BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
belakang
Benih Ikan
Bandeng (nener) merupakan salah satu sarana produksi yang utama dalam usaha
budidaya bandeng di tambak. Perkembangan Teknologi budidaya bandeng di tambak
dirasakan sangat lambat dibandingkan dengan usaha budidaya udang. Faktor
ketersediaan benih merupakan salah satu kendala dalam menigkatkan teknologi
budidaya bandeng. Selama ini produksi nener alam belum mampu untuk mencukupi
kebutuhan budidaya bandeng yang terus berkembang, oleh karena itu peranan usaha
pembenihan bandeng dalam upaya untuk mengatasi masalah kekurangan nener
tersebut menjadi sangat penting. Tanpa mengabaikan arti penting dalam
pelestarian alam, pengembangan wilayah, penyediian dukungan terhadap
pembangunan perikanan khususnya dan pembangunan nasional umumnya, kegiatan
pembenihan bandeng di hatchery harus diarahkan untuk tidak menjadi penyaing
bagi kegiatan penangkapan nener di alam. Diharapkan produksi benih nener di
hatchery diarahkan untuk mengimbangi selisih antara permintaan yang terus
meningkat dan pasok penangkapan di alam yang diduga akan menurun.
B.
Tujuan
Mahasiswa dapat
mengetahui teknik pembenihan ikan Bandeng (Chanos
chanos) skala industri.
BAB II
METODOLOGI
A. Waktu dan Tempat
§ Hari
: Senin 30 januari 2011
§ Waktu : 08.00- 13.00 wita
§ Tempat : Esa Putli Perkasa Pratama (Benur kita) Desa Kupa Barru
B. Prosedur Kerja
Mahasiswa
mengikuti kegiatan fieldtrip dengan mengadakan tanya jawab untuk mendapatkan
penjelasan tentang ikan bandeng ini dan selanjutnya mahasiswa mencatat hal- hal
yang dianggap penting sebagai bahan laporan.
BAB III
PEMBAHASAN
Ikan
bandeng merupakan salah satu jenis
ikan yang sangat di gemari oleh lapisan masarakat dan termasuk jenis
ikan penghasil protein hewani yang tinggi. Usaha intensifikasi budidaya perlu
dilakukan karena rendahnya produktivitas bandeng dengan budidaya tradisional.
Peningkatan sistem budidaya juga harus diikuti
dengan penggunaan teknologi baru.
1.
PERSYARATAN LOKASI
Pemilihan tempat perbenihan bandeng harus mempertimbangkan
aspek-aspek yang berkaitan dengan lokasi. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam
persyaratan lokasi adalah sebagai berikut.
1. Status tanah dalam kaitannya dengan
peraturan daerah dan jelas sebelum hatchery dibangun.
2. Mampu menjamin ketersediaan air dan
pengairan yang memenuhi persyaratan mutu yang ditentukan;
·
Pergantian
air minimal; 20 - 50 % per hari.
·
Suhu
air, 26 – 31 oC.
·
PH;
6,5 - 8,5
·
Oksigen
larut; 3,0 - 8,5 ppm.
·
Alkalinitas
50 – 500 ppm.
·
Kecerahan
20 – 40 cm (cahaya matahari sampai ke dasar pelataran).
·
Air
terhindar dari polusi baik polusi bahan organik maupun anorganik.
3.
Sifat-sifat
perairan pantai dalam kaitan dengan pasang surut dan pasang arus perlu
diketahui secara rinci.
4.
Faktor-faktor
biologis seperti kesuburan perairan, rantai makanan, species dominan,
keberadaan predator dan kompretitor, serta penyakit endemik harus diperhatikan
karena mampu mengakibatkan kegagalan proses produksi.
2.
SARANA DAN PRASARANA
a.
Sarana Pokok
Fasilitas
pokok yang dimanfaatkan secara langsung untuk kegiatan produksi adalah bak
penampungan air tawar dan air laut, laboratorium basah, bak pemeliharaa larva,
bak pemeliharaan induk dan inkubasi telur serta bak pakan alami.
1.
Bak Penampungan Air Tawar dan Air
Laut.
Bak
penampungan air (reservoir) dibangun pada ketinggian sedemikian rupa sehingga
air dapat didistribusikan secara gravitasi ke dalam bak-bak dan sarana lainnya
yang memerlukan air (laut, tawar bersih). Sistim pipa pemasukkan dan pembuangan
air perlu dibangun pada bak pemelihara induk, pemeliharaan larva, pemeliharan
pakan alami, laboratorium kering dan basah serta saran lain yang memerlukan air
tawar dan air laut serta udara (aerator). Laboratorium basah sebaiknya dibangun
berdekatan dengan bangunan pemeliharaan larva dan bangunan kultur murni plankton serta diatur menghadap
ke kultur masal plankton dan dilengkapi dengan sistim pemipaan air tawar, air
laut dan udara.
2.
Bak Pemeliharaan Induk
Bak pemeliharaan induk berbentuk
empat persegi panjang atau bulat dengan kedalaman lebih dari 1 meter yang
sudut-sudutnya dibuat lengkung dan dapat
diletakkan di luar ruangan langsung menerima cahaya tanpa dinding.
3. Bak
Pemeliharan Telur
Bak
perawatan telur terbuat dari akuarium kaca atau serat kaca dengan daya tampung
lebih dari 2.000.000 butir telur pada kepadatan 10.000 butir per liter.
4. Bak
Pemeliharaan Larva
Bak pemeliharaan larva yang
berfungsi juga sebagai bak penetasan telur dapat terbuat dari serat kaca maupun
konstruksi beton, sebaiknya berwarna agak gelap, berukuran (4x5x1,5) m3 dengan
volume 1-10 ton berbentuk bulat atau bujur sangkar yang sudut-sudutnya dibuat
lengkung dan diletakkan di dalam bangunan beratap tembus cahaya tanpa dinding
balik. Untuk mengatasi penurunan suhu air pada malam hari, bak larva diberi
penutup berupa terval plastik untuk menyangga atap plastik, dapat digunakan
bentangan kayu/bambu.
5. Bak
Pemeliharaan Makanan Alami, Kultur Plankton Chlorella sp dan Rotifera.
Bak kultur plankton chlorella sp
disesuaikan dengan volume bak pemeliharaan larva yang terbuat dari serat kaca
maupun konstruksi beton ditempatkan di luar ruangan yang dapat langsung
mendapat cahaya matahari. Bak perlu ditutup dengan plastik transparan pada
bagian atasnya agar cahaya juga bisa masuk ke dalam bak untuk melindungi dari
pengaruh air hujan. Kedalamam bak kultur chlorella sp harus diperhitungkan
sedemikian rupa sehingga penetrasi cahaya matahari dapat dijamin mencapai dasar
tangki. Kedalaman air dalam tangki disarankan tidak melebihi 1 meter atau 0,6
m, ukuran bak kultur plankton chlorella sp adalah (20 x 25 x 0,6)m 3 . Bak
kultur rotifera terbuat dari serat kaca maupun konstruksi baton yang
ditempatkan dalam bangunan beratap tembus cahaya tanpa dinding. Perbandingan
antara volume bak chlorella, rotifera dan larva sebaliknya 5:5:1.
b. Sarana
Penunjang
Untuk menunjang perbenihan sarana yang diperlukan adalah
laboratorium pakan alami, ruang pompa,air blower, ruang packking, ruang genset,
bengkel, kendaraan roda dua dan roda empat serta gudang (ruang pentimpanan
barang-barang opersional) harus tersedia sesuai kebutuhan dan memenuhi
persyaratan dan ditata untuk menjamin kemudahan serta keselamatan kerja.
1.
Laboratorium
pakan alami seperti laboratorium fytoplankton berguna sebagai tempat kultur
murni plankton yang ditempatkan pada lokasi dekat hatchery yang memerlukan ruangan
suhu rendah yakni 22~25 0
2.
Laboratorium
kering termasuk laboratorium kimia/mikrobialogi, sebaiknya dibangun berdekatan
dengan bak pemeliharaan larva berguna sebagai bangunan stok kultur dan
penyimpanan plankton dengan suhu sekitar 22~25 0 C serta dalam ruangan. Untuk
kegiatan yang berkaitan dengan pemasaran hasil dilengkapi dengan fasilitas
ruang pengepakan yang dilengpaki dengan sistimpemipaan air tawar dan air laut,
udara serta sarana lainnya seperti peti kedap air, kardus, bak plastik, karet
dan oksigen murni. Alat angkut roda dua dan empat yang berfungsi untuk
memperlancar pekerjaan dan pengangkutan hasil benih harus tersedia tetap dalam
keadaan baik dan siap pakai. Untuk pembangkit tenaga listrik atau penyimpanan
peralatan dilengkapi dengan pasilitas ruang genset dan bengkel, ruang pompa air
dan blower, ruang pendingin dan gudang.
c.
Sarana Pelengkap
Sarana pelengkap dalam kegiatan perbenihan terdiri dari
ruang kantor, perpustakaan, alat tulis menulis, mesin ketik, komputer, ruang
serbaguna, ruang makan, ruang pertemuan, tempat tinggal staf dan karyawan.
3.
TEKNIK PEMELIHARAN
a. Persiapan
Opersional.
1.
Sarana
yang digunakan memenuhi persyaratan higienis, siap dipakai dan bebas cemaran.
Bak-bak sebelum digunakan dibersihkan atau dicuci dengan sabun detergen dan
disikat lalu dikeringkan 2-3 hari. Pembersihan bak dapat juga dilakukan dengan
cara membasuh bagian dalam bak kain yang dicelupkan ke dalam chlorine 150 ppm
(150 mil larutan chlorine 10% dalam 1 m 3 air) dan didiamkan selama 1~2 jam dan
dinetralisir dengan larutan Natrium thiosulfat dengan dosis 40 ppm atau
desinfektan lain yi formalin 50 ppm. Menyiapkan suku cadang seperti pompa,
genset dan blower untuk mengantisipasi kerusakan pada saat proses produksi.
2.
Menyiapkan
bahan makanan induk dan larva pupuk fytoplankton, bahan kimia yang tersedia
cukup sesuai jumlah dan persyaratan mutu untuk tiap tahap pembenihan.
3.
Menyiapkan
tenaga pembenihan yang terampil, disiplin dan berpengalaman dan mampu menguasai
bidang kerjanya.
b. Pengadaan
Induk.
1.
Umur
induk antara 4~5 tahun yang beratnya lebih dari 4 kg/ekor.
2.
Pengangkutan
induk jarak jauh menggunakan bak plastik. Atau serat kaca dilengkapi aerasi dan
diisi air bersalinitas rendah (10~15)ppt, serta suhu 24~25 0 C. Atau serat kaca
dilengkapi aerasi dan diisi air barsalinitas rendah (10~15) ppt, serta suhu
24~25 0 C.
3.
Kepadatan
induk selama pengangkutan lebih dari 18 jam, 5~7 kg/m3 air. Kedalaman air dalam
bak sekitar 50 cm dan permukaan bak ditutup untuk mereduksi penetrasi cahaya
dan panas.
4.
Aklimatisasi
dengan salinitas sama dengan pada saat pengangkutan atau sampai selaput mata
yang tadinya keruh menjadi bening kembali. Setelah selesai aklimatisasi
salinitas segera dinaikan dengan cara mengalirkan air laut dan mematikan pasok
air tawar.
c. Pemeliharaan
Induk
1.
Induk
berbobot 4~6 kg/ekor dipelihara pada kepadatan satu ekor per 2~4 m 3 dalam bak
berbentuk bundar yang dilengkapi aerasi sampai kedalaman 3 meter.
2.
Pergantian
air 150 % per hari dan sisa makanan disiphon setiap 3 hari sekali. Ukuran bak
induk lebih besar dari 30 ton.
3.
Pemberian
pakan dengan kandungan protein sekitar 35 % dan lemak 6~8 % diberikan 2~3 %
dari bobot bio per hari diberikan 2 kali per hari yaitu pagi dan masa sore.
4.
Salinitas
30~35 ppt, oksigen terlarut . 5 ppm, amoniak < 0,01 ppm, asam belerang <
0,001 ppm, nirit < 1,0 ppm, pH; 7~85 suhu 27~33 0 C.
d. Pemilihan
Induk
1.
Berat
induk lebih dari 5 kg atau panjang antara 55~60 cm, bersisik bersih, cerah dan
tidak banyak terkelupas serta mampu berenang cepat.
2.
Pemeriksaan
jenis kelamin dilakukan dengan cara mem-bius ikan dengan 2 phenoxyethanol dosis
200~300 ppm. Setelah ikan melemah kanula dimasukan ke-lubang kelamin sedalam
20~40 cm tergantung dari panjang ikan dan dihisap. Pemijahan (striping) dapat
juga dilakukan terutama untuk induk jantan.
3.
Diameter
telur yang diperoleh melalui kanulasi dapat digunakan untuk menentukan tingkat
kematangan gonad. Induk yang mengandung telur berdiameter lebih dari 750 mikron
sudah siap untuk dipijahkan.
4.
Induk
jantan yang siap dipijahkan adalah yang mengandung sperma tingkat III yaitu
pejantan yang mengeluarkan sperma cupuk banyak sewaktu dipijat dari bagian
perut kearah lubang kelamin.
e. Pematangan
Gonad
1.
Hormon
dari luar dapat dilibatkan dalam proses metabolisme yang berkaitan dengan
kegiatan reproduksi dengan cara penyuntikan dan implantasi menggunakan
implanter khusus. Jenis hormon yang lazim digunakan untuk mengacu pematangan
gonad dan pemijahan bandeng LHRH –a, 17 alpha methiltestoteron dan HCG.
2.
Implantasi
pelet hormon dilakukan setiap bulan pada pagi hari saat pemantauan perkembangan
gonad induk jantan maupun betina dilakukan LHRH-a dan 17 alpha methiltestoteren
masing-masing dengan dosis 100~200 mikron per ekor (berat induk 3,5 sampai 7
kg).
f. Pemijahan
Alami.
1.
Ukuran
bak induk 30 – 100 ton dengan kedalaman 1,5 - 3,0 meter berbentuk bulat
dilengkapi aerasi kuat menggunakan “diffuser” sampai dasar bak serta ditutup
dengan jaring.
2.
Pergantian
air minimal 150 % setiap hari.
3.
Kepadatan
tidak lebih dari satu induk per 2 – 4 m3 air.
4.
Pemijahan
umumnya pada malam hari. Induk jantan mengeluarkan sperma dan induk betina
mengeluarkan telur sehingga fertilisasi terjadi secara eksternal.
- Pemijahan Buatan.
1.
Pemijahan
buatan dilakukan melalui rangsangan hormonal. Hormon berbentuk cair diberikan
pada saat induk jantan dan betina sudah matang gonad sedang hormon berbentuk
padat diberikan setiap bulan (implantasi).
2.
Induk
bandeng akan memijah setelah 2-15 kali implantasi tergantung dari tingkat
kematangan gonad. Hormonyang digunakan untuk implantasi biasanya LHRH –a dan 17
alpha methyltestoterone pada dosis masing-masing 100-200 mikron per ekor induk
(> 4 Kg beratnya).
3.
Pemijahan
induk betina yang mengandung telur berdiameter lebih dari 750 mikron atau induk
jantan yang mengandung sperma tingkat tiga dapat dipercepat dengan penyuntikan
hormon LHRH- a pada dosis 5.000-10.000IU per Kg berat tubuh.
4.
Volume
bak 10-20 kedalaman 1,5-3,0 meter berbentuk bulat terbuat dari serat kaca atau
beton ditutup dengan jaring dihindarkan dari kilasan cahaya pada malam hari
untuk mencegah induk meloncat keluar tangki.
h. Penanganan
Telur.
1.
Telur
ikan bandeng yang dibuahi berwarna transparan, mengapung pada salinitas > 30
ppt, sedang tidak dibuahi akan tenggelam dan berwarna putih keruh.
2.
Selama
inkubasi, telur harus diaerasi yang cukup hingga telur pada tingkat embrio.
Sesaat sebelum telur dipindahkan aerasi dihentikan. Selanjutnya telur yang
mengapung dipindahkan secara hati-hati ke dalam bak penetasan/perawatan larva.
Kepadatan telur yang ideal dalam bak penetasan antara 20-30 butir per liter.
3.
Masa
kritis telur terjadi antara 4-8 jam setelah pembuahan. Dalam keadaan tersebut
penanganan dilakukan dengan sangat hati-hati untuk menghindarkan benturan antar
telur yang dapat mengakibatkan menurunnya daya tetas telur. Pengangkatan telur
pada fase ini belum bisa dilakukan.
4.
Setelah
telur dipanen dilakukan desinfeksi telur yang menggunakan larutan formalin 40 %
selama 10-15 menit untuk menghindarkan telur dari bakteri, penyakit dan
parasit.
i.
Pemeliharaan Larva.
1.
Air
media pemeliharaan larva yang bebas dari pencemaran, suhu 27 – 31 oC
salinitas 30 ppt, pH 8 dan oksigen 5 – 7 ppm diisikan kedalam bak tidak kurang
dari 100 cm yang sudah dipersiapkan dan dilengkapi sistem aerasi dan batu
aerasi dipasang dengan jarak antara 100 cm batu aerasi.
2.
Larva
umur 0 – 2 hari kebutuhan makananya masih dipenuhi oleh kuning telur sebagai
cadangan makanannya. Setelah hari kedua setelah ditetaskan diberi pakan alami
yaitu chlorella dan rotifera. Masa pemeliharaan berlangsung 21 – 25 hari saat
larva sudah berubah menjadi nener.
3.
Pada
hari ke-0 telur-telur yang tidak menetes, cangkang telur larva yang baru
menetas perlu disiphon sampai hari ke 8 – 10 larva dipelihara pada kondisi air
stagnan dan setelah hari ke 10 dilakukan pergantian air 10% meningkat secara
bertahap sampai 100% menjelang panen.
4.
Masa
kritis dalam pemeliharaan larva biasanya terjadi mulai hari ke 3 – 4 sampai ke 7 – 8. Untuk mengurangi jumlah
kematian larva, jumlah pakan yang diberikan dan kualitas air pemeluharan perlu
terus dipertahankan pada kisaran optimal.
5.
Nener
yang tumbuh normal dan sehat umumnya memiliki ukuran panjang 12 – 16 mm dan
berat 0,006 - 0,012 gram dapat dipelihara sampai umur 25 hari saat penampakan
morfologisnya sudah menyamai bandeng dewasa.
j.
Pemberian Makanan Alami
1.
Menjelang
umur 2-3 hari atau 60-72 jam setelah menetas, larva sudah harus diberi rotifera
(Brachionus plicatilis) sebagai makanan sedang air media diperkaya chlorella sp
sebagai makanan rotifera dan pengurai metabolit.
2.
Kepadatan
rotifera pada awal pemberian 5-10 ind/ml dan meningkat jumlahnya sampai 15-20
ind/ml mulai umur larva mencapai 10 hari. Berdasarkan kepadatan larva 40
ekor/liter, jumlah chlorella : rotifer : larva = 2.500.000: 250 : 1 pada awal
pemeliharaan atau sebelum 10 hari setelah menetas, atau = 5.000.000 : 500:1
mulai hari ke 10 setelah menetas.
3.
Pakan
buatan (artificial feed) diberikan apabila jumlah rotifera tidak mencukupi pada
saat larva berumur lebih dari 10 hari (Lampiran VIII.2). Sedangkan penambahan
Naupli artemia tidak mutlak diberikan tergantung dari kesediaan makanan alami
yang ada.
4.
Perbandingan
yang baik antara pakan alami dan pakan buatan bagi larva bandeng 1 : 1 dalam
satuan jumlah partikel. Pakan buatan yang diberikan sebaiknya berukuran sesuai
dengan bukaan mulut larva pada tiap tingkat umur dan mengandung protein sekitar
52%. Berupa. Pakan buatan komersial yang biasa diberikan untuk larva udang
dapat digunakan sebagai pakan larva bandeng.
4.
PANEN
1. Panen
dan Distribusi Telur.
Dengan memanfaatkan arus air dalam tangki pemijahan, telur
yang telah dibuahi dapat dikumpulkan dalam bak penampungan telur berukuran 1 × 5,
5 × 0,5 m yang dilengkapi saringan berukuran 40 x 40 x 50 cm, biasa disebut egg
collector, yang ditempatkan di bawah ujung luar saluran pembuangan. Pemanenan
telur dari bak penampungan dapat dilakukan dengan menggunakan plankton net
berukuran mata 200 – 300 mikron dengan cara diserok. Telur yang terambil
dipindahkan ke dalam akuarium volume 30 – 100 liter, diareasi selama 15 – 30
menit dan didesinfeksi dengan formalin 40 % pada dosis 10 ppm selama 10 – 15
menit sebelum diseleksi. Sortasi telur dilakukan dengan cara meningkatkan
salinitas air sampai 40 ppt dan menghentikan aerasi. Telur yang baik terapung
atau melayang dan yang tidak baik mengendap. Persentasi telur yang baik untuk
pemeliharaan selanjutnya harus lebih dari 50 %. Kalau persentasi yang baik
kurang dari 50 %, sebaiknya telur dibuang. Telur yang baik hasil sortasi
dipindahkan kedalam pemeliharaan larva atau dipersiapkan untuk didistribusikan
ke konsumen yang memerlukan dan masih berada pada jarak yang dapat dijangkau
sebelum telur menetas ( ± 12 jam).
2. Distribusi
Telur.
Pengangkutan telur dapat dilakukan secara tertutup
menggunakan kantong plastik berukuran 40 × 60 cm, dengan ketebalan 0,05 – 0,08
mm yang diisi air dan oksigen murni dengan perbandingan volume 1 : 2 dan dipak
dalam kotak styrofoam. Makin lama transportasi dilakukan disarankan makin
banyak oksigen yang harus ditambahkan. Kepadatan maksimal untuk lama angkut 8 –
16 jam pada suhu air antara 20 – 25 oC berkisar 7.500 - 10.000
butir/liter. Suhu air dapat dipertahankan tetap rendah dengan cara menempatkan
es dalam kotak di luar kantong plastik. Pengangkutan sebaiknya dilakukan pada
pagi hari untuk mencegah telur menetas selama transportasi. Ditempat tujuan,
sebelum kantong plastik pengangkut dibuka sebaiknya dilakukan penyamaan suhu
air lainnya. Apabila kondisi air dalam kantong dan diluar kantong sama maka
telur dapat segera dicurahkan ke luar.
3. Panen
dan Distribusi Nener.
Pemanenen sebaiknya diawali dengan pengurangan volume air,
dalam tangki benih kemudian diikuti dengan menggunakan alat panen yang dapat
disesuaikan dengan ukuran nener, memenuhi persyaratan hygienis dan ekonomis.
Serok yang digunakan untuk memanen benih harus dibuat dari bahan yang halus dan
lunak berukuran mata jaring 0,05 mm supaya tidak melukai nener. Nener tidak
perlu diberi pakan sebelum dipanen untuk mencegah penumpukan metabolit yang
dapat menghasilkan amoniak dan mengurangi oksigen terlarut secara nyata dalam
wadah pengangkutan.
4. Panen
& distribusi induk
Panen induk harus diperhatikan kondisi pasang surut air
dalam kondisi air surut volume air tambak dikurangi, kemudian diikuti penangkapan
dengan alat jaring yang disesuaikan ukuran induk, dilakukan oleh tenaga yang
terampil serta cermat. Seser / serok penangkap sebaiknya berukuran mata jaring
1 cm agar tidak melukai induk. Pemindahan induk dari tambak harus menggunakan
kantong plastik yang kuat, diberi oksigen serta suhu air dibuat rendah supaya
induk tidak luka dan mengurangi stress. Pengangkutan induk dapat menggunakan
kantong plastik, serat gelas ukuran 2 m3 , oksigen murni selama
distribusi. Kepadatan induk dalam wadah 10 ekor/m3 tergantung lama
transportasi. Suhu rendah antara 25 – 27 oC dan salinitas rendah
antara 10 – 15 ppt dapat mengurangi metabolisme dan stress akibat transportasi.
Aklimatisasi induk setelah transportasi sangat dianjurkan untuk mempercepat
kondisi induk pulih kembali.
BAB III
KESIMPULAN
Ikan
bandeng merupakan adalah satu jenis ikan penghasil protein hewani yang tinggi.
Benih bandeng merupakan salah satu sarana produksi yang utama dalam usaha budidaya bandeng di
tambak. Perkembangan Teknologi.
Budidaya bandeng di tambak dirasakan sangat lambat dibanding
dengan usaha budidaya udang. Faktor ketersediaan benih merupakan
salah satu kendala dalam menigkatkan teknologi budidaya bandeng.
Secara umum, teknik pembenihan
Bandeng meliputi, persiapan wadah pemijahan, seleksi induk, pemijahan,
penetasan dan pemeliharaan telur, pemeliharaan benih / nener.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar