Rabu, 29 Agustus 2012

TEKNIK KULTUR ARTEMIA SALINA



BAB I
 PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Salah satu jenis pakan alami yang dapat digunakan sebagai pakan alami bagi larva udang atau ikan adalah artemia karena memiliki ukuran yang kecil gerakan lambat dan memiliki kandungan protein yang cukup tinggi serta tidak mempengaruhi kualitas air media budidaya. Artemia merupakan kelompok udang-udangan dari phylum Arthopoda.  Mereka berkerabat dekat dengan zooplankton lain seperti copepode dan daphnia (kutu air).  Artemia  hidup di danau-danau garam (berair asin) yang ada di seluruh dunia. Udang ini toleran terhadap selang salinitas yang sangat luas, mulai dari nyaris tawar hingga jenuh garam.  Secara alamiah salinitas danau dimana mereka hidup sangat bervariasi, tergantung pada jumlah hujan dan penguapan yang terjadi. Apabila kadar garam kurang dari 6 % telur artemia akan tenggelam sehingga telur tidak bisa menetas, hal ini biasanya terjadi apabila air tawar banyak masuk kedalam danau dimusim penghujan.  Sedangkan apabila  kadar garam lebih dari 25% telur akan tetap berada dalam kondisi tersuspensi, sehingga dapat menetas dengan normal.
 Siklus hidup artemia bisa dimulai dari saat menetasnya kista atau telur. Setelah 15 - 20 jam pada suhu 25°C kista akan menetas  manjadi embrio.  Dalam waktu beberapa jam embrio ini masih akan tetap menempel pada kulit kista.  Pada fase ini embrio akan menyelesaikan perkembangannya kemudian berubah menjadi naupli yang sudah akan bisa berenang bebas. Pada awalnya naupli akan berwarna orange kecoklatan akibat masih mengandung kuning telur. Artemia yang baru menetas tidak akan makan, karena mulut dan anusnya belum terbentuk dengan sempurna.  Setelah 12 jam menetas mereka akan ganti kulit dan memasuki tahap larva kedua.  Dalam fase ini mereka akan mulai makan, dengan pakan berupa mikro alga,  bakteri, dan detritus organik lainnya.  Pada dasarnya mereka tidak akan peduli  (tidak pemilih) jenis pakan  yang dikonsumsinya selama bahan tersebut tersedia diair dengan  ukuran yang sesuai.  Naupli akan berganti kulit sebanyak 15 kali sebelum menjadi dewasa dalam waktu 8 hari.   Artemia dewasa rata-rata berukuran sekitar 8 mm, meskipun demikian pada kondisi yang tepat mereka dapat mencapai ukuran sampai dengan 20 mm.   Pada kondisi demikian biomasnya akan mencapi 500 kali dibandingakan biomas pada fase naupli.
Dalam tingkat salinitas rendah dan dengan pakan yang optimal, betina Artemia bisa mengahasilkan naupli sebanyak 75 ekor perhari.     Selama masa hidupnya (sekitar 50 hari) mereka bisa memproduksi naupli rata-rata sebanyak 10 -11 kali.  Dalam kondisi super ideal, Artemia dewasa bisa hidup selama 3 bulan dan memproduksi nauplii atau kista sebanyak 300 ekor(butir) per 4 hari.  Kista akan terbentuk apabila lingkungannya berubah menjadi sangat salin dan bahan pakana sangat kurang dengan fluktuasi oksigen sangat tinggi antara siang dan malam hari. 
B.     Tujuan
Tujuan pelaksanaan praktikum ini adalah agar mahasiswa dapat  membudidayakan artemia secara alami dan decapulasi.


BAB II
METODE PERAKTIKUM

A.    Waktu dan Tempat
Kegiatan praktikum ini dilaksanakan pada jumat 3 juli 2009 di hatceri air payau politeknik pertanian negeri pangkep.
B.     Alat dan Bahan
Alat
Bak fiber
Aerator
Baskom
Saringan artemia
Pengaduk
Timba
Timbangan
termometer
bahan
Kista artemia
Kaporit
Tiosulfat
Urea
TSP
Air tawar
Air laut
NaOH

C.     Perosedur Kerja
1.      Dekapsulasi
-          Timbang kista artemia sebanyak 200 grm
-          Timbang NaOH sebanyak 80 grm kemudian larutkan kedalam 1 liter air tawar
-          Kaporit ditimbang kemudian dilarutkan dalam 1 liter air tawar
-          Kista artemia diaerasi didalam air tawar selama 30 menit
-          Telur yang mengapung dibuang
-          Kista artemia ditambahkan NaOH dan kaporit sampai terjadi perubahan warna abu-abu hingga menjadi merah bata, lalu ukur suhu, jika suhu mencapai 400 C maka ditambah dengan es atau air tawar karena dikhawatirkan pada tingkatan suhu tersebut dapat membunuh embrio.
-          Cuci hingga hilang bau kaporit kemudian bilas dengan bau tiosulfat
-          Kemudian kista artemia yang telah bersih tersebut dimasukkan kedalam bak penetasan yang telah diisi dengan air laut sebanyak 40 liter.
-          telur tesebut  akan menetas setelah 18 jam kemudian.

2.      Secara alami
·         Artemia ditimbang sebanyak 50 gram
·         kemudian dicuci dengan air tawar dan diaerasi lalu di endapkan.
·         Telur yang mengapung kemudia di buang.
·         Setelah itu, kista yang tenggelam dimasukkan kedalam bak penetasan yang telah disi dengan air laut sebanyak 10 liter dan diberi aerasi.
·         Kista artemia tersebut akan menetas setela 24 atau 32 jam kemudian


BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
A.    Hasil
No
Teknik penetasan
Waktu penetasan
1.        
Secara dekapsulasi
18 jam
2.        
Secara alami
32 jam
Penetasan kista artemia dengan menggunakan metode dekapsulasi lebih cepat (waktu penetasa 18 jam) daripada penetasan secara alami (waktu penetasan 32j am).

B.     Pembahasan
Berdasarkan data hasil praktikum, jelas terlihat bahwa teknik penetasan artemia secara dekapsulasi memerlukan waktu 14 jam lebih sedikit daripada dengan menggunakan teknik penetasan secara alami.
Dekapsulisasi merupakan suatu proses untuk menghilangkan lapisan terluar dari kista artemia yang "keras" (korion) dengan menggunakan NaOH. Dengan adanya proses penipisan cangkang ini, maka bayi artemia akan lebih mudah keluar dari sarangnya. Disamping itu, jika dilakukan dekapsulasi setidaknya energi yang dibutuhkan oleh larva artemia untuk memecah cangkang dalam proses penetasan jauh lebih sedikit sehingga energi yang tidak terpakai tersebut tersimpan dalam tubuh artemia. Dengan demikian larva artemia yang dihasilkan memilki kandungan energi yang lebih besar dibandingkan dengan larva artemia yang ditetaskan secara alami. Dan kalaupun tidak berhasil "menetas", kista yang telah didekapsulisasi masih bisa diberikan kepada ikan/burayak dengan aman, karena korionnya sudah hilang, sehingga akan dapat dicerna dengan mudah. Disamping itu proses dekapsulasi ini juga sekaligus merupakan proses disinfeksi terhadap kontaminan seperti bakteri, jamur dll karena pada waktu dilakukan penipisan cangkan dilakukan pula pencucuian dengan kaporit dimana kaporit ini merupan desinfektan terhadap mikroorganisme.
Telur artemia yang telah ditetaskan disaring dan dipisahkan dari cangkangnya. Bayi artemia ini dikultur di wadah berukuran 60 liter. Wadah tersebut diaerasi dengan menggunakan selang lemastanpa menggunakan batu aerator.


BAB IV
PENUTUP

Kesimpulan
Artemia merupakan salah satu jenis pakan alami untuk ikan atau udang yang termasuk dalam kelompok udang-udangan dari phylum Arthopoda dan merupakan organisme yang memilki habitat dengan kisaran salinitas yang lebar.
Teknik penetasan artemia secara dekapsulasi memerlukan waktu 14 jam lebih sedikit daripada dengan menggunakan teknik penetasan secara alami.
Larva artemia yang dihasilkan dari proses penetasan secara dekapsulasi memilki kandungan energi yang lebih tinggi dan kemungkinan telah terbebas dari mikroorganisme yang tidak diinginkan.

Tidak ada komentar:

Sekilas Info

« »
« »
« »

Páginas