Selasa, 13 November 2012

Rekayasa Genetika


BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar belakang
   Laju pertumbuhan organisme ditentukan oleh faktor-faktor seperti genetik, kondisi lingkungan, musim,ketersediaan makanan , dari faktor-faktor lain seperti predator dan penyakit. Penelitian dengan pendekatan genetis melalui seleksi, perbaikan teknik budidaya dan nutrisi telah banyak dilakukan (1Fjalestad et al., 2003). Pendekatan system endoklin untuk mengontrol pertumbuhan juga telah dilakukan oleh beberapa peneliti (McLean and Devlin, 2000). Baru-baru ini formulasi rekombinan hormon pertumbuhan dalam bentuk pellet implantasi yang dapat dilepas  secara perlahan-lahan juga telah diaplikasikan (Devlin et al, 2001), yang dapat memberikan peningkatan pertumbuhan ikan salmon yang tetap selama beberapa bulan. Akan tetapi kelemahan metode-metode diatas seperti perbaikan genetis melalui seleksi akan membutuhkan waktu , biaya dan tenaga yang lebih banyak. Metode pemberian hormone melalui implantasi atau oral membutuhkan dosis yang tepat dalam waktu yang lama, serta harus dilakukan pada setiap siklus produksi. Sebuah metode baru yang disebut dengan istilah transgenesis yang bisa mengatasi kelemahan metode-metode yang telah disebutkan di atas juga telah dikembangkan dalam rangka memperbaiki karakter-karakter yang berguna bagi akuakultur, seperti peningkatan laju pertumbuhan, perbaikan kualitas daging, dan peningkatan daya tahan ikan terhadap kondisi lingkungan yang ekstrim seperti suhu beku, dan daya tahan terhadap penyakit.
Penelitian ikan Nila merah untuk perbaikan laju pertumbuhan ikan nila merah dengan menggunakan teknologi transgenesis. Ikan nila merah merupakan salah satu jenis ikan air tawar yang bernilai ekonomis tinggi, dan menjadi target species dalam program revitalisasi perikanan budidaya yang telah dicanangkan oleh pemerintah. Ikan nila merah yang telah dibudidayakan oleh petani  saat ini merupakan hasil hibridisasi dan seleksi. Sejalan dengan waktu, laju pertumbuhannya semakin menurun akibat persilangan yang tidak terkontrol yang dilakukan oleh petani. Untuk mendukung program revitalisasi perikanan budidaya dalam rangka ketahanan pangan nasional, diperlukan usaha untuk memperbaiki kecepatan tumbuh ikan nila merah dalam jangka waktu yang cukup lama.  Aplikasi teknologi transgenesis menggunakan gen pengkode hormon pertumbuhan ikan nila merah dalam waktu relatif cepat.
                 Transgenesis telah berhasil diaplikasikan untuk meningkatkan laju pertumbuhan beberapa jenis ikan budidaya, sepeti ikan salmon (Devlin et al, 1994) dan mud loach (Nam et al, 2001) dengan hasil yang sangat fantastis, kecepatan tumbuhnya masing-masing mencapai 10 dan 35 kali lipat lebih tinggi dibandingkan dengan ikan yang bukan transgenik. Jenis gen yang digunakan adalah gen yang mengontrol hormone pertumbuhan (growt hormone gene, GH). Pada ikan salmon, telah dilaporkan juga bahwa ikan transgenik memiliki efisiensi penggunaan pakan yang yang lebih tinggi dari ikan normal. Dengan demikian, budidaya ikan transgenik GH memiliki keuntungan dalam hal berkurangnya waktu dalam budidaya akibat laju pertumbuhan yang tinggi, dan meningkatnya efisiensi penggunaan pakan sehingga biaya produksi dari pakan akan menurun yang pada akhirnya akan meningkatkan pendapatan petani.
                 Pada awal perkembangan teknologi transgenesis untuk ikan, konstruksi gen dengan komponen promoter dan gen GH yang digunakan berasal dari hewan mamalia atau hewan tingkat rendah. Penggunaan konstruksi gen tersebut tidak memberikan pengaruh peningkatan pertumbuhan diperoleh setelah promoter dan gen GH yang digunakan diisolasi dari ikan (konstruksi gen all-fish); ikan salmon transgenetik menggunakan promoter methallothionein dan gen GH dari ikan salmon; ikan transgenik mud loach menggunakan promoter β-Actin dan gen GH ikan mud loach. Ikan nila hitam juga memiliki kecepatan tumbuh yang tinggi (7 kali lipat lebih besar pada umur satu tahun) dibandingkan dengan yang bukan transgenik (Kobayashi et al,2007).
                 Ikan nila merah merupakan ikan budidaya air tawar yang menjadi target species dalam program revitalisasi peningkatan produksi perikanan budidaya untuk ekspor dan komsumsi ikan masyarakat yang telah dicanangkan oleh pemerintah. Produksi ikan nila merah transgenik telah dilakukan oleh Alimuddin (2007) dan Kobayasi (1999). Oleh karena itu, Karya tulis ini akan diuraikan tentang rekayasa genetic ikan nila merah dengan menggunakan metode transgenik dengan menggunakan konstruksi gen all-fish yang dikontrol oleh promoter β-Actin (mBP0 dari ikan medaka jepang (Oryzias latipes) dan dari ikan nila (tiBA) dengan gen GH (tiGH) dari ikan nila.
1.2        Rumusan masalah
Ikan Nila merah adalah ikan air tawar yang banyak dibudidayakan, namun ikan ini mempunyai karakter pertumbuhan ini yang lambat dan cepat berkembang biak. Lambatnya pertumbuhan ini disebabkan oleh factor genetik maupun factor pakan dan lingkungan. Secara genetic, karakter pertumbuhan bisa diperbaiki kualitasnya melalui teknik produksi ikan Nila merah transgenic yang unggul.
Ikan Nila merah yang pertumbuhannya cepat dapat dihasilkan dengan menambahkan copy cDNA GH dengan teknologi transgenesis. Dalam hal ini, isolasi dan karakterisiasi cDNA GH dari ikan target adalah langkah pertama untuk kostruksi ikan transgenik.  Langkah selanjutnya adalah membuat ikan Nila merah transgenic melalui microinjection.








BAB II
TELAAH PUSTAKA
2.1. Transgenesis
                 Salah satu upaya mengatasi masalah-masalah ikan adalah melalui rekayasa genetika dengan pendekatan teknologi transgenesis. Teknologi transgenesis adalah suatu proses mengintroduksi satu atau lebih DNA eksogenous atau DNA asing ke hewan uji dengan tujuan untuk memanipulasi fenotipenya kearah yang lebih baik dan selanjutnya dapat ditransmisikan ke keturunannya (Glick dan Pasternak,2003).
     2.2. Aplikasi Teknologi Transgenesis
Aplikasi teknologi transgenesis yang telah berhasil diantaranya adalah peningkatan laju pertumbuhan dengan mengintroduksi gen GH, seperti pada ikan salmon Pasifik transgenic yang tumbuh 10 kali lebih cepat dari ikan normal (Devlin et al., 1994), begitu pula pada ikan mud loachdengan kecepatan tumbuh 32 kali lebih cepat (Nam et al., 2001), dan ikan nila dengan pertumbuhan 2 hingga 7 kali lebih cepat (Kobayasi et al., 2007). Selain itu, aplikasi lain dari teknologi transgenesis adalah meningkatkan resistansi ikan terhadap serangan pathogen atau penyakit. Sebagai contoh, penginjeksian plasmid yang mengkodekan glycoprotein infectious hematopoetic necrosis virus (IHNV) menggunakan promoter Cytomegalovirus (CMV) pada salmon Atlantik, menunjukkan proteksi yang signifikan setelah 8 minggu, dan masih tetap resisten serta menunjukkan antibody penetral virus pada 12 minggu berikutnya (Traxler et al., 1999 dalam Alimuddin et al., 2003). Contoh lainnya yaitu peningkatan daya tahan ikan medaka terhadap Pseudomonas fluoroscens dan Vibrio anguillarum dengan menstransfer gen cecropin (Sarmasik et al., 2002 dalam Alimuddin et al., 2003).
Dalam peningkatan transgenesis, daya tahan ikan terhadap suhu dingin berhasil ditingkatkan, bahka telah berhasil pula membuat ikan strain baru. Introduksi gen AFP pada ikan dapat meningkatkan toleransinya terhadap suhu dingi (0oC), dimana pemaparan pada suhu itu biasanya menyebabkan kematian ikan (Wang et al., 1995 dalam Alimuddin et al., 2003). Sedangkan ikan strain baru yang dilaporkan oleh Gong et al. (2002) adalah ikan zebra berwarna-warni yang dapat terlihat pada kondisi cahaya biasa. Ikan zebra berwarna-warni tersebut dibuat dengan mengintroduksikan gen GFP ( green fluorescent protein), YFP (yellow fluorescent protein), dan RFP (red fluorescent protein)  pada ikan zebra wild-type (normal).
2.3.            Metode Mikroinjeksi
Ada beberapa teknik transper gen dalam transgenesis diantaranya adalah mikroinjeksi, elektroforasi dan transfeksi ( Hacket, 1993). Lebih lanjut dijelaskan bahwa teknik mikroinjeksi merupakan teknik yang umum digunakan dalam introduksi gen pada ikan. Gen diintroduksi ke dalam sel telur ikan yang telah dibuahi menggunakan jarum injeksi yang sangat kecil (diameter ujung jarum sekitar 0,05-0,15 mm). Introduksi dilakukan di bawah mikroskop dengan bantuan sebuah mikro manipulator yang mengatur jarum suntik. Ada beberapa keuntungan mikroinjeksi menggunakan telur ikan sebagai inang dibandingkan dengansistem lainnya, diantaranya adalah jumlah telur ikan relative banyak dan pembuahan (fertilisasi) terjadi secara eksternal. Halini memudahkan introduksi gen asing pengkode protein target. Selain itu, embrio ikan dapat dipelihara dalamair tanpa suplemen, karena untuk perkembangan embrio cukup dengan mengandalkan nutrient dari kuning telur.
Namun demikian, menurut Yoshizaki (2001) terdapat dua masalah dalam pengplikasian teknik mikroinjeksi pada telur ikan, yaitu identifikasi inti telur ikan yang telah dibuahi relative sulit sekalipun dengan mikroskop karena ukurannya yang sangat kecil sedangkan sitoplasmanya besar. Selanjutnya korion telur yang sangat keras menyebabkan telur sulit ditembus oleh jarum mikroinjeksi. Untuk mengatasi masalah tersebut, beberapa peneliti membuat ikan transgenik dengan cara menyuntikkan gen dengan jumlah copy yang banyak ke dalam sitoplasma telur yang telah dibuahi sebagai alternative penyuntikan keinti telur ( Alimuddin et al., 2003). Sedangkan untuk mengatasi masalah koriontelur yang keras, pada ikan , korion dapat dibuang dengan bantuan proteinase dan selanjutnya telur tersebut dapat disuntik dengan mudah (Ueno et al., 1994 dalam  Alimuddin et al., 2003).
Salah satu pertimbangan penting di dalam riset transgenesis adalah pemilihan primer yang berperan dalam mengatur waktu dan lokasi dimana gen asing yang diintroduksikan harus aktif dan menyandi gen target. Dengan demikian, primer dapat dianalogikan seperti switch lampu (Yazawa et al., 2005). Primer  merupakan DNA dimana RNA polymerasemenempel ( bind ) dan menginisiasi transkripsi, yaitu dengan mengarahkan RNA polymerase sehingga transkripsi terjadi pada daerah yang spesifik (Glickdan Pasternak, 2003) umumnya promoter terletak pada bagian upstream (terminal 5’) suatu gen (Hacket, 1993).
Hacket (1993) menyatakan bahwa primer ada yang bekerja pada jaringan yang spesifik (tissue-specific) dan ada pula yang dapat bekerja pada semua jenis jaringan/ sel (ubiquitous). Dari empat promoter yaitu complement componen C3, gelatinase B, keratin, dan TNF (Tumor necrosis factor), masing-masing mengatur ekspresi dari gen GFP pada ikan zebra transgenic denga tempat yang berbeda. Konstruksi C3-GFP terekspresi pada hati, gelatinase-GFP terekspresi pada sirip pectoral dan insang, keratin-GFP terekspresi pada epitel kulti dan hati, sedangkan TNF-GFP terekspresi pada jantung dan kerongkongan (Yazawa et al., 2005).
Pada awal perkembangan transgenik pada ikan, peneliti umumnya menggunakan primer  yang diperoleh dari vertebrata lain atau dari virus. Namun, primer  tersebut memberikan ekspresi yang rendah tau tidak menghasilkan ekspresi gen (Chourrout et al., 1990 dalam Alimuddin et al., 2003). Hasil yang negative ini mungkin disebabkan oleh sifat sekuens promoter yang spesifik spesies. Oleh karena itu, akhir-akhir ini dikembangkan konstruksi gen dengan promoter dari ikan. Primer  yang berhasil diisolasi dari ikan antara lain wfl AFP dari winter flounder Pleuronectes americanus (Shears et al., 1991 dalam Zbikowska, 2003), salmon Sockeye MT (Methalothionine) (Devlin et al., 1993).   Primer  untuk ikan medaka merupakan salah satu jenis promoter yang memiliki aktifitas tinggi pada beberapa jenis ikan. Primer memiliki elemen-elemen penting diantaranya yaitu AT boks yang berfungsi untuk meningkatkan ekspresidengan stimulasi tertentu,unit CC(A/T)6GG yang biasa dikenal dengan istilah motif CArG berperan dalam pengaturan ekspresi transgen dan TATA boks berperan sebagai tempat menempelnya enzim RNA polymerase beserta factor lain dan mengarahkannya sehingga proses transkripsi berlangsung pada daerah yang benar (Takagi et al., 1994). Promoter dapat aktif dan mengendalikan ekspresi transgen pada waktu dan tempat yang tepat dengan adanya kerja sama antara elemen-elemen penyusun primer tersebut. Menurut Hacket (1993) jika elemen cis-relatornya cocok dengan elemen transregulator, maka umumnya ekspresi gen yang dikendalikan tinggi, sebaliknya apabila tidak atau kurang sesuai maka ekspresi gen yang dikendalikan akan rendah. Sekuens dalam promoter merupakan elemen cis,sedangkan protein atau factor-faktor lain yang menempel pada elemen cis disebut elemen trans (Hacket, 1993).
Primer memiliki beberapa sifat yang terkait dengan aktifitas elemen-elemennya yaitu constitutive, ubiquitous dan housekeeping (Liu, 1990 dalam Volckaert, 1994). Constitutive bereti promoter ini mampu aktif tanpa membutuhkan factor pemicu seperi rangsangan hormone atau rangsangan suhu. Primer  bersifat ubiquitous (terdapat di mana-mana) artinya dapat aktif pada semua jaringan otot. Sedangkan bersifat house keeping berarti primer dapat aktif kapan saja bila diperlukan.
Untuk menguji aktivitas primer  dibutuhkan gen penanda agar ekspresi transgen dapat dilihat dengan lebih cepat sehingga aktivitas primer segera diketahui.Salah satu gen penanda yang biasa digunakan dalam riset transgenesis adalah gen GFP yaitu gen yang mengkodekan protein yang berpendar hijau dan dapat divisualisasikan menggunakan mikroskop fluoresens (Chou et al., 2001; Ath-thar,2007). Keberadaan gen ini didalam sel tidak akan membahayakan sel. Keuntungan dari gen ini adalah tidak memerlukan perlakuan khusus pada jaringan dan penambahan substrat untuk visualisasi, dan ekspresinya dapat terdeteksi sampai ke tingkat sel tunggal.
Umumnya gen GFP yang digunakan yaitu EGFP yang disolasi dari ubur-ubur (Aequorea Victoria). Akan tetapi pada tahun 2001, Felts dan kolega telah berhasil mengisolasi gen hrGFP yang berasal dari Anthozoa (soft coral) jenis Renilia reniformis.Lebih lanjut dilaporkan gen hrGFP mempunyai karakteristik tertentu yang lebih unggul dari gen EGFP sebagai marker biologi, yaitu memiliki intensitas fluoresens lebih tinggi dan lebih konsisten,memiliki tingkat sitotoksisitas yang lebih rendah, memiliki kisaran stabilitas pH yang lebih luas, serta lebih resisten dengan  pelarut organik,detergen,dan protease. Felts et al.(2001) menyatakan bahwa gen hrGFP menjadi lebih ramah dengan mengubah satu atau lebih kodon yang tidak sesuai menjadi susunan kodon yang cocok untuk sel manusia.Gen GFP hasil modifikasi tersebut dinamakan humanized hrGFP. 
        

BAB III
ANALISIS SINTESIS
3.1.            Uji PCR embrio ikan Nila merah transgenesis
Total RNA akan diekstraksi dari 20 butir telur pada saat sekitar 10 jam setelah diinjeksi dengan konstruksi gen. RNA akan diekstraksi menggunakan ISOGEN. Kontaminasi DNA yang ada akan didegradasi menggunakan DNase RQ1 RNase-free ( Promega, USA ). Setelah perlakuan phenol-chloroform dan ethanol, pellet RNA akan di larutkan dengan air yang mengandung diethylpyrocarbonate (air-DEPC). cDNA akan disintesa dari 2-3 µg RNA total menggunakan Ready-to-go you-Prime First-Strand Beads (Amersham Parmhacia Biotech, USA) dengan primer dT. PCR akan di lakukan dengan volume reaksi 10 µl yang mengandung 10x buffer Ex Taq, 1 µM DntpS, 0.25 of polymerase Ex Taq (Takara,Japan), 1µl cDNA dan 1 jumlah siklus PCR yang digunakan adalah 22, 24 dan 28 siklus. Tingkat ekspresi gen β-Actin juga akan dianalisa sebagai control internal kesamaan konsentrasi RNA yang digunakan dalam sintesa cDNA. Dan µl hasil PCR akan dielektroforesis menggunakan 0.7% gel agarosa,distaining dengan etinium bromida, dan difoto dengan kamera digital dalam kondisi disinari dengan cahaya ultraviolet. Tingkat intensitas setiap pita DNA akan dikuantifikasi menggunakan desintrograph (Atto Co.itd.,Japan).

3.2.             Pembuatan Konstruksi Gen GH
Untuk Konstruksi gen GH yang digunakan para peneliti seperti Alimuddin (2007) dan Kobayasi et al. 2007 yaitu promoter yang di kontrol oleh prometer GH dari ikan medaka dan ikan nila.  Konstruksi gen GH dengan prometer GH telah digunakan oleh Kobayasi dari Jepang. Sementara itu konstruksi gen GH dengan prometer all-nila dengan gen GH ikan nila telah diaplikasikan oleh Alimuddin (2007).

3.3.            Produksi ikan transgenik keturunan nol
   Ikan nila merah transgenik keturunan pertama (FO) akan diproduksi menggunakan metode mikroinjeksi. Dengan konsentrasi gen yang akan digunakan, embrio yang telah disuntik akan diinkubasi dalam saringan datar yang disimpan dalam akuarium yang diberi aerasi kuat. Larva yang telah menetas akan dipelihara di akuarim dan diberi pakan komersial dengan ukuran yan sesuai dengan bukaan mulut hingga fingerling. Ikan yang hidup akan diseleksi dengan metode PCR dengan cetakan DNA genomik yang akan diekstraksi dari ikan Nila itu sendiri. Isolasi DNA genomik akan dilakukan menggunakan DNA Purification Kit (Purege, Minneapolis, USA) dengan prosedur sesuai manual.                 
Ikan yang membawa transgen akan dipelihara di bak beton hingga matang gonad. Karena ikan FO bersifat mosaik, maka tidak semua ikan yang membawa transgen di siripnya juga membawa transgen dalam gonadnya. Oleh karena itu, perlu dilakukan identifikasi individu ikan  yang membawa transgen digonadnya. DNA genomik akan dieksraksi dari gonad dan digunakan untuk proses ampilifikasi PCR. Individu ikan yang membawa transgen di gonad akan disilangkan dengan ikan normal bukan transgen untuk  membuat ikan transgenik keturunan pertama (F1) pada tahun kedua.
3.4.  Isolasi DNA GH Ikan nila
DNA GH ikan nila diisolasi menggunakan metode PCR dengan primer yang didesain berdasarkan database yang ada di bank gen. Reaksi PCR yang digunakan, yaitu dengan volume 10 µL yang engandung 1 µL LA Buffer; 1 µL dNTPs mix; 1µL DNA genomik hasil pengenceran 10 kali dan sisanya adalah air steril hasil destilasi (SDW). Amplifikasi PCR dilakukan dengan program: 1 siklus pada suhu 94o C selama 3 menit; 5 siklus pada suhu 94o C selama 30 detik dan 62oC selama 3 menit; 30 siklus pada suhu 94o C selama 30 detik, 58oC selama 30 detik dan 72oC selama 3 menit;serta 1 siklus pada suhu 72oC selama 3 menit. Pengecekan hasil amplifikasi PCR dilakukan dengan elektroforesis menggunakan gel agarosa 0,7%. Produk PCR kedua. Program PCR kedua sama dengan yang pertama. Fragmen DNA hasil amplifikasi PCR diisolasi dari gel menggunakan kit purifikasi DNA (MoBio Laboratories, CA, USA) sesuai instruksi dimanualnya.             Fragmen hasil purifikasi dari gel diligasi dengan vector kloning Promega, WI, USA. Sebanyak 6.5 µL hasil reaksi ligasi dicampur ke dalam tabung mikro berisi sel kompeten. Transformasi dilakukan menggunakan kejutan panas pada suhu 42oC selama 45 detik. Sekitar 2-3 menit setelah diinkubasi dalam es, ke dalam tabung mikro ditambahkan 900 µL larutan SOC. Larutan SOC mengandung 1,2 g polypeptone; 0,3 gyeast extract; 0,035 g NaCI; 0,011 g KCI; 600 µL MgCI2 1 M; 600 µL MgSO4 1 M dan 60 µLglucose 2M dalam 60 mL SDW. Selanjutnya inkubasi dilakukan menggunakan shaker pada suhu 37oC selama 1 jam. Bakteri disebar di atas cawan agarose 2xYT (1,6% polypeptone, 1% yeast extract, 0,5% NaCI dan 1,5 % agarosa dalam SDW) yang mengandung ampisilin, IPTG dan X-gal (disingkat menjadi 2xYT-A,I,X). Cawan agarosa berisi bakteri diinkubasi pada suhu 37oC selam sekitar 14 jam.
Isolasi DNA GH dilakukan menggunakan kit FlexiPrep (Amersham Biosciences NJ, USA) dengan prosedur sesuai manual. Plasmid DNA hasil isolasi dilarutkan menggunakan SDW sebanyak 50 µL. Setelah divorteks, tabung mikro berisi plasmid tersebut dibiarkan selama 5 menit di suhu ruang. Kemudian dilakukan sentrifus pada suhu ruang dengan kecepatan 13.000 rpm selama 1-2 menit. Supernatant yang terbentuk yang berisi plasmid DNA dipindahkan ke tabung mikro yang baru. Sebanyak 2 µL hasil isolasi plasmid digunakan untuk mengukur konsentrasinya menggunakan mesin RNA/DNA quant. Hasil pengukuran konsentrasi DNA plasmid ditunjukkan pada Table 1. Di bawah ini:
Tabel 1. Nilai absorbansi pada 260 dan 280 nm, rasio 260/280 dan konsentrasi DNA
No. Sampel
Abs-260
Abs-280
Rasio 260/280
Konsentrasi DNA(ng/µL)
4
0,150
0,092
1,674
288
5
0,139
0,089
1,599
264
7
0,104
0,074
1,735
140
10
0,179
0,118
1,565
340
                 Volume reaksi amplifikasi PCR untuk sekuensing adalah sebanyak 20 µL Ready Reaction Mix; 3 µL BigDye buffer; 6,4 µL “primer” dengan konsentari 10 pmol; 300 ngDNA dan sisanya adalah SDW. Program PCR yang digunakan yaitu 1 siklus pada suhu 96oC selama 2 menit, dan 30 siklus dengan suhu 96oC selama 10 detik, 55oC selama 5 detik dan 60oC selama 3 menit. Sekuensing DNA dilakukan menggunakan mesin ABI PRISM 3100-Avant Genetic Analyzer. Analisa sekuens menggunakan software GENETYX versi 7 dan TFBind.
                 Konstruksi gen GH dimikroinjeksi ke embrio ikan zebra (Danio rerio) fase satu sel untuk menguji aktifitas promoter tiBA ikan nila hasil isolasi. Ikan zebra digunakan sebagai model karena telur ikan ini transparan sehingga memudahkan pengamatan ekspresi gen GFP. Metode mikroinjeksi mengikuti teknik Alimuddin et’al. (2005)7. Aktifitas promoter β-aktin ikan kerapu bebek diketahui dengan cara mengamati ekspresi gen EGFP menggunakan mikroskop fluoresens setelah larva menetas.
                     Ekspresi gen GH pada larva terlihat seperti tambalan (patchy) dan beberapa sel dengan ekspresi tinggi, sementara yang lainnya lemah atau tidak mengekspresikan transgen. Kondisi seperti ini disebut mosaic dan hal ini umumnya ditemukan pada embrio ikan hasil mikroinjeksi (Maclean et al., 1996)8. Tingkat ekspresi gen biasanya berhubungan erat dengan jumlah copy transgen yang terdapat pada setiap sel (Rahman et al., 2000)9. Dengan demikian variasi tingkat ekspresi gen GH antar sel dan larva diduga merupakan akibat dari perbedaan jumlah copy transgen. Dengan menggunakan sekuens regulator yang bersifat ubiquitous, variasi tempat ekspresi juga telah dilaporkan pada ikan medaka (Tsai et al., 1995)10. Ekspresi transgen akan terlihat pada semua jaringan otot ikan transgenic pada generasi pertama dan seterusnya.
Fragmen DNA GH ikan nila menyediakan tempat bagi ligasi fragmen promoter β-actin ikan nila. DNA GH dibuat dengan cara sebagai berikut: (1) vector didigesti atau dipotong dengan enzim retriksi  untuk membuang gen EGFP ; (2) vector yang mengandung fragmen GH ikan nila  disambungkan dengan fragmen all-nila yang tidak memiliki gen penyandi, menggunakan enzim ligase.
Reaksi dan program amplifikasi PCR seperti dijelaskan sebelumnya. Hasil amplifikasi diligasi dengan vector DNA GH. Setelah disolasi, selanjutnya DNA GH dipotong menggunakan enzim restriksi. Selanjutnya elektroforesis hasil seleksi dipetakan, lalu transformasikan.
3.5.            Produksi ikan transgenic F0
   Produksi ikan transgenic keturunan nol (F0), telah di lakukan oleh Alimuddin dan Kobayasi (1999) dan Alimuddin (2007) melalui metode  mikroinjeksi.   Di antara embri-embrio hasil mikroinjeksi tersebut, yang menetas adalah sebanyak 42 butir dari 1021 embrio, sementara yang hidup hingga saat ini adalah 35 ekor. Embrio yang berhasil menetas setelah di mikroinjeksi dengan konstruksigen linier adalah yang dari 3 hari kegiatan penyuntikan terakhir dengan jumlah embrio yang di mikroinjeksi sebanyak 490 embrio.
   Pada awal kegiatan mikroinjeksi, embrio tidak ada yang menetas diduga karena salah satu dari game (telur atau sperma) tidak bagus. Untuk mengatasi masalah ini, telah di lakukan beberapa pendekatan. Pendekatan pertama adalah perangsangan ovulasi dengan cara menyuntikkan ovaprim 0,5 ml/kg. ovaprim merupakan merek produk yang di dalamnya mengandung hormone LHRH-a. Namun demikian, hal ini belum juga mengatasipermasalahan. Pendekatan kedua adalah induk ikan di biarkan memijah alami dan setelah terjadi pelepasan telur oleh induk betina sebanyak 2-3 kali pelepasan, kedua induk ikan di tangkap dan perutnya di urut/distripping untuk mengeluarkan gametnya. Telur dari mulut induk betina dan yang dari hasil stripping di gunakan untuk mikroinjeksi. Dengan menggunakan cara ini; embrio berhasil menetas setelah di mikroinjeksi. Selanjutnya embrio yang telah disuntik diinkubasi di akuarium incubator. Sekitar 4 hari setelah menetas larva diberi makan naupli Artemia selama 3-4 hari pemeliharaan.

BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
4.1.            Kesimpulan
1.      Fragmen cDNA GH ikan nila merah dapat  menyandikan 205 asam amino
2.      Protein deduksi cDNA GH ikan nila merah mempunyai domain konservatif .
3.      Primer untuk DNA GH dapat aktif pada ikan Nila merah dan mampu mengendalikan ekspresi gen GH pada stadium embrio dan stadium larva.
4.2.            Saran
1.      cDNA GH yang telah diisolasi dapat digunakan sebagai informasi dasar untuk mengetahui struktur genom gen GH dan karakter ekspresinya pada ikan nila merah.
2.      cDNA GH dapat digunakan dalam manipulasi pertumbuhan ikan dengan modifikasi asam nukleat pada ikan nila merah.

DAFTAR PUSTAKA
Fjaslasted, K.T., Moen, T.,Gomez-Raya, L.2003. Prospects for genetic technology in salmon breeding programmes Aquac. Res., 34’397-406
McLean, E. and Devlin, R.H. 2000. Application of biotechnology to enkhance growth of salmonids and other fish. In: Fingerman, M., Nagabhusnam, R., Thompson,M.-F. (Eds), RecentAdvancess in Marine Biotechnology. Science Publisher, Enfield, NH, USA, pp. 17-55.
Devlin, R.H., Yesaki., Biagi, C.A., Donaldson,E.M.,Swanson,P.,and Chan, W.K. 1994. Extraordinary salmon growth. Nature, 371:209-210.
Nam, Y.K.,J.K.,Cho, H.J., Cho, K.N., Kim, C.G., and Kim, D.S. 2001. Dramatically accelerated growth and extraordinary gigantism.’transgenic mud loach Misgunus mizolepis. Transgenic Res., 10:353-362
Kobayashi, S.I., Alimuddin, Morita T.,Miwa M., Lu J., Endo M., Takeuchi T., and Yoshizaki G. 2007. Transgenic Nile tilapia (Oreochromis niloticus) over-expressing growth hormone show reduced exretion. Aquaculture, 270: 427-435.

Tidak ada komentar:

Sekilas Info

« »
« »
« »

Páginas