaan larva
|
6
|
Larva
|
Tiram budidaya
|
7
|
Mikroskop
|
Untuk mengamati kondisi larva
|
8
|
Thermometer
|
Mengukur suhu
|
9
|
Saringan plankton
|
Menyaring telur dan kotoran
|
10
|
Suplai air laut
|
Media hidup tiram
|
11
|
Bak penampung
|
Menampung air laut
|
12
|
Mesin pompa
|
Penyedot air laut
|
Pipet
|
Pengambilan cantoh telur
|
b. Sarana Pembesaran
Bahan-bahan pembuatan sarana
pembesaran sangat penting dalam pemeliharaan tiram dari ukuran spat sampai
ukuran siap operasi dan pemanenan. Bahan-bahan ini digunakan untuk sarana rakit
apung, bahan sarana pembuatan tali rentang (long line) dan pembuatan
keranjang pemeliharaan.
1). Bahan Sarana Rakit Apung
Bahan-bahan
yang digunakan dalam kontruksi rakit apung tersebut adalah sebagai berikut :
·
Kerangka
rakit, terbuat dari kayu bakau yang berdiameter 10-15 cm dan panjang 9 meter.
·
Pelampung,
berbentuk silinder dengan diameter 60 cm dan panjang 1 meter yang terbuat dari
bahan drum plastik atau styrofoam yang di lapisi plastik berwarna kuning/biru
yang tahan bocor.
·
Pengikat
rakit, digunakan kawat dengan berdiameter 3 mm.
·
Tali
jangkar dan jangkar, terbuat dari tali polyethelen dengan berdiameter 5 cm
dengan panjang 2-3 kali kedalaman air. Untuk menahan rakit agar tidak terbawa
arus digunakan jangkar yang terbuat dari besi/blok semen.
·
Tali
gantung keranjang, terbuat dari polyethelen berwarna hitam atau biru. Tali
untuk gantungan keranjangan siput ini dengan diameter 8 mm dan panjang 5 meter.
Rakit
digunakan sebagai tempat pemeliharaan tiram mutiara, baik tiram sebelum operasi
maupun pasca operasi. Dalam satu unit rakit apung terdiri dari 6 rakit kecil
dengan ukuran 9 x 9 m per rakit dan mampu menampung 100 keranjang yang
masing-masing berisi 8 ekor tiram. Sehingga dalam satu rakit kecil sebanyak 800
atau 4.800.ekor tiram mutiara dalam 1 unit rakit apung.
2). Bahan Sarana Tali Rentang (Long line)
Bahan-bahan
yang digunakan dalam pembuatan satu unit tali rentang (long line)
tersebut adalah:
·
Tali
rentang, tali ini terbuat dari tali polyethelen yang berwarna biru atau hitam
dengan diameter 3 cm dan panjang 102 m.
·
Bola
pelampung, terbuat dari plastik berwarna biru atau hitam dengan diameter 30 cm,
bola pelampung diikat dengan tali polyethelen pada tali rentang.
·
Pemberat,
bahan pembuatnya dari blok semen (beton).
Dalam
setiap tali rentang dipasang 25 buah pelampung dengan jarak antara pelampung
dapat diikat 4 buah tali gantung keranjang, jarak antara tali gantungpocket
net 80 cm. Sehingga setiap satu tali rentang dapat menampung 100
buah pocket net dan setiap pocket net berisi
8 tiram mutiara. Jadi setiap tali rentang dapat memuat 800 ekor tiram atau satu
unit tali rentang yang memiliki 10 tali rentang dapat memuat 8000 ekor tiram
mutiara.
3). Keranjang Pemeliharaan
Ada
beberapa kategori keranjang yang digunakan dalam pemeliharaan tiram mutiara,
tergantung dari ukuran dan usia tiram mutiara.
·
Pocket
net atau Keranjang jaring
Ukuran
keranjang pemeliharaan tiram ini sangat bervariasi tergantung ukuran tiram
mutiara. Untuk pemeliharaan tiram kecil (spat) digunakan Keranjang
ukuran mata jaring 0,3 m dengan 12 kamar ini ada yang terdiri dari 8 kamar, 9
kamar dan 24 kamar. Untuk yang 8 kamar dan 9 kamar diguakan untuk tiram mutiara
yang berukuran 4-7 cm. Sedangkan yang 24 kamar digunakan tiram mutiara masa
pendederan.
·
Keranjang
plastik
Keranjang
ini terbuat dari bahan plastik yang berwarna hitam dengan ukuran panjang 92 cm,
tinggi 16 cm dan luas 16 cm serta terdiri dari 20 kamar yang disekat-sekat.
Biasa keranjang digunakan pada tiram selesai operasi dan memasuki masa bottom
serta panen. Dengan ukuran tiram mutiara 8-12 cm.
·
Waring.
Waring
ini berukuran 0,3 cm digunakan untuk membungkus Keranjang kawat yang mempunyai
10 kamar. Keranjang ini digunakan pada tiram mutiara yang memasuki masa
pelemasan tiram (yokusey). Keranjang ini berukuran panjang 74 cm, tinggi
23 cm dan lebar 23 cm.
Gambar
3a. Pocket
net atau keranjang jaring untuk
budidaya tiram mutiara
3b. Keranjang plastik digunakan pada saat tiram selesai operasi,
masa
bottom dan Panen.
3a
3b
c. Sarana Penunjang Budidaya
Sarana penunjang yang digunakan
dalam budidaya tiram mutiara yaitu antara lain sebagai berikut:
1). Rumah Rakit
Rumah
rakit terdiri dari 3 buah bangunan terapung (floating raft house) yang
dapat dipindah-pindahkan dengan speed boat. Rumah rakit ini terbuat dari kayu
yang tahan terhadap arus air dan pelampung Styrofoam untuk mengapungkan rumah
rakit tersebut. Ini digunakan untuk kegiatan pembersihan keranjang dan tiram
serta perbaikan sarana budidaya lainnya.
2). Speed Boat
Speed boat terdiri dari 12 buah
unit, terbuat dari bahan fiberglass yang dilengkapi dengan motor tempel
berkekuatan 40 PK dan 80 PK. Speed boat digunakan untuk mengangkut tiram
mutiara, memindahkan rumah rakit, kegiatan keamanan dilokasi budidaya serta
kegiatan pemeliharaan mutiara.
3). Kapal Motor
Kapal motor terdiri dari 3 buah
unit, yang terbuat dari kayu yang dilengkapi dengan mesin dalam. Kapal motor
ini digunakan untuk mengangkut tiram mutiara dari lokasi unit cabang pembenihan
ke lokasi pembesaran CV. Duta Aru Indah, sarana transportasi
karyawan/karyawati, pengangkutan air bersih untuk kegiatan budidaya maupun ke
rumah karyawan.
5. Bahan Sarana Operasi Pemasangan Inti mutiara Bulat dan Panen
Bahan sarana operasi sangat
mempengaruhi dalam kegiatan pemasangan inti mutiara bulat dan saat pelaksanaan
pemanenan dilakukan. Bahan sanana operasi dan pemanenan yang dibutuhkan
tersebut adalah:
1. Rumah operasi, terbuat dari kayu
yang ditanam dan tahan terhadap gelombang serta terletak dekat
dengan rakit apung (tempat tiram akan dioperasi).
2. Meja operasi, terbuat dari kayu
dengan sekat-sekat pada bagian kiri, kanan dan depan untuk melindungi dari
sinar matahari secara langsung.
3. Meja tiram, terbuat dari kayu dan
letaknya harus berdekatan dengan meja operasi, yang berfungsi sebagai tempat
meletakkan tiram yang akan dioperasi pemasangan inti mutiara bulat dan
pemanenan.
6. Peralatan Operasi Pemasangan Inti Mutiara Bulat dan Panen
Peralatan
operasi pemasangan inti mutiara dan pemanenan yang digunakan pada CV. Duta aru
Indah adalah sebagai berikut:
1. Forsep (pembuka cangkang), alat ini
digunakan untuk membuka/memperbesar bukaan mulut cangkang tiran sebelum
dipasang baji dan untuk mepertahankan bukaan cangkang pada saat operasi atau
panen berlangsung.
2. Baji, erbuat dari kayu membentuk
segi tiga siku-siku yang digunakan untuk mempertahankan bukaan cangkang
sebalum operasi atau pada saat panen.
3. Gunting, digunakan untuk memotong
mantel dari organ tubuh tiram donor.
4. d. Tweezer,
digunakan untuk mengangkat potongan
mantel dari dalam cangkang tiram donor.
5. Spon mantel, digunakan untuk tempat
memotong mantel menjadi bagian-bagian tekecil, spon ini berfungsi menahan
lender hitam pada lapisan luar mantel sehingga pada saat mantel dimasukkan ke
dalam organ tiram lapisan mantel berwarna putih (tidak bernoda) serta dapat
menyerap air .
6. Pisau pemotong (graff cutter),
Ini digunakan untuk memotong potongan mantel menjadi bagian-bagian yang lebih
kecil.
7. Graft cutting block, digunakan sebagai landasan spons
untuk memotong mantel Pinset, digunakan untuk menyingkir dan mengangkat hama
yang ada dalam tubuh tiram.
8. Standar dengan penjepit (shell
holder), digunakan untuk meletakkan tiram yang akan dioperasi.
9. Pinset, digunakan untuk menyingkir dan
mengangkat hama yang ada dalam tubuh tiram.
10. Spatula, digunakan untuk menyibak mantel dan
insang yang menghalangi tempat penorehan.
11. Kait (hock), digunakan untuk
menahan kaki sewaktu membuat irisan/saluran dan saat pemasukan inti (nukleus)
mutiara.
12. Incision knife, digunakan untuk menorah gonad
tiram mutiara.
13. Probe, digunakan untuk membuat saluran
pemasukan mantel dan inti serta saluran keluarnya mutiara pada saat pemanenan.
14. Pemasukan mantel (graft currier),
digunakan untuk memasukkan potongan mantel kedalam organ tiram melalui saluran
yang telah dibuat.
15. Nukleus carrier, digunakan untuk memasukkan inti (nukleus)
kedalam gonad melalui saluran dan untuk mengambil mutiara serta untuk
mengambil mutiara dari dalam gonad pada saat panen.
16. Gelas berisi air, digunakan untuk membersihkan
alat pada setiap pengoprasian satu buah tiram dan membasahi nucleus
carrier agar inti mutiara dapat menempel.
q.
Wadah kecil, digunakan untuk menampung inti (nukleus) dan
mutiara dari hasil panen.
7. Peralatan Pembersih Tiram Mutiara
Salah
satu peralatan yang tidak kalah penting dalam budidaya tiram mutiara (Pincata
maxima) adalah alat pembersih tiram dari organisme penempel dan kotoran
yang mengganggu kehidupan/pertumbuhan dari tiram mutiara. Adapun peralatan
pembersih yang digunakan di CV. Duta Aru Indah Pulau Garaga dalah sebagai
berikut :
1. Mesin pencuci, alat ini digerakkan
oleh mesin diesel yang diset diatas rumah rakit dan speed boat. Mesin pencuci
uni digunakan untuk membersihkan keranjang pemeliharan dan membersihkan tiram
dari organisme penempel pada cangkang sebelum dan sesudah dibersihkan dengan
pisau atau parang kecil.
2. Pisau dan parang kecil, ini
digunakan untuk membersihkan tiram setelah melalui proses pembersihan pada
mesin diesel.
B.
Pembahasan
1. Sarana dan Prasarana Budidaya
Salah satu faktor yang sangat
berperan penting dalam keberhasilan untuk usaha budidaya tiram mutiara (Pinctada
maxima) adalah sarana dan prasarana yang digunakan. Adapun sarana dan
prasarana yang ada pada CV. Duta Aru Indah adalah: Sarana dan prasarana
pembenihan dan pembesaran.
a. Sarana dan Prasarana Pembenihan
1). Ruang Pembenihan (hatchery)
Tempat
operasional hathery di CV. Duta Aru Indah ini merupakan ruang pembenihan tiram
mutiara yang mencangkup ruang kultur fitoplankton, ruang penyimpanan alat dan
sarana operasional, ruang staf serta ruang pemeliharaan larva dan spat hasil
pemijahan dari tiram mutiara. Ruang pemijahan serta pemeliharaan larva dan spat
di satukan. Hal ini sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh Winanto et
al., (2001), bahwa tempat operasional hatchery tidak harus berupa bangunan
permannen, tetapi bisa disesuaikan dengan kondisi dan dana yang tersedia pada
perusahan tersebut.
Gambar
4. Tata letak ruang pembenihan (hatchery)
di CV. Duta Aru Indah
Ket:
A: Ruang kultur pakan alami
B:
Ruang sterilisasi peralatan
C:
Bak pemeliharaan larva dan spat
D:
Bak pemijahan induk tiram
E:
Ruang staf + tempat penyimpanan alat
F1:Bak
penampungan (dengan saringan 0,3 mikron)
F2:
Bak sand filter (saringan pasir)
F3:
Bak sand filter (saringan kerikil)
F4:
Bak pengendapan (pada pipa outlet dilapisi spon dan waring)
Fasilitas
ruangan pembenihan dan kultur phytoplankton yang ada di CV. Duta Aru Indah ini
letaknya sedikit jauh dari aktifitas sehari-hari, sehingga organisme yang
dipelihara mendapat suasana yang tenang. Ruang tempat pemeliharaan larva dan
spat suasanannya gelap atau cahaya yang masuk dapat diatur. Hal ini disesuaikan
dengan habitat tiram mutiara (Pinctada maxima) didalam perairan air
laut. Sedangkan ruangan tempat kultur phytoplankton suasananya terang yang
pencahayaannya diatur dengan menggunakan lampu TL 40 watt sebanyak 4 buah dan
AC 250 Vol. 2 buah untuk mengatur suhu, sehinggga kondisi suhu ruangan
phytoplankton tetap terkontrol.
2). Sistem Suplai Air Laut Untuk Pambenihan Tiram
Mutiara
Sistem
penyedian air laut yang bersih dan berkualitas untuk pemeliharaan larva tiram
mutiara harus diperhatikan karena air merupakan media hidup dan berkembangnya
tiram mutiara. Air media yang digunakan untuk kegiatan pembenihan air laut yang
diambil dari sekitar lokasi CV. Duta Aru Indah dengan menggunakan mesin pompa
kemudian dialirkan melalui pipa PVC 6 inchi sebanyak 3 buah ke bak pengendapan,
kemudian dilanjutkan sampai ke bak penampungan melalui beberapa filterisasi
secara gravitasi. Air laut diambil langsung dari permukaan dasar laut dengan
jarak ± 250 meter ke mesin pompa, kemudian dari mesin pompa ke bak pengendapan
± 100 meter. Ujung pipa PVC yang digunakan untuk mengalirkan air laut dari
mesin pompa ke bak pengendapan ini digunakan spon dan waring, yang selanjutnya
dialirkan terus ke saringan kerikil dan sand filter (saringan pasir) dan
selanjutnya dialirkan ke bak penampungan. Dari bak penampungan inilah air laut
yang sudah melalui filterisasi ini di alirkan ke ruang kultur phytoplankton dan
ruang pemijahan atau pemeliharaan larva. Air yang masuk ke bak pemijahan dan
pemeliharaan larva disaring dengan sariangan 5 mikron, sedangkan yang masuk
kedalam ruang kultur pakan alami disaring dengan saringan 2 mikron dan 3
mikron.
3). Sterilisasi
Alat dan Bahan
a).
Sterilisasi Alat dan Bahan Pemijahan dan Pemeliharaan Larva
Wadah
pemeliharaan ini terdiri atas Bak pemijahan yang terdiri atas 3 buah dengan
volume 3 ton, berbentuk tabung dengan warna bening transparan. Untuk wadah
penetesan telur terdiri dari 20 buah dengan volume 30 liter dan berwarna bening
transparan. Sedangkan bak pemeliharaan larva terdiri dari 8 buah dengan volume
5 ton berwarna hitam (gelap) dan berbentuk persegi panjang, terbuat dari bahan
polikarbonat.
Dalam
keberhasilan usaha budidaya salah satu hal yang tidah dapat diabaikan adalah
kebersihan wadah yang digunakan. Pengalaman yang dilakukan oleh teknisi di CV.
Duta Aru Indah dalam sterilisasi wadah yang akan digunakan baik wadah
pemijahan, penetesan telur serta pemeliharaan larva dan spat. Alat dan bahan
ini dicuci sampai benar-benar bersih, baik kotoran yang menempel berbentuk
fisik maupun organisme jenis hama penempel pada wadah pemeliharaan. Kegiatan
pencucian wadah ini dengan tujuan untuk membersihkan semua jenis pathogen.
Pencucian ini dengan menggunakan air laut dengan cara menyiram secara merata
pada seluruh wadah pembenihan, kemudian menggosok seluruh bagian wadah tersebut
dengan menggunakan spon, setelah itu dibilas dengan air laut. Cara mencucu
wadah yang dianggap adanya organisme penempel dilakukan dengan menaburkan
secara merata garam yodium kedalam wadah, ini hanya dilakukan pada bak
pemeliharaan larva dan spat yang bervolume 5 ton Setelah beberapa menit baru
kembali dibilas dengan air laut.
b).
Sterilisasi Alat dan Bahan Kultur Pakan Alami
Menurut
pengamatan yang dilakukan oleh para teknisi di CV. Duta Aru Indah dalam
sterilisasi alat dan bahan untuk media tumbuh kultur phytoplankton ini
dilakukan dengan cara menggunakan air panas dengan autoclave, bahan
kimia dan dengan menggunakan oven (hotplate). Dalam hal ini menurut
Isnasetyo dan Kurniastuty (1995) bahwa, sterilisasi dapat dilakukan dengan
beberapa metode antara lain: sterilisasi dengan autoclave, sterilisasi basah,
sterilisasi dengan bahan kimia, sterilisasi dengan penyaringan dan sterilisasi
dengan sinar ultra violet. Di CV. Duta Aru Indah, sterilisasi ini
hanya digunakan tiga metode karena proses dan hasilnya tidak berbeda jauh
dengan metode sterilisasi lainnya.
·
Sterilisasi
dengan Autoclave
Proses
sterilisasi ini dilakukan dengan menggunakan autoclave bersuhu
121ÂşC dengan tekanan 1 kg/cm² selama ± 45 menit. Sterilisasi ini dilakukan
untuk peralatan gelas seperti tabung reaksi, cawan petri, pipet, Erlenmeyer,
corong, gelas kimia dan gelas ukur. Paralatan ini sebelum dimasukkan
kedalam autoclave untuk di sterilisasi, terlebih dahulu dibungkus dengan
menggunakan kertas aluminium foil. Setelah proses sterilisasi
selesai, semua peralatan in diletakkan dalam ruangan yang bersih dan dalam
kondisi tetap terbungkus sampai akan digunakan.
·
Sterilisasi
dengan Bahan Kimia
Sterilisasi ini dilakukan hanya
untuk selang aerasi yang digunakan dalam wadah kultur phytoplankton dengan cara
selang ini direndam kedalam larutan Hidrochloric Acid (HCL) 10% selama ± 24 jam
kemudian dicuci bersih dan direbus kembali dalam toples plastik vol 30 liter
dengan menggunakanheater. Sterilisasi dengan bahan kimia ini bertujuan
untuk melarutkan sisa phytoplankton yang menempel pada ujung selang untuk
menghindari terjadinya kontaminasi antara jenis phytoplankton serta membunuh
organisme lain yang dapat mengganggu pertumbuhan phytoplankton.
·
Sterilisasi
dengan Oven (hotplate)
Untuk cara sterilisasi peralatan
metode ketiga ini dengan menggunaka oven (hotplate) yaitu untuk semua
peralatan yang bisa dimasukkan kedalam ruang oven, ini bisa langsung
disterilisasi dengan oven selama ± 30 menit. Sedangkan untuk peralatan yang
tidak bisa dimasukkan kedalam oven karena ukurannya besar, ini bisa cukup
disterilisasi dengan autoclave atau dengan bahan kimia sesuai
dengan keperluan untuk sterilisasi.
Selain
dari peralatan tersebut, air laut juga harus disterilisasi yang nantinya akan
digunakan sebagai media pemeliharaan kultur phytoplankton. Air laut ini
dialirkan melewati saringan filterisasi untuk mendapatkan air laut yang
berkualitas sebagai media kultur phytoplankton. Setelah melewati filterisasi,
selanjutnya air laut ini disterilisasi dengan cara direbus sampai mendidi
(sterilisasi basah). Kemudian air laut tersebut di tampung dalam sebuah wadah
tertutup dan didinginkan. Setelah air media tersebut dingin, lalu disaring
dengan menggunakan saringan kertas saring atau tissue sebelum digunakan sebagai
media kultur phytoplankton.
Sterilisasi
alat dan bahan ini dimaksudkan agar supaya membunuh bakteri, protozoa ataupun
organisme lain yang dapat menggagu pertumbuhan phytoplankton nantinya serta
untuk mencega terjadinya kontaminasi antara jenis phytoplankton.
4). Jenis-Jenis
Phytoplankton Pakan Larva Tiram Mutiara
Didalam unit pembenihan tiram
mutiara di CV. Duta Aru Indah, menggunakan/memanfaatkan 5 jenis phytoplankton
sebagai pakan larva tiram mutiara, pakan alami larva tersebut adalah: Isocrysis
galbana, Pavlova lutheri, Chaetocheros. Sp, Nannoclorophysis. Sp, dan Tetra
selmis chuii. Dilihat dari bentuk dan ukuran phytoplankton
yang dikultur di CV. Duta Aru Indah, sebagai pakan larva tiram mutiara. Dalam
pemberian pakan alami ini disesuaikan dengan umur larva. Pakan alami ini
apabila dilihat secara visual, terlihat bahwa ukuran tetrasilmis chuii yang
paling besar diantara jenis lainnya. Sedangkan Pavlova lutheri,
Isochrysis galbana dan Nannochloropsis sp. ukurannya
lebih besar dibandingkan dengan Chaetocheros amami. Pakan
alami jenis Pavlova lutheri, Isochrysis galbana dan Nannochloropsis
sp. lebih baik digunakan untuk diberikan pada larva yaitu periode awal
dalam pemeliharaan larva tiram mutiara. Hal ini disebabkan karena jenis pakan
alami ini ukurannya lebih kecil dibandingkan dengan jenis lainnya sehingga
sesuai dengan bukaan mulut larva tiram mutiara.
Menurut
hasil pengalaman para teknisi di CV. Duta Aru Indah, bahwa dengan pemberian
pakan alami jenis Pavlova lutheri, isochrysis galbana danNannochloropsis
sp. pada periode awal pertumbuhan larva memberikan pengaruh sehingga
menunjukkan hasil yang baik. Hal ini sejalan dengan pandapat Winanto et
al. (2001) bahwa, pada stadia awal larva yaitu stadia bentuk D, tiram
mutiara mulai diberikan makanan mikro alga berupa Pavlova sp. dan Isocrysis
galbana. Sedangkan jenis Chaetoceros amami dan
Tetraselmis chuii diberikan seterlah larva tiram mutiara menempel pada
spat kolektor.
Bibit
(inokulum) phytoplankton yang digunakan sebagai pakan larva tiram mutiara
berasal dari panti benih lain, yaitu dari daerah dobo propinsi maluku tenggara.
Tahapan kultur phytoplankton yang dilakukan pada laboratorium pakan alami CV.
Duta Aru Indah adalah stok awetan kultur dan perbanyakan untuk
mendapatkan kualitas dan kuantitas inokulum phytoplankton yang baik sebelum
diberikan pada larva tiram mutiara dengan teknik kultur murni dan semi massal.
Menurut
Umebayshi dalam Winanto et. al (2001) bahwa, mikro alga yang digunakan
sebagai pakan larva tiram mutiara adalah memiliki ukuran yang sesuai dengan
bukaan mulut larva, cepat tumbuh dengan kepadatan yang tinggi dan tidak
menghasilkan substrat yang beracun. Pendapat ini searah dengan apa yang
dilakukan di CV. Duta Aru Indah yaitu kultur phytoplankton jenis Pavlova
lutheri sp. Isochysis galbana, Chaetocheros amami dan Tetraselmis
chuii dipilih sebagai pakan larva tiram mutiara karena memiliki ukuran
≤ 10 µm, mengandung nutrisi (protein, karbohidrat, lemak dan abu) yang dibutuhkan
untuk pertumbuhan larva tiram mutiara, cepat berkembang biak dalam waktu 4-6
hari dan tidak menimbulkan racun terhadap larva.
5). Kultur Pakan Hidup
CV. Duta Aru Indah dalam kegiatan
kultur pakan hidup ini dilakukan hanya pada skala kultur murni dan kultur semi
masal. Karena pakan merupakan salah satu faktor penentu dalam keberhasilan
kegiatan pembenihan tiram mutiara, sehingga CV. Duta Aru Indah perlu melakukan
kultur phytoplankton demi ketersedian pakan yang tepat waktu, jumlah, dan
jenisnya akan sangat mendukung keberhasilan produksi masal spat nanti.
a). Kultur Murni
Kultur
murni pada skala laboratorium dapat menggunakan pupuk atau media Guillard,
Conway, atau Walne’s (Lampiran 1). Disini mahasiswa sedikit menemui kendala
dimana pupuk yang digunakan hanya mendapat keterangan saja, sedangkan untuk
kegiatan dalam kultur phytoplankton ini dirahasiakan oleh bagian teknisi
dilaboratorium pakan alami ini, sehingga mahasiswa hanya berpatokan pada
buku-buku referensi tentang pupuk yang digunakan untuk kultur pakan alami.
Pemeliharaan plankton pada sakala laboratorium di CV. Duta Aru Indah ini
dilakukan secara bertahap. Hal ini dilakukan hanya karena untuk menjaga
kualitas dan kemurnian inokulum dari stok phytoplankton untuk skala semi
massal.
Kultur
murni dimulai dengan menyiapkan media/peralatan kultur yang telah
disterilisasi dan diperkaya dengan larutan pupuk. Selanjutnya phytoplankton
tersebut dimasukkan kedalam cawan petri dengan media agar. Setelah terbentuk koloni,
dilakukan pengamatan dengan mikroskop untuk mengetahui apakah terjadi
kontaminasi antara jenis phytoplankton yang satu dengan lain atau tidak.
Apabila tidak terjadi kontaminasi maka phytoplankton tersebut segera
dipindahkan kedalam tabung reaksi dengan menggunakan jarum Ose, tabung reaksi
ini dengan volume 50 cc. Dalam kultur phytoplankton, air laut yang digunakan
ini terlebih dahulu disterilisasi dan sebelum inokulum dimasukkan 1/3 bagian,
media kultur dipupuk terlebih dahulu.
Pupuk
yang digunakan dalam kultur murni untuk jenis phytoplankton Diatomae (Isochrysis
galbana, Pavlova lutheri, dan Chaetocheros amami) adalah pupuk Na Medium,
sedangkan untuk jenis phytoplankton Chlophyceae (Tetraselmis chuii dan Nannochloropsis
sp.) adalah menggunakan pupuk Conwy/Walne’s dengan dosis penggunaan 1,0
ml/l.
Biakan
murni atau inokulum didalam tabung reaksi ini segera diperbanyak secara
bertahap setelah mencapai puncak (blooming) ini dengan megunakan
peralatan gelas, antara lain; tabung carbouy, volume 5 liter dan 8 liter,
toples kaca, dan erlenmeyer volume, 50 ml, 100 ml, 500 ml, 1000 ml, 2000 ml.
Lama pemeliharaan tergantung jenis dan tingkat kepadatan inokulum, tetapi
menurut pengalaman yang di lakukan di CV. Duta Aru Indah, dengan selang waktu
pemindahan kultur murni phytoplankton ini setelah 5 hari pemeliharaan. Hal ini
sesuai dengan apa yang dikatakan oleh Winanto, Tjahjo (2004) bahwa, untuk
jenis Isochrysis galbana dan Pavlova lutheri yang
dipelihara pada skala laboratorium dan semi masal, akan dicapai kepadatan
optimum setelah 4-6 hari. Kultur phytoplankton ini dimulai dari inokulum dalam
tabung reaksi yang telah padat kemudian dikultur secara bertingkat dari tabung
reaksi sampai ke dalam erlenmeyer, tabung carbouy dan toples kaca. dalam tabung
reaksi dilakukan tanpa pemberian aerasi sedangkan kultur murni dengan
erlenmeyer, tabung carbouy dan toples kaca sampai pada kultur semi massal
diberi aerasi (pengudaraan).
Untuk
meletakkan peralatan gelas atau botol-botol tersebut digunakan rak yang terbuat
dari besi siku yang diletakkan saling berhadapan, ukuran rak ini disesuaikan
dengan luas ruangan laboratorium yang ada di CV. Duta Aru Indah dan kapasitas
produksi kultur phytoplankton. Phytoplankton yang dikultur dalam laboratorium
tersebut mempunyai ruangan yang tertutup dengan kisaran suhu 22-25ÂşC ini
pengaturannya dengan menggunakan AC, salinitas 35‰, pH 7,8-8,3 serta dengan
penyinaran lampu TL 40 Watt sebanyak 4 buah.
b). Kultur Semi Masal
Pada
prinsipnya kultur phytoplankton semi masal sama dengan kultur dalam skala
laboratorium (kultur murni), yang membedakan hanya volume wadah yang
digunakan lebih besar. Kultur murni dimulai dengan menyiapkan
media/peralatan kultur yang telah disterilisasi. Selanjutnya
phytoplankton tersebut dimasukkan kedalam wadah yang lebih besar. Wadah yang
digunakan dalam kultur semi massal ini adalah toples plastik dengan volume
15-30 liter dengan diberi selang aerasi (pengudaraan), setelah itu baru
dimasukkan inokulum phytoplankton untuk kultur. Rungan kultur semi massal ini,
dilakukan dalam ruangan tertutup dan sama-sama dalam ruang kultur sakala
laboratorium dengan pengaturan kisaran suhu, salinitas, pH, serta pencahayaan
yang sama. Tujuan kultur dilakukan dalam ruangan tertutup yaitu untuk menjaga
kemurnian tiap jenis phytoplankton yang dikultur dari kontaminasi seperti
protozoa, bakteri, dan mikroorganisme lainnya. Sedangkan tujuan dari kultur
dalam ruangan yang sama yaitu untuk memudahkan pengontrolan phytoplankton serta
mempermudah dalam pemindahannya.
Gambar
5. Ruang
kultur pakan alami tiram mutiara (Pinctada maxima)
Menurut pendapat Winanto (2004) bahwa, kultur semi massal dimulai dari volume
40-80 liter dalam wadah aquarium yang diletakkan diluar laboratorium. Hal ini
sedikit berbeda dengan kultur phytoplankton yang dilakukan di CV. Duta
Aru Indah, karena kultur semi massal jenis phytoplankton yang digunakan sebagai
pakan larva tiram mutiara pada volume 15-30 liter. Pemberian
phytoplankton sebagai pakan tiram mutiara ini bersamaan dengan media/wadah
kulturnya, sehingga kemurnian dari media kultur phytoplankton mutlak
diperhatikan.
6). Teknik Pembenihan
Kegiatan pembenihan spat bisa
dilakukan jika semua sarana operasional telah tersedia, terutama pakan hidup
dan induk. Kegiatan pembenihan ini diawali dengan kultur pakan hidup. Jumlah
pakan yang dikulturnya harus cukup untuk pakan induk, larva, dan spat. Kegiatan
selanjutnya adalah seleksi induk, pemijahan, pemeliharaan larva, dan spat.
a). Seleksi Induk
Tiram Mutiara
Seleksi induk tiram mutiara (Pinctada
maxima) yang dilakukan di CV. Duta Aru Indah adalah merupakan tiram dari
hasil pembenihan yang dilakukan di Daerah Dobo Propinsi Maluku Tenggara yang
kemudian diangkut ke CV. Duta Aru Indah untuk dipijahkan. Jumlah induk tiram
hasil seleksi untuk dipijahkan sebanyak 20 ekor yang terdiri dari 10 ekor
jantan dan 10 ekor betina. Induk-induk tiram mutiara ini rata-rata telah
mencapai TKG III dan IV.
b). Pemijahan dan Proses
Pembuahan
Lama pengangkutan induk ini selama
tiga hari perjalan dari Daerah Dobo Maluku Tenggara sampai ke lokasi CV. Duta
Aru Indah Maluku Utara dengan kapal laut. Setelah sampai, induk ini kemudian
dibawah ke hathery untuk dimasukkan kedalam bak induk yang terbuat dari
fiberglass bervolume 1 ton, bak ini berwarna bening transparan. Bak ini
berfungsi sebagai tempat aklimatisasi sekaligus sebagai bak pemijahan. Proses
aklimatisasi dilakukan selama satu hari.
Tindakan
awal dalam kegiatan pemijahan di CV. Duta Aru Indah ini adalah induk dipuasakan
selama 24 jam, yang kedua induk diberi pakan phytoplankton dengan dosis tinggi,
dan yang ketiga adalah memberikan perangsangan dengan bahan kimia.
Induk
dipuasakan selama 24 jam ini dengan tujuan untuk perbaikan kualitas sel gonad
juga sebagai salah satu manipulasi untuk perangsangan pemijahan terhadap induk
tiram yang sedang matang gonad. Tahap yang kedua adalah memberikan pakan dengan
kepadatan tinggi, berupa beberapa campuran jenis fitoplankton kedalam bak
pemijahan degan volume 3 ton dengan berisi air media penuh. Jenis
phytoplankton yang diberikan ini adalah Isocrysis galbanasebanyak
25 liter, Chaetocheros sp. sebanyak 15 liter, dan Pavlova
lutheri sebanyak 2 liter. Hal ini sesuai dengan pendapat Winanto
(2004) bahwa, pemeliharaan induk mutiara Pinctada maxima dilaboratorium
dilakukan didalam bak fiberglass kapasitas 1 ton. Aplikasi pakan hidup
diberikan dengan variasi komposisi Isocrysis galbana atau Pavlova
lutheri dengan Tetraselmis tetrathele atau Chaetocheros sp.
Rekayasa
pemijahan yang dilakukan di CV. Duta Aru Indah adalah metode rangsangan kimia
dengan larutan Amoniak (NH4) 25 % sebanyak 1,5 cc kedalam 15 liter
air laut. Tehnik pemijahan dengan metode rangsang ini dilakukan dengan cara mengambil
1 ekor tiram induk jantan dengan fase matang gonad penuh. Kemudian cangkang
dibuka dengan alat pembuka, lalu otot yang menghubungkan kedua belah cangkang
(otot edukator) dipotong dengan pisau. Secara hati-hati dagingnya dikeluarkan.
Mantel dan insang dibuang sehingga yang tersisa bagian yang terisi gonad.
Selanjutnya, bagian tersebut disayat-sayat dengan pisau, lalu dimasukkan
kedalam wadah yang telah terisi air laut bersih, kemudian diaduk-aduk sampai
larut. Larutan sperma ini kemudian disaring dan dimasukkan kedalam bak
pemijahan untuk merangsang induk pemijahan. Hal ini sesuai dengan pendapat dari
Winanto (2004) bahwa, rekayasa pemijahan perlu dilakukan jika secara alami
induk tiram tidak mau memijah didalam bak pemijahan. Namun, induk yang akan dipijahkan
harus memenuhi persyaratan teknis. Induk tiram dapat dipijahkan dilaboratorium
dengan metode manipulasi lingkungan dan rangsangan kimia.
Setelah 1
jam kemudian setelah pemberian larutan amoniak induk ini segera dipindahkan
kedalam bak pemijahan yang berisi air laut bersih. Rungan pemijahan ini diatur
sehingga suasannya gelap sebelum induk tiram memijah. Hal ini disesuaikan
dengan kehidupan tiram dilaut untuk memudahkan proses pemijahan. Setelah 5
menit kemudian induk ini segera memijah. Induk yang pertama kali memijah adalah
induk jantan, kemudian disusul oleh induk betiana setelah 3 menit kemudian.
Induk jantan mengeluarkan sperma yang berwarna putih seperti asap dengan ukuran
± 0,3 µ yang bergerak aktif, sedangkan induk betina mengeluarkan sel-sel telur
yang berwarna kekuning-kuningan dengan ukuran ± 6 µ yang bergerak pasif.
Setelah semua isi gonad induk tiram keluar, tiram induk ini segera diangkat
dari bak pemijahan. Hal ini dilakukan untuk menghindari agar supaya induk tiram
tidak menyerap kembali telur yang sudah dikeluarkan sehingga proses pembuahan
dapat berlangsung dengan baik.
Dalam
pemijahan ini, induk tiram mutiara (Pinctada maxima) yang digunakan
sebanyak 20 ekor, yang terdiri dari 10 ekor jantan dan 10 ekor betina.
Dari 10 ekor induk jantan ini diambil 1 ekor yang digunakan untuk diambil
spermanya sebagai perangsang untuk proses pemijahan. Induk tiram yang berhasil
memijah adalah 9 ekor, yang terdiri dari 4 ekor jantan dan 5 ekor betina.
Gambar
6. Proses pemijahan
tiram mutiara (Pinctada maxima)
Proses pembuahan terjadi diluar tubuh didalam media air. Proses pembuahan
ini terjadi segera setelah kedua induk jantan dan betina memijah. Telur-telur
yang belum dibuahi berbentuk agak lonjong menyerupai biji jeruk, sedangkan yang
telah dibuahi berbentuk bulat dengan diameter antara 48-55 µ. Hal ini tidak
berbeda jauh apa yang dikemukakan oleh Winanto (2004) bahwa, telur yang belum
dibuahi bentuknya agak lonjong menyerupai biji jeruk. Sedangkan yang telah
dibuahi bentuknya bulat dengan diameter antara 56-65 µ.
Setelah
proses pembuahan terjadi, pemanenan telur ini segera dilakukan. Sebelum
pemanenan telur, terlebih dahulu dilakukan pengambilan sempel untuk dilakukan
pengamatan dengan menggunakan mikroskop. Hal ini dengan tujuan untuk dapat
mengetahui apakah semua telur terbuahi serta mengecek kualitasnya telur.
Pemanenan telur ini dengan cara penyifonan air yang berisi telur untuk
dipindahkan kedalam wadah volume 30 liter sebanyak 20 buah. Alat penyaringan
telur ini menggunakan saringan (planktonet) yang disusun bertingkat, dengan
ukuran 63 mikron dan 20 mikron. Saringan 63 mikron ini digunakan untuk
menyaring kotoran, termasuk feses dan isi perut yang kelur bersamaam dengan isi
gonad pada saat pemijahan, sedangkan saringan 20 mikron untuk menampung telur.
Saringan ini diletakkan didalam wadah peletakan telur dengan cara disusun,
untuk saringan 63 berada dibagian atas dan saringan 20 mikron berada dibagian
bawah untuk menyaring telur.
7). Pemeliharaan
Larva
Pemeliharaan larva hingga spat akan
berhasil jika memperhatikan terjadinya periode kritis. Selama pertumbuhan,
larva mengalami tiga kali periode kritis yaitu pada fase D, fase umbo dan
periode kritis yang ketiga yaitu pada fase plantigrade.
a). Perkembangan Awal
Perkembangan
awal telur sampai larva yang terjadi pada pemijahan di CV. Duta Aru Indah ini
adalah, proses pembelahan sel yang terjadi setelah ± 50 menit pembuahan. 20
menit kemudian sel membelah menjadi dua, lalu 35 menit berikutnya sel membelah
menjadi 4 sel, 8sel, 16 sel, 32 sel sampai membelah menjadi multi sel. Fase
morula dicapai setelah 3 jam. Fase blastula dicapai setelah larva berumur 3,3
jam, pada fase ini gerakan larva mulai aktif berputar-putar, kemudian fase
selanjutnya adalah fase grastula. Pada fase grastula, larva ini mulai
dipindahkan dari wadah volume 30 liter kedalam bak penetasan dengan volume 5
ton sebanyak 8 buah. bak ini sekaligus sebagai bak pemeliharaan larva.
b). Perkembangan Larva
Pada
perkembangan larva terdapat beberapa masa kritis yang harus dilalui dari larva
hingga menjadi spat, yaitu:
·
Fase
Veliger
Pada
fase ini, wadah pemeliharaan mulai diberi aerasi yang kecil. Fase veliger atau
larva bentuk D (D-shape) dicapai setelah larva berumur 21,5 jam. Hal ini
tidak jauh beda dengan apa yang dikemukakan oleh Winanto (2004) bahwa, fase
veliger atau larva bentuk D dicapai setelah larva berumur antara 18-20 jam dan
berukuran 70 µ x 80 µ. Pada fase ini larva mulai diberi pakan mikroalga. Pada
fase veliger, perkembangan larva mulai menyebar pada bagian pertengahan
dan permukaan media pemeliharaan. Hal yang sama apa yang diungkapkan oleh
Winanto (2004) bahwa, larva fase veliger bersifat fotopositif sehingga tampak
berenang-renang dipermukaan air. Pada fase ini ditandai dengan mulai tumbuhnya
organ mulut, pencernaan, larva mulai makan dan tubuhnya mulai ditutupi oleh
cangkang tipis, serta secara bertahap cangkang ini akan berkembang. Fase ini
merupakan masa kritis yang pertama karena larva pada saat ini mulai makan
sehingga perlu penyesuaian dengan bukaan mulut larva
·
Fase
Umbo
Setelah
12-15 hari, larva, larva mulai mengalami metamorfosis menjadi fase umbo dengan
ukuran 130µ-136µ yang ditandai dengan adanya tonjolan (umbo) pada bagian
dorsal. Larva pada fase ini, dicirikan oleh keadaan tubuh yang sehat, mempunyai
aktifitas gerakan yang aktif dengan cara berputar-putar menggunakan silianya
serta menyebar merata pada lapisan permukaan dan tengah air, serta mempunyai
warna perut yang sesuai dengan pakan yang diberikan. Hal yang sama juga dengan
apa yang dikemukaan oleh Winanto (2004). Pakan yang dikonsumsi adalah Isocrisis
galbana dan Pavlova lutheri maka larva yang sehat
akan banyak makan (kenyang) sehingga perutnya berwarna kuning tua, larva yang
cukup makan (sedang) bagian perutnya berwarna kuning, dan yang tidak mau
makan perutnya berwarna kuning mudah. Warna pada bagian perut larva ini karena
didominasi oleh warna jenis pakan yang dimakan serta jumlah yang dikonsumsinya.
Hal ini sesuai dengan pendapat Winanto (2004), bahwa warna perut larva dapat
bervariasi tergantung jenis pakan yang dikonsumsinya. Pemeriksaan warna pada
bagian perut larva ini dengan mengunakan mikroskop.
·
Fase
Pediveliger
Perkembangan
larva terjadi secara bertahap. Pada akhir masa umbo larva mengalami perubahan
menjadi fase pediveliger dengan ukuran antara 200µ-230µ pada hari ke 16 dan 17.
Fase ini ditandai dengan timbulnya kaki (pedi), dan terlihat adanya bintik
hitam (eye spot) yang berada dibawah primordial kaki serta
lembaran-lembaran insang. Fase ini merupakan masa kritis yang ke dua karena
larva mulai mencari tempat untuk menempel dan menetap, sehingga untuk keperluan
ini larva memerlukan energi ekstra.
·
Fase
Plantigrade
Setelah
larva berumur 19-22 hari larva mencapai fase pantigrade dengan ukuran 230µ-210µ
yang ditandai dengan tumbuhnya cangkang baru dan tumbuhnya byssus untuk
menempel pada substrat. Byssus adalah organ tubuh yang bentuknya seperti rambut
atau serat yang berwarna hijau kehitaman. Byssus dihasilkan dari sekresi cairan
benang byssus, yaitu proses gerakan berenang dan kebiasaan berputar-putar
sehingga cairan akan mengalir keluar dari lubang pada kaki dan segera akan
mengeras saat beraksi dengan air laut. Ini adalah masa kritis yang cukup ekstrim
pada larva, aksi penempelan ini diawali dengan gerakan menurun (fase
planktonis), kemudian menuju kedasar perairan dengan disertai gerakan berenang
dan berputar-putar akhirnya keluarnya benang byssus agar dapat menempel pada
substrat. Inilah pertanda dimulainya larva hidup menetap didasar. Jika tidak
ditemukan substrat yang baik bagi kehidupannya, maka biasanya larva akan
cenderung menunda periode untuk menempel atau menetap. Hal yang sama juga
dengan pendapat yang dikumukakan oleh Winanto (2004).
Tabel
7. Tahapan
waktu pada kegiatan pemijahan dan pembenihan larva di
CV.
Duta Aru Indah
No
|
Waktu (WIT)
|
Kegiatan
|
1
|
09.00
|
Pemberian pakan pada induk
|
2
|
09.30
|
Perangsangan dengan larutan
amoniak
|
3
|
10.30
|
Kelurnya sel sperma dari induk
jantan
|
4
|
10.35
|
Kelurnya sel telur dari induk
betina
|
5
|
11.05
|
Polar bodi I keluar
|
6
|
11.25
|
Pembelahan 2 sel
|
7
|
12.00
|
Pembelahan 4,8,16 sel dan
seterusnya
|
8
|
15.00
|
Fase morula
|
9
|
17.30
|
Fase blastula
|
10
|
18.00
|
Fase gastrula (Pemindahan larva
dari wadah 30 liter ke bak penetasan Volume 5 ton)
|
11
|
18.40
|
Fase trocofor
|
12
|
8.30
|
Fase D
|
8). Pemberian Pakan Larva
Dalam
pemberian pakan merupakan faktor penentu di dalam kegiatan pemeliharaan larva
tiram mutiara. Ketersediaan pakan yang tepat, jumlah, dan jenis pakan akan
sangat mendukung suksesnya produksi massal spat dalam laboratorium.
Mikroalga yang di gunakan di CV. Duta aru Indah sebagai pakan larva tiram
adalah berukuran dari 10 µ atau disesuaikan dengan bukaan mulutnya. Beberapa
jenis alga yang di gunakan adalah jenis Isochrysis galbana, Pavlona
lutheri, Nannochloropis sp. Chorella sp. Tetraselmis
chuii dan Chaetoseros sp.
Untuk
larva tiram mutiara, di CV Duta Aru Indah, pakan yang diberikan adalah
jenis Nannochloropsis, Pavlova lutheri, dan Ishochrysis galbana dengan
kepadatan pemberian awal masing-masing 2350 x 104 sel/
ml; 1189 x 104 sel/ml; 793 x 104 sel/ml; atau
perbandingan ± 6:3:2. Pemberian pakan larva di CV. Duta Aru Indah dibuat
bervariasi, bertujuan untuk menyediakan nutrisi yang lebih lengkap untuk
pertumbuhan. Hal ini sesuai dengan pendapat Winanto dalam Noriwari (2004),
bahwa pemberian pakan alami yang bervariasi dapat memberikan kelengkapan
nutrisi bagi organisme laut yang dibudidayakan terutama larva dan spat mutiara,
karena tidak semua spesies plankton mempunyai kandungan nutrisi yang sama untuk
pertumbuhan.
Pemberian
pakan tersebut terus mengalami peningkatan setiap harinya sesuai dengan
kebutuhan larva, dengan rata-rata 1000 sel/ml/ hari. Untuk menentukan dosis
pakan yang diberikan, dilakukan pemeriksaan kondisi perut atau lambung larva
dan pemeriksaan air media pemeliharan larva
Kondisi
perut atau lambung larva diperiksa dibawah mikroskop dengan pembesaran 100
kali.. Ada beberapa warna yang menunjukan keadaan lambung larva. Jika diperiksa
lambung atau perut larva berwarna kuning maka kondisi larva kekurangan makan,
pakan dapat ditambahkan plankton sejumlah ½ dari dosis awal. Jika setelah
diperiksa lambung berwarna cokelat muda maka lambung berisi makanan, tapi masih
kurang dan perlu ditambahkan plankton sekitar 1/3 dari dosis awal. Lambung atau
perut larva berwarna cokelat tua berarti tidak perlu ditambahkan makanan karena
lambung tersebut berisi penuh dengan plankton.
Pemeriksaan
air media pemeliharaan juga dapat menentukan dosis pemberian pakan. Jika media
air terlihat jernih pada pagi hari, maka pakan termakan habis oleh larva,
tetapi apabila air media tampak keruh maka pakan tidak habis termakan oleh
larva atau larva banyak yang mati.
Pakan
diberikan 2 kali sehari pagi dan sore yaitu pukul 08.00 dan 16.00 WIT. Adapun
cara pemberiannya yaitu dengan menyiram langsung larutan pakan ke semua penjuru
bak pemelihraan larva.
9). Pemeliharaan Spat
Terjadinya spat ditandai dengan
terbentuknya garis lurus engsel serta berkembangnya bagian ujung bawah anterior
dan posterior. Secara utuh bentuk spat seperti tiram dewasa, hanya garis-garis
pertumbuhanya masih terlihat jelas. Menurut Winanto (2004) bahwa, beberapa
faktor yang mempengaruhi kebiasaan atau kesukaan menempel spat adalah
kedalaman, bentuk/posisi kolektor, dan permukaan substrat yang keras dan kasar.
Kondisi awal spat ini merupakan masa yang sangat kritis karena byssusnya belum
permanen.
Menurut
Winanto (2004) juga bahwa, secara umum bahan kolektor yang baik yaitu tidak mengeluarkan
senyawa kimia jika beraksi dengan laut, menarik minat spat untuk menempel, dan
tidak mengganggu pertumbuhan. Media yang di gunakan di laboratorium CV. Duta
Aru Indah ini adalah dengan menggunakan bahan tirai plastik yang berwarna hitam
dan dipotong-potong dengan ukuran 15 x 30 cm. Penanganan spat yang tidak
menempel pada kolektor dapat diatasi dengan cara disapu secara hati-hati dengan
menggunakan spon atau kaus kemudian dilakukan penyaringan. Spat yang tersaring
kemudian ditaburkan kembali pada kolektor yang telah dipindahkan pada bak lain
secara hati-hati dengan bantuan air laut yang disiramkan pada spat menuju media
kolektor sebagai tempat penempelan spat.
Pemberian
pakan pada spat tiram di CV. Duta Aru Indah dilakukan 4 kali sehari yakni pukul
08.00, 14.00, 18.00, 21.00 WIT. Pemberiannya dilakukan dengan menyiramkan
larutan pakan ke setiap kolom gantungan kolektor.
Pada
stadia spat, tiram mutiara diberi pakan kombinasi Ishochrysis sp,
Pavlova lutheri, dengan Chaetoceros sp. dengan perbandingan
1:1, jumlah pakan yang diberikan antara 9.000-12.000 sel/ml/hari. Untuk menjaga
kualitas air, serta membuang kotoran dari sisa pakan maka digunakan sistem air
mengalir (running water). Serta untuk menjaga agar pakan yang diberikan
tidak ikut terbuang oleh aliran air, maka pada saat pemberian pakan air ini di
hentikan sementara.
Pemanenan
di CV. Duta aru Indah yang dilakukan pada tiram mutiara umur spat ini yaitu,
selama 40 hari pemeliharaan dilaboratorium, dengan cara memasukkan kolektor
yang berisi spat kedalam kantong waring.
10). Pendederan
Kegiatan
pendederan ini merupakan kegiatan lanjutan dari pemeliharaan spat
dilaboratorium. Di CV. Duta Aru Indah pemeliharaan spat dilaboratorium ini
selama 40 hari baru dilakukan pemindahan spat ke lokasi pendederan dilaut. Hal
ini tidak berbeda jauh dengan apa yang dikemukakan oleh Winanto (2004) bahwa,
setelah spat berumur 50-60 hari atau setelah mencapai ukuran 3-5 mm DVM dapat
dipindahkan ketempat pendederan dilaut.
Pada masa pendederan khususnya,
dibutuhkan penanganan ekstra hati-hati dan cermat karena kondisi spat yang baru
dipindahkan dari laboratorium masih sangat sensitif dan muda stress. Hal ini
dikarenakan pemeliharaan pada laboratorium semua kondisi terkendali, bahkan
kondisi lingkungan direkayasa sehingga mendekati atau serupa dengan kondisi
dialam. Namun sebaliknya setelah berada dialam, spat tidak saja harus
beradaptasi degan lingkungan yang fluktuatif, tetapi juga harus berkompetinsi
dalam hal ruang dan pakan, serta berhadapan dengan kompetitor dan predator.
Sehingga hal ini juga perlu mendapat perhatian yang serius.
Kegiatan
pendederan ini dilakukan dengan cara, spat yang masih menempel pada kolektor
dimasukkan kedalam kantong waring dengan lebar mata 1 mm. Tujuan dari pembungkusan
dengan kantong waring ini untuk mencegah agar spat tidak dimangsa oleh predator
dan untuk mengurangi penempelan kotoran. Hal ini sesuai dengan pendapat dari
Winanto (2004) bahwa, ukuran mata jaring yang terlalu kecil kurang baik untuk
pertumbuhan dan kelangsungan hidup spat, hal ini dikarenakan bisa menghambat
sirkulasi air, suplai pakan, dan penanganan lebih sulit. Sebaliknya, mata
jaring terlalu besar juga tidak baik, karena predator mudah untuk masuk.
Kantong waring yang baik untuk pembungkusan spat yang masih menempel pada
kolektor adalah ukuran 1-2 mm.
Selama
pemeliharaan awal dilaut, spat memerlukan penanganan yang baik, hati-hati, dan
tidak kasar. Perawatan seperti pembersihan tempat pemeliharaan dan penjarangan
akan sangat membantu meningkatkan kelangsungan hidup spat.
·
Pemeliharaan
awal
Spat-spat
yang baru dipindahkan dari laboratorium, tetap dibiarkan menempel pada kolektor
dan diselubungi kantong jaring bermata 1 mm. pemeliharaan ini dilakukan dengan
menggunakan tali rentang (long line) dengan kedalaman 4 m. hal ini
sesuai dengan pendapat dari (Winanto 2004) bahwa, spat yang baru dipelihara
dilaut dapat dilakukan dengan digantung pada tali rentang atau digantung pada
rakit apung dengan kedalaman 3-4 m. Untuk menjaga agar keranjang pemeliharaan
tidak banyak bergerak karena diterpa arus maka bagian bawah keranjang diberi
pemberat dengan menggunakan batu yang diikat. Kegiatan rutin yang sering
dilakukan adalah hanya mengganti kantong jaring setiap 2 minggu atau tergantung
dari tingkat kotoran dan organisme penempel.
·
Penjarangan
dan pemanenan
Penjarangan
spat yang dilakukan di CV. Duta Aru Indah dilaut ini dengan tujuan untuk
mengurangi tingkat kepadatan spat per satuan ruang agar tidak terjadi kompetisi
antara spat terhadap ruang pemeliharaan, dan untuk mendapatkan pakan. Dengan
penjarangan ini diharapkan pertumbuhan spat menjadi normal dan tingkat
kelangsungan hidup lebih tinggi. Penjarangan ini dilakukan setelah spat
mencapai ukuran 2-3 cm atau setelah pemeliharaan 2-3 bulan dilaut.
Spat
atau bibit ini kemudian dimasukkan kedala sekat-sekat Pocket net dari kepadatan
80-100 ekor per keranjang menjadi 60-80 ekor per keranjang pada kedalaman 3 m
pada sarana tali rentang selama 3-5 bulan. Pada tahap pemeliharaan ini spat
belum dapat hidup pada arus yang terlalu kuat. Kemudian spat digrading kembali
menjadi 40-60 ekor setelah ukuran tiram mencapai 3 cm. pada proses selanjutnya
tiram digrading menjadi 20-40 ekor, 12-16 ekor, 10 ekor dan 8 ekor per
keranjang sampai siap operasi dan dipelihara selama 10-12 bulan.
Teknik
penjarangan dilakukan denghan cara sebagai berikut :
1. Angkat kolektor dari tali rentang (long
line) yang dalam laut dan lepas kantong jaring. Spat dalam kolektor ini
lalu dibawah ke rumah rakit untuk dilakukan penjarangan.
2. Dikelurkan substrat berupa serabut
tali atau paranet dari setiap kantong kolektor.
3. Dipisahkan satu per satu spat yang
menempel secara bergerombol. Saat pemisahan jangan sampai bissusnya tercabut,
ini dilakukan dengan menggunakan pisau untuk memotong bissus.
4. Hasil pemisahan ini ditampung
didalam bak fiber glass yang berisi air laut.
5. Setelah itu baru spat dimasukkan
kedalam keranjang jaring (waring) dengan ukuran 40 cm x 60 dengan kepadatan
50-60 ekor.
6. Setelah itu keranjang pemeliharaan
ditutup kembali dengan kantong jaring, yang bermata jaring 3 mm, lalu digantung
ketempat pemeliharaan pada long line dengan kedalaman 6 m.
Gambar
7. Penjarangan
spat yang dilakukan di CV. Duta Aru Indah
Pemeliharaan pasca penjarangan tetap perlu diperhatikan. Setiap bulan dilakukan
pergantan kantong jaring. Jika kepadatan atau tingkat kotoran dan organisme
penempel rendah maka setelah 1-2 bulan dari penjarangan tidak perlu diberi
kantong jaring (Winanto, 2004).
Di
CV. Duta Aru Indah kegiatan pemanenan pada masa pendederan ini dilakukan pada
tiram dengan ukuran spat 5-6 cm untuk dilakukan pembesaran. Pemanenan
dilakukan dengan cara mengambil spat satu per satu, ini digunakan
pisau untuk memotong bissus agar mengurangi stress atau mengurangi angka
kematian akibat dari penanganan ini. Pada waktu yang bersamaan, sekaligus
dilakukan pembersihan cangkang dan dilakukan seleksi untuk spat yang akan
dibesarkan.
b. Sarana dan Prasarana Pembesaran
1) Pembuatan Sarana Rakit Apung
CV.
Duta aru Indah mempunyai 7 rakit apung , yaitu terdiri atas 2 unit rakit apung
untuk masa pelemasan (yokusey), 1 unit untuk tiram donor (dibuat
umpan) serta 4 unit rakit apung lainnya untuk masa penyembuhan pasca operasi
dan tento. Pada rakit untuk masa pelemasa (yokusey) terdapat 100
gantungan keranjang besi yang masing-masing berisi 10 ekor tiram mutiara maka
total penebaran pada rakit ini adalah 1000 ekor atau 6.000 ekor tiram mutiara
dalam 1 unit rakit apung, jadi 2 x 6.000 ekor maka terdapat 12.000 ekor tiram
dalam rakit apung untuk masa pelemasan (yokusey).
Sedangan
untuk rakit apung masa penyembuhan pasca operasi dan tento terdapat 100
gantungan keranjang plastik dalam 1 unit rakit kecil yang masing-masing berisi
20 ekor tiram maka total penebaran pada rakit ini adalah 2000 ekor atau 12.000
ekor tiram mutiara dalam 1 unit rakit apung, jadi 4 x 12.000 ekor maka terdapat
48.000 ekor tiram dalam rakit apung untuk masa penyembuhan pasca operasi dan
tento.
Dalam
satu unit sarana rakit apung mempunyai 6 rakit apung kecil yang dibuat dari
kayu bakau ini dengan ukuran panjang 9 x 9 m per rakit, serta
mempunyai ukuran diameter kayu 15-30 cm. Pembuatan rakit apung ini dimulai
dengan membentuk rakit persegi empat kemudian disusun sebanyak sepuluh batang
kayu pada posisi horizontal dengan jarak antara kayu bakau 90 cm dan 10
batang secara vertikal. Jumlah seluruh kayu bakau dalam satu rakit apung kecil
adalah 20 buah atau 60 buah dalam 1 unit, maka keseluruhan dalam 7 unit rakit
apung adalah 420 buah kayu bakau yang digunakan.
Kerangka
rakit apung ini kemudian diikat dengan menggunakan kawat yang berdiameter 3 mm.
Pengikatan dilakukan secara berlawanan pada setiap titik pertemuan kayu bakau,
sehingga kerangka rakit apung ini akan menjadi kuat kedudukannya. Pada
masing-masing setiap rakit kecil dipasang pelampung berbentuk silinder dengan
diameter 60 cm dan panjang 1 meter yang terbuat dari bahan drum plastik atau
styrofoam yang di lapisi plastik berwarna kuning/biru serta tahan bocor,
sebanyak 6 buah padas setiap sisi rakit apunng. Pelampung ini diikat engan
menggunakan tali polythelen berwarna hitam/biru dengan diameter 8 mm. Pembuatan
rakit apung ini dilakkan didarat kemudian diturunkan kelokasi budidaya dengan
menggunakan spead boat. Setelah sampai dilokasi budidaya rakit kecil ini
kemudian disambung dengan rakit-rakit kecil lain sehingga membentuk 1 unit
rakit apung besar. Setelah semua terpasang, rakit apung ini kemudian diberi
pemberat dari beton (blok semen) sebanyak 14 buah yang diikat dengan
menggunakan tali polythelen berdiameter 5 cm. Pemberat ini diikat pada setiap
sudut dan pertengahan rakit. Tali yang digunakan untuk menyambung pemberat
dengan rakit apung panjangnya dua kali kedalaman laut atau ± 50-100 m.
Gambar
8. Rakit apung untuk pemeliharaan
tiram mutiara di CV. Duta Aru Indah
2). Pembuatan Sarana Tali Rentang (long line)
Pembuatan sarana tali rentang ini
digunakan untuk pemeliharaan tiram dari ukuran benih (spat) sampai ukuran siap
operasi atau tiram yang dimulai dari saat pendederan sampai pembesaran dan pemeliharaan
setelah operasi sampai panen. Di CV. Duta Aru Indah total penebaran disarana
tali rentang adalah 10.000 ekor per unit untuk tiram ukuran 5-6 cm, sedangkan
untuk padat penebaran pada pembesaran atau setelah operasi adalah 8.000 ekor
per unit tali rentang. Setiap unit tali rentang mempunyai 10 buah tali rentang
yang dibuat dari tali polythelen berdiameter 5 mm dengan panjang 102 m. Satu
buah tali rentang dipasang bola pelampung sebanyak 26 buah dengan dimeter bola
pelampung 30 cm dan jarak antara bola pelampung adalah 3,35 cm, serta dalam
satu buah tali rentang dipasang 100 buah keranjang net. Sehingga dalam satu
unit tali rentang dapat memuat 1000 buah keranjang net.
Gambar
9. Tali rentang untuk Pemeliharaan
Tiram Mutiara di CV. Duta Aru Indah
Pembuatan sarana tali rentang ini dilakuklan didarat setelah itu baru dibawa
kelaut dengan menggunakan spead boat. CV. Duta Aru Indah mempunyai 30 unit tali
rentang yang terdiri dari, 10 unit untuk pembesaran sebelum operasi, 10 unit
untuk masa pendederan dan 10 unit untuk tiram setelah operasi. Jarak antara
tali rentang dalam satu unit longline adalah 5 m. Di kedua ujung tali rentang
di beri pemberat yang terbuat dari blok semen (beton) dengan panjang tali
pemberat 2-3 kali kedalaman laut tempat pemeliharaan. Diantara kedua pelampung
dipasang empat tali gantungan untuk keranjang net dengan jarak 80 cm dan
panjang tali 4,25 cm. Pada setip tali gantungan terdapat 1 buah keranjang
net yang berisi 8 buah tiram mutiara (untuk pebesaran dan setelah operasi).
Pemasangan tali long line harus diperhatikan keadaan arus pada perairan
tersebut. Pemasangan tali rentang harus searah dengan arus yang bergerak pada
perairan tersebut dan tidak boleh berlawanan karena dapat menyebabkan tali
rentang atau gantungan keranjang net dapat bercampur antara yang satu dengan
yang lain sehingga mempersulit pengaturan tiram mutiara.
c.
Penanganan Tiram Sebelum Operasi Pemasangan Inti Mutiara bulat
1). Seleksi Bibit Tiram mutiara
Seleksi bibit tiram mutiara yang
dilakukan di CV. Duta Aru Indah untuk tiram yang akan dioperasi pemasangan inti
mutiara bulat, kegiatan pertama adalah bibit tiram diangkut dari sarana
tali rentang ke rumah rakit dengan menggunakan spead boat, kemudian dilakukan
penyeleksian. Tiram akan diseleksi untuk dijadikan bibit setelah pemeliharaan
selama 10-12 bulan di sarana tali rentang (long line).
Penyeleksian bibit dilakukan oleh para karyawan dan karyawati yang bekerja di
ruang operasi. Seleksi bibit tiram ini dilakukan sesuai kriteria bibit yang
telah ditentukan oleh para teknisi yang melakukan operasi pemasangan inti
mutiara bulat. Penyeleksian bibit tiram mutiara antara lain meliputi :
·
Bentuk
dan kondisi cangkang tidak cacat dan organ dalamnya tidak berwarna pucat
·
Tidak
sedang matang telur
·
Sudah
di pelihara selama 15-18 bulan dari pembenihan.
·
Dengan
ukuran cangkang > 8 cm.
Seleksi
bibit tiram yang akan dioperasi pemasangan inti mutiara bulat ini dilakukan
sebelum tiram memasuki masa pelemasan, hal ini dimaksudkan agar pada saat tiram
siap operasi sudah memenuhi kriteria yang dinginkan oleh teknisi. Hal ini
menurut Sutaman (1993) bahwa, bibit siap operasi adalah tiram yang kondisinya
sehat, tidak cacat, telah berumur 2-3 tahun jika benih tersebut diperoleh dari
budidaya dan berukuran diatas 15 cm jika benih tersebut diperoleh dari hasil
penangkapan di alam. Sehingga pandapat ini sedikit berbeda dengan apa yang
dilakukan di CV. Duta Aru Indah, karena tiram yang sedang dioperasi berukuran
8-10 cm dan pemeliharaannya selama 15-18 bulan dari pembenihan. Menurut para
teknisi yang berada di CV, Duta Aru Indah bahwa, faktor umur dan ukuran benih
ini disesuaikan dengan ukuran diameter inti mutiara bulat (nukleus) yang
digunakan. Tiram yang dipilih dengan umur 15-18 bulan ini dikarenakan semakin
tua umur tiram tersebut maka semakin menurun cairan (nacre) yang
dihasilkan untuk pembentukan mutiara bundar.
2). Masa Pelemasan (Yokusey)
Tiram yang akan memasuki masa
pelemasan dibersihkan terlebih dahulu menggunakan pisau. Pembersihan ini
bertujuan agar tiram dapat bertahan hidup pada saat masa pelemasan dan saat
pemasangan inti mutiara bulat. Langkah selanjutnya adalah tiram dimasukkan
kedalam keranjang kawat dengan posisi cangkang cembung berada di bagia bawah. Kemudian
keranjang plastik ini ditutupi dengan waring dengan mata waring 0,3 mm dan
dipelihara pada sarana rakit apung pada kedalaman 5 m dengan menggunakan tali
polythelen. Setelah habis masa pelemasan, yakni 1 bulan, keranjang dinaikkan
dari kedalaman 5 m menjadi 1 m, sehari sebelum proses pemasangan inti mutiara
bulat.
Tujuan
dari masa pelemasan (yokusey) ini adalah agar tiram mutiara dalam
memperoleh makanan yang masuk kedalam cangkang menjadi terbatas sehingga
menghambat proses kematangan gonad (telur) dan diharapkan tiram perlahan-lahan
menjadi lemas. Hal ini menerut Shohei (1970) dalam Winanto (1987) bahwa, tiram
sangat peka terhadap rangsangan dari luar apabila dalam keadaan sehat dan kuat
serta pada waktu matang telur, sehingga inti (nukleus) yang dipasang
dapat dimuntahkan kembali oleh tiram mutiara yang dioperasi.
3). Pembukaan Cangkang Tiram Mutiara
Dalam
kegiatan pembukaan cangkang tiram mutiara yang akan memasuki tahap
pengoperasian pemasangan inti (nukleus) mutiara bulat, langka pertama
adalah diangkat dari rakit apung dan diletakkan di rumah operasi. Waring yang
membungkus keranjang kawat segera di buka, lalu tiram yang siap di operasi ini
diletakkan kedalam keranjang kawat yang sudah disiapkan dalam bak fiberglass,
tiram ini diletakkan dengan posisi berdiri atau bagian dorsal dibawah, kemudian
dilakukan pembatasan air laut. Biasannya tiram akan segera membuka cangkang
karena kekurangan oksigen. Di dalam bak fiber ini juga dilakukan sistem
sirkulasi air, hal ini bertujuan untuk memaksa tiram membuka cangkangnya.
Penyebab
utama sehingga tiram membuka cangkangnya adalah karena adanya perbedaan suhu
dan tekanan. Setelah cangkang terbuka sebagian, segera digunakan alat pembuka
cangkang (forsep) untuk memperlebar bukaan cangkang serta cangkang tetap
tertahan terbuka. Lalu baji dimasukkan dengan hati-hati dari arah ventral ke
anterior dan diusahakan agar tidak menyentuh organ bagian dalam tiram. Proses
pembukaan cangkang ini diperlukan kehati-hatian dalam melakukan penekanan
terhadap forsep untuk pemasangan baji, sehingga hal ini jangan
dipaksakan apabila tiram belum membuka cangkang karena cangkang bisa pecah.
Penekanan forsep yang terlalu kuat juga dapat meyebababkan kerusakan dan
keretakan otot tiram yang dapat berakibatkan kematian. Hal ini sesuai dengan
apa yang dikemukakan oleh Winanto (1987) bahwa, dalam pembukaan cangkang tiram
mutiara, diperlukan keahlian untuk membukannya karena akan sangat menentukan
keberhasilan dalam kegiatan pemasangan inti (nukleus).
Gambar
10. Proses pembukaan cangkang dengan
menggunakan forsep
Tiram
yang sudah terpasang baji kemudian dibersihkan dari organisme penempel dengan
menggunakan pisau dan sikat. Pembersihan ini dilakukan dengan tujuan untuk
mempermudah teknisi dalam melakukan pengoperasian, selain itu juga memperkecil
gangguan organisme penempel pada masa penyembuhan dari luka shock akibata
sayatan yang dilakukan untuk penempatan inti mutiara. Selanjutnya tiram ini
diatur pada wadah yang telah disiapkan dengan posisi ventral dibagian bawah dan
segera dimasukkan kedalam ruang operasi dan tiram-tiram ini diletakkan pada
meja untuk proses pemasangan inti (nukleus) mutiara bulat yang dilakukan
teknisi.
d.
Teknis Operasi Pemasangan Inti Mutiara Bulat
Keberhasilan
produksi mutiara bulat sangat ditentukan oleh pengalaman dan ketrampilan dari
seorang teknisi dalam melakukan pengeoperasian serta ketersedian peralatan yang
memadai. Akibat ketidakcermatan dari teknisi dalam operasi pemasangan inti
mutiara bulat dapat mengakibatkan tidak terbentuknya lapisan mutiara yang
diharapkan serta tingkat kematian dari tiram sangat tinggi. Oleh karena itu
seorang teknisi dalam melakukan kegiatan ini harus orang yang berpengalaman
dalam budidaya tiram mutiara pada umumnya dan berpengalaman dalam bidang
operasi pemasangan inti mutiara pada khususnya minimal selama 3 tahun.
Untuk para teknisi pengoperasian ini, di CV. Duta Aru Indah terdapat
2 orang, yang merupakan teknisi dari jepang.
1).
Persiapan Inti Mutiara Bulat
Inti
(nukleus) mutiara bulat yang digunakan untuk dimasukkan ke dalam organ
dalam tiram ini, tergantung dari ukuran dan ketebalan cangkang. Adapun ukuran
inti (nukleus) mutiara bulat yang digunakan di CV. Duta Aru Indah adalah
dengan diameter 0,5-0,6 cm. ukuran tiram >8 cm dengan ketebalan cangkang 2,3
cm, rata-rata dimasukkan inti mutiara yang berdiameter 0,5 cm. Sedangkan ukuran
tiram >10 dengan ketebalan 2, 5 cm, rata-rata dimasukkan inti mutiara dengan
diameter 0,6 cm. Sebelum kegiatan operasi pemasangan inti mutiara dilakukan
terlebih dahulu inti (nukleus) ini dicampur dengan larutanoxy
tetrasclen berwarna kuning, hal dengan tujuan untuk mencegah penyakit
atau bakteri yang akan timbul pada luka bekas sayatan dan juga untuk lebih
mempercepat proses penyembuhan luka bekas sayatan akibat operasi pemasangan
inti mutiara bulat tersebut.
2).
Membuat Potongan Mantel
Di
CV. Duta Aru Indah kegiatan pemotongan mantel ini dilakukan dengan mengambil
tiram donor yang merupakan tiram hidup yang sehat dan rata-rata berukuran hing
lene 10-12 cm. Selanjutnya tiram ini dibunuh untuk digunakan sebagai
tiram donor pembuatan mantel. Mantel ini dipotong dari arah posterior
menuju ventral dan anterior pada bagian bibir tiram yang merupakan organ bagian
dalam yang bersinggungan langsung dengan cangkang. Hal ini sesuai dengan pendapat
dari Tun dan Winanto (1988) bahwa, tiram donor sebaiknya dipilih tiram yang
mudah dan aktif untuk diambil mantelnya. Ukuran pemotongan mantel sepanjang 4
cm dan lebar 4 cm dengan menggunakan gunting. Potongan mantel ini
kemudian diambil dari cangkang dengan menggunakan tweezer dan
diletakkan diatas spon yang beralaskan graff cutting
block. Bagian dalam mantel yang terdapat lender hitam diletakakn menempel
pada spon. Hal ini agar supaya pada saat pemasukan mantel kedalam
gonad tiram, lendir hitam tersebut tidak terbawa masuk.
Selanjutnya
mantel diratakan dan dipotong menjadi bagian-bagian terkecil dengan mengunakan
pisau (graff curter) membentuk bujur sangkar dengan ukuran 3-4 mm. Agar
mantel tidak kering, begitu potongan mantel selesai dilakukan maka secepat
mungkin kegiatan pemasangan inti mutiara bulat segera dilakukan. Hal ini karena
daya tahan mantel hanya 1-2 jam. Satu ekor tiram donor dapat menghasilkan 18-20
potongan mantel. Sehingga perlu diperhatikan dalam membuat potongan mantel ini,
terlebih dahulu harus diambil 1-2 ekor tiram donor, bila masih dilakukan
operasi pemasangan inti mutiara bulat maka dapat ditambah lagi sesuai dengan
kebutuhan jumlah tiram yang akan dimasukkan mantel.
3).
Operasi Pemasangan Mutiara Bulat
Operasi
pemasangan inti mutiara bulat dilakukan kedalam badan tiram mutiara yang telah
diseleksi terlebih dahulu baik menurut besar, kesehatan dan perkiraan daya
tumbuh yang baik. Kriteria yang digunakan oleh para teknisi di CV. Duta Aru
Indah untuk operasi pemasangan inti terutama ditunjukan pada tiram yaitu:
·
Jarak
engsel lebih kecil dari 1 cm (tiram mudah) karena dianggap masih banyak
menghasilkan cairan nacre untuk pembentukan mutiara bulat.
·
Tiram
yang sehat dengan perkiraan daya tumbuh yang baik
Adapun
kegiatan operasi pemasangan inti( nukleus) mutiara buntal ini
dilakukan dengan cara :
·
Tiram
mutiara yang telah terbuka cangkangnya diletakkan dalam penjepit standar opener
(shell holder) setelah dilepaskan bajinya dan bukaan cangkang tetap
ditahan dengan forsep dengan posisi bagian anterior menghadap
ke pemasangan inti.
·
Inti
mutiara yang merupakan produksi dari Negara Amerika yaitu menyerupai bahan
plastik dengan diameter 0,5-0,6 cm serta dengan warna putih susu, yang menurut
para teknisi ini terbuat dari kulit atau cangkang tiram air tawar. Kemudian
insang dan mantel disisikan dengan menggunakan spatula agar
organ kaki dan gonad tampak terlihat dengan jelas.
·
Setelah
terlihat posisi bagian dalam, Kaki ditahan dengan menggunakan hook kemudian
dibuat sayatan dimulai dari pangkal kaki dan dibuat saluran pemasukan inti yang
menuju gonad sampai ke ventaral swelling dengan hati-hati, ini dengan
menggunakan pisau opener (incision knife).
·
Dengan
menggunakan graft carrier dimasukkan graft
tissue (potongan mantel) kedalam torehan yang sudah dibuat.
·
Masukkan
inti (nukleus) dengan menggunakan nucleus carrier secara
hati-hati sejalur dengan masukan mantel. Penempatan harus bersinggungan dengan
mantel.
Gambar
11a. Cara
pemotongan mantel tiram mutiara sebagai tiram donor
11b. Proses
pemasangan inti (nukleus) ke organ dalam tiram mutiara
11a
11b
Setelah
proses kegiatan operasi pemasaangan selesai, proses fisiologis tiram akan
segera menyelimuti inti dimulai setelah tiram dilepaskan dari srandar opener.
Hal ini sesuai dengan pendapat dari Mulyanto (1987) bahwa, cara penempatan inti
mutiara melalui metode saki okuri dan ato okuri tidak
menunjukan hasil yang berbeda, selama penempatan inti mutiara bersinggungan langsung
dengan mantel.
Dalam
kegiatan operasi pemasangan inti mutiara yang dilakukan oleh para teknisi di
CV. Duta Aru Indah unit Pulau Garaga yaitu memiliki 2 metode tehnik pemasangan
inti yaitu:
·
Tehnik ato
okuri, yaitu dimana inti mutiara bulat dimasukkan terlebih dahulu kedalam
gonad dengan menggunakan alat nucleus carrier,
selanjutnya baru dimasukkan potongan mantel dengan menggunakan graft
carrier sampai bersinggungan dengan inti mutiara bulat.
·
Tehnik saki
okuri yaitu, dimana potongan mantel terlebih dahulu dimasukkan dari
tempat sayatan menuju ke ventral swelling dengan menggunakan alatgraft
carrier dan setelah hook menahan kembali lubang
sayatan, inti mutiara bulat langsung dimasukkan searah dengan pemasukkan mantel
dengan menggunakan nucleus carrier sampai bersinggungan
langsung dengan mantel.
2.
Penanganan Pasca Operasi Pemasangan Mutiara Bulat
Setelah
kegiatan operasi pemasangan inti mutiara selasai dilaksanakan oleh teknisi,
selanjutnya karyawan dan karyawati yang bekerja di ruang operasi mengambil
tiram tersebut dan dimasukkan kedalam sekat-sekat keranjang plastik
pemeliharaan yang mempunyai 20 ruang atau sekat dengan posisi bagian yang
cembung berada di atas. Pekerjaan ini dilakukan dengan cermat dan setelah
keranjang tesisi penuh, kemudian segera keranjang ini dibawah ke rakit apung
(khusus pasca operasi) yang berada didepan ruang operasi untuk digantung dengan
posisi keranjang memanjang (vertikal), pada kedalam 4-5 meter. Tiram memerlukan
waktu istrahat selama 10 hari untuk memilihkan kondisi tubuh dan penyembuhan
luka secara alami yang merupakan bekas sayatan yang dimulai dari pangkal kaki
dan dibuat saluran pemasukan inti yang menuju gonad sampai ke ventaral
swelling. Hal ini searah dengan apa yang dikemukan oleh Tun dan Winanto (1988)
bahwa, tiram memerlukan waktu istrahat yang cukup untuk menyembuhkan diri dari
luka shock akibat operasi. Pada pemeliharaan pasca operasi ini diharapkan
mantel akan menyatu dengan lapisan (nacre) mutiara dan dapat
mengalami perkembangan (degenerasi) untuk pembungkusan inti mutiara
bulat dari cairan nacre tersebut.
Gambar
12. Kegiatan
pembolak-balikan tiram di rakit apung pasca operasi
Keranjang plastik yang berisi tiram pasca operasi ini diatur dengan baik sesuai
dengan hari kegiatan operasi di atas rakit apung. Hal ini dimasukkan untuk
mengetahui tiram yang harus segera ditento pertama kali dan untuk mengetahui
tingkat kematian yang terjadi pada setiap masing-masing kegiatan
operasi. Selain itu juga sangat berguna
untuk tiram tidak tercampur antara tiram yang belum dioperasi dan tiram yang
sudah dioperasi serta tiram yang akan dipanen.
a. Masa Tento
Pada masa tento ini merupakan
kegiatan lanjutan setelah 10 hari tiram diistrahatkan. Yaitu kegiatan dengan
membolak-balikkan keranjang plastik pemerliharaan secara vertikal dengan tujuan
agar lapisan (nacre) mutiara dapat merata dalam pembungkusannya serta
agar preparat yang dioperasi tidak mudah jatuh atau lepas, karena sifat dari
mahluk hidup ini sering menolak segala benda yang masuk kedalamnya. Kegiatan
ini masih dilakukan pada sarana rakit apung dengan arus air yang tidak terlalu
kuat.
Di
CV. Duta Aru Indah unit Pulau garaga, kegiatan karyawan dalam pembolak-balikan
tiram mutiara ini dilakukan dengan 2 periode yaitu :
1. Posisi keranjang dibolak-balik dari
posisi A (cangkang yang bagiannya tebal berada dibawah dan pada bagian yang
tipis pada bagian atas) ke posisi B (cangkang yang bagiannya tipis berada pada
bagian bawah dan yang tebal pada bagian atas) dan sebaliknya pada setiap hari
selama 1 minggu (7 hari).
2. Pembolak-balikan keranjang dari
posisi B ke posisi A dan sebaliknya berselang 2 hari. Masa tento ini
dilaksanakan selama 30 hari dengan 15 hari kali pembolak-balikan pada
masing-masing keranjang.
Kegiatan
ini sesuai dengan tujuan yang dikemukakan oleh Mulyanto (1987) bahawa,
pakerjaan pembolak-balikan keranjang bermasuk agar penyelimutan inti oleh
lapisan mutiara berlangsung dengan merata sehingga semaksimal mungkin mutiara
yang terbentuk menjadi bundar. Setelah masa tento ini berakhir maka keranjang
ini segera dikembalikan keposisi semula (horizontal), dengan tahapan kegiatan
sebagai berikut :
·
Tiram
dinaikkan keatas sarana rakit apung
·
Dilakukan
pemeriksaan, apabila ada tiram yang mati segera dikeluarkan dari dalam
keranjang plastic. Dan bagian sekat-sekat yang kosong diisi kembali dengan
tiram, dengan pengaturan posisi ventral tiram.
·
Satelah
semua keranjang diperiksa, selanjutnya keranjang pemeliharaan ini diturunkan
kembali kedalam air laut pada kedalaman yang sama yaitu 5 m.
b.
Kegiatan Rontgen
Setelah masa pemeliharaan di rakit
apung yaitu masa tento, tiram ini segera diangkat dari rakit apung dan dibawah
ke rumah rakit untuk dipindahkan dari keranjang plastik kedalam keranjang net
ukuran 86 cm x 47 cm dengan 8 kamar. Di CV. Duta Aru Indah,
kegiatan
rontgen dapat dilaksanakan setelah masa pemeliharaan ditali rentang (long
line) selama 2-3 bulan setelah operasi pemasangan inti mutiara bulat.
Kegiatan pemeriksaan terhadap tiram mutiara yang telah dioperasi ini dilakukan
dengan tujuan untuk mengetahui inti (nukleus) mutiara yang telah
dipasang dalam organ tiram telah diselimuti oleh lapisan mutiara (nacre)
atau dimuntahkan kembali (kosong).
Gambar
13. Kegiatan
Rontgen untuk mengetahui pembentukan inti mutiara oleh nacre
Hal ini sesuai dengan pendapat dari Sutaman (1993) bahwa, tiram yang telah
melewati masa tento dipelihara selama 30-45 hari atau sampai saatnya tiram
dilakukan pengamatan terhadap kondisi inti yang ada didalam organ tiram.
Kegiatan pemeriksaan ini dengan menggunakan sebuah alat yang dinamakan x’Ray.
Kegiatan yang dilaksanakan yaitu dengan cara tiram-tiram yang akan diperiksa
diletakkan diatas sabuk berjalan dan dimasukkan kedalam alat x’Ray,
pada saat yang bersamaan kondisi tiram yang ada didalam alat tersebut akan
tampil pada layar monitor sehingga dapat diketahui isi dari organ dalam tiram
(mutira). Dengan cepat tiram diperiksa satu-persatu oleh karyawan yang bertugas
melaksanakan rontgen. Apabila tiram yang terdapat inti mutiara dengan secepanya
dimasukkan kedalam keranjang net kembali dan dipelihara pada sarana tali
rentang (long line) dengan kedalaman 5 m selama 6 bulan, sedangkan tiram
yang memuntahkan inti disingkirkan untuk dioperasi kembali atau dibunuh
tergantung dari kondisi tiram tersebut.
Sering
kali terjadi proses operasi dapat menyebabkan preparat (inti mutiara bulat)
keluar dari tubuh tiram bahkan terjadi kamatian pada tiram itu sendiri.
Kegagalan operasi ini dapat disebabkan oleh beberapa hal sebagai berikut :
·
Kondisi
tiram pada saat operasi sudah lemah, ini mungkin disebabkkan karena tiram sudah
tua atau juga disebabkan karena penyakit (seskaria).
·
Menurunya
kondisi tiram setelah operasi, ini mungkin disebabkan karena kurang suburnya
perairan setempat bagi tiram yang kondisinya tadi sedikit lemah.
·
Keluarnya
preparat dapat juga disebabkan oleh kecerobohan para pekerja dilaut, misalnya
keranjang sering terbanting atau kurang hati-hati diwaktu pekerjaan
pembolak-balikan pada rakit apung sehingga tiram dapat mengalami stress.
·
Kecerobohan
dari teknisi sebagai pelaksana operasi, dimana kedudukan preparat yang
dioperasikan kedalam daging kurang mantap.
·
Kondisi
tiram berada dalam keadaan yang sehat dan kuat serta matang telur sehingga
tiram mampu memuntahkan inti dari gonadnya atau kuatnya daya tolak dari tiram
itu sendiri dari dalam tubuh.
·
Sayatan
yang dibuat lebih besar diubanding denga ukuran inti yang dimasukkan.
Dengan
adanya beberapa faktor penyebab ini, sehingga perlu adanya kegiatan atau usaha
dari karyawan dan karyawati yang mengarah pada masalah penanganan tiram baik
sebelum operasi, sesudah operasi maupun pada kecermatan dan kehati-hatian oleh
teknisi dalam operasi pemasangan inti (nukleus) mutiara bulat, serta
perlunya kondisi perairan yang subur dan terhindar dari bahan pencemaran yang
dapat membahayakan kelangsungan hidup tiram untuk menghasilkan mutiara bulat.
c. Kegiatan Pembersihan dari Organisme Penempel
Kegiatan pembersihan tiram dari
organisme penempel (fouling organisme) yang tumbuh atau melekat
pada cangkang tiram sehingga menjadi organisme yang sifatnya sebagai penyaing
(kompetitor) dan merusak (pest) pada kulit tiram, sehingga dalam mengatasi
masalah ini di CV. Duta Aru Indah melaksanakan kegitan pebersihan secara rutin
pada tiram-tiram dan keranjang pemeliharaan sebulan sekali. Yaitu dengan
menggunakan dua cara sebagai berikut:
·
Pembersihan
dengan menggunakan mesin penyemprot yang sudah diset memang pada mesin diesel
diatas rumah apung. Pembersihan pada tahap ini meliputi penyemprotan terhadap
tiram-tiram dan keranjang pemeliharaan dari kompetitor, pest maupun predator.
·
Pemberihan
secara manual, ini dengan menggunakan pisau atau parang kecil dengan cara
mencukur habis organisme penempel yang tumbuh melekat pada cangkang tiram
mutiara.
Gambar
14. Proses
pembersihan dari organisme penempel pada
speed
boad dan rumah apung
1). Pembersihan dari Kompetitor (Penyaing)
Ada
beberapa jenis organisme yang merupakan kompetitor terhadap budidaya tiram
mutiara yang ada di CV. Duta Aru Indah adalah dari golongan rumput laut
seperti : ganggang hijau (Chlorophyceae), ganggang merah (Rhodophyceae)
dan ganggang coklat (Phaeophyceae), selain itu ditemukan juga jenis
Bernakel (Balanus sp), ini merupakan kompetitor yang melekat pada
cangkang luar dan bagian engsel sehingga mengganggu membuka dan menutupnya
katup cangkang tiram. Untuk jenis ganggang laut, organisme ini cara hidupnya
melekat pada cangkang bagian luar tiram mutiara dan pocket net
pemeliharaan sehingga secara tidak langsung dapat menghalangi masuknya pakan
kedalam organ mulut tiram. Dalam mengatasi organisme penempel ini yaitu
melakukan penyemprotan dengan mesin diesel terhadap tiram dan pocket net
pemeliharaan serta dengan cara pengikisan pada cangkang tiram dengan
menggunakan pisau atau parang tumpul. Penemuan organisme ini ditemukan
pada waktu pengamatan secara langsung selama magang di industri ini.
2). Pembersihan dari Pest (Perusak)
Pada tiram mutiara terdapat bebera
jenis organisme pest (perusak) yang ditemukan dan sering menempel pada
tiram mutiara, di CV. Duta Aru Indah penyakit dari organisme ini diistilakan
sebagai pantat merah karena dengan cara mengebor pada bagian pantat cangkang
dengan warna merah atau kuning. Yaitu dari jenis teritip (Belanus sp),
jenis hama yaitu bunga karang (Rhiomulga japonica) dan Ostrea
gigas yang sering mengganggu dan dapat mematikan tiram mutiara yang
dipelihara serta dari jenis cacing (Polychaeta) yang membuat lubang pada
bagian luar cangkang sampi ke dalam tubuh tiram. Sedangkan untuk jenis teritip,
ini menempel pada bagian cangkang tiram dengan cara mengebor cangkang sampai ke
bagian dalam sehingga dapat menyebabkab kematian.
Dalam
kegiatan pembersihan dari organisme pest (perusak) ini, sebelumnya
dilakukan dengan cara disemprot menggunakan mesin penyemprotan, kemudian
dilakukan pemeriksaan pada tiram apabila terdapat pori-pori (lubang kecil) pada
bagian cangkang maka ini menandahkan bahwa tiram tersebut terserang penyakit
dari organisme pest maka segera dicukur pada bagian luar cangkang dan engsel
cangkang yang terserang penyakit sampai kelihatan warna dari organisme pest
tersebut dengan menggunakan pisau atau parang kecil. Selanjutnya tiram ini
disemprot kembali pada bagian yang dicukur tadi sampai warna dari organisme
pest tersebut hilang, kemudian dilakukan pengobatan dengan cara direndam pada
air laut dengan salinitas tinggi dan diolesi dengan menggunakan kapur tembok.
Cara pengobatan ini dimaksudkan untuk membunuh organisme pest yang mengebor
pada bagian cangkang. Tiram yang sudah dilakukan pengobatan segera dimasukkan
kedalam pocket net kemudian digantung pada rumah rakit selama 3 hari baru
digantung pada sarana tali rentang, karena ini dianggap organisme pest sudah
mati sedangkan untuk tiram yang tidak terserang penyakit langsung gantung
pada sarana long line setelah dibersihkan dari kompetitor dengan kedalaman 5 m.
Gambar
15. Jenis
pest pengebor pada cangkang tiram dan cara pengobatannya
3. Perawatan Sarana Budidaya
Dalam
keberhasilan pemeliharaan tiram untuk menghasilkan mutiara bulat yang
berkesenambungan sangat didukung oleh sarana dan prasarana budidaya yang
mememadai serta keamanan lokasi dari pencuri mutiara. Sarana budidaya yang ada
di CV. Duta Aru Indah antara lain adalah sarana tali rentang (long line),
sarana rakit apung, rumah untuk operasi pemasangan inti mutiara, keranjang
pemeliharaan, rumah apung sebagai tempat pembersihan tiram dan keranjang
pemeliharaan, perahu atau speed boad sebagai sarana transportasi, alat rontgen
untuk pemeriksaan inti mutiara serta mensin pembersih harus selalu dalam
keadaan baik, apabila prasarana ini terjadi kerusakan maka segera diperbaiki
oleh para tenaga kerja. Pekerjaan sarana budidaya tiram mutiara ini diperbaiki
secara rutin setiap minggu atau sesuai dengan tingkat kerusakan yang harus
diperbaiki.
4.
Pemanenan
Pada
prinsipnya proses kegiatan pemanenan ini sama saja dengan kegiatan sebelum
operasi pemasangan inti mutiara. Setelah tiram dipelihara selama 6 bulan dari
operasi pemasangan ini mutiara maka mutiara bulat ini sudah dapat dipanen. Pada
kegiatan ini terlebih dahulu tiram diambil dari sarana tali rentang (long
line) kemudian dipindahkan dekat dengan lokasi rumah operasi yaitu sarana
rakit apung. Kemudian tiram dibawah kerumah apung untuk dibersihkan dari
organisme penempel dengan menggunakan mesin penyemprotan dan pisau atau parang
kecil. Setelah itu tiram dipindahkan dari tempat pemeliharaannya yaitu dari
pocket net kedalam keranjang pemeliharaan untuk dilakukan pemeliharaan masa
pelemasan (yokusey) tiram pada kedalaman 1 m. Kegiatan masa pelemasan
ini dilakukan selama 1 minggu sebelum pemanenan. Tujuannya yaitu untuk
mengurangi tiram stress pada saat panen dan dapat mempermudah dalam pemasangan
inti mutiara bulat kedua atau inti mutiara setengah bulat (blister).
Setelah
berakhirnya masa pelemasan tiram ini segera dibawah kedalam rumah operasi,
kemudian tiram diletakkan dalam fiber glass untuk diperlakukan supaya tiram
membuka cangkangnya, setelah cangkang terbuka segera dilakukan pemasangan baji
satu persatu, kemudian dibersihkan dengan cara dikikis pada cangkang tiram
dengan menggunakan sikat atau pisau. Setelah tiram dibersihkan, segera dibawa
kemeja operasi untuk dilakukan pemanenan mutiara. Pelaksanaan operasi panen
mutiara dan pemasangan inti mutiara bulat kedua yang dilakukan di CV. Duta Aru
Indah yaitu dengan cara sebagai berikut :
·
Tiram
mutiara yang telah terbuka cangkangnya diletakkan dalam penjepit standar opener
(shell holder) setelah dilepaskan bajinya dan bukaan cangkang tetap
ditahan dengan forsep dengan posisi bagian anterior menghadap
ke pemasangan inti.
·
Kemudian
insang dan mantel yang menutupi gonad disisihkan dengan menggunakan spatula agar
mutiara kelihatan tampak menonjol dengan jelas.
·
Setelah
terlihat posisi bagian mutiara, maka dibuat sayatan didalam gonad dekat dengan
ventral swelling dengan menggunakan pisau opener (incision knife) dan
tempat sayatan ditahan dengan hook. Kemudian mutiara diambil
didalam gonad dengan menggunakan nucleus carrier,
selanjutnya hook tetap menahan tempat sayatan. Mutiara bulat
hasil panen ditempatkan kedalam wadah kecil yang berisi air tawar.
·
Dengan
menggunakan nucleus carrier secara hati-hati sejalur dengan
saluran yang dibuat untuk pengambilan mutiara, inti mutiara bulat kedua segera
dimasukkan.
Untuk
operasi pemasangan inti mutiara kedua ini tidak menggunakan lagi dengan mantel,
karena mantel dengan pemasangan inti mutiara yang pertama telah menyatu dengan
gonad untuk menyelimuti inti mutiara, begitu juga dengan mutu hasil mutiara
telah diketahui dan kondisi tiram mutiara masih cukup baik. Sehingga diharapkan
operasi pemasangan inti mutiara bulat kedua dapat menghasilkan mutiara yang
cukup baik untuk kedua kalinya.
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
A.
Kesimpulan
Kesimpulan dari hasil magang di
Industri Budidaya Tiram Mutiara ini adalah :
1. Pemeliharaan mutiara sangat baik
untuk dikembangkan mengingat komoditi ini merupakan salah satu
produk perikanan yang sangat memegang peranan penting, khususnya dalam pasaran
ekspor. Disamping kulitnya yang mempunyai nilai yang cukup tinggi maka mutiara
yang dikandungnya mempunyai harga yang lebih tinggi. Disamping itu juga
populaisnya sangat besar didaerah maluku, terbukti dengan telah beroperasinya 5
buah perusahan yang bergerak dalam pemeliharaan tiram mutiara baik untuk tujuan
kulit maupun mutiaranya sendiri.
2. Produksi mutiara yang dihasilkan
oleh perusahan-perusahan yang beroperasi didaerah maluku seluruhnya diekspor
keluar negeri dengan tujuan jepang.
3. Kegiatan produksi mutiara bulat
dapat dilakukan secara terus menerus apabila kelayakan lokasi perairan dapat
dipertahankan atau ditingkatkan. Dalam hal ini kerja sama antara pihak
perusahan dengan pemerintah, penduduk setempat, aparat keamanan maupun tenaga
kerja dalam menjaga kondisi perairan dari pencemaran dan pencuri.
4. Selama pemeliharaan awal dilaut,
spat memerlukan penanganan yang baik, hati-hati, dan tidak kasar. Perawatan
seperti pembersihan tempat pemeliharaan dan penjarangan akan sangat membantu
meningkatkan kelangsungan hidup spat.
5. Berbagai jenis kerang selain tiram
mutiara, populasi dan penyebarannya sangat besar didaerah maluku. Sedangkan
pemeliharaan yang dilakukan di CV. Duta Aru Indah adalah hanya jenis mutiara (pinctada
maxima).
6. Khusus untuk memproduksi tiram
mutiara, semua perusahan yang berada didaerah Maluku semuannya masih
menggunakan tenaga teknisi dari jepang. Pengetahuan ini sangan dirahasiakan
oleh mereka terutama dalam kultur pakan alami, sehingga proses alih tehnologi
dan ilmu pengetahuan dapat dikatakan tidak berjalan secara maksimal. Ini
dirasakan oleh mahasiswa magang sendiri maupun tenaga-tenaga kerja yang ada
selain teknisi jepang tersebut.
7. Kegiatan teknik kultur pakan alami
untuk makanan larva tiram mutiara hanya pada skala kultur murni dan semi masal.
Jenis pakan phytoplankton yang dilakukan di CV. Duta Aru Indah ini adalah
: Isocrysis galbana, Pavlova lutheri, Chaetocheros. Sp,
Nannoclorophysis. Sp, dan Tetra selmis chuii.
8. Tindakan awal dalam kegiatan
pemijahan di CV. Duta Aru Indah ini adalah induk dipuasakan selama 24 jam, yang
kedua induk diberi pakan phytoplankton dengan dosis tinggi, dan yang ketiga
adalah memberikan perangsangan dengan bahan kimia yaitu amoniak.
9. Kegiatan pemeliharaan tiram mutiara
(pinctada maxima) dilaut dengan cara menggunakan sarana tali rentang (long
line) dan rakit apung. Dalam satu unit tali rentang terdapat 10 tali yang
dapat menampung 1000 buah keranjang atau 8000 ekor tiram mutiara. Sedangkan
dalam satu rakit apung kecil sebanyak 600 keranjang atau 6.000 ekor tiram
mutiara dalam 1 unit rakit apung.
10. Pemanenan di CV. Duta Aru Indah
dapat dilakukan setelah pemeliharaan selama 1,6 bulan dan dilakukan secara
berkala yaitu pemanenan setiap 6 bulan.
B. Saran
1. Perlu adanya pelatihan kepada
seluruh karyawan/karyawati dalam hal untuk memajukan keberhasilan budidaya dan
produksi pemanenan yang lebih besar.
2. Hedaknya pada pemeliharaan larva
diberikan variasi makanan yang lebih banyak lagi untuk menjaga kesehatan dan
mempercepat pertumbuhannnya.
3. Perlu adanya penelitian lebih lanjut
untuk mengetahui timbulnya organisme pathogen atau partikel yang diduga bisa
merupakan faktor penyakit bagi kehidupan tiram mutiara.
4. Semua kegiatan yang berkaitan dengan
teknisi perlu adanya kejujuran untuk memberikan keterangan tentang alat dan
bahan serta proses kegiatannya dalam budidaya tiram mutiara demi untuk
memajukan ilmu dan teknologi di seluruh kawasan budidaya tiram mutiara di
Indonesia. Hal ini karena semua teknisi dalam budidaya tiram mutiara rata-rata
semuannya dari negara luar sehingga sulitnya untuk kita lakukan pengambilan
data. Dengan kendala ini maka perlu pemerintah daerah maupun pusat untuk
memberikan pelatihan khusus kepada orang-orang Indonesia yang terampil supaya
menjadi tenaga teknisi budidaya tiram mutiara yang professional karena
mengingat produksi komoditas ini harganya sangat mahal.
5. Kepada pihak perusahan maupun
pemerintah untuk lebih memperhatikan gaji atau upah yang diterima oleh seluruh
karyawan/karyawati karena hal ini tidak sesuai dengan hasil atau harga
produksi komoditi yang dibudidayakan. Sehingga kesejahteraan karyawan/karyawati
tetap diperhatikan.
DAFTAR
PUSTAKA
Arika,
LT. 2004. “Kultur Pakan Alami pada Pembenihan Tiram Mutiara
(Pinctada maxima)” di LBL Lombok Setasiun Sekotong Lombok Barat
(NTB). Jakarta : PSTA STP.
Dwiponggo,
A. 1976. “ Mutiara”. Jakarta : Lembaga Penelitian
Perikanan Laut.
Effendi,
Hefni. 2000. “Telaah Kualitas Air”. Bogor: Fak. Perikanan
dan Ilmu Kelautan IPB.
Mulyanto.
1970. “Teknik Budidaya Laut Tiram Mutiara” di
Indonesia. Jakarta : Diklat Ahli Usaha Perikanan.
Noriwari,
Yohanes. 2004. “Manajemen Usaha Pembenihan Tiram Mutiara”.
Jakarta : PSTA STP.
Nurhijriani.
2005. “Teknik dan Manajemen Pembenihan Tiram Mutiara (Pinctada
maxima)” di LBL Lombok Setasiun Sekotong Lombok Barat
(NTB). Jakarta : PSTA.
Poto,
L, M,. 2002. Studi. “Teknis Budidaya dan Kajian Penanganan Inti
Mutiara Bulat” pada Tiram Mutiara. Jakarta : PSTA
STP.
Sutaman,
1992. Teknik Budidaya Mutiara, Yogyakarta : Penerbit
Kanisius,
Winanto,
2004. “Memproduksi Benih Tiram Mutiara”. Depok.: Penebar
Swadaya,
———-
1997. Rekayasa Teknologi Pembenihan Tiram Mutiara (Pinctada maxima). Yogyakarta
: Ditjen Perikanan.
———-
2003. Rekayasa Produksi Spat Tiram Mutiara. Lampung : Balai Budidaya Laut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar