I. Pendahuluan
Budidaya udang windu di Indonesia dimulai pada
awal tahun 1980-an, dan mencapai puncak produksi pada tahun 1985-1995. Sehingga
pada kurun waktu tersebut udang windu merupakan penghasil devisa terbesar pada
produk perikanan. Selepas tahun 1995 produksi udang windu mulai mengalami
penurunan. Hal itu disebabkan oleh penurunan mutu lingkungan dan serangan
penyakit. Melihat kondisi tersebut, PT. NATURAL NUSANTARA merasa terpanggil
untuk membantu mengatasi permasalahan tersebut dengan produk-produk yang
berprinsip kepada Kualitas, Kuantitas dan Kelestarian (K-3).
II.
Teknis Budidaya
Budidaya udang windu meliputi beberapa faktor,
yaitu :
2.1.
Syarat Teknis
·
Lokasi
yang cocok untuk tambak udang yaitu pada daerah pantai yang mempunyai tanah
bertekstur liat atau liat berpasir yang mudah dipadatkan sehingga mampu menahan
air dan tidak mudah pecah.
·
Air
yang baik yaitu air payau dengan salinitas 0-33 ppt dengan suhu optimal 26 -
300C dan bebas dari pencemaran bahan kimia berbahaya.
·
Mempunyai
saluran air masuk/inlet dan saluran air keluar/outlet yang terpisah.
·
Mudah
mendapatkan sarana produksi yaitu benur, pakan, pupuk , obat-obatan dan
lain-lain.
·
Pada
tambak yang intensif harus tersedia aliran listrik dari PLN atau mempunyai
Generator sendiri.
2.2.
Tipe Budidaya.
Berdasarkan letak, biaya dan operasi
pelaksanaannya, tipe budidaya dibedakan menjadi :
·
Tambak
Ekstensif atau tradisional.
Petakan tambak biasanya di lahan pasang surut
yang umumnya berupa rawa bakau. Ukuran dan bentuk petakan tidak teratur, belum
meggunakan pupuk dan obat-obatan dan program pakan tidak teratur.
·
Tambak
Semi Intensif.
Lokasi tambak sudah pada daerah terbuka,
bentuk petakan teratur tetapi masih berupa petakan yang luas (1-3 ha/petakan),
padat penebaran masih rendah, penggunaan pakan buatan masih sedikit.
- Tambak Intensif.
Lokasi di daerah yang khusus untuk tambak
dalam wilayah yang luas, ukuran petakan dibuat kecil untuk efisiensi
pengelolaan air dan pengawasan udang, padat tebar tinggi, sudah menggunakan
kincir, serta program pakan yang baik.
2.3.
Benur
Benur yang baik mempunyai tingkat kehidupan
(Survival Rate/SR) yang tinggi, daya adaptasi terhadap perubahan lingkungan
yang tinggi, berwarna tegas/tidak pucat baik hitam maupun merah, aktif
bergerak, sehat dan mempunyai alat tubuh yang lengkap. Uji kualitas benur dapat
dilakukan secara sederhana, yaitu letakkan sejumlah benur dalam wadah panci
atau baskom yang diberi air, aduk air dengan cukup kencang selama 1-3 menit.
Benur yang baik dan sehat akan tahan terhadap adukan tersebut dengan berenang
melawan arus putaran air, dan setelah arus berhenti, benur tetap aktif
bergerak.
2.4.
Pengolahan Lahan
Pengolahan lahan, meliputi :
- Pengangkatan lumpur. Setiap budidaya pasti
meninggalkan sisa budidaya yang berupa lumpur organik dari sisa pakan, kotoran
udang dan dari udang yang mati. Kotoran tersebut harus dikeluarkan karena
bersifat racun yang membahayakan udang. Pengeluaran lumpur dapat dilakukan
dengan cara mekanis menggunakan cangkul atau penyedotan dengan pompa air/alkon.
o Pembalikan Tanah. Tanah di dasar tambak perlu
dibalik dengan cara dibajak atau dicangkul untuk membebaskan gas-gas beracun
(H2S dan Amoniak) yang terikat pada pertikel tanah, untuk menggemburkan tanah
dan membunuh bibit panyakit karena terkena sinar matahari/ultra violet.
o Pengapuran. Bertujuan untuk menetralkan
keasaman tanah dan membunuh bibit-bibit penyakit. Dilakukan dengan kapur Zeolit
dan Dolomit dengan dosis masing-masing 1 ton/ha.
o Pengeringan. Setelah tanah dikapur, biarkan
hingga tanah menjadi kering dan pecah-pecah, untuk membunuh bibit penyakit.
o Perlakuan pupuk TON ( Tambak Organik Nusantara
). Untuk mengembalikan kesuburan lahan serta mempercepat pertumbuhan pakan
alami/plankton dan menetralkan senyawa beracun, lahan perlu diberi perlakuan
TON dengan dosis 5 botol/ha untuk tambak yang masih baik atau masih baru dan 10
botol TON untuk areal tambak yang sudah rusak. Caranya masukkan sejumlah TON ke
dalam air, kemudian aduk hingga larut. Siramkan secara merata ke seluruh areal
lahan tambak.
2.5.
Pemasukan Air
Setelah dibiarkan 3 hari, air dimasukkan ke
tambak. Pemasukan air yang pertama setinggi 10-25 cm dan biarkan beberapa hari,
untuk memberi kesempatan bibit-bibit plankton tumbuh setelah dipupuk dengan
TON. Setelah itu air dimasukkan hingga minimal 80 cm. Perlakuan Saponen bisa
dilakukan untuk membunuh ikan yang masuk ke tambak. Untuk menyuburkan plankton
sebelum benur ditebar, air dikapur dengan Dolomit atau Zeolit dengan dosis 600
kg/ha.
2.6.
Penebaran Benur.
Tebar benur dilakukan setelah air jadi, yaitu
setelah plankton tumbuh yang ditandai dengan kecerahan air kurang lebih 30-40
cm. Penebaran benur dilakukan dengan hati-hati, karena benur masih lemah dan
mudah stress pada lingkungan yang baru. Tahap penebaran benur adalah :
o Adaptasi suhu. Plastik wadah benur direndam
selama 15 30 menit, agar terjadi penyesuaian suhu antara air di kolam dan di
dalam plastik.
o Adaptasi udara. Plastik dibuka dan dilipat
pada bagian ujungnya. Biarkan terbuka dan terapung selama 15 30 menit agar
terjadi pertukaran udara dari udara bebas dengan udara dalam air di plastik.
o Adaptasi kadar garam/salinitas. Dilakukan
dengan cara memercikkan air tambak ke dalam plastik selama 10 menit. Tujuannya
agar terjadi percampuran air yang berbeda salinitasnya, sehingga benur dapat
menyesuaikan dengan salinitas air tambak.
o Pengeluaran benur. Dilakukan dengan memasukkan
sebagian ujung plastik ke air tambak. Biarkan benur keluar sendiri ke air
tambak. Sisa benur yang tidak keluar sendiri, dapat dimasukkan ke tambak dengan
hati-hati/perlahan.
2.7.
Pemeliharaan.
Pada awal budidaya, sebaiknya di daerah
penebaran benur disekat dengan waring atau hapa, untuk memudahkan pemberian
pakan. Sekat tersebut dapat diperluas sesuai dengan perkembangan udang, setelah
1 minggu sekat dapat dibuka. Pada bulan pertama yang diperhatikan kualitas air
harus selalu stabil. Penambahan atau pergantian air dilakukan dengan hati-hati
karena udang masih rentan terhadap perubahan kondisi air yang drastis. Untuk
menjaga kestabilan air, setiap penambahan air baru diberi perlakuan TON dengan
dosis 1 - 2 botol TON/ha untuk menumbuhkan dan menyuburkan plankton serta
menetralkan bahan-bahan beracun dari luar tambak.
Mulai umur 30 hari dilakukan sampling untuk
mengetahui pekembanghan udang melalui pertambahan berat udang. Udang yang
normal pada umur 30 hari sudah mencapai size (jumlah udang/kg) 250-300. Untuk
selanjutnya sampling dilakukan tiap 7-10 hari sekali. Produksi bahan organik
terlarut yang berasa dari kotoran dan sisa pakan sudah cukup tinggi, oleh
karena itu sebaiknya air diberi perlakuan kapur Zeolit setiap beberapa hari
sekali dengan dosis 400 kg/ha. Pada setiap pergantian atau penambahan air baru
tetap diberi perlakuan TON.
Mulai umur 60 hari ke atas, yang harus
diperhatikan adalah manajemen kualitas air dan kontrol terhadap kondisi udang.
Setiap menunjukkkan kondisi air yang jelek (ditandai dengan warna keruh,
kecerahan rendah) secepatnya dilakukan pergantian air dan perlakuan TON 1-2 botol/ha.
Jika konsentrasi bahan organik dalam tambak yang semakin tinggi, menyebabkan
kualitas air/lingkungan hidup udang juga semakin menurun, akibatnya udang mudah
mengalami stres, yang ditandai dengan tidak mau makan, kotor dan diam di
sudut-sudut tambak, yang dapat menyebabkan terjadinya kanibalisme.
2.8.
Panen.
Udang dipanen disebabkan karena tercapainya
bobot panen (panen normal) dan karena terserang penyakit (panen emergency).
Panen normal biasanya dilakukan pada umur kurang lebih 120 hari, dengan size
normal rata-rata 40 - 50. Sedang panen emergency dilakukan jika udang terserang
penyakit yang ganas dalam skala luas (misalnya SEMBV/bintik putih). Karena jika
tidak segera dipanen, udang akan habis/mati.
Udang yang dipanen dengan syarat mutu yang baik
adalah yang berukuran besar, kulit keras, bersih, licin, bersinar, alat tubuh
lengkap, masih hidup dan segar. Penangkapan udang pada saat panen dapat
dilakukan dengan jala tebar atau jala tarik dan diambil dengan tangan. Saat
panen yang baik yaitu malam atau dini hari, agar udang tidak terkena panas
sinar matahari sehingga udang yang sudah mati tidak cepat menjadi merah/rusak.
III.
Pakan Udang.
Pakan udang ada dua macam, yaitu pakan alami
yang terdiri dari plankton, siput-siput kecil, cacing kecil, anak serangga dan
detritus (sisa hewan dan tumbuhan yang membusuk). Pakan yang lain adalah pakan
buatan berupa pelet. Pada budidaya yang semi intensif apalagi intensif, pakan
buatan sangat diperlukan. Karena dengan padat penebaran yang tinggi, pakan
alami yang ada tidak akan cukup yang mengakibatkan pertumbuhan udang terhambat
dan akan timbul sifat kanibalisme udang.
Pelet udang dibedakan dengan penomoran yang
berbeda sesuai dengan pertumbuhan udang yang normal.
a. Umur 1-10 hari pakan 01
b. Umur 11-15 hari campuran 01 dengan 02
c. Umur 16-30 hari pakan 02
d. Umur 30-35 campuran 02 dengan 03
e. Umur 36-50 hari pakan 03
f. Umur 51-55 campuran 03 dengan 04 atau 04S
(jika memakai 04S, diberikan hingga umur 70
hari).
g. Umur 55 hingga panen pakan 04, jika pada
umur 85 hari size rata-rata mencapai 50, digunakan pakan 05 hingga panen.
Kebutuhan pakan awal untuk setiap 100.000 ekor
adalah 1 kg, selanjutnya tiap 7 hari sekali ditambah 1 kg hingga umur 30 hari.
Mulai umur tersebut dilakukan cek ancho dengan jumlah pakan di ancho 10% dari
pakan yang diberikan. Waktu angkat ancho untuk size 1000-166 adalah 3 jam, size
166-66 adalah 2,5 jam, size 66-40 adalah 2,5 jam dan kurang dari 40 adalah 1,5
jam dari pemberian.
Untuk meningkatkan pertumbuhan udang, perlu
penambahan nutrisi lengkap dalam pakan. Untuk itu, pakan harus dicampur dengan
POC NASA yang mengandung mineral-mineral penting, protein, lemak dan vitamin
dengan dosis 5 cc/kg pakan untuk umur dibwah 60 hari dan setelah itu 10 cc/kg
pakan hingga panen.
IV.
Penyakit.
Beberapa penyakit yang sering menyerang udang
adalah ;
1. Bintik Putih. Penyakit inilah yang menjadi
penyebab sebagian besar kegagalan budidaya udang. Disebabkan oleh infeksi virus
SEMBV (Systemic Ectodermal Mesodermal Baculo Virus). Serangannya sangat cepat,
dalam beberapa jam saja seluruh populasi udang dalam satu kolam dapat mati.
Gejalanya : jika udang masih hidup, berenang tidak teratur di permukaan dan
jika menabrak tanggul langsung mati, adanya bintik putih di cangkang
(Carapace), sangat peka terhadap perubahan lingkungan. Virus dapat berkembang
biak dan menyebar lewat inang, yaitu kepiting dan udang liar, terutama udang
putih. Belum ada obat untuk penyakit ini, cara mengatasinya adalah dengan
diusahakan agar tidak ada kepiting dan udang-udang liar masuk ke kolam
budidaya. Kestabilan ekosistem tambak juga harus dijaga agar udang tidak stress
dan daya tahan tinggi. Sehingga walaupun telah terinfeksi virus, udang tetap
mampu hidup sampai cukup besar untuk dipanen. Untuk menjaga kestabilan
ekosistem tambak tersebut tambak perlu dipupuk dengan TON.
2. Bintik Hitam/Black Spot. Disebabkan oleh
virus Monodon Baculo Virus (MBV). Tanda yang nampak yaitu terdapat
bintik-bintik hitam di cangkang dan biasanya diikuti dengan infeksi bakteri,
sehingga gejala lain yang tampak yaitu adanya kerusakan alat tubuh udang. Cara
mencegah : dengan selalu menjaga kualitas air dan kebersihan dasar tambak.
3. Kotoran Putih/mencret. Disebabkan oleh
tingginya konsentrasi kotoran dan gas amoniak dalam tambak. Gejala : mudah
dilihat, yaitu adanya kotoran putih di daerah pojok tambak (sesuai arah angin),
juga diikuti dengan penurunan nafsu makan sehingga dalam waktu yang lama dapat
menyebabkan kematian. Cara mencegah : jaga kualitas air dan dilakukan
pengeluaran kotoran dasar tambak/siphon secara rutin.
4. Insang Merah. Ditandai dengan terbentuknya
warna merah pada insang. Disebabkan tingginya keasaman air tambak, sehingga
cara mengatasinya dengan penebaran kapur pada kolam budidaya. Pengolahan lahan
juga harus ditingkatkan kualitasnya.
5. Nekrosis. Disebabkan oleh tingginya
konsentrasi bakteri dalam air tambak. Gejala yang nampak yaitu adanya
kerusakan/luka yang berwarna hitam pada alat tubuh, terutama pada ekor. Cara
mengatasinya adalah dengan penggantian air sebanyak-banyaknya ditambah
perlakuan TON 1-2 botol/ha, sedangkan pada udang dirangsang untuk segera
melakukan ganti kulit (Molting) dengan pemberian saponen atau dengan
pengapuran.
Penyakit pada udang sebagian besar disebabkan
oleh penurunan kualitas kolam budidaya. Oleh karena itu perlakuan TON sangat
diperlukan baik pada saat pengolahan lahan maupun saat pemasukan air baru.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar