Sabtu, 01 September 2012

Manajemen Qalbu



Ada empat tipe manusia berkaitan dengan harta dan gaya hidupnya :
Pertama, orang berharta dan memperlihatkan hartanya. Orang seperti ini biasanya mewah gaya hidupnya, untung perilakunya ini masih sesuai dengan penghasilannya, sehingga secara finansial sebenarnya tidak terlalu bermasalah. Hanya saja, ia akan menjadi hina kalau bersikap sombong dan merendahkan orang lain yang dianggap tak selevel dengan dia. Apalagi kalau bersikap kikir dan tidak mau membayar zakat atau mengeluarkan sedekah. Sebaliknya, ia akan terangkat kemuliaannya dengan kekayaannya itu jikalau ia rendah hati dan dermawan.
Kedua, orang yang tidak berharta banyak, tapi ingin kelihatan berharta. Gaya hidup mewahnya sebenarnya diluar kemampuannya, hal ini karena ia ingin selalu tampil lebih daripada kenyataan. Tidaklah aneh bila keadaan finansialnya lebih besar pasak daripada tiang. Nampaknya, orang seperti ini benar-benar tahu seni menyiksa diri. Hidupnya amat menderita, dan sudah barang tentu ia menjadi hina dan bahkan menjadi bahan tertawaan orang lain yang mengetahui keadaan yang sebenarnya.
Ketiga, orang tak berharta tapi berhasil hidup bersahaja. Orang seperti ini tidak terlalu pening dalam menjalani hidup karena tak tersiksa oleh keinginan, tak ruwet oleh pujian dan penilaian orang lain, kebutuhan hidupnya pun sederhana saja. Dia akan hina kalau menjadi beban dengan menjadi peminta-minta yang tidak tahu diri. Namun tetap juga berpeluang menjadi mulia jikalau sangat menjaga kehormatan dirinya dengan tidak menunjukan berharap dikasihani, tak menunjukan kemiskinannya, tegar, dan memiliki harga diri.
Keempat, orang yang berharta tapi hidup bersahaja. Inilah orang yang mulia dan memiliki keutamaan. Dia mampu membeli apapun yang dia inginkan namun berhasil menahan dirinya untuk hidup seperlunya. Dampaknya, hidupnya tidak berbiaya tinggi, tidak menjadi bahan iri dengki orang lain, dan tertutup peluang menjadi sombong, serta takabur plus riya. Dan yang lebih menawan akan menjadi contoh kebaikan yang tidak habis-habisnya untuk menjadi bahan pembicaraan. Memang aneh tapi nyata jika orang yang berkecukupan harta tapi mampu hidup bersahaja (tentu tanpa kikir). Sungguh ia akan punya pesona kemuliaan tersendiri. Pribadinya yang lebih kaya dan lebih berharga dibanding seluruh harta yang dimilikinya, subhanallaah.
***
Perlu kita pahami bahwa zuhud terhadap dunia bukan berarti tidak mempunyai hal-hal yang bersifat duniawi, semacam harta benda dan kekayaan lainnya, melainkan kita lebih yakin dengan apa yang ada di tangan Allah daripada apa yang ada di tangan makhluk. Bagi orang yang zuhud terhadap dunia, sebanyak apapun harta yang dimiliki, sama sekali tidak akan membuat hatinya merasa tenteram, karena ketenteraman yang hakiki adalah ketika kita yakin dengan janji dan jaminan Allah.
Andaikata kita merasa lebih tenteram dengan sejumlah tabungan di bank, saham di sejumlah perusahaan ternama, real estate investasi di sejumlah kompleks perumahan mewah, atau sejumlah perusahaan multi nasional yang dimiliki, maka ini berarti kita belum zuhud. Seberapa besar pun uang tabungan kita, seberapa banyak saham pun yang dimiliki, sebanyak apapun asset yang dikuasai, seharusnya kita tidak lebih merasa tenteram dengan jaminan mereka atau siapapun. Karena, semua itu tidak akan datang kepada kita, kecuali ijin Allah. Dia-lah Maha Pemilik apapun yang ada di dunia ini.
Begitulah. Orang yang zuhud terhadap dunia melihat apapun yang dimilikinya tidak mejadi jaminan. Ia lebih suka dengan jaminan Allah karena walaupun tidak tampak dan tidak tertulis, tetapi Dia Mahatahu akan segala kebutuhan kita, dan bahkan, lebih tahu dari kita sendiri.
Ada dan tiadanya dunia di sisi kita hendaknya jangan sampai menggoyahkan batin. Karenanya, mulailah melihat dunia ini dengan sangat biasa-biasa saja. Adanya tidak membuat bangga, tiadanya tidak membuat sengsara. Seperti halnya seorang tukang parkir. Ya tukang parkir. Ada hal yang menarik untuk diperhatikan sebagai perumpamaan dari tukang parkir. Mengapa mereka tidak menjadi sombong padahal begitu banyak dan beraneka ragam jenis mobil yang ada di pelataran parkirnya? Bahkan, walaupun berganti-ganti setiap saat dengan yang lebih bagus ataupun dengan yang lebih sederhana sekalipun, tidak mempengaruhi kepribadiannya!? Dia senantiasa bersikap biasa-biasa saja.
Luar biasa tukang parkir ini. Jarang ada tukang parkir yang petantang petenteng memamerkan mobil-mobil yang ada di lahan parkirnya. Lain waktu, ketika mobil-mobil itu satu persatu meninggalkan lahan parkirnya, bahkan sampai kosong ludes sama sekali, tidak menjadikan ia stress. Kenapa sampai demikian? Tiada lain, karena tukang parkir ini tidak merasa memiliki, melainkan merasa dititipi. Ini rumusnya.
Seharusnya begitulah sikap kita akan dunia ini. Punya harta melimpah, deposito jutaan rupiah, mobil keluaran terbaru paling mewah, tidak menjadi sombong sikap kita karenanya. Begitu juga sebaliknya, ketika harta diambil, jabatan dicopot, mobil dicuri, tidak menjadi stress dan putus asa. Semuanya biasa-biasa saja. Bukankah semuanya hanya titipan saja? Suka-suka yang menitipkan, mau diambil sampai habis tandas sekalipun, silahkan saja, persoalannya kita hanya dititipi.
Rasulullah SAW dalam hal ini bersabda, "Melakukan zuhud dalam kehidupan dunia bukanlah dengan mengharamkan yang halal dan bukan pula dengan memboroskan kekayaan. Zuhud terhadap kehidupan dunia itu ialah tidak menganggap apa yang ada pada dirimu lebih pasti daripada apa yang ada pada Allah. Dan hendaknya engkau bergembira memperoleh pahala musibah yang sedang menimpamu walaupun musibah itu akan tetap menimpamu." (HR. Ahmad).***



Wanita Solehah :
Abdullah Gymnastiar (Aa Gym)

Wanita yang didunianya solehah akan menjadi cahaya bagi keluarganya, melahirkan keturunan yang baik dan jika wafat di akhirat akan menjadi bidadari. Hikam: Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman, hendaklah mereka menahan pandangannya dan memelihara faraz-nya. Yang demikian itu lebih suci bagi mereka. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat. Katakanlah kepada wanita yang beriman, hendaklah mereka menahan pandangannya dan memelihara faraz-nya dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya kecuali yang biasa nampak daripadanya. Rosulullah saw bersabda: "Dunia ini adalah perhiasan dan sebaik-baik perhiasan adalah wanita yang solehah." (HR. Muslim) Wanita solehah merupakan penentram batin, menjadi penguat semangat berjuang suami, semangat ibadah suami. Suami yakin tidak akan dikhianati, kalau ditatap benar-benar menyejukkan qolbu, kalau berbicara tutur katanya menentramkan batin, tidak ada keraguan terhadap sikapnya. Pada prinsipnya wanita solehah adalah wanita yang taat pada Allah, taat pada Rasul. Kecantikannya tidak menjadikan fitnah pada orang lain. Kalau wanita muda dari awal menjaga dirinya, selain dirinya akan terjaga, juga kehormatan dan kemuliaan akan terjaga pula, dan dirinya akan lebih dicintai Allah karena orang yang muda yang taat lebih dicintai Allah daripada orang tua yang taat. Dan, Insyaallah nanti oleh Allah akan diberi pendamping yang baik. Agar wanita solehah selalu konsisten yaitu dengan istiqomah menimba ilmu dari alam dan lingkungan di sekitarnya dan mengamalkan ilmu yang ada. Wanita yang solehah juga dapat berbakti terhadap suami dan bangsanya dan wanita yang solehah selalu belajar.
Tiada hari tanpa belajar.



WASPADAI TIPUAN SETAN

            Sahabat, sesungguhnya dengan berakhirnya bulan Ramadhan yang mulia ini, kita harus merasa sangat sedih karena siapa tahu kita tidak akan berjumpa lagi dengan Ramadhan yang akan datang. Padahal peluang kita untuk bisa mulia dengan menggunakan sarana bulan ini luar biasa besarnya. Satu hal lagi yang perlu diwaspadai yaitu setan terkutuk, dilepas kembali. Ketika adzan Maghrib berkumandang menjelang malam takbiran, itulah saatnya belenggu setan dibuka. Setan kembali lagi bebas dan pasti tidak ada lagi pekerjaannya selain untuk menyesatkan anak cucu Adam. Betapa tidak! Setan tidak terlihat wujudnya tetapi hasilnya jelas nyata. Akibatnya siapa saja yang tergoda dan dirasuki bisikannya, pasti akan sengsara di dunia maupun di akhirat. Setan pun tidak punya pekerjaan lain selain menipu dan menjerumuskan manusia. Sedangkan kita begitu tersibuki oleh berbagai kegiatan duniawi. Sementara itu sang setan ternyata banyak sekali temannya sehingga dengan mudah dapat mengganggu kita sedangkan kita seorang diri melawannya. Karenanya jangan heran kalau banyak manusia di dunia ini menjadi korban tipu muslihat setan. Bisa jadi termasuk kita sendiri. Naudzubillaah!
            Oleh karena itu, berikut ini kita akan ungkapkan beberapa tipuan setan yang mungkin akan segera menyergap kita. Satu hal yang harus kita ketahui bahwa kendaraan setan yang telah tersedia pada setiap diri anak Adam adalah nafsu.
Jadi, setan tidak akan mengakali kita kecuali lewat hawa nafsu. Sedangkan nafsu mempunyai tiga macam tabiat, yakni :
            Pertama, hawa nafsu itu senang akan penghargaan, pujian, kemuliaan, kehormatan, dan harga diri. Setan senantiasa akan memperdaya diri kita melalui harga diri dan kehormatan. Demi mempertahankan kehormatan dan harga diri biasanya kita akan dibisiki setan untuk selalu berpenampilan hebat dengan pakainan mahal-mahal, kendaraan mewah dan sebagainya. Pendek kata, dari hari ke hari kita akan disibukkan oleh tipuan setan tersebut sehingga tidak akan segan-segan untuk mengeluarkan uang berapapun hanya karena ingin dihargai manusia tanpa peduli bagaimanan pertimbangan hisabnya di akhirat kelak.
            Bukan tidak boleh kita menjaga penampilan, karena tampil dan serasi itu bagus. Bahkan Syeikh Abdul Qadir, seorang tokoh tasawuf dan ulama salaf, kalau bepergian selalu menjaga kebersihan dan penampilan. Akan tetapi, ia benar-benar memperhitungkan timbangan hisabnya.
            Berbeda halnya dengan orang yang sudah terkelabui setan. Ia tak akan pernah peduli dengan pertimbangan hisab di akhirat. Shidqah sedikit, atau bahkan tidak pernah, tetapi kalau belanja ke supermarket habis-habisan. Pergi ke tempat ibadah jarang-jarang, tetapi bertamasya ke tempat-tempat yang jauh dan menghabiskan biaya besar seolah telah menjadi kegiatan rutin.
            Demi menjaga harga diri dan gengsi biasanya kita sering over acting. Jika marah tampak lebih emosional agar mereka tahu bahwa kita adalah orang yang berkuasa dan mempunyai kedudukan. Bahkan tidak jarang dengan mudahnya meremehkan dan merendahkan orang lain hanya untuk menunjukkan bahwa kita bukan remeh dan tidak rendah. Semua itu adalah tipuan setan belaka!
            Oleh karena itu, supaya kita tidak terjerumus menjadi orang yang sombong dan takabur, kuncinya adalah tawadhu karena sesungguhnyalah kemuliaan itu datang dari kerendahan hati. Bukankah kita sendiri merasa muak melihat orang yang sombong, penuh keangkuhan, dan gemar menyebut-nyebut kehebatan dirinya?
            Kedua, setan selalu membisiki kita agar mengumbar nikmat. Semua indera kita ini memang sangat senang akan aneka nikmat, seperti nikmat syahwat, makanan, keindahan, perkataan, dan lain-lain.
            Nikmat makanan membuat kita semakin banyak berkeinginan untuk memakan makanan yang enak-enak, tidak peduli halal atau haram. Oleh karenanya, disunnahkan melaksanakan shaum selama enam hari mulai hari kedua setelah Idul Fitri, yang pahalanya sama dengan shaum setahun.
            Nikmat pendengaran membuat kita cenderung untuk senang mendengarkan musik. Karenanya, kita harus mengimbanginya dengan sering-sering mendengarkan pengajian dan ceramah.
            Bagi yang suka berpacaran, biasanya cenderung hanya unyuk mencari kenikmatan dan kepuasan syahwat belaka. Mata ini memang suka kepada sesuatu yang cantik dan indah, sehingga banyak membuat kita berkeinginan untuk melihat wanita baik langsung maupun yang terpampang di majalah-majalah dan iklan-iklan di televisi. Karenanya, nafsu syahwat ini harus mampu kita tahan karena mengumbar kenikmatan itu ibarat meminum air laut, semakin banyak diminum, semakin haus kita dibuatnya.
            Sementara itu, nikmat mulut membuat kita cenderung ingin selalu berbicara banyak-banyak. Bila sudah berbicara, sungguh terasa nikmat, sehingga tak ingin berhenti. Oleh karena itu, kita harus mampu menahan dan mengimbanginya dengan bayak-banyak bertadarus Al Qur’an.
            Sahabat, ketahuilah bahwa semua yang cenderung nikmat itu akan selalu terus menerus dikejar setan, sehingga dapat melenakan kita. Kuncinya adalah berusaha menahan diri jangan sampai setiap keinginan kita dilanjutkan. Hendaknya setiap kita akan melaksanakan sesuatu itu bertanya dulu. Apakah makanan ini halal, haram, atau syubhat? Kalau boleh dimakan, makanlah jangan sampai berlebihan. Semua ini tiada lain untuk melatih diri kita agar tidak sampai diperbudak oleh hawa nafsu yang sudah dikendalikan setan.
            Ketiga, hawa nafsu paling malas kepada taat. Setan pasti akan selalu memperdaya agar malas kepada taat. Shalat malas, pergi ke masjid malas, apalagi tahajud, sangat enggan untuk bangun tidur. Baca Qur’an malas. Kalau pun kita bershidqah, pasti akan dibisiki setan agar menjadi riya.
            Memang, kita akan sangat mudah diperdaya setan melalui sarana sifat malas ini. Karena hanya sifat ini yang sangat mudah dimainkan sang setan. Saat muncul rasa malas untuk beribadah, biasanya otak pun ikut berputar segera mencarikan dalih ataupun alasan yang dipandang logis dan rasional, sehingga yang nampak nantinya bahwa enggan mengerjakan sesuatu ibadah itu karena memang jelas alasannya, bukan lantaran malas. Ah, betapa setan pintar sekali mengelabui kita.
            Nah, untuk memblokade bisikan setan tersebut, usahakanlah kita selalu segera berbuat hal sebaliknya dari yang diingini si malas. Bila kita mendengar adzan berkumandang, maka usahakanlah sekuat tenaga menunda atau menghentikan pekerjaan yang sedang digarap, untuk kemudian lekas-lekas pergi ke masjid. Bahkan akan lebih baik lagi jika kita selalui mengetahui jadwal waktu shalat, lalu menetapkan 15 menit sebelum tiba waktu shalat, kita sudah menghentikan segala bentuk pekerjaan untuk bersiap-siap pergi ke masjid.
            Demikian juga kalau malam tiba, tetap mengusahakan sepertiga akhir malam untuk mendirikan shalat tahajud karena dengan tahajud hidup kita akan terpelihara dalam kemuliaan. Setiap pagi usahakan menyediakan uang receh untuk diinfaqkan karena dengan infaq kita akan tertolak dari bencana dan mati dalam keadaan suul khatimah. Usahakan pula kita selalu membawa Qur’an kecil untuk dibaca sewaktu-waktu di sela-sela pekerjaan kita. Bila kita istiqamah membacanya walaupun hanya beberapa ayat saja, Insya Allah akan menjadi karomah bagi kita. Semua ini merupakan ikhtiar kita dalam menghadang gempuran-gempuran setan yang memang tak kenal lelah.
            Ingatlah bahwa setan hanya mampu mempengaruhi kita dengan bisikan. Tak ada setan yang menerkam kita. Hati ini menjadi rusak karena kita kalah dan tak berdaya menghadapi bisikannya yang memang tidak terasa dan tanpa kita sadari. Oleh karena itu, bila muncul rasa malas untuk beribadah, itu berarti bisikkan setan tengah merasuk menguasai hati. Segeralah lawan dengan segenap kemampuan dengan cara melakukan ibadah yang dimalaskan tersebut. Sekali lagi, bangun dan lawan!
            Latihlah diri kita agar jangan sampai diperbudak oleh segala bentuk kenikmatan. Latihlah diri kita agar selalu dalam keadaan taat kepada Allah. Dan jangan lupa, berlindunglah selalu kepada-Nya dari segala godaan setan yang terkutuk, niscaya kita akan diberi kekuatan untuk terhindar dari segala tipuan setan. Insya Allah!***




UPAYA
MENGHIDUPKAN QOLBU

            Kalau ada satu keberuntungan bagi manusia dibanding dengan hewan, maka itu adalah bahwa manusia memiliki kesempatan untuk ma’rifat (kesanggupan mengenal Allah). Kesanggupan ini dikaruniakan Allah karena manusia memiliki akal dan yang terutama sekali hati nurani. Inilah karunia Allah yang sangat besar bagi manusia.
            Orang-orang yang hatinya benar-benar berfungsi akan berhasil mengenali dirinya dan pada akhirnya akan berhasil pula mengenali Tuhannya. Tidak ada kekayaan termahal dalam hidup ini, kecuali keberhasilan mengenali diri dan Tuhannya.
            Karenanya, siapapun yang tidak bersungguh-sungguh menghidupkan hati nuraninya, dia akan jahil, akan bodoh, baik dalam mengenal dirinya sendiri, lebih-lebih lagi dalam mengenal Allah Azza wa Jalla, Zat yang telah menyempurnakan kejadiannya dan pula mengurus tubuhnya lebih daripada apa yang bisa ia lakukan terhadap dirinya sendiri.
            Orang-orang yang sepanjang hidupnya tidak pernah mampu mengenal dirinya dengan baik, tidak akan tahu harus bagaimana menyikapi hidup ini, tidak akan tahu indahnya hidup. Demikian pun, karena tidak mengenal Tuhannya, maka hampir dapat dipastikan kalau yang dikenalnya hanyalah dunia ini saja, dan itu pun sebagian kecil belaka.
            Akibatnya, semua kalkulasi perbuatannya, tidak bisa tidak, hanya diukur oleh aksesoris keduniaan belaka. Dia menghargai orang semata-mata karena orang tersebut tinggi pangkat, jabatan, dan kedudukannya, ataupun banyak hartanya. Demikian pula dirinya sendiri merasa berharga di mata orang, itu karena ia merasa memiliki kelebihan duniawi dibandingkan dengan orang lain. Adapun dalam perkara harta, gelar, pangkat, dan kedudukan itu sendiri, ia tidak akan mempedulikan dari mana datangnya dan kemana perginya karena yang penting baginya adalah ada dan tiadanya.
            Sebagian besar orang ternyata tidak mempunyai cukup waktu dan kesungguhan untuk bisa mengenali hati nuraninya sendiri. Akibatnya, menjadi tidak sadar, apa yang harus dilakukan di dalam kehidupan dunia yang serba singkat ini. Sayang sekali, hati nurani itu - berbeda dengan dunia - tidak bisa dilihat dan diraba. Kendatipun demikian, kita hendaknya sadar bahwa hatilah pusat segala kesejukan dan keindahan dalam hidup ini.
            Seorang ibu yang tengah mengandung ternyata mampu menjalani hari-harinya dengan sabar, padahal jelas secara duniawi tidak menguntungkan apapun. Yang ada malah berat melangkah, sakit, lelah, mual. Walaupun demikian, semua itu toh tidak membuat sang ibu berbuat aniaya terhadap jabang bayi yang dikandungnya.
            Datang saatnya melahirkan, apa yang bisa dirasakan seorang ibu, selain rasa sakit yang tak terperikan. Tubuh terluka, darah bersimbah, bahkan tak jarang berjuang diujung maut. Ketika jabang bayi berhasil terlahir ke dunia, subhanallaah, sang ibu malah tersenyum bahagia.
            Sang bayi yang masih merah itu pun dimomong siang malam dengan sepenuh kasih sayang. Padahal tangisnya di tengah malam buta membuat sang ibu terkurangkan jatah istirahatnya. Siang malam dengan sabar ia mengganti popok yang sebentar-sebentar basah dan sebentar-sebentar belepotan kotoran bayi. Cucian pun tambah menggunung karena tak jarang pakaian sang ibu harus sering diganti karena terkena pipis si jantung hati. Akan tetapi, Masya Allah, semua beban derita itu toh tidak membuat ia berlaku kasar atau mencampakkan sang bayi.
            Ketika tiba saatnya si buah hati belajar berjalan, ibu pun dengan seksama membimbing dan menjaganya. Hatinya selalu cemas jangan-jangan si mungil yang tampak kian hari semakin lucu itu terjatuh atau menginjak duri. Saatnya si anak harus masuk sekolah, tak kurang-kurangnya menjadi beban orang tua. Demikian pula ketika memasuki dunia remaja, mulai tampak kenakalannya, mulai sering membuat kesal orang tua. Sungguh menjadi beban batin yang tidak ringan.
            Pendek kata, sewaktu kecil menjadi beban, sudah besar pun tak kurang menyusahkan. Begitu panjang rentang waktu yang harus dijalani orang tua dalam menanggung segala beban, namun begitu sedikit balas jasa anak. Bahkan tak jarang sang anak malah membuat durhaka, menelantarkan, dan mencampakkan kedua orang tuanya begitu saja manakala tiba saatnya mereka tua renta.
            Mengapa orang tua bisa sedemikian tahan untuk terus menerus berkorban bagi anak-anaknya? Karena, keduanya mempunyai hati nurani, yang dari dalamnya terpancar kasih sayang yang tulus suci. Walaupun tidak ada imbalan langsung dari anak-anaknya, namun nurani yang memiliki kasih sayang inilah yang memuatnya tahan terhadap segala kesulitan dan penderitaan. Bahkan sesuatu yang menyengsarakan pun terasa tidak menjadi beban.
            Oleh karena itu, beruntunglah orang yang ditakdirkan memiliki kekayaan berupa harta yang banyak, akan tetapi yang harus selalu kita jaga dan rawat sesungguhnya adalah kekayaan batin kita berupa hati nurani ini. Hati nurani yang penuh cahaya kebenaran akan membuat pemiliknya merasakan indah dan lezatnya hidup ini karena selalu akan merasakan kedekatan dengan Allah Azza wa Jalla. Sebaliknya, waspadalah bila cahaya hati nurani menjadi redup. Karena, tidak bisa tidak, akan membuat pemiliknya selalu merasakan kesengsaraan lahir batin lantaran senantiasa merasa terjauhkan dari rahmat dan pertolongan-Nya.
            Allah Mahatahu akan segala lintasan hati. Dia menciptakan manusia beserta segala isinya ini dari unsur tanah; dan itu berarti senyawa dengan tubuh kita karena sama-sama terbuat dari tanah. Karenanya, untuk memenuhi kebutuhan kita tidaklah cukup dengan berdzikir, tetapi harus dipenuhi dengan aneka perangkat dan makanan, yang ternyata sumbernya dari tanah pula.
            Bila perut terasa lapar, maka kita santap aneka makanan, yang sumbernya ternyata dari tanah. Bila tubuh kedinginan, kita pun mengenakan pakaian, yang bila ditelusuri, ternyata unsur-unsurnya terbuat dari tanah. Demikian pun bila suatu ketika tubuh kita menderita sakit, maka dicarilah obat-obatan, yang juga diolah dari komponen-komponen yang berasal dari tanah pula. Pendek kata, untuk segala keperluan tubuh, kita mencarikan jawabannya dari tanah.
            Akan tetapi, qolbu ini ternyata tidak senyawa dengan unsur-unsur tanah, sehingga hanya akan terpuaskan laparnya, dahaganya, sakitnya, serta kebersihannya semata-mata dengan mengingat Allah. "Alaa bizikrillaahi tathmainul quluub." (QS. Ar Rad [13] : 28). Camkan, hatimu hanya akan menjadi tentram jikalau engkau selalu ingat kepada Allah!
            Kita akan banyak mempunyai banyak kebutuhan untuk fisik ita, tetapi kita pun memiliki kebutuhan untuk qolbu kita. Karenanya, marilah kita mengarungi dunia ini sambil memenuhi kebutuhan fisik dengan unsur duniawi, tetapi qolbu atau hati nurani kita tetap tertambat kepada Zat Pemilik dunia. Dengan kata lain, tubuh sibuk dengan urusan dunia, tetapi hati harus sibuk dengan Allah yang memiliki dunia. Inilah sebenarnya yang paling harus kita lakukan.
            Sekali kta salah dalam mengelola hati – tubuh dan hati sama-sama sibuk dengan urusan dunia – kita pun akan stress jadinya. Hari-hari pun akan senantiasa diliputi kecemasan. Kita akan takut ada yang menghalangi, takut tidak kebagian, takut terjegal, dan seterusnya. Ini semua diakibatkan oleh sibuknya seluruh jasmani dan rohani kita dngan urusan dunia semata.
Inilah sebenarnya yang sangat potensial membuat redupnya hati nurani. Kita sangat perlu meningkatkan kewaspadaan agar jangan sampai mengalami musibah semacam ini.
            Bagaimana caranya agar kita mampu senantiasa membuat hati nurani ini tetap bercahaya? Secara umum solusinya adalah sebagaimana yang diungkapkan di atas : kita harus senantiasa berjuang sekuat-kuatnya agar hati ini jangan sampai terlalaikan dari mengingat Allah. Mulailah dengan mengenali apa yang ada pada diri kita, lalu kenali apa arti hidup ini. Dan semua ini bergantung kecermatan kepada ilmu. Kemudian gigihlah untuk melatih diri mengamalkan sekecil apapun ilmu yang dimiliki dengan ikhlas. Jangan lupa untuk selalu memilih lingkungan orang yang baik, orang-orang yang shalih. Mudah-mudahan ikhtiar ini menjadi jalan bagi kita untuk dapat lebih mengenal Allah, Zat yang telah menciptakan dan mengurus kita. Dialah satu-satunya Zat Maha Pembolak-balik hati, yang sama sekali tidak sesulit bagi-Nya untuk membalikan hati yang redup dan kusam menjadi terang benderang dengan cahaya-Nya. Wallahu’alam.





TIPS DAN TRIK
 
 
Agar rohani tetap sehat
 
  Introspeksi diri 
  Perbaikan diri (taubat)
  Melatih diri dengan  amal shaleh
  Mendalami isi al-Qurän
  Memperbanyak do'a
  Memperbanyak dzikir
  Mencintai orang lemah dan anak yatim

Orang yang diberi rahmat dan kemuliaan oleh Allah
 
  Tawadhu (rendah hati)
  Berkata baik/santun dengan siapapun
  Melaksanakan shalat malam (Tahajjud)
  Yakin akan penghisaban di akhirat
  Hidup secara pertengahan (moderat)
  Menghindarkan diri dari dosa besar
  Memiliki jiwa taubat (sensitif terhadap dosa)
  Berpaling dari hal-hal yang tidak bermanfaat
  Hatinya hidup

Adab bergaul (umum)
  Lebih mengutamakan orang lain dari pada diri sendiri
  Mengendalikan emosi
  Lapang dada (memiliki jiwa pemaaf)
  Membalas keburukan orang lain dengan kebaikan
  Selalu menunjukkan sikap yang ramah

 
Adab bergaul dengan lawan jenis
 
  Mengendalikan pandangan
  Menghindari berdua-duaan yang disertai syahwat
  Tidak bersentuhan langsung, kecuali darurat
  Mampu memposisikan diri secara proporsional










Tawadhu
Abdullah Gymnastiar (Aa Gym)

Alangkah beruntungnya orang-orang yang tidak disiksa oleh rindu dipuji orang lain, karena jika kita rindu dipuji orang lain kalau untuk urusan duniawi hukumnya mubah tapi kalau untuk urusan amal ibadah maka akan sirnalah amal ibadah kita. Hikam: Hai orang-orang beriman janganlah kamu batalkan sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti perasaan penerima, seperti orang yang membelanjakan hartanya karena riya kepada manusia dan tidak beriman kepada Allah dan hari kemudian. perumpamaan mereka seperti batu yang licin yang diatasnya tanah lalu hujan lebat menimpanya maka ia menjadi bersih. Mereka tidak memperoleh apapun dari apa yang mereka usahakan, dan Allah tidak memberi petunjuk kepada kaum yang kafir. Rasulullah saw bersabda: "Sesungguhnya Allah tidak melihat bentuk badan dan rupamu tetapi melihat niat dan keikhlasan didalam hatimu." Rasulullah saw bersabda: "Sesungguhnya yang paling kutakuti atas kamu sekalian adalah syirik kecil." Sahabat bertanya: "Apa syirik kecil itu ya Rasulullah?" Rasulullah bersabda: "Syirik yang kecil itu adalah riya." Riya dapat menghanguskan amal ibadah kita, karena suatu amal ibadah yang seharusnya ingin mendapatkan keridhoan Allah, berubah menjadi ingin mendapatkan nilai dan pujian dari orang lain. Dalam beramal kita harus menjaga niat agar terbebas dari ingin dipuji dan dinilai orang lain, ciri-ciri orang yang tidak ikhlas dalam beramal ialah ada orang dengan tidak ada orang amal ibadahnya berbeda. Kunci ikhlas adalah kita harus yakin Allah yang Maha membalas, Allah yang Maha menyaksikan dan Allah yang Maha menguasai semua yang kita inginkan. Dalam beramal bukan karena tampak atau tidak tampak oleh orang lain, tetapi karena apa yang menjadi niat dihatinya. Berlebih-lebihan dalam pengeluaran tergantung pada niat, keperluan dan kemampuan dari orang yang mengeluarkannya. Marilah dengan romadhan ini kita menguatkan keyakinan kepada Allah, Allah melihat dan memiliki diri kita, Allah yang menggenggam masa depan kita dan apapun yang kita inginkan semuanya dikuasai Allah swt. (imm)


Suami, Pemimpin Bagi Keluarga
K.H. Abdullah Gymnastiar


Awal mula kehidupan seseorang berumah tangga dimulai dengan ijab-kabul. Saat itulah yang halal bisa jadi haram, atau sebaliknya yang haram bisa jadi halal. Demikianlah ALLOH telah menetapkan bahwa ijab-kabul walau hanya beberapa patah kata dan hanya beberapa saat saja, tapi ternyata bisa menghalalkan yang haram dan mengharamkan yang halal.
Saat itu terdapat mempelai pria, mempelai wanita, wali, dan saksi, lalu ijab-kabul dilakukan, sahlah keduanya sebagai suami-istri. Status keduanya pun berubah, asalnya kenalan biasa tiba-tiba jadi suami, asalnya tetangga rumah tiba-tiba jadi istri. Orang tua pun yang tadinya sepasang, saat itu tambah lagi sepasang. Karenanya, andaikata seseorang berumah tangga dan dia tidak siap serta tidak mengerti bagaimana memposisikan diri, maka rumah tangganya hanya akan menjadi awal berdatangannya aneka masalah.
Ketika seorang suami tidak sadar bahwa dirinya sudah beristri, lalu bersikap seperti seorang yang belum beristri, akan jadi masalah. Dia juga punya mertua, itupun harus menjadi bagian yang harus disadari oleh seorang suami. Setahun, dua tahun kalau ALLOH mengijinkan akan punya anak, yang berarti bertambah lagi status sebagai bapak. Ke mertua jadi anak, ke istri jadi suami, ke anak jadi bapak. Bayangkan begitu banyak status yang disandang yang kalau tidak tahu ilmunya justru status ini akan membawa mudharat. Karenanya menikah itu tidak semudah yang diduga, pernikahan yang tanpa ilmu berarti segera bersiaplah untuk mengarungi aneka derita. Kenapa ada orang yang stress dalam rumah tangganya? Hal ini terjadi karena ilmunya tidak memadai dengan masalah yang dihadapinya.
Begitu juga bagi wanita yang menikah, ia akan jadi seorang istri. Tentusaja tidak bisa sembarangan kalau sudah menjadi istri, karena memang sudah ada ikatan tersendiri. Status juga bertambah, jadi anak dari mertua, ketika punya anak jadi ibu. Demikianlah, ALLOH telah menyetingnya sedemikian rupa, sehingga suami dan istri, keduanya mempunyai peran yang berbeda-beda.
Tidak bisa menuntut emansipasi, karena memang tidak perlu ada emansipasi, yang diperlukan adalah saling melengkapi. Seperti halnya sebuah bangunan yang menjulang tinggi, ternyata dapat berdiri kokoh karena adanya prinsip saling melengkapi. Ada semen, bata, pasir, beton, kayu, dan bahan-bahan bangunan lainnya lalu bergabung dengan tepat sesuai posisi dan proporsinya sehingga kokohlah bangunan itu.
Sebuah rumah tangga juga demikian, jika suami tidak tahu posisi, tidak tahu hak dan kewajiban, begitu juga istri tidak tahu posisi, anak tidak tahu posisi, mertua tidak tahu posisi, maka akan seperti bangunan yang tidak diatur komposisi bahan-bahan pembangunnya, ia akan segera ambruk tidak karu-karuan. Begitu juga jika mertua tidak pandai-pandai jaga diri, misal dengan mengintervensi langsung pada manajemen rumah tangga anak, maka sang mertua sebenarnya tengah mengaduk-aduk rumah tangga anaknya sendiri.
Seorang suami juga harus sadar bahwa ia pemimpin dalam rumah tangga. ALLOH SWT berfirman, "Laki-laki adalah pemimpin kaum wanita, karena ALLOH telah melebihkan sebagian mereka atas sebagian yang lainnya dan karena mereka telah membelanjakan sebagian harta mereka…" (Q.S. An-Nissa [4]: 34).
Dan seorang pemimpin hanya akan jadi pemimpin jika ada yang dipimpin. Artinya, jangan merasa lebih dari yang dipimpin. Seperti halnya presiden tidak usah sombong kepada rakyatnya, karena kalau tidak ada rakyat lalu mengaku jadi presiden, bisa dianggap orang gila. Makanya, presiden jangan merendahkan rakyat, karena dengan adanya rakyat dia jadi presiden.
Sama halnya dengan kasus orang yang menghina tukang jahit, padahal bajunya sendiri dijahit, "Hmm, tukang jahit itu pegawai rendahan". Coba kalau bajunya tidak dijahitkan oleh tukang jahit, tentu dia akan kerepotan menutup auratnya. Dia dihormati karena bajunya diselesaikan tukang jahit. Lain lagi dengan yang menghina tukang sepatu, "Ah, dia mah cuma tukang sepatu". Sambil dia kemana-mana bergaya memakai sepatu.
Tidak layak seorang pemimpin merasa lebih dari yang dipimpin, karena status pemimpin itu ada jikalau ada yang dipimpin. Misalkan, istrinya bergelar master lulusan luar negeri sedangkan suaminya lulusan SMU, dalam hal kepemimpinan rumah tangga tetap tidak bisa jadi berbalik dengan istri menjadi pemimpin keluarga. Dalam kasus lain, misalkan, di kantornya istri jadi atasan, suami kebetulan stafnya, saat di rumah beda urusannya. Seorang suami tetaplah pemimpin bagi istri dan anak-anaknya.
Oleh karena itu, bagi para suami jangan sampai kehilangan kewajiban sebagai suami. Suami adalah tulang punggung keluarga, seumpama pilot bagi pesawat terbang, nakhoda bagi kapal laut, masinis bagi kereta api, sopir bagi angkutan kota, atau sais bagi sebuah delman. Demikianlah suami adalah seorang pemimpin bagi keluarganya. Sebagai seorang pemimpin harus berpikir bagaimana nih mengatur bahtera rumah tangga ini mampu berkelok-kelok dalam mengarungi badai gelombang agar bisa mendarat bersama semua awak kapal lain untuk menepi di pantai harapan, suatu tempat di akhirat nanti, yaitu surga.
Karenanya seorang suami harus tahu ilmu bagaimana mengarungi badai, ombak, relung, dan pusaran air, supaya selamat tiba di pantai harapan. Tidak ada salahnya ketika akan menikah kita merenung sejenak, "Saya ini sudah punya kemampuan atau belum untuk menyelamatkan anak dan istri dalam mengarungi bahtera kehidupan sehingga bisa kembali ke pantai pulang nanti?!". Karena menikah bukan hanya masalah mampu cari uang, walau ini juga penting, tapi bukan salah satu yang terpenting. Suami bekerja keras membanting tulang memeras keringat, tapi ternyata tidak shalat, sungguh sangat merugi. Ingatlah karena kalau sekedar cari uang, harap tahu saja bahwa garong juga tujuannya cuma cari uang, lalu apa bedanya dengan garong?! Hanya beda cara saja, tapi kalau cita-citanya sama, apa bedanya?
Buat kita cari nafkah itu termasuk dalam proses mengendalikan bahtera. Tiada lain supaya makanan yang jadi keringat statusnya halal, supaya baju yang dipakai statusnya halal, atau agar kalau beli buku juga dari rijki yang statusnya halal. Hati-hatilah, walaupun di kantong terlihat banyak uang, tetap harus pintar-pintar mengendalikan penggunaannya, jangan sampai asal main comot. Seperti halnya ketika mancing ikan di tengah lautan, walaupun nampak banyak ikan, tetap harus hati-hati, siapa tahu yang nyangkut dipancing ikan hiu yang justru bisa mengunyah kita, atau nampak manis gemulai tapi ternyata ikan duyung.
Ketika ijab kabul, seorang suami harusnya bertekad, "Saya harus mampu memimpin rumah tangga ini mengarungi episode hidup yang sebentar di dunia agar seluruh anggota awak kapal dan penumpang bisa selamat sampai tujuan akhir, yaitu surga". Bahkan jikalau dalam kapal ikut penumpang lain, misalkan ada pembantu, ponakan, atau yang lainnya, maka sebagai pemimpin tugasnya sama juga, yaitu harus membawa mereka ke tujuan akhir yang sama, yaitu surga.
ALLOH Azza wa Jalla mengingatkan kita dalam sabdanya, "Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu…" (Q.S. At Tahriim [66]:6).
Kepada pembantu jangan hanya mampu nyuruh kerja saja, karena kalau saja dulu lahirnya ALLOH tukarkan, majikan lahir dari orang tua pembantu, dan pembantu lahir dari orang tua majikan, maka si majikan yang justru sekarang lagi ngepel. Pembantu adalah titipan ALLOH, kita harus mendidiknya dengan baik, kita sejahterakan lahir batinnya, kita tambah ilmunya, mudah-mudahan orang tuanya bantu-bantu di kita, anaknya bisa lebih tinggi pendidikannya, dan yang terpenting lagi lebih tinggi akhlaknya.
Inilah pemimpin ideal, yaitu pemimpin yang bersungguh-sungguh mau memajukan setiap orang yang dipimpinnya. Siapapun orangnya didorong agar menjadi lebih maju. ***


Seni Menata Hati dalam Bergaul
K.H. Abdullah Gymnastiar

--------------------------------------------------------------------------------
Pergaulan yang asli adalah pergaulan dari hati ke hati yang penuh keikhlasan, yang insya Allah akan terasa sangat indah dan menyenangkan. Pergaulan yang penuh rekayasa dan tipu daya demi kepentingan yang bernilai rendah tidak akan pernah langgeng dan cenderung menjadi masalah.
1. Aku Bukan Ancaman Bagimu
Kita tidak boleh menjadi seorang yang merugikan orang lain, terlebih kalau kita simak Rasulullah Saw. bersabda, "Muslim yang terbaik adalah muslim yang muslim lainnya selamat/merasa aman dari gangguan lisan dan tagannya." (HR. Bukhari)
Hindari penghinaan
Apapun yang bersifat merendahkan, ejekan, penghinaan dalam bentuk apapun terhadap seseorang, baik tentang kepribadian, bentuk tubuh, dan sebagainya, jangan pernah dilakukan, karena tak ada masalah yang selesai dengan penghinaan, mencela, merendahkan, yang ada adalah perasaan sakit hati serta rasa dendam.
Hindari ikut campur urusan pribadi
Hindari pula ikut campur urusan pribadi seseorang yang tidak ada manfaatnya jika kita terlibat. Seperti yang kita maklumi setiap orang punya urusan pribadi yang sangat sensitif, yang bila terusik niscaya akan menimbulkan keberangan.
Hindari memotong pembicaraan
Sungguh dongkol bila kita sedang berbicara kemudian tiba-tiba dipotong dan disangkal, berbeda halnya bila uraian tuntas dan kemudian dikoreksi dengan cara yag arif, niscaya kita pun berkecenderungan menghargainya bahkan mungkin menerimanya. Maka latihlah diri kita untuk bersabar dalam mendengar dan mengoreksi dengan cara yang terbak pada waktu yang tepat.
Hindari membandingkan
Jangan pernah dengan sengaja membandingkan jasa, kebaikan, penamplan, harta, kedudukan seseorang sehingga yang mendengarnya merasa dirinya tidak berharga, rendah atau merasa terhina.
Jangan membela musuhnya, mencaci kawannya
Membela musuh maka dianggap bergabung dengan musuhnya, begitu pula mencaci kawannya berarti memusuhi dirinya. Bersikaplah yang netral, sepanjang diri kita menginginkan kebaikan bagi semua pihak, dan sadar bahwa untuk berubah harus siap menjalani proses dan tahapan.
Hindari merusak kebahagiannya
Bila seseorang sedang berbahagia, janganlah melakukan tindakan yang akan merusak kebahagiaanya. Misalkan ada seseorang yang merasa beruntung mendapatkan hadiah dari luar negeri, padahal kita tauh persis bahwa barang tersebut buatan dalam negeri, maka kita tak perlu menyampaikannya, biarlah dia berbahagia mendapatkan oleh-oleh tersebut.
Jangan mengungkit masa lalu
Apalagi jika yang diungkit adalah kesalahan, aib atau kekurangan yang sedang berusaha ditutupi.
Ingatlah bahwa setiap orang memiliki kesalahan yang sangat ingin disembunyikannya, termasuk diri kita, maka jangan pernah usil untuk mengungkit dan membeberkannya, hal seperti ini sama denga mengajak bermusuhan.
Jangan mengambil haknya
Jangan pernah terpikir untuk menikmati hak orang lain, setiap gangguan terhadap hak seseorang akan menimbulkan asa tidak suka dan perlawanan yang tentu akan merusak hubungan.. Sepatutnya kita harus belajar menikmati hak kita, agar bermanfaat dan menjadi bahan kebahagiaan orang lain.
Hati-hati engan kemarahan
Bila anda marah, maka waspadalah karenan kemarahan yang tak terkendali biasanya menghasilkankata dan perilaku yang keji, yang sangat melukai, dan tentu perbuatan ini akan menghancurkan hubungan baik di lingkungan manapun. Kita harus mulai berlatih mengendalikan kemarahan sekuat tenaga dan tak usah sungkan untuk meminta maaf andai kata ucaan dirasakan berlebihan.
Jangan menertawakannya
Sebagian besar dari sikap menertawakan seseorang adalah karena kekurangannnya, baik sikap, penampilan, bentuk rupa, ucapan dan lain sebagainya, dan ingatlah bahwa tertawa yang tidak pada tempatnya serta berlebihan akan mengundang rasa sakit hati.
Hati-hati dengan penampilan, bau badan dan bau mulut
Tidak ada salahnya kita selalu mengontrol penampilan, bau badan atau mulut kita, karena penampilan atau bau badan yang tidak segar akan membuat orang lain merasa terusik kenyamanannya, dan cenderung ingin menghindari kita.
2. Aku menyenangkan bagimu
Wajah yang selalu cerah ceria
Rasulullah senantiasa berwajah ceria, beliau pernah besabda, "Janganlah terlalu membebani jiwamu dengan segala kesungguhan hati. Hiburlah dirimu dengan hal-hal yang ringan dan lucu, sebab bila hati terus dipaksakan memikul beban-beban yang berat, ia akan menjadi buta". (Sunan Abu Dawud).
Senyum tulus
Rasulullah senantiasa tersenyum manis sekali dan ini sangat menyenangkan bagi siapapun yang menatapnya. Senyum adalah sedekah, senyuman yang tulus memiliki daya sentuh yang dalam ke dalam lubuk hati siapapun, senyum adalah nikmat Allah yang besar bagi manusia yang mencintai kebaikan. Senyum tidak dimiliki oleh orang-orang yang keji, sombong, angkuh, dan orang yang busuk hati.
Kata-kata yang santun dan lembut
Pilihlah kata-kata yang paling sopan dengan dan sampaikan dengan cara yang lembut, karena sikap seperti itulah yang dilakukan Rasulullah, ketika berbincang dengan para sahabatnya, sehingga terbangun suasana yang menyenangkan. Hindari kata yang kasar, menyakitkan, merendahkan, mempermalukan, serta hindari pula nada suara yang keras dan berlebihan.
Senang menyapa dan mengucapkan salam
Upayakanlah kita selalu menjadi orang yang paling dahulu dalam menyapa dan mengucapkan salam. Jabatlah tagan kawan kita penuh dengan kehangatan dan lepaslah tangan sesudah diepaskan oleh orang lain, karena demikianlah yang dicontohkan Rasulullah.
Jangan lupa untuk menjawab salam dengan sempurna dan penuh perhatian.
Bersikap sangat sopan dan penuh penghormatan
Rsulullah jikalau berbincang dengan para sahabatnya selalu berusaha menghormati dengan cara duduk yang penuh perhatian, ikut tersenyum jika sahabatnya melucu, dan ikut merasa takjub ketika sahabatnya mengisahkan hal yang mempesona, sehingga setiap orang merasa dirinya sangat diutamakan oleh Rasulullah.
Senangkan perasaannya
Pujilah dengan tulus dan tepat terhadap sesuatu yang layak dipuji sambil kita kaitkan dengan kebesaran Allah sehingga yang dipuji pun teringat akan asal muasal nikmat yang diraihnya, nyatakan terima kasih dan do’akan. Hal ini akan membuatnya merasa bahagia. Dan ingat jangan pernah kikir untuk berterima kasih.
Penampilan yang menyenangkan
Gunakanlah pakaian yang rapi, serasi dan harum. Menggunakan pakaian yang baik bukanlah tanda kesombongan, Allah Maha Indah dan menyukai keindahan, tentu saja dalam batas yang sesuai syariat yang disukai Allah.
Maafkan kesalahannya
Jadilah pemaaf yang lapang dan tulus terhadap kekurangan dan kesalahan orang lain kepada kita, karena hal ini akan membuat bahagia dan senang siapapun yang pernah melakukan kekhilafan terhadap kita, dan tentu hal ini pun akan mengangkat citra kita dihatinya.
3. Aku Bermanfaat Bagimu
Keberuntungan kita bukanlah diukur dari apa yang kita dapatkan tapi dari nilai manfaat yang ada dari kehadiran kita, bukankah sebaik-baik di antara manusia adalah orang yang paling banyak manfaatnya bagi hamba-hamba Allah lainnya.
Rajin bersilaturahmi
Silaturahmi secara berkala, penuh perhatian, kasih sayang dan ketulusan walaupun hanya beberapa saat, benar-benar akan memiliki kesan yang mendalam, apalagi jikalau membawa hadiah, insya Allah akan menumbuhkan kasih sayang.
Saling berkirim hadiah
Seperti yang telah diungkap sebelumnya bahwa saling memberi dan berkirim hadiah akan menumbuhkan kasih sayang. Jangan pernah takut miskin dengan memberikan sesuatu, karena Allah yang Maha Kaya telah menjanjikan ganjaran dan jaminan tak akan miskin bagi ahli sedekah yang tulus.
Tolong dengan apapun
Bersegeralah menolong dengan segala kemampuan, harta, tenaga, wakt atau setidaknya perhatian yang tulus, walau perhatian untuk mendengar keluh kesahnya.
Apabila tidak mampu, maka do’akanlah, dan percayalah bahwa kebaikan sekecil apapun akan diperhatikan dan dibalas dengan sempurna oleh Allah.
Sumbangan ilmu dan pengalaman
Jangan pernah sungkan untuk mengajarkan ilmu dan pengalaman yang dimiliki, kita harus berupaya agar ilmu dan pengalaman yang ada pada diri kita bisa menjadi jalan bagi kesuksesan orang lain.
Insya Allah jikalau hidup kita penuh manfaat dengan tulus ikhlas maka, kebahagiaan dalam bergaul dengan siapapun akan tersa nikmat, karena tidak mengharapkan sesuatu dari orang melainkan kenikmatan kita adalah melakukan sesuatu untuk orang lain. Semata karena Allah Swt.


SELALU MENATA HATI

            Betapa indahnya sekiranya kita memiliki qolbu yang senantiasa tertata, terpelihara, terawat dengan sebaik-baiknya. Ibarat taman bunga yang pemiliknya mampu merawatnya dengan penuh kesabaran dan ketelatenan. Alur-alur penanamannya tertata rapih. Pengelompokan jenis dan warna bunganya berkombinasi secara artistik. Yang ditanam hanya tanaman bunga yang memiliki warna-warni yang indah atau bahkan yang menyemerbakan keharuman yang menyegarkan.
            Rerumputan liar yang tumbuh dibawahnya senantiasa disiangi. Parasit ataupun hama yang akan merusak batang dan daunnya dimusnahkan. Tak lupa setiap hari disiraminya dengan merata, dengan air yang bersih. Tak akan dibiarkan ada dahan yang patah atau ranting yang mengering.
            Walhasil, tanahnya senantiasa gembur, tanaman bunga pun tumbuh dengan subur. Dedaunannya sehat menghijau. Dan, subhanallah, bila pagi tiba manakala sang matahari naik sepenggalah, dan saat titik-titik embun yang bergelayutan di ujung dedaunan menagkap kilatan cahayanya, bunga-bunga itu, dengan aneka warnanya, mekar merekah. Wewangian harumnya semerbak ke seantero taman, tak hanya tercium oleh pemiliknya, tetapi juga oleh siapapun yang kebetulan berlalu dekat taman. Sungguh, alangkah indah dan mengesankan.
            Begitu pun qolbu yang senantiasa tertata, terpelihara, serta terawat dengan sebaik-baiknya. Pemiliknya akan senantiasa merasakan lapang, tenteram, tenang, sejuk, dan indahnya hidup di dunia ini. Semua ini akan tersemburat pula dalam setiap gerak-geriknya, perilakunya, tutur katanya, sunggingan senyumnya, tatapan matanya, riak air mukanya, bahkan diamnya sekalipun.
            Orang yang hatinya tertata dengan baik tak pernah merasa resah gelisah, tak pernah bermuram durja, tak pernah gundah gulana. Kemana pun pergi dan dimana pun berada, ia senantiasa mampu mengendalikan hatinya. Dirinya senantiasa berada dalam kondisi damai dan mendamaikan, tenang dan menenangkan, tenteram dan menenteramkan. Hatinya bagai embun yang menggelayut di dedaunan di pagi hari, jernih, bersinar, sejuk, dan menyegarkan. Hatinya tertambat bukan kepada barang-barang yang fana, melainkan selalu ingat dan merindukan Zat yang Maha Memberi Ketenteraman, Allah Azza wa Jalla.
            Ia yakin dengan keyakinan yang amat sangat bahwa hanya dengan mengingat dan merindukan Allah, hanya dengan menyebut-nyebut namanya setiap saat, meyakini dan mengamalkan ayat-ayat-Nya, maka hatinya menjadi tenteram. Tantangan apapun dihadapinya, seberat apapun, diterimanya dengan ikhlas. Dihadapinya dengan sunggingan senyum dan lapang dada. Baginya tak ada masalah sebab yang menjadi masalah hanyalah caranya yang salah dalam menghadapi masalah.
            Adalah kebalikannya dengan orang yang berhati semrawut dan kusut masai. Ia bagaikan kamar mandi yang kumuh dan tidak terpelihara. Lantainya penuh dengan kotoran. Lubang WC-nya masih belepotan sisa kotoran. Dindingnya kotor dan kusam. Gayungnya bocor, kotor, dan berlendir. Pintunya tak berselot. Krannya susah diputar dan air pun sulit untuk mengalir. Tak ada gantungan. Baunya membuat setiap orang yang menghampirinya menutup hidung. Sudah pasti setiap orang enggan memasukinya. Kalaupun ada yang sudi memasukinya, pastilah karena tak ada pilihan lain dan dalam keadaan yang sangat terdesak. Itu pun seraya menutup hidung dan menghindarkan pandangan sebisa-bisanya.
            Begitu pun keadaannya dengan orang yang berhati kusam. Ia senantiasa tampak resah dan gelisah. Hatinya dikotori dengan buruk sangka, dendam kesumat, licik, tak mau kompromi, mudah tersinggung, tidak senang melihat orang lain berbahagia, kikir, dan lain-lain penyakit hati yang terus menerus menumpuk, hingga sulit untuk dihilangkan.
            Sungguh, orang yang berhati busuk seperti itu akan mendapatkan kerugian yang berlipat-lipat. Tidak saja hatinya yang selalu gelisah, namun juga orang lain yang melihatnya pun akan merasa jijik dan tidak akan menaruh hormat sedikit pun jua. Ia akan dicibir dan dilecehkan orang. Ia akan tidak disukai, sehingga sangat mungkin akan tersisih dari pergaulan. Terlepas siapa orangnya. Adakah ia orang berilmu, berharta banyak, pejabat atau siapapun; kalau berhati busuk, niscaya akan mendapat celaan dari masyarakat yang mengenalnya. Derajatnya pun mungkin akan sama atau, bahkan, lebih hina dari pada apa yang dikeluarkan dari perutnya.
            Bagi orang yang demikian, selain derajat kemuliannya, akan jatuh di hadapan manusia, juga di hadapan Allah. Ini dikarenakan hari-harinya selalu diwarnai dengan aneka perbuatan yang mengundang dosa. Allah tidak akan pernah berlaku aniaya terhadap makhluk-makhluknya. Sesungguhnyalah apa yang didapatkan seseorang itu, tidak bisa tidak, merupakan buah dari apa yang diusahakannya.
            "Dan bahwasannya manusia tidak akan memperoleh (sesuatu), selain dari apa yang telah diusahakannya. Dan bahwasannya kelak akan diperlihatkan (kepadanya), kemudian akan diberikan balasan kepadanya dengan balasan yang paling sempurna." (QS. An Najm {53} : 39-41), demikian firman Allah Azza wa Jalla.
            Kebaikan yang ditunaikan dan kejahatan yang diperbuat seseorang pastilah akan kembali kepada pelakunya. Jika berbuat kebaikan, maka ia akan mendapatkan pahala sesuai dengan takaran yang telah dijanjikan-Nya. Sebaliknya, jika berbuat kejahatan, niscaya ia akan mendapatkan balasan siksa sesuai dengan kadar kejahatan yang dilakukannya. Sedangkan kebaikan dan kejahatan tidaklah bisa berhimpun dalam satu kesatuan.
            Orang yang hatinya tertata rapih adalah orang yang telah berhasil merintis jalan ke arah kebaikan. Ia tidak akan tergoyahkan dengan aneka rayuan dunia yang tampak menggiurkan. Ia akan melangkah pada jalan yang lurus. Dititinya tahapan kebaikan itu hingga mencapai titik puncak. Sementara itu ia akan berusaha sekuat-kuatnya untuk berusaha sekuat-kuatnya untuk memelihara dirinya dari sikap riya, ujub, dan perilaku rendah lainnya. Oleh karenanya, surga sebaik-baiknya tempat kembali, tentulah telah disediakan bagi kepulangannya ke yaumil akhir kelak. Bahkan ketika hidup di dunia yang singkat ini pun ia akan menikmati buah dari segala amal baiknya.
            Dengan demikian, sungguh betapa beruntungnya orang yang senantiasa bersungguh-sungguh menata hatinya karena berarti ia telah menabung aneka kebaikan yang akan segera dipetik hasilnya dunia akhirat. Sebaliknya alangkan malangnya orang yang selama hidupnya lalai dan membiarkan hatinya kusut masai dan kotor. Karena, jangankan akhirat kelak, bahkan ketika hidup di dunia pun nyaris tidak akan pernah merasakan nikmatnya hidup tenteram, nyaman, dan lapang.
            Marilah kita senantiasa melatih diri untuk menyingkirkan segala penyebab yang potensial bisa menimbulkan ketidaknyamanan di dalam hati ini. Karena, dengan hati yang nyaman, indah, dan lapang, niscaya akan membuat hidup ini terasa damai, karena berseliwerannya aneka masalah sama sekali tidak akan pernah membuat dirinya terjebak dalam kesulitan hidup karena selalu mampu menemukan jalan keluar terbaiknya, dengan izin Allah. Insya Allah!***




Sebaik-baiknya Manusia
K.H. Abdullah Gymnastiar


Sungguh beruntung bagi siapapun yang dikaruniai ALLOH kepekaan untuk mengamalkan aneka pernik peluang kebaikan yang diperlihatkan ALLOH kepadanya. Beruntung pula orang yang dititipi ALLOH aneka potensi kelebihan oleh-Nya, dan dikaruniakan pula kesanggupan memanfaatkannya untuk sebanyak-banyaknya umat manusia.
Karena ternyata derajat kemuliaan seseorang dapat dilihat dari sejauhmana dirinya punya nilai manfaat bagi orang lain. Rasulullah SAW dalam hal ini bersabda, "Sebaik-baik manusia diantaramu adalah yang paling banyak manfaatnya bagi orang lain" (H.R. Bukhari).
Seakan hadis ini mengatakan bahwa jikalau ingin mengukur sejauhmana derajat kemuliaan akhlak kita, maka ukurlah sejauhmana nilai manfaat diri ini? Kalau menurut Emha Ainun Nadjib, harusnya tanyakan pada diri ini apakah kita ini manusia wajib, sunat, mubah, makhruh, atau malah manusia haram?
Apa itu manusia wajib? Manusia wajib ditandai jikalau adanya sangat dirindukan, sangat bermanfaat, bahkan perilakunya membuat hati orang disekitarnya tercuri. Tanda-tanda yang nampak dari seorang 'manusia wajib', diantaranya dia seorang pemalu yang jarang mengganggu orang lain, sehingga orang lain merasa aman darinya. Perilaku kesehariannya lebih banyak kebaikannya. Ucapannya senantiasa terpelihara, ia hemat betul kata-katanya, sehingga lebih banyak berbuat daripada hanya berbicara.
Sedikit kesalahannya, tidak suka mencampuri yang bukan urusannya, dan sangat nikmat kalau ia berbuat kebaikan. Hari-harinya tidak lepas dari menjaga silaturahmi, sikapnya penuh wibawa, penyabar, selalu berterima kasih, penyantun, lemah lembut, bisa menahan dan mengendalikan diri, serta penuh kasihsayang.
Sama sekali bukan kebiasaan bagi yang akhlaknya baik perilaku melaknat, memaki-maki, memfitnah, menggunjing, bersikap tergesa-gesa, dengki, bakhil, ataupun menghasut. Justru ia selalu berwajah cerah, ramah tamah, mencintai karena ALLOH, membenci karena ALLOH, dan marahnya pun karena ALLOH SWT, subhanallah demikian indah hidupnya.
Karenanya, siapapun di dekatnya pastilah akan tercuri hatinya. Kata-katanya akan senantiasa terngiang-ngiang. Keramahannya pun benar-benar menjadi penyejuk bagi hati yang sedang membara. Jikalau saja orang berakhlak mulia ini tidak ada, maka siapapun akan merasa kehilangan, akan terasa ada sesuatu yang kosong di rongga kalbu ini. Orang yang wajib, adanya pasti penuh manfaat dan kalau tidak ada, siapapun akan merasa kehilangan. Begitulah kurang lebih perwujudan akhlak yang baik, dan ternyata ia hanya akan lahir dari semburat kepribadian yang baik pula.
Kalau orang yang sunah, keberadaannya bermanfaat, tapi kalaupun tidak ada tidak tercuri hati kita. Tidak ada rongga kosong akibat rasa kehilangan. Hal ini terjadi mungkin karena kedalaman dan ketulusan amalnya belum dari lubuk hati yang paling dalam. Karena hati akan tersentuh oleh hati lagi. Seperti halnya, kalau kita berjumpa dengan orang yang berhati tulus, perilakunya benar-benar akan meresap masuk ke rongga kalbu siapapun.
Sedangkan orang yang mubah ada dan tidak adanya tidak berpengaruh. Di kantor kerja atau bolos sama saja. Seorang pemuda yang ketika ada di rumah keadaan menjadi berantakan, dan kalau tidak adapun tetap berantakan. Inilah pemuda yang mubah. Ada dan tiadanya tidak membawa manfaat, dan tidak juga membawa mudharat.
Adapun orang yang makruh, keberadaannya justru membawa mudharat dan kalau dia tidak ada tidak berpengaruh. Artinya, kalau dia datang ke suatu tempat maka orang merasa bosan atau tidak senang. Misalnya, ada seorang ayah sebelum pulang dari kantor suasana rumah sangat tenang, tetapi seketika klakson dibunyikan tanda bahwa ayah sudah datang, anak-anak malah lari ke tetangga, ibu cemas, dan pembantu pun sangat gelisah. Inilah seorang ayah yang keberadaannya menimbulkan masalah.
Seorang anak yang makruh, kalau pulang sekolah justru masalah pada bermunculan, dan kalau tidak pulang suasana malah menjadi aman tentram. Ibu yang makruh diharapkan anak-anaknya untuk segera pergi arisan daripada ada di rumah. Sedangkan karyawan yang makruh, kehadirannya di tempat kerja hanya melakukan hal yang sia-sia daripada bersungguh-sungguh menunaikan tugas kerja.
Lain lagi dengan orang bertipe haram, keberadaannya malah dianggap menjadi musibah, sedangkan ketiadaannya justru disyukuri. Jikasaja dia pergi ngantor, justru perlengkapan kantor pada hilang, maka ketika orang ini dipecat semua karyawan yang ada malah mensyukurinya.
Masya ALLOH, tidak ada salahnya kita merenung sejenak, tanyakan pada diri ini apakah kita ini anak yang menguntungkan orang tua atau malah hanya jadi benalu saja? Masyarakat merasa mendapat manfaat tidak dengan kehadiran kita? Adanya kita di masyarakat sebagai manusia apa, wajib, sunah, mubah, makhruh, atau haram? Kenapa tiap kita masuk ruangan teman-teman malah pada menjauhi, apakah karena perilaku sombong kita?
Kepada ibu-ibu, hendaknya tanyakan pada diri masing-masing, apakah anak-anak kita sudah merasa bangga punya ibu seperti kita? Punya manfaat tidak kita ini? Bagi ayah cobalah mengukur diri, saya ini seorang ayah atau seorang gladiator? Saya ini seorang pejabat atau seorang penjahat? Kepada para mubaligh, harus bertanya nih, benarkah kita menyampaikan kebenaran atau hanya mencari penghargaan dan popularitas saja?
Nampaknya, saat bercermin seyogyanya tidak hanya memperhatikan wajah saja, tapi pandanglah akhlak dan perbuatan yang telah kita lakukan. Sayangnya, jarang orang berani jujur dengan tidak membohongi diri, seringnya malah merasa pinter padahal bodoh, merasa kaya padahal miskin, merasa terhormat padahal hina. Padahal untuk berakhlak baik kepada manusia, awalnya dengan berlaku jujur kepada diri sendiri.
Kalaupun mendapati orang tua kita berakhlak buruk. Sadarilah bahwa darah dagingnya melekat pada diri kita, karenanya kita harus berada di barisan paling depan untuk membelanya demi keselamatan dunia dan akhiratnya. Bagi orang tua yang belum Islam, kewajiban seorang anaklah yang bertanggung jawab mengikhtiarkannya jalan hidayah. Apabila orang tua berlumur dosa dan belum mau melakukan shalat, maka seorang anaklah yang berada pada barisan pertama membantu orang tua kita menjadi seorang ahli ibadah dan ahli taubat.
Ingatlah, walau bagaimanapun kita punya hutang budi pada orang tua kita. Keburukan yang ada pada mereka, jangan menjadikan kebencian, jangan pula menyalahkan dan menyesali diri, "kenapa saya lahir dari orang tua yang sudah cerai?" misalnya. Atau adapula anak yang sibuk menyalahkan diri, karena tidak pernah tahu keberadaan orang tuanya. Sama sekali tidak akan menyelesaikan masalah jika hanya menyalahkan keadaan. Lebih baik kita tanyakan pada diri ini, apakah sudah punya manfaat tidak kita ini? Makin banyak manfaat yang kita lakukan dengan ikhlas, insya ALLOH itulah rizki kita.
Begitu pula terhadap lingkungan, kita harus punya akhlak tersendiri. Seperti pada binatang, kalau tidak perlu tidak usah kita menyakitinya. Ada riwayat seorang ibu ahli ibadah, tapi ALLOH malah mencapnya sebagai ahli neraka. Mengapa? Ternyata karena si ibu ahli ibadah ini pernah mengurung kucing dalam sebuah tempat, sehingga si kucing tidak mendapatkan jalan keluar untuk mencari makan, padahal oleh si ibu tidak pula diberi makan, sampai akhirnya kucing itu mati. Karenanya, walau si ibu ini ahli ibadah, tapi ALLOH melaknatnya karena akhlak pada makhluknya jelek.
Kadang aneh kita ini, ketika duduk di taman nan hijau, entah sadar atau tidak kita cabuti rumput atau daun-daunan yang ada tanpa alasan yang jelas. Padahal rumput, daun, dan tumbuh-tumbuhan yang ada di alam semesta ini semuanya sedang bertasbih kepada-Nya. Yang paling baik adalah jangan sampai ada makhluk apapun di lingkungan kita yang tersakiti. Termasuk ketika menyiram atau memetik bunga, tanaman, atau tumbuhan lainnya, hendaklah dengan hati-hati, karena tanaman juga mengerti apa yang dilakukan kita kepadanya. Dikisahkan ketika Nabi SAW pindah mimbar, yang asalnya menyandar pada sebuah pohon kurma, maka pohon kurma itu diriwayatkan sangat sedih dan menangis, karena ia telah ditinggalkan sebagai alat bantu Rasulullah SAW dalam menyampaikan ilmu kepada para sahabatnya.
Kejadian lain adalah ketika seorang hamba yang shalih dihampiri seekor singa yang mengaum-ngaum seakan hendak menerkamnya. Tentu saja semua orang yang melihat kejadian ini berlari ketakutan. Anehnya, hamba yang shalih ini sama sekali tidak kelihatan merasa takut, kenapa? Karena dia yakin bahwa singa juga makhluk dalam genggaman ALLOH dan sama-sama sedang bertasbih kepada-Nya. Seraya mengajak berbicara layaknya pada makhluk yang bisa diajak bicara, "Mau apa kesini? Kalau tidak ada kewajiban dari ALLOH dan hanya untuk mengganggu masyarakat, alangkah baiknya engkau pergi", maka pergilah singa itu, subhanallah. Demikianlah, orang yang takutnya hanya kepada ALLOH, makhluk pun tunduk kepadanya.
Seperti halnya ketika ada ular di halaman rumah, maka bagi orang yang akhlaknya baik dan dia merasa tidak terganggu, sama sekali dia tidak akan membunuhnya, malah ditolongnya si ular ini untuk bisa kembali ke habitatnya, itu yang lebih baik. Kalaupun dirasa mengganggu sehingga tidak ada jalan lain kecuali harus dibunuh, maka ia akan membunuhnya dengan cara terbaik, dan tidak lupa disebutnya asma ALLOH. Jadilah proses membunuh ular ini sebagai ladang amal.
Betapa indah pribadi yang penuh pancaran manfaat, ia bagai cahaya matahari yang menyinari kegelapan, menjadikannya tumbuh benih-benih, bermekarannya tunas-tunas, merekahnya bunga-bunga di taman, hingga menggerakkan berputarnya roda kehidupan. Demikianlah, cahaya pribadi kita hendaknya mampu menyemangati siapapun, bukan hanya diri kita, tetapi juga orang lain dalam berbuat kebaikan dengan full limpahan energi karunia ALLOH Azza wa Jalla, Zat yang Maha Melimpah energi-Nya, subhanallah. Ingatlah, hidup hanya sekali dan sebentar saja, sudah sepantasnya kita senantiasa memaksimalkan nilai manfaat diri ini, yakni menjadi seperti yang disabdakan Nabi SAW, sebagai khairunnas. Sebaik-baik manusia! Insya ALLOH. ***


SEBAIK-BAIK MANUSIA

            Ternyata, derajat kemuliaan seseorang dapat dilihat dari sejauh mana dirinya punya nilai mamfaat bagi orang lain. Rasulullah SAW bersabda, "Khairunnas anfa’uhum linnas", "Sebaik-baik manusia diantaramu adalah yang paling banyak mamfaatnya bagi orang lain." (HR. Bukhari dan Muslim)
            Hadits ini seakan-akan mengatakan bahwa jikalau ingin mengukur sejauh mana derajat kemuliaan akhlak kita, maka ukurlah sejauh mana nilai mamfaat diri ini? Istilah Emha Ainun Nadjib-nya, tanyakanlah pada diri ini apakah kita ini manusia wajib, sunat, mubah, makruh, atau malah manusia haram?
            Apa itu manusia wajib? Manusia wajib ditandai jikalau keberadannya sangat dirindukan, sangat bermamfat, perilakunya membuat hati orang di sekitarnya tercuri. Tanda-tanda yang nampak dari seorang manusia wajib, diantaranya dia seorang pemalu, jarang mengganggu orang lain sehingga orang lain merasa aman darinya. Perilaku kesehariannya lebih banyak kebaikannya. Ucapannya senantiasa terpelihara, ia hemat betul kata-katanya, sehingga lebih banyak berbuat daripada berbicara. Sedikit kesalahannya, tidak suka mencampuri yang bukan urusannya, dan sangat nikmat kalau berbuat kebaikan. Hari-harinya tidak lepas dari menjaga silaturahmi, sikapnya penuh wibawa, penyabar, selalu berterima kasih, penyantun, lemah lembut, bisa menahan dan mengendalikan diri, serta penuh kasih sayang.
            Bukan kebiasaan bagi yang akhlaknya baik itu perilaku melaknat, memaki-maki, memfitnah, menggunjing, bersikap tergesa-gesa, dengki, bakhil, ataupun menghasut. Justru ia selalu berwajah cerah, ramah tamah, mencintai karena Allah, membenci karena Allah, dan marahnya pun karena Allah SWT, subhanallaah, demikian indah hidupnya.
            Karenanya, siapapun di dekatnya pastilah akan tercuri hatinya. Kata-katanya akan senantiasa terngiang-ngiang. Keramahannya pun benar-benar menjadi penyejuk bagi hati yang sedang membara. Jikalau saja orang yang berakhlak mulia ini tidak ada, maka siapapun akan merasa kehilangan, akan terasa ada sesuatu yang kosong di rongga qolbu ini. Orang yang wajib, adanya pasti penuh mamfaat. Begitulah kurang lebih perwujudan akhlak yang baik, dan ternyata ia hanya akan lahir dari semburat kepribadian yang baik pula.
            Orang yang sunah, keberadaannya bermamfaat, tetapi kalau pun tidak ada tidak tercuri hati kita. Tidak ada rongga kosong akibat rasa kehilangan. Hal ini terjadi mungkin karena kedalaman dan ketulusan amalnya belum dari lubuk hati yang paling dalam. Karena hati akan tersentuh oleh hati lagi. Seperti halnya kalau kita berjumpa dengan orang yang berhati tulus, perilakunya benar-benar akan meresap masuk ke rongga qolbu siapapun.
            Orang yang mubah, ada tidak adanya tidak berpengaruh. Di kantor kerja atau bolos sama saja. Seorang pemuda yang ketika ada di rumah keadaan menjadi berantakan, dan kalau tidak adapun tetap berantakan. Inilah pemuda yang mubah. Ada dan tiadanya tidak membawa mamfaat, tidak juga membawa mudharat.
            Adapun orang yang makruh, keberadannya justru membawa mudharat. Kalau dia tidak ada, tidak berpengaruh. Artinya kalau dia datang ke suatu tempat maka orang merasa bosan atau tidak senang. Misalnya, ada seorang ayah sebelum pulang dari kantor suasana rumah sangat tenang, tetapi ketika klakson dibunyikan tanda sang ayah sudah datang, anak-anak malah lari ke tetangga, ibu cemas, dan pembantu pun sangat gelisah. Inilah seorang ayah yang keberadaannya menimbulkan masalah.
            Lain lagi dengan orang bertipe haram, keberadaannya malah dianggap menjadi musibah, sedangkan ketiadaannya justru disyukuri. Jika dia pergi ke kantor, perlengkapan kantor pada hilang, maka ketika orang ini dipecat semua karyawan yang ada malah mensyukurinya.
            Masya Allah, tidak ada salahnya kita merenung sejenak, tanyakan pada diri ini apakah kita ini anak yang menguntungkan orang tua atau hanya jadi benalu saja? Masyarakat merasa mendapat mamfaat tidak dengan kehadiran kita? Adanya kita di masyarakat sebagai manusia apa, wajib, sunah, mubah, makruh, atau haram? Kenapa tiap kita masuk ruangan teman-teman malah pada menjauhi, apakah karena perilaku sombong kita?
            Kepada ibu-ibu, hendaknya tanyakan pada diri masing-masing, apakah anak-anak kita sudah merasa bangga punya ibu seperti kita? Punya mamfaat tidak kita ini? Bagi ayah cobalah mengukur diri, saya ini seorang ayah atau gladiator? Saya ini seorang pejabat atau seorang penjahat? Kepada para mubaligh, harus bertanya, benarkah kita menyampaikan kebenaran atau hanya mencari penghargaan dan popularitas saja?




Rumah Tangga yang Menyenangkan
(Meminimalkan Potensi Konflik)
K.H. Abdullah Gymnastiar


Banyak orang yang menyangka bahwa pernikahan itu indah. Padahal sebetulnya? Indah ...sekali. Tak sedikit yang menyesal, kenapa tak dari dulu menikah.
Sahabat, itu adalah secuplik ungkapan yang lazim terdengar tentang pernikahan. Namun jelas, tak segampang yang dibayangkan untuk membina sebuah keluarga. Membangun sebuah keluarga sakinah adalah suatu proses. Keluarga sakinah bukan berarti keluarga yang diam tanpa masalah. Namun lebih kepada adanya keterampilan untuk manajemen konflik.
Ada tiga jenis manajemen konflik dalam rumah tangga, yaitu pencegahan terjadinya konflik, menghadapai tatkala konflik terlanjur berlangsung, dan apa yang harus dilakukan setelah konflik reda.
Pada kesempatan pertama, insya Allah kta akan mengurai tentang bagaimana meminimalkan terjadinya konflik di dalam rumah tangga kia.
1. Siap dengan hal yang tidak kita duga
Pada dasarnya kita selalu siap untuk mendapatkan apa yang kita inginkan. Mudah bagi kita bila yang terjadi cocok dengan harapan kita. Namun, bagaimanapun, setiap orang itu berbeda-beda. Tidak semuanya harus sama "gelombangnya" dengan kita. Maka yang harus kita lakukan adalah mempersiapkan diri agar potensi konflik akibat perbedaan ini tidak merusak.
Dalam rumah tangga, bisa jadi pasangan kita teryata tidak seideal yang kita impikan. Maka kita harus siap melihat ternyata dia tidak rapi, tidak secantik yang dibayangkan atau tidak segesit yang kita harapkan., misalnya. Kita harus berlapang dada sekali andai ternyata apa yang kita idamkan, tidak ada pada dirinya. Juga sebaliknya, apabila yang luar biasa kita benci. Ternyata isteri atau suami kita memiliki sikap tersebut.
2. Memperbanyak pesan Aku
Tindak lanjut dan kesiapan kita menghadapi perbedaan yang ada, adalah memeperbanyak pesan aku. Sebab, umumnya makin orang lain menegetahui kita, makin siap dia menghadapi kita. Misalnya sebagai isteri kita terbiasa katakanlah mengorok ketika tidur. Maka agar suami dapat siap menghadapi hal ini, kita bisa mengatakan "Mas, orang bilang, kalau tidur saya itu suka ngorok,.... jadi Mas siap-siap saja. Sebab, sebetulnya, saya sendiri enggak niat ngorok."
Lalu sebagai suami, misalnya kita menyatakan keinginan kita: "Saya kalau jam tiga suka bangun. Tolonglah bangunkan saya. Saya suka menyesal kalau tidak Tahajjud. Dan kalau sedang Tahajjud, saya tidak ingin ada suara yang mengganggu."
Dengan demikian, diharapkan tidak terjadi riak-riak masalah akaibat satu sama lain tidak memahami nilai-nilai yang dipakai oleh pasangan hidupnya. Sebab sangat mungkin orang membuat kesalahan akibat dia tidak tahu tata nilai kita. Yang dampaknya akan banyak muncul ketersinggungan-ketersinggungan. Maka di sinilah perlunya kita belajar memberitahukan. Memberitahukan apa yag kita inginkan. Inilah esensi dari pesan aku.
Dengan demikian ini akan membuat peluang konflik tidak membesar. Karena kita telah mengkondisikan agar orang memahami kita. Sungguh tidak usah malu menyatakan harapan ataupun keberatan-keberatan kita. Sebab justru dengan keterbukaan seperti ini pasangan hidup kita dapat lebih mudah dalam menerima diri kita. Termasuk dalam hal keberadaan orang lain.
Misalnya orang tua kita akan datang. Maka adalah suatu tindakan bijaksana apabila kita mengatakan kepada suami tentang mereka. Sebagai contoh, orang tua kita mempunyai sikap cukup cerewet, senang mengomentari ini itu. Maka katakan saja: "Pak... saya tidak bermaksud meremehkan. Namun begitulah adanya. Orang tua saya banyak bicara. Jangan terlalu difikirkan, itu memang sudah kebiasaan mereka. Juga dalam hal makanan, yang ikhlas saja ya Pak...kalau nanti mereka makannya pada lumayan banyak..."
Sungguh sahabat, makin kita jujur maka akan semakin menentramkan perasaan masing-masing di antara kita.
Alkisah, ada sebuah keluarga. Sering sekali terjadi pertengkaran. Akhirnya, suatu ketika si isteri bicara "Pak, maaf ya, keluarga kami memang bertabiat keras. Sehingga bagi kami kemarahan itu menjadi hal yang amat biasa."
Lalu suaminya membalas "Sedangkan Papa lahir dari keluarga pendiam, dan jarang sekali ada pertempuran..."
Jelas itu akan membuat keadaan berangsur lebih baik dibanding terus menerus bergelut dalam pertengkaran-pertengkaran yang semestinya tak terjadi.
Jadi kita pun harus berani untuk mengumpulkan input-input tentang pasangan kita. Misalnya ternyata dia punya BB atau bau badan. Maka kita bisa menyarankan untuk meminum jamu, sekaligus memberitahukan bahwa kadar ketahanan kita terhadap bau-bauan rendah sekali. Sehingga ketika kita tiba-tiba memalingkan muka dari dia, isteri kita itu tidak tersinggung. Karena tata nilainya sudah disamakan.
Tentunya, dengan saling keterbukaan seperti itu masalah akan menjadi lebih mudah dijernihkan dibanding masing-masing saling menutup diri.
Ketertutupan, pada akhirnya akan membuat potensi masalah menjadi besar. Kita menjadi mengarang kesana kemari, membayangkan hal yang tidak tidak berkenaan dengan pasanagan hidup kita. Dongkol, marah, benci dan seterusnya. Padahal kalau saja didiskusikan, bisa jadi masalahnya menjadi sangat mudah diselesaikan. Dan potensi konflik pun menjadi minimal.
3. Tentang aturan
Kita harus memiliki aturan-aturan yang disepakati bersama. Karena kalau tak tahu aturan, bagaimana orang bisa nurut? Bagaimana kita bisa selaras? Jadi kita harus membuat aturan sekaligus...sosialisasikan!
Misalnya isteri kita jarang mematikan kran setelah mengguanakan. Bisa jadi kita dongkol. Disisi lain, boleh jadi isteri malah tak merasa bersalah sama sekali. Sebab dia berasal dari desa. Dan di desa.. pancuran toh tak pernah ditutup.
Begitu pula pada anak-anak. Kita harus mensosialisasikan peraturan ini. Tidak usah kaku. Buat saja apa yang bisa dilaksanakan oleh semua. Makin orang tahu peraturan, maka peluang berbuat salah makin minimal.


Rasul Panutan Ummat
K.H. Abdullah Gymnastiar


Salam sejahtera kepada penghulu segenap makhluk yang paling mulia, rakhmat bagi semesta alam, manusia paling sempurna, paling suci, dan penyempurna revolusi zaman, dialah Muhammad SAW. Dialah nabi paling pemurah, paling peramah, penuh kharisma dan kewibawaan, kesantunan, serta bergelar khatamul anbiya. Dialah jalan terang bagi gelapnya kehidupan dengan kesemarakan akhlaknya yang mulia, itulah puncak dari kebesaran dan kesempurnaannya sehingga beroleh gelar Al Amin (yang dipercaya).
Berkaitan dengan keagungan nabi ini, Sayyid Hussein Nasr seorang cendekiawan muslim terkemuka menulis, "Makhluk yang paling mulai ini (Muhammad SAW) juga dinamakan Ahmad, Musthafa, Abdullah, Abul-Qasim, dan juga bergelar Al Amin—yang terpercaya. Setiap nama dan gelar yang dimilikinya mengungkapkan suatu aspek wujud yang penuh berkah. Ia adalah, sebagaimana makna etimologis yang dikandung dalam kata Muhammad dan Ahmad, yang diagungkan dan dipuji; ia adalah musthafa (yang terpilih), abdullah (hamba ALLOH yang sempurna) dan terakhir, sebagai ayah Qasim. Ia bukan hanya Nabi dan utusan (rasul) ALLOH, tetapi juga kekasih ALLOH dan rahmat yang dikirimkan ke muka bumi, sebagaimana disebutkan di dalam Al Quran, "Dan tidaklah kami utus engkau (Muhammad) kecuali sebagai rahmat bagi sekalian alam." (Q.S. Al Anbia [21]:107).
Ungkapan keagungan ini tidaklah berlebihan karena ALLOH Azza wa Jalla pun memuji beliau, bahkan senantiasa bershalawat kepadanya, firman-Nya, "Sesungguhnya ALLOH dan para malaikat-Nya melimpahkan shalawat kepada Nabi. Wahai orang-orang yang beriman, sampaikanlah shalawat dan salam kepadanya." (Q.S. Al Ahzab [33]:56). Demikianlah ALLOH dan para malaikat bershalawat kepadanya, seharusnya apatah lagi kita sebagai makhluk kecil yang tiada berdaya ini.
Disamping bershalawat ternyata penghormatan kepada Rasulullah SAW memiliki etika tersendiri. Tidak cukup hanya bershalawat saja, karena yang terpenting adalah kita harus yakin benar bahwa Rasulullah adalah suri tauladan sepanjang zaman. Jikalau kita ikut dalam tuntunan beliau insya ALLOH akan selamat dunia dan akhirat.
ALLOH SWT menjelaskan dalam firman-Nya, "Dan sesungguhnya Rasul ALLOH itu menjadi ikutan (tauladan) yang baik untuk kamu dan untuk orang yang mengharapkan menemui ALLOH di hari kemudian dan yang mengingati ALLOH sebanyak-banyaknya." (Q.S. Al Ahzab [33]: 21). Seakan ayat ini menyatakan bahwa tidak usah kita melakukan apapun kecuali ada contohnya dari Rasulullah.
Ketika misalnya, rumah tangga keluarga kita berantakan, maka solusi terbaiknya adalah dengan mencontoh Rasul dalam mengemudikan bahtera rumah tangganya. Subhanallah, siapapun yang mampunyai referensi Rasulullah dalam perilaku sehari-harinya, maka hidupnya seperti seorang yang punya katalog yang sangat mudah di akses, segalanya serba tertuntun.
Begitu pentingnya tauladan ini. Itulah sebabnya mengapa P4 gagal di Indonesia? Padahal dimana-mana dilakukan penataran, berbagai metode dan pola digunakan, biaya pun keluar miliaran rupiah, tapi mengapa tidak berhasil merubah pola pikir masyarakat? Jawabannya mudah saja, menurut yang saya pahami dari Dr. Ruslan Abdul Ghani yang menyatakan bahwa salah satu penyebab utamanya adalah karena tidak ada contohnya. Siapa sekarang orang Indonesia yang paling Pancasilais sehingga layak ditauladani perilakunya? Belum ada!
Karenanya berbahagialah umat Islam yang mempunyai tauladan Rasulullah SAW, dalam dirinya semua aspek kehidupan telah ada reperensinya. Mau duduk, bertemu dengan kawan, bertemu dengan orang kaya, bercakap dengan orang papa, berhubungan dengan pejabat, semua telah ada contohnya, termasuk bagaimana teknik menghadapi penjahat. Semuanya sudah jelas, bahkan sampai hal yang paling sederhana seperti di kamar kecil yang paling tersembunyi sekalipun, semua ada tuntunannya.
Sayangnya kita jarang menyempatkan diri untuk mempelajari bagaimana perilaku Rasulullah SAW yang sebenarnya. Karenanya jikalau Pesantren Daarut Tauhiid saat ini dianggap sedang "naik daun", maka sama sekali bukan karena ide cemerlang seseorang, hakikatnya karena pertolongan ALLOH Azza wa Jalla dengan syariat mengamalkan sebagian dari tuntunan Rasulullah SAW yang diaktualisasikan dan dikemas sedemikian rupa. Jadi, apatah lagi bagi orang-orang yang mampu mengaplikasikan semua yang telah Rasul tuntunkan, hasilnya tentu akan jauh lebih luar biasa lagi.
Oleh karena itu, bagi sahabat yang dikaruniai kesempatan menjadi guru dan mengharapkan dicintai dan dihormati muridnya, tidak membosankan murid ketika mengajar dikelas, proses belajar-mengajar menjadi efektif, serta para muridnya menjadi cerdas dan berpikiran maju, maka contohlah Rasul dalam mengajar. Bagaimana cara Rasul mengajar? Ternyata Rasulullah mengajar dengan penuh kelembutan, kasih-sayang, dan sangat ingin para sahabatnya menjadi maju.
Jikalau anda seorang manager perusahaan atau pejabat di sebuah instansi pemerintahan, maka yang harus dipikirkan adalah bagaimana agar bisa sukses dengan tetap mengikuti tuntunan Rasulullah? Ternyata Rasulullah SAW dalam berorganisasi itu rendah hati, lembut perangainya, senang bertukar pikiran, selalu meminta ide, saran, dan koreksi dalam bermusyawarah.
Adapun bagi pemuda yang ingin dicintai, disukai, penuh pesona, melimpah kharismanya, maka pelajari bagaimana pribadi Rasul. Para sahabat seperti halnya Imam Ali ternyata juga meneladani Rasulullah SAW. Nampaknya jikalau kita berat menghadapi hidup ini, maka pertanyaannya adalah sampai sejauh mana kita mampu meluangkan waktu untuk mempelajari pribadi Rasulullah SAW?
Demikian penting arti sebuah tauladan atau penuntun bagi kehidupan seseorang. Karenanya siapapun akan sengsara atau bahkan tersesat jikalau tidak pernah meluangkan waktu untuk mempelajari pribadi Rasulullah SAW. Dialah penuntun kita dari kesesatan dan gelapnya kehidupan.
Seperti halnya sebuah kejadian yang semoga dengan diungkapkannya di forum ini ada hikmah yang bisa diambil. Kejadiannya adalah dari penuturan seorang mubaligh asal Bandung. Ketika itu ia diundang bertabligh di suatu tempat di Tasikmalaya. Berangkatlah ia naik mobil bersama penjemputnya. Penjemput sebagai penunjuk arah di depan satu mobil dan sang mubaligh mengikuti di belakang dengan mobil lain.
Beberapa jam perjalanan lancar-lancar saja, sayangnya setelah beberapa saat sampai di wilayah Tasik, penunjuk arah memacu kendaraannya lebih cepat sehingga mobil sang mubaligh tertinggal jauh di belakang. Cerita selanjutnya mudah ditebak, sang mubaligh pun tersesat. Belok kiri tidak ketemu, belok kanan masuk pasar, waktu pun berlalu sia-sia, hatinya bahkan sudah mulai gelisah tidak menentu.
Nampaklah betapa sengsaranya orang yang tersesat, waktu dan tenaganya terbuang percuma, tujuan tidak menentu, perasaan pun tidak enak, bahkan sebentar-sebentar harus tanya sana-tanya sini, sungguh merepotkan. Demikianlah kegelisahan akan makin akrab dengan orang-orang yang kehilangan penuntun dalam hidupnya.
Bayangkan saja andaikata kita tidak punya penuntun, tidak punya penunjuk arah, lalu kita berjalan menuju suatu tempat yang belum diketahui sebelumnya, pastilah tidak akan menentramkan perjalanan tersebut. Tapi jikalau penuntun, arah, dan tujuannnya jelas, maka langkah kita akan mantap dan hati pun senantiasa disaputi ketentraman. Dan Rasulullah SAW adalah penuntun dan panutan kita sepanjang zaman.***


Ramadhan, Bulan Introspeksi Diri
KH. Abdullah Gymnastiar

Sega puja-puji secara sempurna hanya milik Allah, Zat yang Maha Menguasai alam Semesta, Zat yang Maha Menguasai terang dan gelap, Zat yang Menguasai tiap-tiap saat, sungguh tiada satu detikpun kecuali milik Allah.
Saudara-saudaraku sebuah terasi ada harga kalau jelas ciri dan baunya yang khas. Kita membuat terasi tetapi tidak memiliki ciri dan bau yang khas terasi, maka sungguh si terasi ini tidak akan ada harganya, walaupun ia diberi terasi. Begitu juga kita umat Islam, kenapa saat ini kita kurang dihargai ?. Jawabannya, bisa jadi karena kita mengaku sebagai umat Islam tetapi tidak tampak ciri kita sebagai ummat Islam. Ciri akan selalu disertai dengan harga, karena kita tidak punya ciri maka jangan harap akan punya harga.
Oleh karena itu, bulan Ramadhan yang saat ini kita jelang, marilah kita bersungguh-sungguh menampilkan ciri keislaman kita. Tentu saja ciri keislaman tidak identik dengan atribut penampilan yang luar, yang tidak terlalu pokok. Berikut ini adalah beberapa ciri yang dianjurkan untuk kita lakukan di bulan Ramadhan.
Selama bulan Ramadhan ini hendaklah yang pertama umat Islam miliki adalah ciri keteladanan, "uswatun hasanah", keteladanan dalam kebaikan. Pancasila P4 gagal total di Indonesia walau telah menghabiskan biaya beratus milyar, begitu banyak waktu, begitu banyak tenaga, begitu banyak pikiran, diantara kunci penyebab kegagalannya adalah karena tidak ada keteledanan. Masyarakat sulit mencontoh, siapa yang berjiwa P4 sebenarnya.
Jadi andaikata kita bertanya mengapa keadaan rumah tangga, kantor, atau masyarakat belum sesuai dengan harapan. Pertanyaan pertama harus dilakukan pada diri kita sendiri, contoh apakah yang sudah kita perlihatkan sebagai seorang muslim. Sepatutnya sebagai seorang ayah atau ibu harus bertanya, "Saya memberi contoh apa kepada anak-anak ?".Jangan terlebih dahulu menyalahkan anak. Bagaimana mungkin mengharapkan anak santun lembut sedangkan di rumah ibu bapak bersikap keras dan kasar ?. Bagaimana mungkin kita mengharapkan anak menjadi arif kalau kita sendiri di rumah seperti diktator ?. BAgaimana bisa mengharapkan anak rajin ke mesjid, sedangkan orangtuanya jarang beribadah ?.
Andaikata kita sebagai guru kita harus bertanya pada diri kita sendiri, contoh apa yang sudah kita berikan kepada murid-murid. Bagaimana murid tidak merokok kalau gurunya sendiri masih merokok ?. Bagaimana mungkin murid akan menemukan kemuliaan akhlak kalau sikap guru tidak indah ?. Bagaimana mungkin akan menjadi orang berprestasi, kalau gurunya tidak semangat dan hanya memberikan dengan apa adanya ?.
Andai kata kita sebagai pemimpin, pertanyaannya adalah suri tauladan apa yang saya tampilkan kepada anggota karyawan atau bawahan ?. Bagaimana mungkin karyawan akan disiplin kalau pemimpinnya tidak disiplin ?. Bagaimana karyawan atau anggota akan hemat jika pemimpinnya bermewah-mewahan ?. Bagaimana mungkin karyawan akan memelihara dirinya kalau pemimpinnya arogan ?.
    Rekan-rekan sekalian tidak hanya sebagai pribadi tetapi juga sebagai keluarga. Sebagai haji, contoh apa yang sudah kita peragakan dalam masyarakat ?. Sebagai ustadz memberi contoh apa kepada masyarakat. Ustadz dianggap ulama tetapi contoh apa yang sudah ditunjukkan kepada masyarakat ?. Sebagai aktifis masjid, memberi contoh apa ?.
    Kegigihan untuk jujur kepada diri sendiri, ini yang akan membuat kita menemukan kekuranganyang bisa dijadikan program perbaikan pada diri sendiri. Dan kegigihan kita memperbaiki diri adalah upaya sebenarnya memperbaiki orang lain. Apa artinya memperbaiki orang lain sedangkan diri kita sendiri semakin terpuruk dalam keburukan. Suri tauladan adalah langkah strategis yang dicontohkan oleh Rasullullah SAW. di dalam membangun kemuliaan Islam. Ciri khas seorang muslim yang baik ,pribadinya harus selalu menjadi figur suri tauladan.Tauladan bagi kebaikan dalam skala apapun, dimanapun dan kapanpun.
    Yang kedua, Ramadhan harus menjadi bulan kebersihan. Karena sesungguhnya Allah mencintai kebersihan, "innallaha yuhibbu tawabi, wayuhibbu mutakabiriin", sesungguhnya Allah mencintai orang yang taubat dan orang yang bersih. Kita harus berjuang sangat keras untuk mengevaluasi gaya hidup bersih kita. Pakaian yang kotor tidak akan nyaman, gigi kotor tidak mungkin bisa nyaman, apapun yang kotor tidak akan membuat kita nyaman dan hidup kita indah. Hakekatnya kotoran itu identik dengan kerendahan diri, namanya juga kotoran begitu pula kalau kita merasa tidak nyaman, terhina, rendah, bisa jadi karena kita blum bisa mencintai kebersihan, padahal bersih adalah prasyarat dari keindahan. Indah adalah sesuatu yang dicintai Allah SWT. Shalat saja diawali dengan bersih. Tanpa wudlu shalat tidak akan sah, wudlu itu bukan hanya membersihkan tetapi juga mensucikan. Tidak akan diterima shalat, seperti Firman Allah dalam ayat AlQur'an "Qad aflaha manzakkahaa. Waqod khaabaman dassaha" (QS: Asy-Syams 910). "Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang membersihkan jiwanya, dan sesungguhnya kerugian besar orang yang mengotorkannya." Sungguh yang bersih itulah yang akan membuat sukses, bahagia.
    Oleh karena itu, Ramadhan ini adalah bulan bersih. Sekuat-kuatnya kita bersihkan dari yang lahir sampai yang batin. Pastikan Ramadhan ini kamar kita bersih, rumah kita bersih, kamar mandi bersih dari sampah, bersih dari barang-barang yang akan membuat ria, bersih dari barang milik orang lain, bersih dari barang yang tidak berguna. Karena kalau rumah sudah kotor dari banyak barang yang haram, barang yang ria, barang yg sia-sia, maka rumah itu tidak akan menyenangkan tidak akan barokah.
    Begitu pula dengan harta kita mulai sekarang harus bersih, jangan sekali-kali tercemari oleh hak-hak yang tidak halal bagi kita. Harta yang bersih akan penuh barokah harta yang haram akan penuh fitnah, demikian pula aktivitas bekerja kita bersih pula dari kelicikan. Kita nikmati kejujuran, pandangan harus bersih sekuat-kuatnya jaga dari apa yang diharamkan oleh Allah agar bening dan nikmat hati ini. Kata-kata kita pun harus bersih dari kekejian, bersih dari kata-kata yang jorong, bersih dari kata-kata mencela, menghina orang lain, bersih dari fitnah, pilihlah dari khazanah kata-kata yang ada, kata-kata terbaik. Tubuh kita pun harus bersih, pakaian harus bersih, mandi yang bersih, rambut yang bersih. Begitu pula dengan hati kita harus jaga hati ini, hindari buruk sangka sekuat-kuatnya dan berbaik sangka pada orang yang beriman. Perangilah kedengkian jangan sampai selama Ramadhan ini dilanda dengan kedengkian, kedendaman yang tidak diharapkan oleh Allah. Upayakanlah semuanya bersih lahir batin, harta benda bersih, pikiran bersih. Insya Allah akan menambah keberkahan Ramadhan ini.
    Dan yang terakhir, bulan Ramadhan ini adalah bulan kualitas. Karena ramadhan adalah bulan yang berkualitas diantara bulan-bulan yang lain. Hari-harinya adalah hari-hari berkualitas, berharga tinggi dihadapan Allah, jam demi jam maupun detik demi detik berharga sangat tinggi dihadapan Allah oleh karena itu tidak patut kita melakukan apapun kecuali yang sangat berharga. Jangan pernah kita berbicara kecuali dengan kata-kata yang berharga.
    Jangan melihat kecuali yang berharga. Jangan mendengar kecuali suara-suara yang berharga. Jangan berpikir kecuali memikirkan yang berharga. Jangan pula melangkah kecuali kaki ini dilangkahkan ke tempat-tempat yang berharga dalam pandangan Allah. Cobalah lakukan segalanya dengan niat berharga hanya karena Allah semata.
    Sungguh bila kita mengisi Ramadhan ini dengan aneka amal ibadah seperti yang diuraikan di atas. Insya Allah dengan karunia Allah, di akhir Ramadhan tahun ini kita akan sebagai seekor kupu-kupu yang keluar dari kepompong dengan sangat indahnya, kepompong Ramadhan, subhanallah.


PRIBADI MUSLIM BERPRESTASI

            Sekiranya kita hendak berbicara tentang Islam dan kemuliaannya, ternyata tidaklah cukup hanya berbicara mengenai ibadah ritual belaka. Tidaklah cukup hanya berbicara seputar shaum, shalat, zakat, dan haji. Begitupun jikalau kita berbicara tentang peninggalan Rasulullah SAW, maka tidak cukup hanya mengingat indahnya senyum beliau, tidak hanya sekedar mengenang keramah-tamahan dan kelemah-lembutan tutur katanya, tetapi harus kita lengkapi pula dengan bentuk pribadi lain dari Rasulullah, yaitu : beliau adalah orang yang sangat menyukai dan mencintai prestasi!
            Hampir setiap perbuatan yang dilakukan Rasulullah SAW selalu terjaga mutunya. Begitu mempesona kualitasnya. Shalat beliau adalah shalat yang bermutu tinggi, shalat yang prestatif, khusyuk namanya. Amal-amal beliau merupakan amal-amal yang terpelihara kualitasnya, bermutu tinggi, ikhlas namanya. Demikian juga keberaniannya, tafakurnya, dan aneka kiprah hidup keseharian lainnya. Seluruhnya senantiasa dijaga untuk suatu mutu yang tertinggi.
            Ya, beliau adalah pribadi yang sangat menjaga prestasi dan mempertahankan kualitas terbaik dari apa yang sanggup dilakukannya. Tidak heran kalau Allah Azza wa Jalla menegaskan, "Sesungguhnya telah ada pada diri Rasulullah itu suri tauladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang-orang yang mengharap rahmat Allah ..." (QS. Al Ahzab [33] : 21)
            Kalau ada yang bertanya, mengapa sekarang umat Islam belum ditakdirkan unggul dalam kaitan kedudukannya sebagai khalifah di muka bumi ini? Seandainya kita mau jujur dan sudi merenung, mungkin ada hal yang tertinggal di dalam menyuritauladani pribadi Nabi SAW. Yakni, kita belum terbiasa dengan kata prestasi. Kita masih terasa asing dengan kata kualitas. Dan kita pun kerapkali terperangah manakala mendengar kata unggul. Padahal, itu merupakan bagian yang sangat penting dari peninggalan Rasulullah SAW yang diwariskan untuk umatnya hingga akhir zaman.
            Akibat tidak terbiasa dengan istilah-istilah tersebut, kita pun jadinya tidak lagi merasa bersalah andaikata tidak tergolong menjadi orang yang berprestasi. Kita tidak merasa kecewa ketika tidak bisa memberikan yang terbaik dari apa yang bisa kita lakukan. Lihat saja shalat dan shaum kita, yang merupakan amalan yang paling pokok dalam menjalankan syariat Islam. Kita jarang merasa kecewa andaikata shalat kita tidak khusyuk. Kita jarang merasa kecewa manakala bacaan kita kurang indah dan mengena. Kita pun jarang kecewa sekiranya shaum Ramadhan kita berlalu tanpa kita evaluasi mutunya.
            Kita memang banyak melakukan hal-hal yang ada dalam aturan agama tetapi kadang-kadang tidak tergerak untuk meningkatkan mutunya atau minimal kecewa dengan mutu yang tidak baik. Tentu saja tidak semua dari kita yang memiliki kebiasaan kurang baik semacam ini. Akan tetapi, kalau berani jujur, mungkin kita termasuk salah satu diantara yang jarang mementingkan kualitas.
            Padahal, adalah sudah merupakan sunnatullah bahwa yang mendapatkan predikat terbaik hanyalah orang-orang yang paling berkualitas dalam sisi dan segi apa yang Allah takdirkan ada dalam episode kehidupan dunia ini. Baik dalam urusan duniawi maupun ukhrawi, Allah Azza wa Jalla selalu mementingkan penilaian terbaik dari mutu yang bisa dilakukan.
            Misalnya saja shalat, "Qadaflahal mu’minuun. Alladziina hum fii shalaatihim" (QS. Al Mu’minuun [23] : 1-2). Amat sangat berbahagia serta beruntung bagi orang yang khusyuk dalam shalatnya. Artinya, shalat yang terpelihara mutunya, yang dilakukan oleh orang yang benar-benar menjaga kualitas shalatnya. Sebaliknya, "Fawailullilmushalliin. Alladziina hum’an shalatihim saahuun" (QS. Al Maa’uun [107] : 4-5). Kecelakaanlah bagi orang-orang yang lalai dalam shalatnya!
            Amal baru diterima kalau benar-benar bermutu tinggi ikhlasnya. Allah Azza wa Jalla berfirman, "Padahal mereka tidak disuruh, kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama dengan lurus dan supaya mereka mendirikan shalat serta menunaikan zakat, dan yang demikian itulah agama yang lurus" (QS. Al Bayyinah [98] : 5). Allah pun tidak memerintahkan kita, kecuali menyempurnakan amal-amal ini semata-mata karena Allah. Ada riya sedikit saja, pahala amalan kita pun tidak akan diterima oleh Allah Azza wa Jalla. Ini dalam urusan ukhrawi.
            Demikian juga dalam urusan duniawi produk-produk yang unggul selalu lebih mendapat tempat di masyarakat. Lebih mendapatkan kedudukan dan penghargaan sesuai dengan tingkat keunggulannya. Para pemuda yang unggul juga bisa bermamfaat lebih banyak daripada orang-orang yang tidak memelihara dan meningkatkan mutu keunggulannya.
            Pendek kata, siapapun yang ingin memahami Islam secara lebih cocok dengan apa-apa yang telah dicontohkan Rasul, maka bagian yang harus menjadi pedoman hidup adalah bahwa kita harus tetap tergolong menjadi orang yang menikmati perbuatan dan karya terbaik, yang paling berkulitas. Prestasi dan keunggulan adalah bagian yang harus menjadi lekat menyatu dalam perilaku kita sehari-hari.
            Kita harus menikmati karya terbaik kita, ibadah terbaik kita, serta amalan terbaik yang harus kita tingkatkan. Tubuh memberikan karya terbaik sesuai dengan syariat dunia sementara hati memberikan keikhlasan terbaik sesuai dengan syariat agama. Insya Allah, di dunia kita akan memperoleh tempat terbaik dan di akhirat pun mudah-mudahan mendapatkan tempat dan balasan terbaik pula.
            Tubuh seratus persen bersimbah peluh berkuah keringat dalam memberikan upaya terbaik, otak seratus persen digunakan untuk mengatur strategi yang paling jitu dan paling mutakhir, dan hati pun seratus persen memberikan tawakal serta ikhlas terbaik, maka kita pun akan puas menjalani hidup yang singkat ini dengan perbuatan yang Insya Allah tertinggi dan bermutu. Inilah justru yang dikhendaki oleh Al Islam, yang telah dicontohkan Rasulullah SAW yang mulia, para sahabatnya yang terhormat, dan orang-orang shaleh sesudahnya.
            Oleh sebab itu, bangkitlah dan jangan ditunda-tunda lagi untuk menjadi seorang pribadi muslim yang berprestasi, yang unggul dalam potensi yang telah dianugerahkan Allah SWT kepada setiap diri hamba-hambanya. Kitalah sebenarnya yang paling berhak menjadi manusia terbaik, yang mampu menggenggam dunia ini, daripada mereka yang ingkar, tidak mengakui bahwa segala potensi dan kesuksesan itu adalah anugerah dan karunia Allah SWT, Zat Maha Pencipta dan Maha Penguasa atas jagat raya alam semesta dan segala isinya ini!
            Ingat, wahai hamba-hamba Allah, "Kamu adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh yang ma’ruf dan mencegah yang munkar dan beriman kepada Allah ...!’ (QS. Ali Imran [3] : 110).




Potensi Ruhiah
K.H. Abdullah Gymnastiar


Ternyata kekuatan adalah hal mutlak yang harus dimiliki oleh siapapun yang ingin memperoleh kemenangan. Terbukti jikalau badan lemah, ekonomi lemah, otak lemah, kepandaian lemah, kita tidak dapat berperan sebagai makhluk unggul yang membawa manfaat banyak, bahkan justru sebaliknya kita menjadi tertindas, baik oleh hawa nafsu, oleh syetan terkutuk, atau juga oleh makhluk-makhluk yang tidak menyukai kebenaran. Karenanya sudah menjadi suatu keharusan bagi siapapun untuk terus-menerus menggalang aneka potensi kekuatan yang ada pada dirinya.
Hanya saja harus kita sadari pula bahwa kekuatan itu tidak cukup hanya kekuatan lahir saja. Karena bagi siapapun yang berusaha membangun kekuatan ekonomi dengan meyakini bahwa hanya dengan kekuatan ekonomi itulah yang akan membuat dirinya menang, kuat, tanpa dibarengi kekuatan lain, maka akan hancurlah dia.
Sudah terlalu banyak contohnya, tengok saja ketika zaman masih ada Uni Soviet, pastilah saat itu di negara ini tidak kurang para profesornya, ada ahli ekonomi, ada ahli keuangan, ada ahli perencanaan pembangunan, ada juga ahli militer, dan ahli di berbagai bidang lainnya, tapi ternyata Uni Soviet yang nampak begitu kokohnya bisa rontok seketika.
Begitu juga kalau kita menganggap bahwa hanya kekuatan senjata sebagai satu-satunya kekuatan yang akan memenangkan pertempuran, kita saksikan lagi bagaimana Rusia dengan peralatan dan perlengkapan tempurnya yang begitu lengkap, begitu banyak personilnya, begitu kuat dukungan logistiknya, ternyata dipermalukan di Afghanistan. Bahkan gempuran berikutnya ke Chechnya, sebuah negeri yang begitu kecil mungil, ternyata Chechnya sampai saat ini masih bisa bertahan.
Lalu, adakah kekuatan lain yang mampu memenangkan setiap pertempuran? Ada! Kekuatan itu tiada lain kekuatan dari dalam diri kita sendiri, yang kadang begitu saja kita melupakannya. Padahal kalau kita mampu membangunnya dengan sungguh-sungguh, ia akan menjadi sebuah kekuatan yang teramat dahsyat.
Inilah kekuatan tanpa biaya, tanpa memerlukan pertolongan orang lain, tapi bila saja dibina dan dioptimalkan, maka ia adalah modal yang luar biasa dahsyat dalam mengarungi kehidupan ini. Kekuatan apakah itu?!
Dikisahkan pada abad ke-7 Hijriah, di saat kekuatan kekhalifahan Islam mulai meredup, terjadi pertempuran yang sangat dahsyat dan monumental yaitu ketika bangsa Tartar dibawah pimpinan Jengis Khan, menyerbu negeri-negeri Islam bagai air bah, bergelombang bagai badai yang garang, menyapu dari segala penjuru, dan kemudian meluluhlantakan semua negeri-negeri yang dilaluinya. Bahkan diceritakan sungai Dajlah di tengah kota Baghdad yang begitu bening menjadi hitam kelam airnya oleh tinta dari ratusan buku perpustakaan yang dibuang ke sungai itu oleh tentara Tartar.
Kita kenang masa ini sebagai masa kekhalifahan Islam yang paling kelam, saat dimana sebagian besar negeri Islam dibasmi dan dilindas habis oleh bangsa Tartar ini. Barisan bala tentaranya seakan-akan tidak pernah terbendung dan terkalahkan. Pedang-pedang sepertinya menjadi tumpul tiada berdaya menyentuh tubuh mereka. Sampai-sampai munculah mitos, "Tartar takkan pernah terkalahkan".
Berselang beberapa tahun setelah kejatuhan petama kalinya negeri-negeri Islam ini. Tersebutlah suatu kisah dimana ada seorang syeikh bernama Syeikh Jamaludin dari Bukhara. Beliau adalah seorang yang bersih, mursyid yang tulus, walaupun secara lahiriah fisiknya sudah berkurang kemampuannya.
Suatu waktu ia berjalan-jalan bersama sahabat-sahabat dan santri-santrinya, hingga tanpa disadari mereka telah memasuki wilayah kekuasan bangsa Tartar, yang waktu itu dipimpin oleh seorang taklak (gubernur), yaitu Taklak Timur Khan (Timur Lenk), seorang cucu Jengis Khan.
Begitu masuk wilayah bangsa Tartar ini yang kebetulan beliau memasuki wilayah berburu Sang Taklak, maka serta merta ditangkaplah mereka, dan langsung dibawa menghadap Sang Taklak yang cucu Jengis Khan ini.
Bertanyalah Sang Taklak, "Engkau siapa dan darimana …?"
"Saya dari Bukhara dan seorang Parsi"
Mendengar jawaban ini Sang Taklak serta merta tertawa terkekeh-kekeh seraya berkata meremehkan,
"Oo, orang-orang Parsi ini lebih rendah dan lebih hina dari seekor anjing" ujarnya dengan pandangan mengejek.
"Ya, benar! Andaikata kami tidak diberi cahaya kemuliaan dengan agama yang benar, niscaya kami lebih hina daripada seekor anjing" Jawab Syeikh Jamaludin mantap.
Sebuah jawaban yang disertai nur kekuatan keyakinan, rupanya selalu membuat terngiang-ngiang di telinga Sang Taklak. ‘Ya, Kami jauh lebih hina daripada seekor anjing, andaikata tidak dimuliakan dengan agama yang benar’ Sang Taklak merenung memikirkan kata-kata ini, "Ada apa dibalik kata-kata yang ringkas ini?!" Pikirnya. Begitu menggelitiknya jawaban Syeikh Jamaludin ini sehingga suatu saat dipanggillah ia kembali oleh Sang Taklak ke istana.
"Apa yang kau maksudkan dengan kata-kata yang dulu pernah engkau ucapkan itu?" Bertanyalah Sang Kaisar.
Dengan ijin ALLOH Syeikh Jamaludin ini menjelaskan dengan begitu bersemangatnya tentang keindahan Islam. Penjelasan yang merupakan buah dari perasaan dan kecintaannya kepada Islam. Uraiannya disertai pula dengan raut muka, perilaku, yang sebanding dengan keindahan yang disampaikannya. Dijelaskan pula, betapa kekufuran telah membawa martabat manusia merosot lebih hina daripada seekor anjing.
Mendengar uraian ini, tergetarlah hati Sang Taklak hingga akhirnya terbukalah pintu hatinya untuk menerima Islam, hanya saja pada saat itu masih ada satu hal yang mengganjalnya, "Aku belum menjadi kaisar, saat ini masih orang tuaku yang menjadi penguasa, aku berjanji seandainya aku nanti jadi penguasa, aku akan masuk Islam." Janji Sang Taklak.
Waktupun berselang. Suatu saat menjelang Syeikh Jamaludin wafat, diberitahukanlah perihal janji kaisar ini kepada anaknya yang bernama Ryasidudin, "Wahai anakku, Taklak Timur Khan akan menjadi kaisar, andaikata dia sudah resmi jadi kaisar, datangilah dan sampaikan salam dariku serta ingatkan kepadanya akan janji yang dulu pernah diucapkannya".
Ketika benar Syeikh Jamaludin wafat, puteranya sengaja datang ke perkemahan Sang Taklak Timur Khan untuk melaksanakan wasiat orang tuanya, namun karena ia dianggap orang asing yang tidak dikenal sampai disana ia ditolak tidak boleh masuk. Seraya memohon pertolongan ALLOH, ia memutar otaknya, sehingga munculah idenya.
Saat malam melepas gulitanya, dan fajar shubuh mulai menyingsing, segera saja ia mengumandangkan azan dengan begitu kerasnya sampai-sampai Sang Taklak Timur Khan yang berada di dalam kompleks perkemahan tentaranya terbangun seraya bertanya-tanya, "Siapa itu yang berteriak-teriak di malam buta seperti ini? Siapa dia berani kurang ajar mengganggu tidurku?" Begitu marahnya Sang Kaisar ini. Putera Syeikh pun ditangkap sehingga kemudian dibawa menghadap pada sang kaisar.
Begitu bertemu muka dengan sang kaisar, putera Syeikh Jamaludin ini langsung memperkenalkan diri, "Saya putra Syeikh Jamaludin menyampaikan salam dari beliau". Ketika mendengar nama ‘Syekh Jamaludin’--yang beberapa tahun lalu akrab ditelinganya--disebut, Sang Kaisar tiba-tiba seperti api disiram air, reda marahnya dan luluh hatinya.
"Saya hanya akan mengingatkan janji yang pernah tuan ucapkan dengan beliau" Lanjut putera Syeikh Jamaludin ini. Teringatlah sang kaisar akan janjinya, sehingga pada saat itu juga Kaisar Timur Khan mengucap dua kalimah syahadat sebagai tanda bahwa ia benar-benar masuk Islam.
Kala itulah bangsa Tartar benar-benar berubah dari yang tadinya berwajah bengis, kejam, dan melindas habis menjadi bangsa yang berakhlak mulia. Pada saat itulah seluruh penduduk kerajaannya menerima cahaya kemuliaan Islam.
Sungguh luarbiasa, dari yang tadinya meluluhlantakan Islam dengan kekuatan senjata, akhirnya menjadi luluh lantak hatinya hanya oleh perkataan. Ratusan ribu orang menentangnya dengan kekuatan senjata, tidak ada yang mampu mengalahkan, tapi hanya dengan beberapa patah kata yang menghunjam ke hati telah membuat negeri yang tidak pernah terkalahkan malah masuk dalam semburat cahaya Islam, bahkan menjadi benteng Islam yang begitu kokohnya saat itu.
Bekasnya pun nampak sampai sekarang, seperti di Rusia, Kaukasus, Asia Tengah dan sekitarnya ternyata adalah buah dari bangsa yang tadinya menghancurkan Islam secara fisik karena kekuatannya memang tidak tertahankan, namun akhirnya menjadi benteng Islam. Mengapa?
Ternyata karena ada satu kekuatan lain yang mampu mengalahkannya, yaitu kekuatan ruhiah. Syeikh Jamaludin adalah seorang ulama yang begitu tinggi cahaya ruhiahnya. Kata-katanya, sorot matanya, cara berjalannya, sikapnya, dan semua dalam dirinya ternyata memancarkan energi yang betul-betul membuat orang yang mendengar terbuka hatinya.
Satu patah kata atau dua patah kata dari orang yang sudah tercahayai hatinya, maka kata-kata itu bagai gelombang-gelombang yang bisa menyentuh, bagai magnet yang bisa menyedot, begitu hebat kekuatannya, sehingga daya ubahnya pun sungguh luar biasa dahsyatnya.
Inilah kisah bagaimana seorang mursyid yang bersih, jujur, dan tulus, walau tanpa kekuatan fisik yang berimbang, tapi karena kekuatan ruhiahnya begitu dahsyat, ternyata mampu membolak-balikan hati, mengislamkan yang belum Islam, meluruskan yang tersesat, dan menjadi jalan bertaubat bagi orang yang berlumur dosa. Allahuakbar. ***


PENYEBAB BOROS

TIDAK ADA PERENCANAAN
            Salah satu ciri zaman modern adalah segala sesuatu dibuat menjadi sangat mudah. Lihat saja televisi, kalau dulu selain ukurannya besar, memindahkan channel-nya pun butuh tenaga. Bandingkan dengan TV zaman sekarang yang sudah menggunakan remote control, yang hanya dengan sekali sentuh, channel sudah berpindah. Termasuk untuk menggerakkan TV-nya sekalipun. Juga AC, lampu, bahkan ada yang dengan suara pun sudah bisa menjadi sensor penggerak peralatan rumah tangga kita, luar biasa. Sungguh kemampuan akal manusia telah menjadikan kebutuhan hidup kita lebih mudah untuk dilakukan.
            Tapi, kemudahan ini pun ada dampak negatifnya. Tiada lain karena segala kemudahan yang didukung dengan pengetahuan yang memadai serta sikap mental yang bermutu, ternyata dapat menjadi biang munculnya pemborosan. Ada seorang suami yang tercengang melihat rekening tagihan bulanannya yang membengkak luar biasa sesudah ia dan istrinya masing-masing memiliki kartu kredit dan menggunakan handphone. Tiada lain, karena sedemikian mudahnya menggunakan dua alat yang memang diperuntukkan sebagai pemberi kemudahan ini. Biasa tinggal menggesek dan memijit saja sampai-sampai waktu untuk mengadakan perhitungan biaya yang dikeluarkan pun terlewati.
            Sangat berlainan halnya dengan orang yang menyimpan uangnya di tabungan, yang harus berproses dulu. Untuk mengambilnya, proses ini akan cukup menghambat keinginannya untuk mudah mengeluarkan uang. Harap dimaklumi, sesungguhnya tidak berarti kartu kredit dan handphone itu buruk, melainkan para pemiliknya harus memiliki mental dan keilmuan yang lebih tangguh agar apa yang dimilikinya tidak jadi bumerang, yang akan menjebak dan menyengsarakannya.
            Salah satu yang dapat kita lakukan untuk menghindari perilaku boros ini adalah dengan membuat perencanaan keuangan. Subhanallaah, sebuah rumah tangga yang terbiasa mengadakan perencanaan, selain lebih hemat juga dapat mengadakan antisipasi terhadap kekurangan cash flow keuangan keluarga. Bahkan anak-anak pun sudah dapat dilatih sedari kecil dengan cara uang jajannya diberikan mingguan atau bahkan bulanan, sehingga sang anak sudah biasa membuat perencanaan pengeluarannya, dalam hal ini akan sangat membantu dalam program penghematan.
            Ada sebuah contoh menarik. Ibu Fulanah, sebut saja begitu, hampir setiap minggu selalu bertengkar dengan suaminya. Sebabnya adalah anggaran belanja yang tidak pernah cukup. Padahal menurut perhitungan kasar sang suaminya, dianggap sudah memadai. Sesudah diselidiki dengan seksama, ternyata ibu Fulanah ini memang tidak punya perencanaan anggaran belanja berimbang, sehingga tidak ada prioritas dalam pengeluaran uang dan tentu saja akibatnya banyak hal penting tak terbiayai sedangkan hal sekunder yang tak begitu penting malah dibeli.
            Berlainan dengan ibu Siti, bukan nama sebenarnya, yang memiliki pengetahuan untuk mengadakan perencanaan pengeluaran dan pemasukan yang berimbang. Walaupun gaji suaminya pas-pasan dan bahkan cenderung kurang, tapi dengan perencanaan yang cermat dan terbuka kepada seluruh anggota keluarga sehingga setiap anggota keluarga memahami keadaan perekonomian keluarga yang sebenarnya. Akibatnya, selain dananya tepat guna, seluruh keluarga pun terbiasa juga berhemat. Selain itu, kekurangan dana juga bisa dideteksi lebih awal dan segera dicarikan solusinya bersama. Tentu saja hasil kerja sama setiap anggota keluarga ini membantu menyelesaikan masalah yang ada. Sungguh sangat belainan dengan ibu Fulanah dan suaminya tadi yang sibuk saling menyalahkan, padahal tentu saja tidak menyelesaikan masalah, justru malah menambah masalah.
            Kalau tak percaya, untuk hal yang sederhana saja yaitu jikalau kita pergi berbelanja ke pasar atau toko serba ada namun tidak punya perencanaan yang jelas, maka akibatnya bisa secara sembrono membeli hal yang tidak prioritas. Disamping itu kurangnya perencanaan menyebabkan pula peluang kegagalan semakin terbuka lebar, berarti pemborosan dalam segala bidang.
            Maka jikalau ingin menjadi orang yang hemat, selalu adakan perencanaan yang matang dalam segala hal. Semakin mendetail/rinci maka semakin besar pula peluang untuk sukses dalam penghematan ini. Termasuk untuk hal-hal yang sederhana atau yang biasa dianggap sepele. Biasakanlah sebelum belanja tulis dengan baik dan jelas barang yang harus dibeli dan anggaran yang harus disediakan, begitu pula dalam belanja bulanan, rumah tangga yang terbiasa mengadakan perencanaan, selain lebih hemat juga bisa mengadakan antisipasi terhadap kekurangan biaya belanja, bahkan anak-anak pun sudah bisa dilatih mulai dari kecil dengan cara uang jajannya bisa diberikan mingguan atau bahkan bulanan, sehingga sang anak sudah biasa membuat perencanaan pengeluarannya, dan hal ini akan sangat membantu dalam hal efisiensi.
            Hanya saja harus juga dianggarkan dengan jelas biaya sedekah sebagai investasi penting untuk penolak bala dan bencana, pengundang rezeki yang lebih berkah. Jangan sampai keinginan hemat menjadi kekikiran dalam kebaikan. Rasulullah dalam hal ini bersabda, "Orang yang kikir akan jauh dari Allah dan jauh dari manusia" (HR Thabrani).
            Allah SWT pun menjelaskan dalam firman-Nya, "Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan, jika kamu tidak menafkahkan sebagian harta yang kamu cintai. Dan apa saja yang kamu nafkahkan, maka sesungguhnya Allah Maha Mengetahui" (QS. Ali Imran [3] : 92). Dalam ayat lain, "Dan barangsiapa yang terpelihara dari kekikiran dirinya, maka mereka itulah orang-orang yang beruntung" (QS. Ath Taghabun [54] : 16).
            Nampaklah bahwa perencanan finansial yang berdampak pada perilaku hemat, ternyata bukan berarti harus kikir.***

KURANG PERAWATAN
            Aini sekali lagi harus pergi ke dokter gigi untuk memeriksakan giginya yang sering sakit. Padahal dokter gigi yang praktek di kampungnya cuma satu-satunya dan berjarak cukup jauh hingga untuk mendapatkan perawatan dokter tersebut ia harus meluangkan waktu lebih awal dan tetap antri berlama-lama bersama-sama dengan pasien lain. Aini sebetulnya tidak perlu repot-repot pergi ke dokter gigi seandainya ia rajin merawat kesehatan giginya. Perawatan yang ringan dengan kebiasaan menjaga kebersihan tentu lebih menguntungkannya. Ia tidak perlu membuat jadwal khusus untuk pergi ke dokter gigi yang selain menyita waktu dan tenaga, juga menguras keuangannya untuk sekedar ongkos naik angkot dan membeli obat.
            Silahkan bayangkan sendiri apa yang terjadi andaikata kita tidak merawat gigi kita selama sebulan saja, jangan digosok, biarkan saja! Resiko apa kira-kira yang akan kita pikul (keuntungan yang diperoleh adalah hemat odol, hemat waktu, dan hemat tenaga).
            (Maaf) Gigi menjadi kuning menebal membuat mual siapapun yang melihatnya, aromanya benar-benar memusingkan siapapun yang menghirupnya tentu saja termasuk yang bersangkutan, penyakit mulut serba kumat bisa jadi sariawan, infeksi mulut, termasuk sakit gigi (seperti yang kita maklumi sakit gigi adalah sakit yang paling dramatis, selain sakitnya hampir tak tertahankan, jarang ada yang menengok apalagi mengirim makanan bahkan terkadang jadi bahan tertawaan), hubungan dengan sesama akan kacau berantakan, begitupun hubungan bisnis/kerja, sekali lagi silahkan kalkulasikan sendiri kerugian dari segala sisi terhadap akibat dari kurangnya perawatan.
            Hal ini berlaku terhadap apapun yang harus dirawat, barang-barang rumah tangga, elektronik, kendaraan, apapun termasuk tubuh kita sendiri, kita akan menanggung resiko pengeluaran yang jauh lebih besar dibanding biaya perawatan berkala yang dilakukan.
            Pernah kami melihat sebuah mobil Mercy tahun 48, yang masih sangat mulus, karena pemiliknya begitu disiplin merawatnya dengan seksama, baik kondisi bodinya maupun mesinnya, bahkan sampai komponen detail interiornya sekalipun, karena dengan teratur dibersihkan secara apik dan benar, begitu pun penggantian komponen atau pelumas sesuai dengan aturan ausnya, dianggarkan secara khusus, dan hasilnya selain mobil itu awet dan masih sangat nyaman dipakai juga punya nilai jual yang jauh lebih tinggi.
            Mahasuci Allah SWT yang menjanjikan "La insyakartum la adzii dannakum wa la in kafartum inna adzaabi la syadiid" (QS. Ibraahim [14] : 7) yang artinya "Barangsiapa yang bersyukur atas nikmat yang ada niscaya Kutambah nikmat-Ku padamu, dan barangsiapa yang tiada tahu bersyukur niscaya adzab Allah sangat pedih."
            Memelihara nikmat yang Allah titipkan/karuniakan kepada kita sesungguhnya termasuk amal shaleh yang utama dan dikategorikan ahli syukur yang pasti mendapat balasan nikmat lain yang lebih baik, dan sebaliknya orang yang tak mau merawat nikmat ini termasuk orang yang kufur nikmat yang akan memikul derita kerugian lahir batin, naudzubillaah.
Sebetulnya anggaran untuk merawat, tidak boleh disebut biaya perawatan, melainkan investasi/modal, seperti halnya membeli sikat gigi dan pastanya bukan biaya melainkan modal untuk menikmati gigi yang sehat, bisa makan dengan nikmat dan lain sebagainya.
            Oleh karena itu, marilah kita songsong nikmat yang melimpah yang Allah janjikan dengan mensyukuri nikmat yang ada yaitu diantaranya dengan merawat, memelihara dengan baik, teratur dan benar.

DIPERBUDAK NAFSU
            Sesungguhnya pemboros sejati adalah orang-orang yang memang pecinta duniawi ini, yang mengutamakan topeng ingin dipuji dan dihormati orang lain, yang bersikukuh menjaga gengsi, yang ingin serba enak dengan kemewahan, yang larut sebagai korban mode atau korban jaman, yang pada ujungnya penyebabnya adalah kurang iman akibat kurang pengetahuan tentang hakekat hidup mulia yang sebenarnya.
            Memang menyedihkan kehidupan yang selalu diukur dengan ukuran materi dengan badai informasi lewat media cetak maupun elektronik lewat film, sinetron, lagu, iklan, dan lain-lain, mempertontonkan kehidupan mewah, glamour, membuat banyak orang yang hidup tidak realistis seakan jauh lebih besar pasak daripada tiang, dan semua ini juga menjadi biang keresahan dan kesengsaraan batin juga menjadi biang terjadinya tindakan ketidakjujuran/kejahatan, karena untuk mendapatkan obsesinya tersebut akan menghalalkan segala cara.
            Tukang jaga gengsi, kasihan benar orang yang sangat menjaga gengsi takut tertinggal oleh orang lain, dia akan pontang-panting untuk memiliki sesuatu agar gengsinya dianggap tetap terjaga, walaupun harus pinjam sana-pinjam sini tentu saja barang yang dimilikinya tak akan membahagiakannya karena taruhan untuk memilikinya sesungguhnya diluar kemampuannya.
            Korban mode ini pun selain pemboros juga menderita, karena selalu ingin tampil up to date bermode sesuai dengan jaman, tentu akan repot karena mode terus menerus berubah pasti akan sangat menguras tenaga, waktu, dan biaya, dan yang paling meyedihkan paling sering seseorang merasa keren sesuai dengan mode padahal yang melihatnya menjadi sangat geli bahkan mengasihani, karena selain seringkali mode itu tak sesuai/tak pantas, orang lain juga sudah tahu modal yang sebenarnya.
            Si Sombong, kalau si Sombong tak pernah tahan melihat orang lain melebihi keadaannya, sehingga yang terus ada dalam benak pikirannya adalah bagaimana selalu kelihatan lebih dari orang lain dalam hal apapun, makanya dia begitu menderita melihat kesuksesan, kekayaan, dan kemajuan orang lain, maka akan berjuang mati-matian dengan cara apapun agar selalu tampak lebih bagus, lebih moderen, lebih kaya, lebih elit, dia sudah tak perhitungkan lagi biaya yang keluar dan dari mana asalnya yang penting lebih dari orang lain.
            Si Riya, alias tukang pamer, kalau si Riya ini persis mirip etalase sibuk ingin memiliki sesuatu yang diharapkan membuat dirinya diketahui kekayaanya, statusnya, dan lain sebagainya, tentu saja ia akan berusaha pamer pakai barang luar negeri, ekslusif, lain dari yang lain, yaa sebetulnya mirip satu sama lain, fokus dari pikirannya adalah bagaimana supaya dinilai hebat oleh orang lain setidaknya tidak diremehkan.
            Dalam beberapa hal menjaga kemuliaan diri ini adalah kebaikan, tapi kalau sampai menyiksa diri, melampaui batas kemmpuan apalagi sampai melanggar hak-hak orang lain termasuk yang diharapkan, maka jelaslah kerugian dunia akhiratnya.

CEROBOH ATAU KURANG PERHITUNGAN (LALAI)
            Kawan karibnya tergesa-gesa adalah ceroboh, tidak hati-hati, atau tidak berperhitungan cermat. Boleh jadi dia sudah punya perencanaan matang lalu menahan diri dari tergesa-gesa tapi belum juga luput dari kerugian kalau dia masih bertindak ceroboh. Skala kerugian akibat ceroboh ini sangat macam-macam mulai dari yang sederhana sampai bencana masal lahir batin melibatkan orang banyak.
            Kisah kawan yang baru pulang dari Timur Tengah, dengan penuh keceriaan dan bangga memperlihatkan oleh-oleh yang katanya barang elektronik langka dan tidak ada di Indonesia. Sudah sangat terbayang dibenaknya selama perjalanan untuk mempergunakan alat canggih dan mahal ini, maka sesampainya di rumah sebelum melakukan apapun segera saja dibuka bungkusnya untuk dioperasikan secepatnya. Dengan diiringi uraian panjang lebar tentang keutamaan alat ini maka segeralah kabel listriknya dipasang. Tunggu punya tunggu kenapa tidak jalan seperti semestinya, bahkan beberapa saat kemudian tercium bau khusus, ya bau khusus kabel terbakar dan benar saja asap pun segera menghiasi alat baru tersebut. Walhasil selain kaget, sedih, kecewa. Tentu saja sangat rugi uang, waktu, dan tenaga mengangkut dari jauh ribuan kilo meter, hanya dalam bilangan detik saja menjadi sampah tak berguna karena kecerobohan lupa merubah voltase listriknya.
            Ada kisah yang lebih dramatis lagi, semoga tidak ada orang yang mengulangi kecerobohan ini, yaitu ketika seorang ayah yang tentu sangat sayang kepada keluarganya, harus mengantar istri dan anaknya berobat ke dokter, mampir di sebuah apotik untuk membeli obat. Ketika keluar dari mobil, segera saja lari masuk ke dalam apotik, tiba-tiba terdengar jeritan dan suara benturan yang keras lalu suara benda besar terjun ke sungai, apakah yang terjadi? Ternyata sang suami ini begitu ceroboh memarkir mobilnya di pinggir jalan yang menurun dan tidak memasang rem tangan ataupun memasukkan gigi persenelingnya, sehingga sepeninggalnya mobil ini meluncur dengan sendirinya tak terkendali lalu membentur dinding jembatan dan akhirnya jatuh ke sungai, sungguh tragis. Ternyata hidup dengan mengandalkan kasih sayang saja tidak cukup, melainkan juga harus dengan kehati-hatian. Jauh dari kecerobohan.
            Belum lagi kisah seorang ibu yang mengantuk ketika memberi obat kepada anaknya, yang ternyata harus rela kehilangan buah hatinya, karena ceroboh salah memberikan obat.
            Begitu banyak kisah kecerobohan dari sisi kehidupan manapun yang ujungnya adalah bencana yang sangat merugikan dan memilukan. Oleh karena itu, sebagai langkah awal kita harus selalu berupaya memahami segala sesuatu dengan baik. Luangkanlah waktu untuk mempelajari prosedur dan aturan-aturan penggunaan, cara pakai yang benar, dosis atau takaran yang pasti, bacalah buku/lembaran panduannya terlebih dahulu, dan pahami dengan seksama berikut segala larangan dan resikonya.
            Lalu tahap selanjutnya berusahalah untuk disiplin dan tertib melaksanakan sesuai aturan. Ikutilah tahapan-tahapan dan batasan-batasan yang dianjurkan/diharuskan dengan seksama, dan bersabarlah untuk mengikutinya, jangan sok tahu dan menganggap enteng.
            Selalu melakukan sesuatu dengan kesungguhan, kehati-hatian dan konsentrasi yang baik agar tak terjadi kecerobohan yang merugikan.

MALAS
            Berbicara tentang kemalasan, maka bukan berbicara tentang kurang pengetahuan. Dia tahu tapi tetap tidak melakukan hal yang semestinya dilakukan, ya karena enggan atau malas itulah, dan kerugian yang timbul pun bukan main-main bisa jadi sampai hilang nyawa. Para pengangguran yang malas mencari nafkah, atau malas bekerja keras, benar-benar makhluk beban biang pemborosan karena walaupun menganggur dia tetap harus menguras dana untuk makan, minum, tempat berteduh, mandi, listrik, air ledeng, dan lain sebagainya..
            Padahal kalau dia mau saja keluar dari rumahnya dengan niat dan tekad untuk bekerja keras mencari nafkah niscaya akan seperti burung yang keluar dari sangkarnya dan kembali membawa cacing untuk makan keluarganya, jadi bukan karena tidak ada jatah rizkinya melainkan malas menjemput jatahnya.
            Ada seorang pemuda, malah mahasiswa, mempunyai motor yang bagus tapi dia malas sekali untuk memarkir kendaraannya di tempat semestinya, merasa lebih mudah menyimpan di depan pintu kostnya dan dia pun malas untuk repot-repot menggunakan rantai pengaman. Di ujung kisah ini sudah bisa ditebak, kemalasan seperti ini adalah memberi kemudahan bagi para maling untuk melakukan aksinya. Malas mengeluarkan waktu dan tenaga yang tak seberapa dan hasilnya lenyaplah berjuta-juta hasil tabungan orang tuanya plus masih harus nyicil sisanya.
            Kisah lainnya tentang safety belt atau sabuk pengaman. Karena merasa sudah terbiasa tak menggunakan dan juga malas memakainya, maka Pak Fulan sang boss sebagai pemilik mobil mewah harus memiklul derita yang menyedihkan, yaitu tatkala ada mobil orang lain yang hilang kendali sehingga menabrak mobilnya tanpa bisa dihindarkan. Akibatnya, selain harus berbaring di rumah sakit berbulan-bulan karena geger otak dan patah tulang tangan serta kakinya yang tentu mengeluarkan biaya mahal, juga tak dapat bekerja dengan baik yang menghilangkan kesempatan bisnisnya, serta silahkan hitung jenis kerugian lainnya. Hal yang berbeda tidak dialami sang supir yang walaupun pendidikannya hanya Sekolah Dasar tapi selalu berusaha tertib, disiplin, dan tidak mengenal malas untuk menyempurnakan kewajibannya. Sang supir selamat karena menggunakan sabuk pengaman dengan baik dan juga tidak pernah malas untuk berdo’a meminta perlindungan kepada Allah yang menguasai segala kejadian. Tak pernah malas untuk berdzikir sepanjang jalan, juga tak pernah malas untuk bersedekah, bukankah sedekah adalah penolak bala.
            Silahkan renungkan sendiri perkara kemalasan lainnya. Misalnya malas mandi, maka bersiaplah untuk berpanu ria. Malas mengerjakan tugas dan belajar maka bersiaplah untuk tidak naik kelas/tingkat. Malas ngantor maka bersiaplah untuk dirumahkan, malas beribadah maka bersiaplah untuk mendapatkan penderitaan dunia akhirat (naudzubillaah), bukankah tugas kita ini untuk beribadah?! Percayalah tidak ada jalan kesuksesan bagi pemalas yang malang. Maka, marilah kita lawan dengan segenap tenaga, dobrak, bagai buldozer menggempur penghalang. Yakinlah bahwa kita sangat sanggup melawan kemalasan yang merugikan dan menghinakan itu dengan mudah asalkan mau memulainya dengan DO IT NOW. Lakukan sekarang juga apa yang harus kau lakukan. Selamat menikmati hasilnya.

KURANG KENDALI
            Ada sebuah rumus sederhana untuk sebuah kebangkrutan, pada umumnya jatuhnya sebuah usaha itu tidak langsung sekaligus melainkan pelan menjalar dan akhirnya menjadi parah tak tertahankan, dan penyebab semua ini adalah lemahnya system pengontrolan dari usaha tersebut.
            Ya bagi siapapun yang mau pergi menggunakan kendaraan dan tidak melakukan pengontrolan terhadap jumlah bahan bakar yang ada maka bersiaplah stress sepanjang jalan dan siap pula untuk berkuah peluh mendorongnya, apalagi perjalanan keluar kota dan tidak punya sistem pengontrolan terhadap air radiator, oli, ban cadangan dan peralatannya, kotak P3K, atau hal lainnya maka bersiaplah untuk memikul biaya besar akibat kelalaian pengontrolan ini.
            Orang tua yang tidak punya sistem kontrol yang baik terhadap perilaku dan pergaulan anak-anaknya, tampaknya terlalu banyak contoh di sekitar kita tentang aib dan bencana yang harus dipikul kedua orang tuanya.
            Begitu pun organisasi yang lemah sistem kontrolnya baik ke atas maupun ke bawah niscaya organisasi ini akan menjadi organisasi babrok, tak bermutu, tak akan berprestasi dengan benar dan baik, dan suatu saat pasti ambruk karena memang demikianlah sunnatullah-nya. Termasuk sakitnya bangsa ini jelas sekali menjadi pelajaran bagi kita semua, korupsi dimana-mana merajalela disegala lapisan, sungguh menyedihkan memang bangsa kita punya moral yang sangat buruk begini, pelajaran yang dapat diambil memang sistem pengontrolan dari rakyat ke penguasa hampir tiada, aparat yang harus juga ternyata tak jujur maka ya jadilah semrawut begini.
            Oleh karena itu marilah kita mulai dari diri kita, keluarga kita untuk berbudaya membangun system pengontrolan yang baik, benar dan tepat, awali pengetahuan tentang resiko yang harus dipikul yang dapat dicegah dengan cek dan ricek yang baik, lalu biasakan membuat check list, atau daftar pengecekan yang jelas dan detail, dan mulailah membiasakan untuk tidak melakukan apapun sebelum mengadakan check dan ricek tadi, Insya Allah semoga Dia mencegah segala kemudharatan dengan sikap kita yang penuh kehati-hatian ini, sehingga kita lebih dapat menikmati hidup ini dengan lebih baik.
SEGALANYA MUDAH
            Salah satu ciri dari zaman modern ini adalah segala sesuatunya dibuat menjadi sangat mudah, lihat saja TV, kalau dulu selain ukurannya besar memindahkan chanelnya juga butuh tenaga, bandingkan dengan TV saat ini, sudah menggunakan remote yang hanya disentuh saja termasuk menggerakkan TV-nya sekalipun, juga AC, lampu, bahkan suara kita pun sudah bisa jadi sensor penggerak peralatan, luar biasa.
            Tapi ada dampak negatifnya segala kemudahan yang tak didukung dengan pengetahuan yang memadai serta sikap mental yang bermutu, karena ternyata biang pemborosan pun bisa lahir dari kemudahan ini.
            Ada seorang suami yang tercengang melihat rekening tagihan bulanannya yang membengkak luar biasa sesudah beliau dan istrinya masing-masing memiliki kartu kredit dan menggunakan handphone, karena demikian mudahnya menggunakannya tinggal menggesek dan memijit saja sampai-sampai waktu untuk mengadakan perhitungan pun terlewati, tentu sangat berlainan halnya dengan orang yang menyimpan uang di tabungan yang harus berproses untuk mengambilnya, proses ini akan cukup menghambat keinginannya untuk mudah mengeluarkan uang, harap dimaklumi sesungguhnya tidak berarti kartu kredit dan handphone itu buruk melainkan para pemiliknya harus memiliki mental dan keilmuan yang lebih tangguh agar apa yang dimilikinya tidak jadi bumerang, yang akan menjebak dan menyengsarakannya.
            Sistem belanja dengan mencicil juga harus dicermati dengan seksama, kemudahan yang diberikan dengan kiriman langsung ke rumah dan dicicil bulanan, tentu saja ada mamfaatnya tapi tidak jarang menjadi ajang pemborosan karena digunakan untuk memiliki sesuatu yang sebetulnya tidak/belum begitu diperlukan, sedangkan cicilan-cicilan yang beraneka ragam akan sangat terasa ketika sudah mulai mencicilnya dan lebih terasa lagi jikalau cicilannya jangka panjang sedang sang barang tak begitu tinggi nilai mamfaatnya atau bahkan sudah rusak.
            Termasuk berbelanja di superstore, yang sangat serba ada, daya rangsang untuk membeli akan timbul dengan kemudahan melihat barang-barang tersebut, yang sebetulnya jikalau mau jujur tanpa barang tersebut pun tak akan berpengaruh bagi keadaan rumah tangga, sungguh harus sangat berhati-hati selain harus direncanakan dengan baik apa yang akan dibeli juga harus dibatasi membawa uangnya agar tak kebobolan, berbelanja hanya karena tergiur dengan kemudahan melihat dan mendapatkannya.




Paksakan Diri Untuk Berbuat Taat
KH. Abdullah Gymnastiar

Mahasuci Allah, Dzat yang memiliki segalanya. Mahacermat, Mahasempurna sehingga sama sekali tiada membutuhkan apapun bagi Allah SWT dan hamba-hamba-Nya. Tidak ada kepentingan dan manfaat yang bisa kita berikan, karena Allah secara total dan Mahasempurna telah mencukupi dirinya sendiri. Ribuan malaikat yang gemuruh bertasbih, bertahmid, dan bertakbir tiap detik, tiap waktu, tiap kesempatan memuji Allah, itupun hanya menunjukkan keagungan dan kebesaran-Nya.
Diciptakan-Nya makhluk jin dan manusia, lalu diperintahkan untuk taat, bukan karena Allah membutuhkan ketaatan makhluk-Nya. Sungguh, semua perintah dari Allah adalah karunia agar kita menjadi terhormat, mulia, dan bisa kembali ke tempat asal mula kita yaitu SURGA. Jadi kalau kita masuk neraka, naudzubillah, sama sekali bukan karena kurangnya karunia ALLAH, tapi karena saking gigihnya kita ingin menjadi ahli neraka, yaitu dengan banyaknya maksiat yang kita lakukan.
ALLAH SWT Mahatahu, bahwa kita memiliki kecenderungan lebih ringan kepada hawa nafsu dan lebih berat kepada taat. Oleh karena itu, jika kita mendapat perintah dari ALLAH, dalam bentuk apapun, si nafsu ada kecenderungan 'berat' melakukannya, bahkan tak segan-segan untuk menolaknya. Misal; sholat, kecenderungannya ingin dilambatkan. Shaf saja, orang yang berebutan shaf pertama itu tidak banyak, amati saja bahwa shaf belakang cenderung lebih banyak diminati. Perintah sholat banyak yang melakukan, tapi belum tentu semuanya tepat waktu, yang tepat waktu juga belum tentu bersungguh-sungguh khusu'. Bahkan ada kalanya - mungkin kita yang justru menikmati shalat dengan pikiran yang melantur, melayang-layang tak karuan, sehingga tak jarang banyak program atau urusan duniawi lainnya yang kita selesaikan dalam shalat. Dan yang lebih parah lagi, kita tidak merasa bersalah.
Saat menafkahkan rizki untuk sedekah, maka si nafsu akan membuat seakan-akan sedekah itu akan mengurangi rizki kita, bahkan pada lintasan berikutnya sedekah ini akan dianggap membuat kita tidak punya apa-apa. Padahal, sungguh sedekah tiak akan mengurangi rizki, bahkan akan menambah rizki kita. Namun, karena nafsu tidak suka kepada sedekah, maka jajan justru lebih disukai.
Sungguh, kita telah diperdaya dengan rasa malas ini. Bahkan saat malas beribadah, otak kita pun dengan kreatif akan segera berputar untuk mencari dalih ataupun alasan yang dipandang "logis dan rasional". Sehingga apa-apa yang tidak kita lakukan karena malas, seolah-olah mendapat legitimasi karena alasan kita yang logis dan rasional itu, bukan semata-mata karena malas. Ah, betapa hawa nafsu begitu pintar mengelabui kita. Lalu, bagaimana, cara kita mengatasi semua kecenderungan negatif diri kita ini ?
Cara paling baik yang harus kita lakukan adalah kegigihan kita melawan kemalasan diri ini, karena kecenderungan malas kalau mau diikuti terus-menerus tidak akan ada ujungnya, bahkan akan terus membelit kita menjadi seorang pemalas kelas berat, naudzubillah. Berangkat ke Mesjid, maunya dilambat-lambat, maka lawan ! Berangkat saja. Ketika terlintas, nanti saja wudlunya di Mesjid. Lawan ! Di Mesjid banyak orang, segera lakukan wudlu di rumah saja! Itu sunah. Sungguh orang yang wudhu di rumah lalu bergegas melangkahkan kakinya ke Mesjid untuk sholat, maka setiap langkahnya adalah penggugur dosa dan pengangkat derajat.
Sampai di Mesjid paling nikmat duduk di tempat yang memudahkan dia keluar dari Mesjid, bahkan kadangkala tak sungkan untuk menghalangi orang lewat. Lebih-lebih lagi bila memakai sendal bagus, ia akan berusaha sedekat mungkin dengan sendalnya, dengan alasan takut dicuri orang. Begitulah nafsu, sungguh bagi orang yang ingin kebaikan, dia akan berusaha agar duduknya tidak menjadi penghalang bagi orang lain. Maka akan dicarinyalah shaf yang paling depan, shaf yang paling utama.
Sesudah sholat, ketika mau dzikir, kadang terlintas urusan pekerjaan yang harus diselesaikan, maka bagi yang tekadnya kurang kuat ia akan segera ngeloyor pergi, padahal zikir tidak lebih dari sepuluh menit, ngobrol saja lima belas menit masih dianggap ringan. Atau ada juga yang sampai pada tahap zikir, diucapnya berulang-ulang, subhaanallah subhaanallah, tapi pikiran melayang kemana saja. Anehnya lagi kalau memikirkan "Dia Si Jantung Hati", konsentrasinya sungguh luar biasa. Kenapa misalnya, mengucap subhaanallah 33x yang sadar mengucapkannya, cuma satu kali? Atau ingatlah saat kita akan berdoa, kadang kita malas, ada saja alasan untuk tidak berdoa, walaupun dilakukan, akan dengan seringkas mungkin. Padahal demi ALLAH dzikir-dzikir yang kita ucapkan akan kembali pada diri kita juga.
Oleh karena itu, bila muncul rasa malas untuk beribadah, itu berarti hawa nafsu berupa malas sedang merasuk menguasai hati. Segeralah lawan dengan mengerahkan segenap kemampuan yang ada, dengan cara segera melakukan ibadah yang dimalaskan tersebut. Sekali lagi, bangun dan lawan ! Insya Allah itu akan lebih dekat kepada ketaatan. Janganlah karena kemalasan beribadah yang kita lakukan, menjadikan kita tergolong orang-orang munafik, naudzubillah.
Firman-Nya, " Sesungguhnya orang-orang munafik itu hendak menipu ALLAH dan ALLAH akan membalas tipuan mereka. Dan apabila mereka berdiri untuk shalat mereka berdiri dengan malas. Mereka bermaksud riya (dengan shalat) dihadapan manusia. Dan tidaklah mereka menyebut ALLAH, kecuali sedikit saja". (Q.S. AN Nisa 4: 142).
Ingatlah bahwa kalau kita tergoda oleh bisikan hawa nafsu berupa kemalasan dalam beribadah, maka kita ini sebenarnya sedang menyusahkan diri sendiri, karena semua perintah itu adalah karunia ALLAH buat kemaslahatan diri kita juga. Coba, ALLAH menyuruh kita berdzikir, siapa yang mendapat pahala ? Kita. ALLAH menyuruh berdoa,lalu doa diijabah, buat Siapa ? Buat kita. ALLAH sedikitpun tidak ada kepentingan manfaat atau mudharat terhadap apa-apa yang kita lakukan. Tepatlah ungkapan Imam Ibnu Atho'illah dalam kitabnya, Al Hikam, "Allah mewajibkan kepadamu berbuat taat, padahal yang sebenarnya hanya mewajibkan kepadamu untuk masuk ke dalam SURGA-NYA (dan tidak mewajibkan apa-apa kepadamu hanya semata-mata supaya masuk kedalam surga-Nya)".
Maka Abul Hasan Ashadily menasehatkan kepada kita, "Hendaklah engkau mempunyai satu wirid, yang tidak engkau lupakan selamanya, yaitu mengalahkan hawa nafsu dengan lebih mencintai ALLAH SWT".
Maka kalau kita sengsara, kita susah, kita menderita, itu bukan karena siapa-siapa, itu semua kita yang berbuat. Padahal sungguh, setiap desah nafas yang kita hembuskan adalah amanah dari ALLAH SWT, dan sebagai titipan wadah yang harus kita isi dengan amal-amal kebaikan. Sedangkan hak ketuhanan tetap berlaku pada tiap detik yang dilalui oleh seorang hamba. Abul Hasan lebih lanjut mengatakan, "Pada tiap waktu ada bagian yang mewajibkan kepadamu terhadap ALLAH SWT (yaitu beribadah)".
Jadi sungguh sangat aneh jika kita bercita-cita ingin bahagia, ingindimudahkan urusan, ingin dimulyakan, tapi justru amal-amal yang kita lakukan ternyata menyiapkan diri kita untuk hidup susah.
Seperti orang yang bercita-cita ingin masuk surga tapi amalan-amalan yang dipilih amalan-amalan maksiat. Maka, sahabat-sahabat sekalian sederhanakanlah hidup kita, paksakan diri ini untuk taat kepada perintah ALLAH, kalau belum bisa ikhlas dan ringan dalam beribadah.
Mudah-mudahan ALLAH yang melihat kegigihan diri kita memaksa diri ini, nanti dibuat jadi tidak terpaksa karena Dia-lah yang Maha Menguasai diri ini.


Nikmati Proses
K.H. Abdullah Gymnastiar


Sebenarnya yang harus kita nikmati dalam hidup ini adalah proses. Mengapa? Karena yang bernilai dalam hidup ini ternyata adalah proses dan bukan hasil. Kalau hasil itu ALLOH yang menetapkan, tapi bagi kita punya kewajiban untuk menikmati dua perkara yang dalam aktivitas sehari-hari harus kita jaga, yaitu selalu menjaga setiap niat dari apapun yang kita lakukan dan selalu berusaha menyempurnakan ikhtiar yang dilakukan, selebihnya terserah ALLOH SWT.
Seperti para mujahidin yang berjuang membela bangsa dan agamanya, sebetulnya bukan kemenangan yang terpenting bagi mereka, karena menang-kalah itu akan selalu dipergilirkan kepada siapapun. Tapi yang paling penting baginya adalah bagaimana selama berjuang itu niatnya benar karena ALLOH dan selama berjuang itu akhlaknya juga tetap terjaga. Tidak akan rugi orang yang mampu seperti ini, sebab ketika dapat mengalahkan lawan berarti dapat pahala, kalaupun terbunuh berarti bisa jadi syuhada.
Ketika jualan dalam rangka mencari nafkah untuk keluarga, maka masalah yang terpenting bagi kita bukanlah uang dari jualan itu, karena uang itu ada jalurnya, ada rizkinya dari ALLOH dan semua pasti mendapatkannya. Karena kalau kita mengukur kesuksesan itu dari untung yang didapat, maka akan gampang sekali bagi ALLOH untuk memusnahkan untung yang didapat hanya dalam waktu sekejap. Dibuat musibah menimpanya, dikenai bencana, hingga akhirnya semua untung yang dicari berpuluh-puluh tahun bisa sirna seketika.
Walhasil yang terpenting dari bisnis dan ikhtiar yang dilakukan adalah prosesnya. Misal, bagaimana selama berjualan itu kita selalu menjaga niat agar tidak pernah ada satu miligram pun hak orang lain yang terambil oleh kita, bagaimana ketika berjualan itu kita tampil penuh keramahan dan penuh kemuliaan akhlak, bagaimana ketika sedang bisnis benar-benar dijaga kejujuran kita, tepat waktu, janji-janji kita penuhi.
Dan keuntungan bagi kita ketika sedang berproses mencari nafkah adalah dengan sangat menjaga nilai-nilai perilaku kita. Perkara uang sebenarya tidak usah terlalu dipikirkan, karena ALLOH Mahatahu kebutuhan kita lebih tahu dari kita sendiri. Kita sama sekali tidak akan terangkat oleh keuntungan yang kita dapatkan, tapi kita akan terangkat oleh proses mulia yang kita jalani.
Ini perlu dicamkan baik-baik bagi siap pun yang sedang bisnis bahwa yang termahal dari kita adalah nilai-nilai yang selalu kita jaga dalam proses. Termasuk ketika kuliah bagi para pelajar, kalau kuliah hanya menikmati hasil ataupun hanya ingin gelar, bagaimana kalau meninggal sebelum diwisuda? Apalagi kita tidak tahu kapan akan meninggal. Karenanya yang paling penting dari perkuliahan, tanya dulu pada diri, mau apa dengan kuliah ini? Kalau hanya untuk mencari isi perut, kata Imam Ali, "Orang yang pikirannya hanya pada isi perut, maka derajat dia tidak akan jauh beda dengan yang keluar dari perutnya". Kalau hanya ingin cari uang, hanya tok uang, maka asal tahu saja penjahat juga pikirannya hanya uang.
Bagi kita kuliah adalah suatu ikhtiar agar nilai kemanfaatan hidup kita meningkat. Kita menuntut ilmu supaya tambah luas ilmu hingga akhirnya hidup kita bisa lebih meningkat manfaatnya. Kita tingkatkan kemampuan salah satu tujuannya adalah agar dapat meningkatkan kemampuan orang lain. Kita cari nafkah sebanyak mungkin supaya bisa mensejahterakan orang lain.
Dalam mencari rizki ada dua perkara yang perlu selalu kita jaga, ketika sedang mencari kita sangat jaga nilai-nilainya, dan ketika dapat kita distribusikan sekuat-kuatnya. Inilah yang sangat penting. Dalam perkuliahan, niat kita mau apa nih? Kalau mau sekolah, mau kuliah, mau kursus, selalu tanyakan mau apa nih? Karena belum tentu kita masih hidup ketika diwisuda, karena belum tentu kita masih hidup ketika kursus selesai.
Ah, Sahabat. Kalau kita selama kuliah, selama sekolah, selama kursus kita jaga sekuat-kuatnya mutu kehormatan, nilai kejujuran, etika, dan tidak mau nyontek lalu kita meninggal sebelum diwisuda? Tidak ada masalah, karena apa yang kita lakukan sudah jadi amal kebaikan. Karenanya jangan terlalu terpukau dengan hasil.
Saat melamar seseorang, kita harus siap menerima kenyataan bahwa yang dilamar itu belum tentu jodoh kita. Persoalan kita sudah datang ke calon mertua, sudah bicara baik-baik, sudah menentukan tanggal, tiba-tiba menjelang pernikahan ternyata ia mengundurkan diri atau akan menikah dengan yang lain. Sakit hati sih wajar dan manusiawi, tapi ingat bahwa kita tidak pernah rugi kalau niatnya sudah baik, caranya sudah benar, kalaupun tidak jadi nikah dengan dia. Siapa tahu ALLOH telah menyiapkan kandidat lain yang lebih cocok.
Atau sudah daftar mau pergi haji, sudah dipotret, sudah manasik, dan sudah siap untuk berangkat, tiba-tiba kita menderita sakit sehingga batal untuk berangkat. Apakah ini suatu kerugian? Belum tentu! Siapa tahu ini merupakan nikmat dan pertolongan dari ALLOH, karena kalau berangkat haji belum tentu mabrur, mungkin ALLOH tahu kapasitas keimanan dan kapasitas keilmuan kita.
Oleh sebab itu, sekali lagi jangan terpukau oleh hasil, karena hasil yang bagus menurut kita belum tentu bagus menurut perhitungan ALLOH. Kalau misalnya kualifikasi mental kita hanya uang 50 juta yang mampu kita kelola. Suatu saat ALLOH memberikan untung satu milyar, nah untung ini justru bisa jadi musibah buat kita. Karena setiap datangnya rizki akan efektif kalau iman kitanya bagus dan kalau ilmu kitanya bagus. Kalau tidak, datangnya uang, datangnya gelar, datangnya pangkat, datangnya kedudukan, yang tidak dibarengi kualitas pribadi kita yang bermutu sama dengan datangnya musibah. Ada orang yang hina gara-gara dia punya kedudukan, karena kedudukannya tidak dibarengi dengan kemampuan mental yang bagus, jadi petantang-petenteng, jadi sombong, jadi sok tahu, maka dia jadi nista dan hina karena kedudukannya.
Ada orang yang terjerumus, bergelimang maksiat gara-gara dapat untung. Hal ini karena ketika belum dapat untung akan susah ke tempat maksiat karena uangnya juga tidak ada, tapi ketika punya untung sehingga uang melimpah-ruah tiba-tiba dia begitu mudahnya mengakses tempat-tempat maksiat.
Nah, Sahabat. Selalulah kita nikmati proses. Seperti saat seorang ibu membuat kue lebaran, ternyata kue lebaran yang hasilnya begitu enak itu telah melewati proses yang begitu panjang dan lama. Mulai dari mencari bahan-bahannya, memilah-milahnya, menyediakan peralatan yang pas, hingga memadukannya dengan takaran yang tepat, dan sampai menungguinya di open. Dan lihatlah ketika sudah jadi kue, baru dihidangkan beberapa menit saja, sudah habis. Apalagi biasanya tidak dimakan sendirian oleh yang membuatnya. Bayangkan kalau orang membuat kue tadi tidak menikmati proses membuatnya, dia akan rugi karena dapat capeknya saja, karena hasil proses membuat kuenya pun habis dengan seketika oleh orang lain. Artinya, ternyata yang kita nikmati itu bukan sekedar hasil, tapi proses.
Begitu pula ketika ibu-ibu punya anak, lihatlah prosesnya. Hamilnya sembilan bulan, sungguh begitu berat, tidur susah, berbaring sulit, berdiri berat, jalan juga limbung, masya ALLOH. Kemudian saat melahirkannya pun berat dan sakitnya juga setengah mati. Padahal setelah si anak lahir belum tentu balas budi. Sudah perjuangan sekuat tenaga melahirkan, sewaktu kecil ngencingin, ngeberakin, sekolah ditungguin, cengengnya luar biasa, di SD tidak mau belajar (bahkan yang belajar, yang mengerjakan PR justru malah ibunya) dan si anak malah jajan saja, saat masuk SMP mulai kumincir, masuk SMU mulai coba-coba jatuh cinta. Bayangkanlah kalau semua proses mendidik dan mengurus anak itu tidak pakai keikhlasan, maka akan sangat tidak sebanding antara balas budi anak dengan pengorbanan ibu bapaknya. Bayangkan pula kalau menunggu anaknya berhasil, sedangkan prosesnya sudah capek setengah mati seperti itu, tiba-tiba anak meninggal, naudzhubillah, apa yang kita dapatkan?
Oleh sebab itu, bagi para ibu, nikmatilah proses hamil sebagai ladang amal. Nikmatilah proses mengurus anak, pusingnya, ngadat-nya, dan rewelnya anak sebagai ladang amal. Nikmatilah proses mendidik anak, menyekolahkan anak, dengan penuh jerih payah dan tetesan keringat sebagai ladang amal. Jangan pikirkan apakah anak mau balas budi atau tidak, sebab kalau kita ikhlas menjalani proses ini, insya ALLOH tidak akan pernah rugi. Karena memang rizki kita bukan apa yang kita dapatkan, tapi apa yang dengan ikhlas dapat kita lakukan. ***


MENGOPTIMALKAN DAYA UBAH

            Mengubah perilaku ternyata tidak cukup hanya dengan contoh, akan tetapi kita juga harus mau mendidik, melatih, dan membina secara sistematis, berkesinambungan, dan terus menerus. Seorang pemimpin haruslah punya kesabaran dalam mendidik, membimbing, melatih, dan membina yang dipimpinnya dengan penuh kasih sayang. Bahkan dia harus memiliki kesabaran pangkat tiga. Sabar, sabar, dan sabar. Sungguh, proses itu adalah bagian dari perubahan, pepatah mengatakan ‘ala bisa karena biasa’. Karenanya, daripada membeli barang-barang di rumah yang mahal-mahal dan tidak terlalu diperlukan, lebih baik uangnya digunakan untuk mendidik anak, melatih anak ita supaya mampu hidup lebih baik.
            Sebuah illustrasi, suatu waktu ada sebuah keluarga sederhana yang sungguh sangat mengesankan. Di rumahnya tidak banyak barang berharga, tidak ada barang mewah, tapi semua anak-anaknya ternyata bisa menyelesaikan kuliah S-1, S-2, bahkan S-3 dengan baik. Akhlaknya juga bagus. Ketika ditanya, "Saya lihat penghasilan Bapak lebih dari cukup, tapi kenapa keluarga Bapak nampak begitu sederhana?". Si Bapak ini menjawab terus terang, "Penghasilan yang saya dapat selama ini saya kumpulkan supaya anak-anak saya bisa belajar terus menerus, bisa berlatih terus menerus dan bisa terdidik terus menerus. Prioritas keluarga kami bukan membeli barang-barang yang bagus. Yang terpenting adalah bagaimana agar anak-anak kami punya kesempatan untuk terus melatih diri."
            Subhanallaah, demikian indahnya kebersamaan sebuah keluarga yang memiliki komitmen yang luar biasa akan penambahan ilmu pengetahuan.
            Sembari mendidik dan melatih, maka semestinya kita buat pula aturan atau sistem. Buatlah aturan di rumah kita, di kantor kita, di organisasi kita, atau dimana pun agar orang lain bisa terbantu untuk berubah sesuai yang diinginkan. Suatu sistem akan segera hancur berantakan jika tidak memiliki aturan main. Jalan raya yang tanpa aturan, akan kacau balau, macet dimana-mana. Setiap orang berebutan, saling mendahului, dan berhenti dimana saja. Tanpa aturan, semua berantakan. Karenanya semua harus ada aturannya.
            Begitu pun rumah tangga yang tidak memiliki aturan main yang benar, yakin sekali rumah tangga yang semacam ini akan segera hancur. Anak tidak dididik agama secara serius, ibadah dibiarkan semaunya, dan tidak diberi contoh yang benar oleh orang tuanya. Saat-saat bersama di rumah tidak ada aturannya. Tidak punya aturan yang real bagaimana mendidik anak menjadi lebih baik. Karenanya rumah tangga yang tidak punya komitmen untuk sebuah aturan bahkan lagi tidak tahu aturan, akan cenderung saling menyakiti, saling melukai, dan saling menghancurkan.
            Tegakkanlah aturan yang adil, yang dibuat atas kesepakatan bersama. Lingkungan kerja kita harus merupakan sistem yang kondusif yang dapat membantu orang berubah menjadi lebih baik. Haruslah terjadwal jam berapa baca Al Qur’an, jam berapa bersama memecahkan masalah, jam berapa bertukar pikiran, jam berapa harus bersilaturahmi, jam berapa harus bercengkerama, dan lain sebagainya. Kita harus membuat aturan yang jelas. Yakinlah bahwa rumah tangga yang tidak punya aturan, tidak punya sistem yang bagus, lambat laun akan berantakan dan menderita.
            Semua perubahan ini akan berarti lagi jika didukung oleh kekuatan ruhiyah, yaitu do’a. Dan ternyata orang bisa berubah dengan kekuatan do’a. Ingatlah bahwa do’a adalah pengubah takdir. Banyak hal yang tidak bisa dilakukan dengan kekuatan fisik, tapi yakinlah bahwa Allah SWT Maha Menguasai, Maha Pembolak-balik hati setiap makhluk-Nya.
            Karenanya, luar biasa sekali kekuatan do’a ini. Betapa tidak? Rumah tangga yang tidak tegak ibadahnya, rumah tangga yang jauh dari agama, rumah tangga yang tidak menambah ilmu dengan baik, akan segera dipusingkan oleh bergelombanngya masalah yang datang.
            Sama saja dengan perusahaan yang karyawannya jarang shalat, aturan tidak ditaati, pimpinan tidak memberi contoh yang baik, bersiap-siaplah untuk segera bangkrut. Kondisi negara kita saat ini pun demikian, kehilangan contoh suri tauladan, pendidikan SDM-nya tidak jelas mau dibawa kemana, sistemnya juga berantakan, dan sebagian lagi, ibadahnya juga semrawut. Jangan heran jika yang kita dapati adalah derita demi derita, kehinaan demi kehinaan, naudzubillaah.
            Karena itu, kekuatan ibadah, kekuatan do’a, kekuatan munajat harus menjadi tulang punggung, menjadi senjata untuk mengubah anak-anak juga teman-teman kita menuju arah kebaikan. Tegakkanlah di rumah tangga kita aturan dengan baik, panjatkan pula do’a secara terus menerus, melimpah dari lisan kita. Bantu agar orang lain menjadi lebih baik. Buat aturan yang benar, kondusif, dan pastikan diri kita jadi contoh. Mudah-mudahan hidup yang cuma sekali-kalinya ini bisa bermamfaat dengan mengubah orang lain menuju kebaikan.
            Rasulullah SAW itu meskipun sedikit bicaranya, tapi jadi monumental sampai sekarang dalam bentuk hadits. Hal ini terjadi karena pribadinya sungguh luar biasa. Bermilyar kata terungkap dari pribadinya. Ketulusan beliau dalam mengajak orang lain berbuat lebih baik, membuat pribadi dan kata-katanya tersimpan di hati orang lain. Ingat baik-baik, hati hanya bisa disentuh oleh hati lagi. Emosional dalam memberi contoh, emosional dalam mendidik, emosional dalam membuat aturan, emosional dalam bersikap, tidak akan masuk ke hati orang lain, bahkan justru akan membuat hati mereka terluka.
            Seharusnya diri pribadi kita ini terus menerus melimpah pancaran bagai mata air, menggelegak kasih sayang kita kepada orang lain. Setiap melihat orang yang berlumur dosa, ada keinginan di hati kita agar orang tersebut bisa bertaubat. Melihat orang yang tersesat di jalan Allah, ada keinginan hati ini agar orang tersebut dapat tuntunan supaya selamat dunia dan akhiratnya. Melihat orang yang nakal, ingin hati ini agar dia menjadi shaleh. Jangan pernah hidup dalam kebencian dan kedendaman. Kebencian dan kedendaman dalam mebuat contoh, aturan, nasihat, dan pelatihan yang dilakukan, tidak akan berarti apapun.
            Sistem pelatihan yang penuh kemarahan semacam Ospek, tidak akan berhasil dengan baik kalau para mentornya, para panitianya melakukan segala bentuk kegiatannya dengan penuh kemarahan, angkara murka, tidak jadi suri tauladan yang baik. Apa yang diharapkan oleh mahasiswa baru dari para kakak kelasnya kalau mereka berperilaku semacam itu? Tidak ada perubahan kecuali dengan hati yang tulus, suri tauladan yang nyata.
            Mudah-mudahan kita semua dapat mengevaluasi diri masing-masing. Hidup cuma sekali, kenangan terindah bagi anak-anak kita adalah kepribadian ayah ibunya yang benar-benar mulia. Kenangan terindah bagi masyarakat di sekitar kita adalah kearifan diri kita. Jangan sampai orang sibuk membicarakan contoh keburukan pribadi kita, naudzubillaah.



Mengubah dengan Kekuatan Tauladan

K.H. Abdullah Gymnastiar


 
Manajemen Qolbu: Mengubah dengan Kekuatan Tauladan
 
Mudah-Mudahan kita semua tidak menjadi contoh keburukan bagi orang lain. Mudah-mudahan anak-anak kita tidak mencontoh perilaku buruk yang pernah khilaf kita, para orang tuanya lakukan. Dan mudah-mudahan pula anggota lingkungan masyarakat kita tidak menjadikan kita sebagai salah satu figur keburukan, akibat perilaku buruk yang kita lakukan.
Alangkah ruginya dalam hidup yang cuma sekali-kalinya ini dan orang lain meniru keburukan kita, naudxubillah. Ingatlah bahwa jika kita berperilaku buruk dan tidak bermoral, maka ketika orang berbicara, akan berbicara tentang keburukan kita. Apalagi jika orang lain mencontoh perilaku buruk itu, berarti kita juga akan memikul dosanya.
Namun seandainya justru orang atau masyarakat di sekitar kita yang berperilaku kurang baik, maka sudah sewajarnya bila kita menekadkan diri untuk mengubahnya menuju arah kebaikan. Lalu, bagaimana cara mengubah orang menjadi lebih baik secara efektif ?
Salah satu caranya adalah dengan kekuatan suri tauladan atau menjadi contoh terlebih dahulu. Jika ingin mengubah orang lain, maka pertanyaan pertama yang harus dilakukan adalah sudah pantaskah kita menjadi contoh kebaikan akhlak bagi orang lain? Sudahkah kita menjadi suri tauladan bagi apa yang kita inginkan ada pada diri orang lain itu?

Rasulullah SAW gemilang menyeru ummat ke jalan-Nya, mengubah karakter ummat dari zaman kegelapan menuju jalan penuh cahaya yang ditempuh hampir 23 tahun. Salah satu pilar strategi keberhasilannya adalah karena Rasul memiliki kekuatan suri tauladan yang sungguh luar biasa. Yakinlah bahwa cara paling gampang mengubah orang lain sesuai keinginan kita adalah dengan cara menjadikan diri kita sebagai media atau contoh yang layak ditiru.
Karenanya, jangan bercita-cita memiliki anak yang santun, lembut, kalau kesantunan dan kelembutan itu tidak ada dalam diri orang tuanya. Jangan bercita-cita punya anak yang tahu etika, kalau cara mendidik yang dilakukan orang tuanya tidak menggunakan etika. Sangat mustahil akan terwujud ketika para pimpinan ingin anggotanya berdisiplin, padahal disiplin itu bukan bagian dari diri pimpinannya. Contoh sederhana, mengapa P4 gagal menjadi pedoman hidup yang jadi acuan bangsa Indonesia ? Karena tidak ada contoh tauladannya. Siapa sekarang pemimpin bangsa ini yang paling Pancasilais ? Susah mencarinya. Seumpama mata air di pegunungan yang sudah keruh tercemar. Kalau dari sumbernya sudah keruh, walau yang di bawah di bening-beningkan juga tidak akan bisa. Di hilir menjadi keruh karena di hulunya juga keruh.
Orang tua ingin anak-anaknya tidak merokok padahal ternyata orang tuanya perokok berat, bagaimana mungkin ? Para guru ingin murid-muridnya tidak mengganja, padahal ganja itu awalnya dari rokok, dan ternyata para guru merokok di depan murid-muridnya. Jangan-jangan kita yang menjerumuskan mereka ?
Di Rumah Sakit Ketergantungan Obat (RSKO) Jakarta ada sebuah contoh menarik tentang mengapa anak-anak menjadi seorang perokok atau pengganja. Di salah satu dindingnya tergantung sebuah potret seorang ibu yang sedang menimang-nimang bayinya, dan ternyata si ibu ini melakukannya sambil merokok. Tidak bisa tidak. Perilaku si Ibu ini merupakan contoh bagi si bayi yang ada dipangkuannya.

AH, sahabat. Sayang sekali kita terlalu banyak menuntut pada orang lain, padahal sebenarnya yang paling layak kita tuntut adalah diri kita sendiri. Para guru bertanggung jawab kalau para murid akhlaknya menjadi jelek. Karena mungkin akhlak Pak Gurunya dan Akhlak BU Gurunya kurang baik. Lihat moral para mahasiswa yang bejat, kumpul kebo, mengganja, dan sebagainya. Tidak usah heran, lihatlah akhlak para dosennya, moral para dosennya yang mungkin tidak jauh berbeda. Santri di pondok-pondok jadi turun ibadahnya, jelek akhlaknya, jarang tahajutnya, lihat saja akhlak para ustadnya. Di kantor karyawan sering datang terlambat, kinerjanya tidak optimal, kasus kehilangan meningkat, lihat saja akhlak pimpinannya. Pimpinan mencuri, karyawan pun akan mencontohnya dengan mencuri pula.
Oleh karena itu, pertanyaan yang harus selalu kita lakukan adalah sudahkah diri kita ini menjadi contoh kebaikan atau belum ? Omong kosong kita bicara masalah disiplin atau masalah aturan, kalau ternyata kita sendiri belum membiasakan diri untuk berdisiplin atau taat aturan. Sehebat apapun kata-kata yang terlontar dari mulut ini, perilaku yang terpancar dari pribadi kita justru akan jauh berpengaruh lebih dahsyat daripada kata-kata.
Bersiap-siaplah untuk menderita bagi seorang ayah yang tidak bisa menjadi contoh kebaikan bagi anak-anaknya. Bersiaplah untuk memikul kepahitan bagi seorang ayah yang tidak dapat menjadi suri tauladan bagi keluarga dan keturunannya. Bersiap-siaplah untuk menghadapi perusahaan yang ruwet dan rumit kalau seorang atasan tidak menjadi contoh bagi karyawannya. Bersiaplah menghadapi kepusingan jikalau seorang pimpinan tidak menjadi contoh bagi yang dipimpinnya.

Ingat, jangan mimpi mengubah orang lain sebelum diawali dengan mengubah diri sendiri. Allah SWT, dengan tegas menyatakan kemurkaannya bagi orang yang menyuruh berperilaku apa-apa yang sebenarnya tidak ia lakukan.
"Sungguh besar kemurkaan di sisi ALLAH bagi orang yang berkata-kata apa-apa yang tidak diperbuatnya" (QS Ash Shaaf 21 : 3).
Bukan tidak boleh berkata-kata, tapi kemuliaan akhlak pribadi akan jauh lebih memperjelas kata-kata kita.
Dan menjadi contoh juga tidak akan efektif kecuali contoh itu penuh keikhlasan. Karena ada pula yang memberi contoh tapi riya, ingin dipuji, ingin dinilai orang lain hebat, ingin dihormati, dan ingin dihargai. Kalau tujuannya seperti ini, tidak akan berarti apa-apa. Hati hanya bisa disentuh oleh hati lagi. Contoh yang tidak ikhlas tidak akan dicontoh oleh orang lain. Contoh yang karena pujian, over acting tidak akan masuk kepada hati orang lain. Contoh haruslah dilakukan dengan ikhlas. Jangan berharap atau bahkan berpikir untuk dipuji dan dihormati.
Nah Sahabat. Selalulah tanya pada diri ini contoh apa yang akan kita tunjukkan dalam hidup yang sekali-kalinya ini. Apakah contoh tauladan kebaikan ? Ataukah malah sebaliknya contoh tauladan keburukan ? Naudzhubillah.
Apakah contoh pribadi yang matang ataukah malah pribadi yang kekanak-kanakan? Karenanya menjadi suatu keharusan bagi seorang ayah, seorang ibu, seorang pemimpin, dan bagi siapa pun untuk memberikan contoh terbaik dari dirinya. Hidup cuma sekali dan belum tentu panjang umur. Akan menjadi suatu yang sangat indah jikalau kenangan dan warisan terbesar bagi keluarga dan lingkungan sekitar adalah terpancarnya cahaya pribadi kita yang layak di tauladani oleh siapa pun. Semuanya tiada lain adalah buah dari mulianya akhlak.




MENIKMATI KRITIK & CELAAN

            Kejernihan dan kekotoran hati seseorang akan tampak jelas tatkala dirinya ditimpa kritik, celaan, atau penghinaan orang lain. Bagi orang yang lemah akal dan imannya, niscaya akan mudah goyah dan resah. Ia akan sibuk menganiaya diri sendiri dengan memboroskan waktu untuk memikirkan kemungkinan melakukan pembalasan. Mungkin dengan cara-cara mengorek-ngorek pula aib lawannya tersebut atau mencari dalih-dalih untuk membela diri, yang ternyata ujung dari perbuatannya tersebut hanya akan membuat dirinya semakin tenggelam dalam kesengsaraan batin dan kegelisahan.
            Persis seperti orang yang sedang duduk di sebuah kursi sementara di bawahnya ada seekor ular berbisa yang siap mematuk kakinya. Tiba-tiba datang beberapa orang yang memberitahukan bahaya yang mengancam dirinya itu. Yang seorang menyampaikannya dengan cara halus, sedangkan yang lainnya dengan cara kasar. Namun, apa yang terjadi? Setelah ia mendengar pemberitahuan itu, diambilnya sebuah pemukul, lalu dipukulkannya, bukan kepada ular namun kepada orang-orang yang memberitahukan adanya bahaya tersebut.
            Lain halnya dengan orang yang memiliki kejernihan hati dan ketinggian akhlak. Ketika datang badai kritik, celaan, serta penghinaan seberat atau sedahsyat apapun, dia tetap tegar, tak goyah sedikit pun. Malah ia justru dapat menikmati karena yakin betul bahwa semua musibah yang menimpanya tersebut semata-mata terjadi dengan seijin Allah Azza wa Jalla.
Allah tahu persis segala aib dan cela hamba-Nya dan Dia berkenan memberitahunya dengan cara apa saja dan melalui apa saja yang dikehendaki-Nya. Terkadang terbentuk nasehat yang halus, adakalanya lewat obrolan dan guyonan seorang teman, bahkan tak jarang berupa cacian teramat pedas dan menyakitkan. Ia pun bisa muncul melalui lisan seorang guru, ulama, orang tua, sahabat, adik, musuh, atau siapa saja. Terserah Allah.
            Jadi, kenapa kita harus merepotkan diri membalas orang-orang yang menjadi jalan keuntungan bagi kita? Padahal seharusnya kita bersyukur dengan sebesar-besar syukur karena tanpa kita bayar atau kita gaji mereka sudi meluangkan waktu memberitahu segala kejelekkan dan aib yang mengancam amal-amal shaleh kita di akhirat kelak.
            Karenanya, jangan aneh jika kita saksikan orang-orang mulia dan ulama yang shaleh ketika dihina dan dicaci, sama sekali tidak menunjukkan perasaan sakit hati dan keresahan. Sebaliknya, mereka malahan bersikap penuh dengan kemuliaan, memaafkan dan bahkan mengirimkan hadiah sebagai tanda terima kasih atas pemberitahuan ihwal aib yang justru tidak sempat terlihat oleh dirinya sendiri, tetapi dengan penuh kesungguhan telah disampaikan oleh orang-orang yang tidak menyukainya.
            Sahabat, bagi kita yang berlumur dosa ini, haruslah senantiasa waspada terhadap pemberitahuan dari Allah yang setiap saat bisa datang dengan berbagai bentuk.
            Ketahuilah, ada tiga bentuk sikap orang yang menyampaikan kritik. Pertama, kritiknya benar dan caranya pun benar. Kedua, kritiknya benar, tetapi caranya menyakitkan. Dan ketiga, kritiknya tidak benar dan caranya pun menyakitkan.
            Bentuk kritik yang manapun datang kepada kita, semuanya menguntungkan. Sama sekali tidak menjatuhkan kemuliaan kita dihadapan siapapun, sekiranya sikap kita dalam menghadapinya penuh dengan kemuliaan sesuai dengan ketentuan Allah SWT. Karena, sesungguhnya kemuliaan dan keridhaan-Nyalah yang menjadi penentu itu.
            Allah SWT berfirman, "Dan janganlah engkau berduka cita karena perkataan mereka. Sesungguhnya kekuatan itu bagi Allah semuanya. Dia Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui." (QS. Yunus [10] : 65)
            Ingatlah, walaupun bergabung jin dan manusia menghina kita, kalau Allah menghendaki kemuliaan kepada diri kita, maka tidak akan membuat diri kita menjadi jatuh ke lembah kehinaan. Apalah artinya kekuatan sang mahluk dibandingkan Khalik-nya? Manusia memang sering lupa bahwa qudrah dan iradah Allah itu berada di atas segalanya. Sehingga menjadi sombong dan takabur, seakan-akan dunia dan isinya ini berada dalam genggaman tangannya. Naudzubillaah!!!
            Padahal, Allah Azza wa Jalla telah berfirman, "Katakanlah, Wahai Tuhan yang mempunyai kerajaan. Engkau berikan kerajaan kepada orang Kau kehendaki dan Engkau cabut kerajaan dari orang yang Kau kehendaki. Engkau muliakan yang Kau kehendaki dan Engkau hinakan orang yang Kau Kehendaki. Di tangan Engkaulah segala kebajikan. Sesungguhnya Engkau Mahakuasa atas segala sesuatu." (QS. Ali ‘Imran [3] : 26)***




MENJAGA PANDANGAN

            Satu hal yang hendaknya dicamkan benar-benar oleh setiap hamba Allah adalah bahwa Allah Azza wa Jalla itu ghafururrahiim. Dia adalah satu-satunya Zat yang mempunyai samudera ampunan dan kasih sayang yang Mahaluas. Tak ada dosa sebesar apapun yang tidak tenggelam dalam samudera ampunan dan rahmat kasih sayang-Nya, sejauh tidak menyekutukan-Nya.
            Pantaslah Syaikh Ibnu Athoillah di dalam kitabnya yang terkenal, Al Hikam, menasehatkan, "Jika terlanjur berbuat dosa maka janganlah hal itu sampai menyebabkan patah hatimu untuk mendapatkan istiqamah kepada Tuhanmu. Sebab, kemungkinan yang demikian itu sebagai dosa terakhir yang telah ditaqdirkan bagimu."
            Hati yang sakit, atau bahkan mati, disebabkan oleh noktah-noktah dosa yang bertambah dari waktu ke waktu karena amal perbuatan yang kurang terpelihara, sehingga menjadikannya hitam legam dan berkarat. Akan tetapi, bagaimana pun kondisi hati kita saat ini, tak tertutup peluang untuk sembuh, sehingga menjadi hati yang sehat sekiranya kita berjuang sekuat-kuatnya untuk mengobatinya. Ada empat virus perusak hati yang harus kita waspadai agar hati yang sakit atau mati dapat disembuhkan. Sementara hati yang sudah sehat pun dapat terawat dan terpelihara kebeningannya. Mudah-mudahan dengan mewaspadai keempat hal tersebut Allah Azza wa Jalla menolong kita.
            Salah satunya yang membuat hati ini semakin membusuk, kotor dan keras membatu adalah tidak pandainya kita menahan pandangan. Barang siapa yang ketika di dunia ini tidak mahir menahan pandangan, gemar melihat hal-hal yang diharamkan Allah, maka jangan terlalu berharap dapat memiliki hati yang bersih. Umar bin Khattab pernah berkata, "Lebih baik aku berjalan di belakang singa daripada berjalan di belakang wanita." Orang-orang yang sengaja mengobral pandangannya terhadap hal-hal yang tidak hak bagi dirinya, tidak usah heran kalau hatinya lambat laun akan semakin keras membatu dan nikmat iman pun akan semakin hilang manisnya.
            Sebenarnya bukan hanya mengumbar pandangan terhadap lawan jenisnya, melainkan juga orang yang matanya selalu melihat dunia ini. Melihat sesuatu yang tidak ia miliki : rumah orang lain yang lebih mewah, mobil orang lain yang lebih bagus, atau uang orang lain yang lebih banyak. Hatinya lebih bergejolak memikirkan hal-hal yang tidak dimilikinya daripada menikmati apa-apa yang dimilikinya..
            Karenanya kunci bagi orang yang memiliki hati yang bening adalah tundukkan pandangan! Mendapati lawan jenis yang bukan muhrim, cepat-cepatlah tundukkan pandangan. Kalau melihat dunia jangan sekali-kali melihat ke atas. Akan capek kita jadinya, karena rizki yang telah menjadi hak kita tidak akan kita dapatkan. Lebih baik lihatlah ke bawah. Tengoklah orang yang lebih fakir dan lebih menderita daripada kita. Lihatlah orang yang jauh lebih sederhana hidupnya. Semakin sering melihat ke bawah, subhanallah, hati ini akan semakin dipenuhi oleh rasa syukur dibanding dengan orang yang suka menengadah ke atas.
            Kalaupun kita akan melihat ke atas, tancapkan pandangan kita ke yang Mahaatas sekaligus, yakni kepada Zat Penguasa alam semesta. Allahu Akbar! Lihatlah Kemahakuasaan-Nya, Allah Mahakaya dan tidak pernah berkurang kekayaan-Nya walaupun selalu kita minta sampai akhir hayat. Orang yang hanya melihat ke atas dalam urusan dunia, hatinya akan cepat kotor dan hancur. Sebaliknya, kalau tunduk dalam melihat dunia dan tengadah dalam melihat keagungan serta kebesaran Allah, maka tidak bisa tidak kita akan menjadi orang yang memiliki hati bersih yang selamat.
            Buya Hamka (alm) pernah berkata, "Mengapa manusia bersikap bodoh? Tidakkah engkau tatap langit yang biru dengan awan yang berarak seputih kapas? Atau engkau turuni ke lembah sehingga akan kau dapatkan air yang bening. Atau engkau bangun di malam hari, kau saksikan bintang gemintang bertaburan di langit biru dan rembulan yang tidak pernah bosan orang menatapnya. Atau engkau dengarkan suara jangkrik dan katak saling bersahutan. Sekiranya seseorang amat gemar memandang keindahan, amat senang mendengar keindahan, niscaya hatinya akan terbebas dari perbuatan keji. Karena sesungguhnya keji itu buruk, sedangkan yang buruk itu tidak akan pernah bersatu dengan keindahan."
            Berbahagialah orang yang senang melihat kebaikan orang lain. Tatkala mendapatkan seseorang tidak baik kelakuannya, ia segera mahfum bahwa manusia itu bukanlah malaikat. Di balik segala kekurangan yang dimilikinya pasti ada kebaikannya. Perhatikanlah kebaikannya itu sehingga akan tumbuh rasa kasih sayang di hati. Mendengar seseorang selalu berbicara buruk dan menyakitkan, segera mahfum. Siapa tahu sekarang ia berbicara buruk, namun besok lusa berubah menjadi berbicara baik. Karenanya, dengan mendengarkan kata-kata yang baik-baiknya saja, niscaya akan tumbuh rasa kasih sayang di hati.
            Jalaluddin Rumi pernah berkata, "Orang yang begitu senang dan nikmat melihat dan menyebut-nyebut kebaikan orang lain bagaikan hidup di sebuah taman yang indah. Ke sini anggrek, ke sana melati. Pokoknya kemana saja mata memandang yang nampak adalah bebungaan yang indah dan harum mewangi. Dimana-mana yang terlihat hanya keindahan. Sebaliknya, orang yang gemar melihat aib dan kejelekkan orang lain, pikirannya hanya diselimuti dengan aneka keburukan sementara hatinya hanya dikepung dengan prasangka-prasangka buruk. Karenanya, kemana pun matanya melihat, yang tampak adalah ular, kalajengking, duri, dan sebagainya. Dimana saja ia berada senantiasa tidak akan pernah dapat menikmati indahnya hidup ini."
            Sungguh berbahagialah orang yang pandai memelihara pandangannya karena ia akan senantiasa merasakan nikmatnya kebeningan hati. Allah Azza wa Jalla adalah Zat Maha Pembolak-balik hati hamba-Nya. Sama sekali tidak sulit baginya untuk menolong siapapun yang merindukan hati yang bersih dan bening sekiranya ia berikhtiar sungguh-sungguh. Allahu’alaM.***


Menjaga Akhlak kepada Allah
K.H. Abdullah Gymnastiar


Mudah-mudahan ALLOH SWT yang Maha Mengetahui siapa diri kita yang sebenarnya, menolong kita agar dapat mengetahui kekurangan yang harus diperbaiki, memberitahu jalan yang harus ditempuh, dan memberikan karunia semangat terus-menerus sehingga kita tidak dikalahkan oleh kemalasan, tidak dikalahkan oleh kebosanan, dan tidak dikalahkan oleh hawa nafsu.
Dan mudah-mudahan pula warisan terbaik diri kita yang dapat diwariskan kepada keluarga, keturunan, dan lingkungan adalah keindahan akhlak kita. Karena ternyata keislaman seseorang tidak diukur oleh luasnya ilmu. Keimanan seseorang tidak diukur oleh hebatnya pembicaraan. Kedudukan seseorang disisi ALLOH tidak juga diukur oleh kekuatan ibadahnya semata. Tapi semua kemuliaan seorang yang paling benar Islamnya, yang paling baik imannya, yang paling dicintai oleh ALLOH, yang paling tinggi kedudukannya dalam pandangan ALLOH dan yang akan menemani Rasulullah SAW ternyata sangat khas, yaitu orang yang paling mulia akhlaknya.
Walhasil sehebat apapun pengetahuan dan amal kita, sebanyak apapun harta kita, setinggi apapun kedudukan kita, jikalau akhlaknya rusak maka tidak bernilai. Kadang kita terpesona kepada topeng duniawi tapi segera sesudah tahu akhlaknya buruk, pesona pun akan pudar.
Yakinlah bahwa Rasulullah SAW diutus ke dunia ini adalah untuk menyempurnakan akhlak. Hal ini dinyatakan sendiri oleh beliau ketika menjawab pertanyaan seorang sahabatnya, "Mengapa engkau diutus ke dunia ini ya Rasul?". Rasul menjawab, "Innama buitsu liutamimma makarimal akhlak" "Sesungguhnya aku diutus ke dunia hanyalah untuk menyempurnakan akhlak".
Sayangnya kalau kita mendengar kata akhlak seakan fokus pikiran kita hanya terbentuk pada senyuman dan keramahan. Padahal maksud akhlak yang sebenarnya jauh melampaui sekedar senyuman dan keramahan. Karenanya penjabaran akhlak dalam perilaku sehari-hari bukanlah suatu hal yang terpecah-pecah, semua terintegrasi dalam satu kesatuan utuh, termasuk bagaimana akhlak kita kepada ALLOH.
Akhlak kita kepada ALLOH SWT harus dipastikan benar-benar bersih. Orang yang menjaga akhlaknya kepada ALLOH, hatinya benar-benar putih seperti putihnya air susu yang tidak pernah tercampuri apapun. Bersih sebersih-bersihnya. Bersih keyakinannya, tidak ada sekutu lain selain ALLOH. Tidak ada satu tetes pun di hatinya meyakini kekuatan di alam semesta ini selain kekuatan ALLOH SWT sehingga ia sangat jauh dari sifat munafik.
Bagaimanakah sifat orang munafik itu? Berikut ini kita kutif tulisan dari Imam Al Ghazali yang menuturkan ucapan Imam Hatim Al Ashom, seorang ulama yang shalih ketika mengupas perbedaan antara orang mukmim dengan orang munafik.
"Seorang mukmin senantiasa disibukan dengan bertafakur, merenung, mengambil pelajaran dari aneka kejadian apapun di muka bumi ini, sementara orang munafik disibukan dengan ketamakan dan angan-angan kosong terhadap dunia ini.
Seorang mukim berputus asa dari siapa saja dan kepada siapa saja kecuali hanya kepada ALLOH, sementara orang munafik mengharap dari siapa saja kecuali dari mengharap kepada ALLOH.
Seorang mukmin merasa aman, tidak gentar, tidak takut oleh ancaman siapa pun kecuali takut hanya kepada ALLOH karena dia yakin bahwa apapun yang mengancam dia ada dalam genggaman ALLOH, di lain pihak orang munafik justru takut kepada siapa saja kecuali takut kepada ALLOH, naudzhubilah, yang tidak dia takuti malah ALLOH SWT.
Seorang mukmin menawarkan hartanya demi mempertahankan agamanya, sementara seorang munafik menawarkan agamanya demi mempertahankan hartanya.
Seorang mukmin menangis karena malunya kepada ALLOH meskipun dia berbuat kebajikan, sementara seorang munafik tetap tertawa meskipun dia berbuat keburukan.
Seorang mukmin senang berkhalwat dengan menyendiri bermunajat kepada ALLOH, sementara seorang munafik senang berkumpul dengan bersukaria bercampur baur dengan khalayak yang tidak ingat kepada ALLOH.
Seorang mukmin ketika menanam merasa takut jikalau merusak, sedangkan seorang munafik mencabuti seraya mengharapkan panen.
Seorang mukmin memerintahkan dan melarang sebagai siasat dan cara sehingga berhasil memperbaiki, larangan dan perintah seorang mukmin adalah upaya untuk memperbaiki sementara seorang munafik memerintah dan melarang demi meraih jabatan dan kedudukan sehingga dia malah merusak, naudzhubillah".
Ah, Sahabat. Nampak demikian jauh beda akhlak antara seorang mukmin dengan seorang munafik. Oleh karenanya kita harus benar-benar berusaha menjauhi perilaku-perilaku munafik seperti diuraikan di atas. Kita harus benar-benar mencegah diri kita untuk meyakini adanya penguasa yang menandingi kebesaran dan keagungan ALLOH. Kita harus yakin siapa pun yang punya jabatan di dunia ini hanyalah sekedar makhluk yang hidup sebentar dan bakal mati, seperti halnya kita juga. Jangan terperangah dan terpesona dengan kedudukan, pangkat, dan jabatan, sebab itu cuma tempelan sebentar saja, yang kalau tidak hati-hati justru itulah yang akan menghinakan dirinya.
Sayangnya kalau kita simak di media massa sekarang, sepertinya ada sesuatu yang menyedihkan dimana cara menyampaikan pendapat, kritik, dan saran serta koreksi dilakukan dengan akhlak yang kurang terpuji, kotor, kasar, dan nista. Saling memukul, saling menjatuhkan, saling mencemarkan, dan saling membeberkan aib. Apa yang dicari? Padahal kalaulah didapat jabatannya, baik presiden, menteri, gubernur, walikota, rektor, atau dekan di kampus, asal tahu saja bahwa jabatan yang disandang itu tidak akan lama, hanya beberapa tahun saja dan kalau tidak hati-hati justru aibnya tetap melekat lama. Harusnya kita anggap semuanya biasa-biasa saja, anggap sebagai hiburan yang justru kalau tidak hati-hati, pangkat dan jabatan itulah yang akan mencemarkan, menjatuhkan, dan menghinakan kedudukan dunia dan akhirat kita.
Karenanya jangan terperangah melihat orang punya kedudukan, sebab itu cuma tempelan ringan yang berat tanggung jawabnya. Jangan pula mendatangi orang yang dianggap memiliki kekuatan dahsyat sehingga kita merasa aman. Para dukun, ahlik klenik, tukang sihir, atau paranormal, mereka sama saja dengan kita yaitu makhluk yang pasti binasa. Mereka hanya orang lapar yang mencari makan dengan menjadi dukun atau yang sejenisnya. Seharusnya kalau mereka hebat, tidak usah mencari nafkah dengan seperti itu. Pernah suatu ketika ada seseorang yang mengaku ahli pengobatan yang ternyata hanya menjual kata-kata, pengobatan yang dia maksudkan ternyata berasal dari obat yang dia beli di apotek dan dijual kembali dengan harga berpuluh dan beratus kali lipat dari harga aslinya.
Makanya jangan yakini kekuatan dukun atau kekuatan paranormal, untuk apa? Mereka hanya sekedar makhluk yang hidup sebentar dan lama-lama akan binasa. Bagi kita hidup di dunia hanya mampir sebentar, sehingga yang paling patut harus kita lakukan adalah mempersiapkan bekal untuk kepulangan kita nanti. Oleh karenanya ketika kita memandang manusia adalah hal yang biasa-biasa saja. Hanya ALLOH-lah segala-galanya, Dia penguasa tunggal, Dia Pemilik, Penggenggam, Penentu satu-satunya tiada yang lain selain ALLOH Azza wa Jalla.
Bulatkan dan bersihkan hati kita hanya kepada ALLOH dengan dibuktikan oleh kesungguhan ibadah dan amal kita. Sehingga tidak usah menyimpan keris sekecil apapun di rumah kita hanya untuk menjadi penolak bala. ALLOH yang Mahaagung dan Mahakuasa dapat menolong kita tanpa harus kita menyimpan jimat. Tidak usah pakai susuk, untuk apa? Susuk itu katanya nama sejenis keluarga jin, yaitu Shuk-shuk. Tidak usah pula memelihara tuyul untuk mendatangkan rizki. ALLOH Mahakaya untuk menjamin makhluk-makhluknya sekalipun tanpa bantuan makhluk jin atau yang sejenisnya. Insya ALLOH orang yang bersih keyakinannya tiada yang akan dituju selain ALLOH.
Nah, Sahabat. Tiadalah yang dituju selain ALLOH, tiadalah yang diharap selain harap dari ALLOH, tiadalah yang ditakuti selain hanya ALLOH, tiadalah yang dimaksud selain ALLOH, tiadalah yang bulat mencuri hati selain ALLOH. Orang yang bersih tauhidnya, itulah yang benar akhlaknya, insya ALLOH. Sebab baik amalnya, ramah, dan dermawan orangnnya tetapi dia termasuk orang yang menyekutukan ALLOH, maka dia tidak termasuk orang yang berakhak mulia. ***


Mengapa Do'a Tidak Diijabah
K.H. Abdullah Gymnastiar


Pada suatu hari Sayidina Ali Karamallaahu Wajhah, berkhutbah di hadapan kaum Muslimin. Ketika beliau hendak mengakhiri khutbahnya, tiba-tiba berdirilah seseorang ditengah-tengah jamaah sambil berkata, “Ya Amirul Mu’minin, mengapa do’a kami tidak diijabah? Padahal Allah berfirman dalam Al Qur’an, “Ud’uuni astajiblakum” (berdo’alah kepada-Ku, niscaya akan Ku perkenankan bagimu).
Sayidina Ali menjawab, “Sesungguhnya hatimu telah berkhianat kepada Allah dengan delapan hal, yaitu :
Engkau beriman kepada Allah, mengetahui Allah, tetapi tidak melaksanakan kewajibanmu kepada-Nya. Maka, tidak ada mamfaatnya keimananmu itu.
Engkau mengatakan beriman kepada Rasul-Nya, tetapi engkau menentang sunnahnya dan mematikan syari’atnya. Maka, apalagi buah dari keimananmu itu?
Engkau membaca Al Qur’an yang diturunkan melalui Rasul-Nya, tetapi tidak kau amalkan.
Engkau berkata, “Sami’na wa aththa’na (Kami mendengar dan kami patuh), tetapi kau tentang ayat-ayatnya.
Engkau menginginkan syurga, tetapi setiap waktu melakukan hal-hal yang dapat menjauhkanmu dari syurga. Maka, mana bukti keinginanmu itu?
Setiap saat sengkau merasakan kenikmatan yang diberikan oleh Allah, tetapi tetap engkau tidak bersyukur kepada-Nya.
Allah memerintahkanmu agar memusuhi syetan seraya berkata, “Sesungguhnya syetan itu adalah musuh bagimu, maka anggaplah ia musuh bagi(mu) karena sesungguhnya syetan-syetan itu hanya mengajak golongan supaya mereka menjadi penghuni neraka yang nyala-nyala” (QS. Al Faathir [35] : 6). Tetapi kau musuhi syetan dan bersahabat dengannya.
Engkau jadikan cacat atau kejelekkan orang lain di depan mata, tetapi kau sendiri orang yang sebenarnya lebih berhak dicela daripada dia.
Nah, bagaimana mungkin do’amu diterima, padahal engkau telah menutup seluruh pintu dan jalan do’a tersebut. Bertaqwalah kepada Allah, shalihkan amalmu, bersihkan batinmu, dan lakukan amar ma’ruf nahi munkar. Nanti Allah akan mengijabah do’amu itu.
***
Dalam riwayat lain, ada seorang laki-laki dating kepada Imam Ja’far Ash Shiddiq, lalu berkata, “Ada dua ayat dalam Al Qur’an yang aku paham apa maksudmu?”
“Bagaimana dua bunyi ayat itu?” Tanya Imam Ja’far. Yang pertama berbunyi “Ud’uuni astajib lakum” (Berdo’alah kepada-Ku niscaya akan Ku perkenankan bagimu), (QS. Al Mu’min [40] : 60). Lalu aku berdo’a dan aku tidak melihat do’aku diijabah,” ujarnya.
"Apakah engkau berpikir bahwa Allah akan melanggar janji-Nya?" tanya Imam Ja'far.
"Tidak," jawab orang itu.
"Lalu ayat yang kedua apa?" Tanya Imam Ja'far lagi.
"Ayat yang kedua berbunyi "Wamaa anfaqtum min syai in fahuwa yukhlifuhuu, wahuwa khairun raaziqin" (Dan barang apa saja yang kamu nafkahkan, maka Allah akan menggantinya dan Dialah pemberi rizki yang sebaik-baiknya), (QS. Saba [34] : 39). Aku telah berinfak tetapi aku tidak melihat penggantinya," ujarnya.
"Apakah kamu berpikir Allah melanggar janji-Nya?" tanya Imam Ja'far lagi.
"Tidak," jawabnya.
"Lalu mengapa?" Tanya imam Ja'far.
"Aku tidak tahu," jawabnya.
Imam Ja'far kemudian menjelaskan, "Akan kukabarkan kepadamu, Insya Allah seandainya engkau menaati Allah atas apa yang diperintahkan-Nya kepadamu, kemudian engkau berdo'a kepada-Nya, maka Allah akan mengijabah do'amu. Adapun engkau berinfak tidak melihat hasilnya, kalau engkau mencari harta yang halal, kemudian engkau infakkan harta itu di jalan yang benar, maka tidaklah infak satu dirham pun, niscaya Allah menggantinya dengan yang lebih banyak. Kalau engkau berdo'a kepada Allah, maka berdo'alah kepada-Nya dengan Jihad Do'a. Tentu Alah akan menjawab do'amu walaupun engkau orang yang berdosa."
"Apa yang dimaksud Jihad Do'a?" sela orang itu.
Apabila engkau melakukan yang fardhu maka agungkanlah Allah dan limpahkanlah Dia atas segala apa yang telah ditentukan-Nya bagimu. Kemudian, bacalah shalawat kepada Nabi SAW dan bersungguh-sungguh dalam membacanya. Sampaikan pula salam kepada imammu yang memberi petunjuk. Setelah engkau membaca shalawat kepada Nabi, kenanglah nikmat Allah yang telah dicurahkan-Nya kepadamu. Lalu bersyukurlah kepada-Nya atas segala nikmat yang telah engkau peroleh.
Kemudian engkau ingat-ingat sekarang dosa-dosamu satu demi satu kalau bisa. Akuilah dosa itu dihadapan Allah. Akuilah apa yang engkau ingat dan minta ampun kepada-Nya atas dosa-dosa yang tak kau ingat. Bertaubatlah kepada Allah dari seluruh maksiat yang kau perbuat dan niatkan bahwa engkau tidak akan kembali melakukannya. Beristighfarlah dengan seluruh penyesalan dengan penuh keikhlasan serta rasa takut tetapi juga dipenuhi harapan.
Kemudian bacalah, "Ya Allah, aku memnita maaf kepada-Mu atas seluruh dosaku. Aku meminta ampun dan taubat kepada-Mu. Bantulah aku untuk mentaati-Mu dan bimbinglah aku untuk melakukan apa yang Engkau wajibkan kepadaku segala hal yang engkau rdhai. Karena aku tidak melihat seseorang bisa menaklukkan kekuatan kepada-Mu, kecuali dengan kenikmatan yang Engkau berikan. Setelah itu, ucapkanlah hajatmu. Aku berharap Allah tidak akan menyiakan do'amu," papar Imam Ja'far.***



MENGGAPAI MAHLIGAI CINTA MELALUI PERNIKAHAN BAROKAH
 
 
KH. Abdullah Gymnastiar/Aa Gym
 
Bismillahirrahmanirrahim
Alhamdulillah,
 
Berbicara tentang pernikahan banyak yang menyesal.
Menyesal kalau tahu begini nikmat kenapa tidak dari
dulu. Menyesal ternyata banyak deritanya. Menikah itu
tidak mudah, yang mudah itu ijab kabulnya. Rukun nikah
yang lima harus dihapal dan wajib lengkap kesemuanya.
Begitu pula dengan syarat wajib nikah pada pria yang
harus diperhatikan. Bagaimana jika kita belum punya
biaya? Harus diyakini bahwa tiap orang itu sudah ada
rezekinya. Menikah itu menggabungkan dua rezeki,
rezeki wanita dan laki-laki bertemu, masalahnya adalah
apakah rezeki itu diambil dengan cara yang barokah
atau tidak. Allah tidak menciptakan manusia dengan
rasa lapar tanpa diberi makanan. Allah menghidupkan
manusia untuk beribadah yang tentu saja memerlukan
tenaga, mustahil Allah tidak memberi rezeki kepada
kita. 
 
Biaya pernikahan bukanlah perkara mahal, yang penting
ada. Maka kalau sudah darurat bahkan mengutang untuk
menikah diperbolehkan daripada mendekati zina. Kalau
sudah menikah setelah ijab kabul, jangan jadi riya
dengan mengadakan resepsi yang mewah. Hal ini tidak
akan menjadi barokah. Misalnya dalam mengundang, hanya
menyertakan orang kaya saja, orang miskin tidak
diundang. Bahkan Rasulullah melarang mengundang dengan
membeda-bedakan status. Dalam mengadakan resepsi
jangan sampai mengharapkan balasan income yang
didapat. 
 
Masalah mas kawin yang paling bagus adalah emas dan
uang mahar yang paling bagus adalah uang. Berilah
wanita sebanyak yang kita mampu, jangan hanya berkutat
dengan seperangkat alat sholat saja. Rasulullah lebih
mengutamakan emas dan uang dan inilah hak wanita. Awal
nikah jangan membayangkan punya rumah yang bagus. Maka
perkataan terbaik suami kepada istrinya adalah
menasehati istri agar dekat dengan Allah. Jika istri
dekat dengan Allah maka ia akan dijamin oleh Allah
mudah-mudahan lewat kita.
 
Tiga rumus yang harus selalu diingat terdapat dalam
surah Al-Asyr. Setiap bertambah hari, bertambah umur, 
kita itu merugi kecuali tiga golongan kelompok yang
beruntung. Golongan pertama adalah orang yang selalu
berpikir keras bagaimana supaya keyakinan dia kepada
Allah meningkat. Sebab semua kebahagiaan dan kemuliaan
itu berbanding lurus dengan tingkat keyakinan kepada
Allah. Tidak ada orang ikhlas kecuali yakin kepada
Allah. Tidak ada sabar kecuali kenal kepada Allah.
Tidak ada orng yang zuhud kepada dunia kecuali orang
yang tahu kekayaan Allah. Tidak ada orang yang tawadhu
kecuali orang yang tahu kehebatan Allah. Makin akrab
dan kenal dengan Allah semua dipandang kecil. Setiap
hari dalam hidup kita seharusnya dipikirkan bagaimana
kita dekat dengan Allah. 
 
Kalau Allah sudah mencintai mahluk segala urusan akan
beres. Salah satu bukti  seperseratus sifat pemurah
Allah yang disebarkan kepada seluruh mahlukNya bisa
dilihat sikap seorang ibu yang melahirkan seorang anak
Kesakitan waktu melahirkan, hamil sembilan bulan tanpa
mengeluh yang belum tentu anak tersebut akan membalas
budinya. Tidak tidur ketika anaknya sakit, mengurus
anak dari mulai TK sampai SMA. Memikirkan biaya
kuliah. Mulai nikah dibiayai sampai punya anak bahkan
juga diterima tinggal di rumah sang ibu. Tetapi
kerelaannya masih saja terpancar. Itulah seperseratus
sifat Allah.
 
Selalu komitmen mau kemana rumah tangga ini akan
dibawa. Mungkin sang ayah atau ibu yang meninggal
lebih dulu yang penting keluarga ini akan kumpul di
surga. Apapun yang ada dirumah harus menjadi jalan
mendekat kepada Allah. Beli barang apapun harus barang
yang disukai Allah. Supaya rumah kita menjadi rumah
yang disukai Allah. Boleh punya barang yang bagus
tanpa diwarnai dengan takabur. Bukan perkara mahal
atau murah, bagus atau tidak tetapi apakah bisa
dipertanggungjawabkan disisi Allah atau tidak.
Bahkan dalam mendengar lagu yang disukai Allah siapa
tahu  kita dipanggil Allah ketika mendengar lagu.
Rumah kita harus Allah oriented. Kaligrafi dengan
tulisan Allah. Kita senang melihat rumah mewah dan
islami. Jadikan semua harta jadi dakwah mulai mobil
sampai rumah. Tiap punya uang beli buku, buat
perpustakaan di rumah untuk tamu yang berkunjung
membaca dan menambah ilmu. Jangan memberi hadiah
lebaran hanya makanan, coba memberi buku, kaset dan
bacaan lain yang berguna.
 
Jangan rewel memikirkan kebutuhan kita, itu semua
tidak akan kemana-mana. Allah tahu kebutuhan kita
daripada kita sendiri. Allah menciptakan usus dengan
disain untuk lapar tidak mungkin tidak diberi makan.
Allah menyuruh kita menutup aurat, tidak mungkin tidak
diberi pakaian. Apa yang kita pikirkan Allah sudah
mengetahui apa yang kita pikirkan. Yang harus kita
pikirkan adalah bagaimana dekat dengan Allah,
selanjutnya Allah yang akan mengurusnya. Kita
cenderung untuk memikirkan yang tidak disuruh oleh
Allah bukan yang disuruhNya.
Kalau hubungan kita dengan Allah bagus semua akan
beres. Barang siapa yang terus dekat dengan Allah,
akan diberi jalan keluar setiap urusannya. Dan dijamin
dengan rezeki dari tempat yang tidak diduga-duga. Dan
barang siapa hatinya yakin Allah yang punya segalanya,
akan dicukupkan segala kebutuhannya. Jadi bukan dunia
ini yang menjadi masalah tetapi hubungan kita dengan
Allah-lah masalahnya.
 
Golongan kedua adalah rumah tangga yang akan rugi
adalah rumah tangga yang kurang amal. Jangan capai
memikirkan apa yang kita inginkan, tapi pikirkan apa
yang bisa kita lakukan. Pikiran kita harusnya hanya
memikirkan dua hal yakni bagaimana hati ini bisa
bersih, tulus, dan bening sehingga melakukan apapun
ikhlas dan yang kedua teruslah tingkatkan kekuatan
untuk terus berbuat. Pikiran itu bukan mengacu pada
mencari uang tetapi bagaimana menyedekahkan uang
tersebut, menolong, dan membahagiakan orang dengan
senyum. Sehingga dimanapun kita berada bagai pancaran
matahari yang menerangi yang gelap, menuai bibit,
menyemarakkan suasana. Sesudah itu serahkan kepada
Allah. Setiap kita memungut sampah demi Allah itu akan
dibalas oleh Allah.
 
Rekan-rekan Sekalian,
Mari kita ubah paradigmanya. Rumah tangga yang paling
beruntung adalah rumah tangga yang paling banyak
produktifitas kebaikannya. Uang yang paling barokah
adalah uang yang paling tinggi produktifitasnya, bukan
senang melihat uang kita tercatat di deposito atau
tabungan. Uang sebaiknya ditaruh di BMT. Yang terjadi
adalah multiefek bagi pihak lain, hal ini menjadikan
uang kita barokah. Daripada uang kita disimpan di Bank
kemudian Banknya bangkrut, disimpan di kolong kasur
takut dirampok.
 
Kaya boleh asal produktif. Boleh mempunyai rumah
banyak asal diniatkan agar barokah demi Allah itu akan
beruntung. Beli tanah seluas-luasnya. Sebagian
diwakafkan, kemudian dibangun masjid. Pahala akan
mengalir untuk kita sampai Yaumil Hisab. Makanya terus
cari uang bukan untuk memperkaya diri tapi
mendistribusikan untuk ummat. Sedekah itu tidak akan
mengurangi harta kita kecuali bertambah. Jadi pikiran
kita bukan akan mendapat apa kita? tapi akan berbuat
apa kita?. Apakah hari ini saya sudah menolong orang,
sudahkah senyum, berapa orang yang saya sapa, berapa
orang yang saya bantu? 
 
Makin banyak menuntut makin capai. Makin kuat kita
menuntut kalau Allah tidak mengijinkan maka tidak akan
terwujud. Kita minta dihormati, malah Allah akan
memperlihatkan kekurangan kita. Kita malah akan
dicaci, hasilnya sakit hati. Orang yang beruntung,
setiap waktu pikirannya produktif mengenai kebaikan.
Selagi hidup lakukanlah, sesudah mati kita tidak akan
bisa. Kalau sudah berbuat nanti Allah yang akan
memberi, itulah namanya rezeki. Orang yang beruntung
adalah orang yang paling produktif kebaikannya.
 
Yang ketiga rumah tangga atau manusia yang beruntung
itu adalah pikirannya setiap hari memikirkan bagaimana
ia bisa menjadi nasihat dalam kebenaran dan kesabaran
dan ia pecinta nasihat dalam kebenaran dan kesabaran.
Setiap hari carilah input nasihat kemana-mana.
Kata-kata yang paling bagus yang kita katakan adalah
meminta saran dan nasihat. Ayah meminta nasihat kepada
anak, niscaya tidak akan kehilangan wibawa. Begitu
pula seorang atasan di kantor.
 
Kita harus berusaha setiap hari mendapatkan informasi
dan koreksi dari pihak luar, kita tidak akan bisa
menjadi penasihat yang baik sebelum ia menjadi orang
yang bisa dinasihati. Tidak akan bisa kita memberi
nasihat jika kita tidak bisa menerima nasihat. Jangan
pernah membantah, makin sibuk membela diri makin jelas
kelemahan kita. Alasan adalah kelemahan kita. Cara
menjawab kritikan adalah evaluasi dan perbaikan diri.
Mungkin membutuhkan waktu sebulan bahkan setahun.
Nikmatilah nasihat sebagai rezeki dan bukti kesuksesan
hidup. Sayang hidup hanya sekali dan sebentar hanya
untuk menipu diri. Merasa keren di dunia tetapi hina
dihadapan Allah. Merasa pinter padahal bodoh dalam
pandangan Allah.
 
Mudah-mudahan kita bisa menerapkan tiga hal diatas.
Setiap waktu berlalu tambahlah ilmu agar iman
meningkat, setiap waktu isi dengan menambah amal.
Alhamdulillah



Rangkuman Pengajian Qolbun
Menggapai Ma'rifatullah

Bismillahirrahmaanirrahiim
Al-Waliyyu adalah salah satu asma Allah yang berarti Allah Maha Melindungi. Allah menciptakan ketegangan sebenarnya supaya kita menemukan perlindungannya. Allah pelindung bagi orang yang beriman, dengan menerangi dari kegelapan ke cahaya iman. Hal yang paling nikmat dari perlindungan Allah adalah diberi ketebalan iman. Pertolongan Allah dapat pula berupa menjauhkan dari apa yang kita inginkan karena Allah mengetahui hal itu akan menjauhkan kita daripada Allah. Perlindungan dari Allah adalah kita bisa menyikapi apapun yang terjadi dengan cara yang terbaik menurut Allah, inilah yang kita dambakan.
Orang yang paling beruntung dalam hidup ini adalah orang yang berhasil mengenal Allah. Semua kenikmatan itu kecil dibanding nikmat mengenal Allah. Orang yang tidak mengenal Allah akan yang selalu meributkan masa lah dunia sampai-sampai ia mengorbankan kemuliaannya, ia korbankan harga dirinya dan ketenangannya. 
Orang yang bersungguh-sungguh kepada Allah, maka Allah akan bersungguh-sungguh kepadanya. Dalam Hadits Qudsi, Jika seorang hamba Allah mendekat sejengkal, maka Allah akan satu depak, jika kita sedepak, maka Allah satu hasta, kalau kita berjalan ke arah Allah, maka Allah akan memburu hambaNya dengan berlari-lari kecil.
Jadi kita semua berpeluang dekat dengan Allah. Syaratnya adalah Jihad atau bersungguh-sungguh kepada Allah. Sempurnakan sekecil apapun pengabdian kita kepada Allah, kalau kita tidak dapat berbuat yang besar, lakukan yang kecil tetapi sungguh-sungguh. Seperti shalat tepat waktu. Kerapian seharusnya dijaga ketika hendak shalat. Ketika masuk masjid cari shaf yang paling depan. Para sahabat Rasul SAW bahkan diriwayatkan berebut shaf terdepan.
Marilah kita dekati Allah dengan yang kecil-kecil dulu. Maka jangan dulu mengharapkan mengerjakan yang besar. Hal besar yang baik adalah rangkaian dari hal kecil yang baik. Sekecil apapun maka tetap akan sempurna perhitungannya oleh Allah.
Marilah perbaiki shalat dimulai dengan wudhu dengan nikmat. Dari wudhu sampai menjelang shalat berdzikirlah, mengingat Allah dan minta diberi kenikmatan shalat yang khusyu. Badan memakai wangi-wangian, kalau perlu bersiwak dahulu. Sempurnakanlah. Rasakan kenikmatan shalat. Untuk mengobrol 10 menit berlalu tanpa terasa, kenapa shalat di hadapan Allah tidak kita sempurnakan.
Keluar dari masjid berdesak-desakan dapat dijadikan amal dengan mendahulukan orang tua. Ketika kehilangan sandal beristigfar dan berbaik sangkalah, dengan begitu akan sempurna episode kehilangan sandal kita. Tidak ada posisi yang kebetulan dalam hidup ini, karena semua kejadian terjadi dengan perhitungan Allah yang Maha Sempurna. Ketika kita membayar uang ongkos bis kita kelebihan memberikan uang, lebih baik dikhlaskan saja, jangan sampai dongkol hati kita. Jangan sampai uang mencuri hati kita.
Asal kita ikhtiar dengan menyempurnakan setiap episode dengan apa yang ada, hasil akhirnya celaka atau tidak itu urusan Allah. Setiap langkah jadi amal untuk bekal mati.
Sebelum tidur berwudhu, baca Al-Qur’an walau cuma sepuluh ayat dan pamit dengan istri. Mati dalam tidur seperti ini, insya Allah mati dengan keadaan berdzikir. Bangun tidur bacalah doa, bergegaslah ke kamar mandi, bersyukur ketika dibangunkan oleh Allah di seperempat malam untuk shalat Tahajud. Doakan orang-orang sekeliling kita.
Berdzikirlah supaya engkau beruntung. Jangan sempatkan hati ini penuh kebencian. Setiap kita punya musuh kotorlah hati kita. Biar saja uang berkurang tapi hati tidak miskin. Tidak boleh ada yang mencuri hati ini.
Bonus dari pertemuan kita kali ini adalah mengenai citra islam yang dibuat oleh kalangan luar Islam, bahkan sekarang Amerika mencap Islam dengan citra melarat, miskin dan terbelakang. Istilah halal dalam Islam seperti jihad, jilbab dan poligami mendapatkan citra negatif. Jangan sampai kita kotor hati oleh istilah.
Setiap orang harus punya misi dakwah kesejukan. Jangan awali sesuatu dengan kebencian. 
Walhamdulillahirobbil'alamiin.
(Aa Gym)***


Menggapai Hidup Berkah
K.H. Abdullah Gymnastiar


Bismillahirrahmaanirrahiim
Sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertaqwa pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka barokah dari langit dan bumi, tapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.
(Q.S. Al-A'raaf : 96)
Mengapa uang yang banyak, rumah yang besar, istri yang jelita atau suami yang tampan, ilmu yang luas tidak mengangkat derajat pemiliknya? Malah menghinakannya? bukan kebahagiaan atau ketentraman yang diperoleh melainkan masalah dan malapetaka. Apa sebabnya? sebenarnya penyebabnya sederhana sekali, yakni bahwa semua itu tidak barokah.
Kita tidak boleh cukup senang memiliki sesuatu. Tetapi yang harus lebih kita senangi adalah keberkahan atas segala sesuatu itu.Jadi bukan takut tidak memiliki sesuatu tetapi harus lebih takut sesuatu yang sudah dimiliki tidak membawa berkah.
Kita lihat, misalnya suatu rumah yangga yang penuh dengan percekcokan, sebenarnya harus dicurigai jangan-jangan prosedur, keilmuan, dan etika dalam mengarungi dunia rumah tangga tidak cocok dengan yang disyariatkan Allah.
Maka, kita harus sangat takut dengan hidup yang tidak berkah, yaitu yang tidak bermanfat bagi dunia juga tidak bermanfaat bagi akhirat. Mulailah berhati-hati dengan uang.  Bagaimana supaya uang menjadi berkah? Seperti halnya gelas. Gelas hanya bisa enak digunakan untuk minum kalau terlebih dahulu gelas itu kita bersihkan. jangan sekali-kali kita mencoba untuk tidak jujur. untuk apa? Jujur atau tidak jujur tetap Allah yang memberi. Rizki penjahat datang dari Allah, rizki orang jujur juga datang dari Allah. Bedanya, rizki yang diberikan kepada penjahat tadi haram, tidak berkah, sedangkah yang diberikan kepada orang jujur adalah rizki yang berkah. Sebab sebenarnya meskipun penjahat, kalau Allah tidak memberi, tidak pernah dia dapatkan hasilnya. Banyak pencuri yang gagal, koruptor yang gagal. Semua itu karena kehendak Allah.
Sesudah kita jujur, hati-hati pula jangan sampai ada hal-hak orang lain yang terampas atau belum tertunaikan, apalagi hak ummat. Na'udzubillahi min dzalik
Alkisah, Umar bin Abdul Aziz -semoga Allah meridhainya-, ketika beliau sedang mengerjakan tugas negara malam hari di rumahnya, tiba-tiba anaknya mengetuk pintu kamar. KEmudian beliau membuka pintu dan lampu di kamar tersebut dimatikannya. Si anak lalu bertanya, "Kenapa lampu engkau matikan , ya Abi?" lalu beliau menjawab, "Karena minyak pada lampu ini milik negara. Tidak layak kita membicarakanurusan keluarga dengan menggunakan asilitas negara", begitulah Umar, sangat hati-hatinya karena mengharapkan hidupnya mendapat ridha dan berkah dari Allah swt.
Dari cerita yang dikisahkan di atas mengandung berbagai hikmah yang dapat kita teladani.
Menggunakan jabatan dan wewenang yang sangat membawa berkah tiada lain kecuali mengenyampigkan kepentingan dan kesenangan pribadi di atas hak dan kesenangan Allah.
Harta kekayaan yang melimpah yang kita kuasai, yang membawa berkah, tiada lain kecuali harta yang bersih yang tertunaikan kewajiban-kewajibannya baik hak orang lain apalagi hak ummat.
Wallahu a'lam bishshawab.


Mengikis Sikap Otoriter
K.H. Abdullah Gymnastiar


Salah satu yang berbahaya diantara penyakit hati yang kita miliki adalah sifat egois, sifat tidak mau kalah, sifat ingin menang sendiri, sifat ingin selalu merasa benar, atau sifat ingin selalu merasa bahwa memang dirinya tidak berpeluang untuk berbuat salah. Sifat seperti ini biasanya banyak menghinggapi orang-orang yang diamanahi kedudukan—seperti para pimpinan dalam skala apapun.
Sifat-sifat tadi ujung-ujungnya akan bermuara pada sikap otoriter, bahkan lebih jauh lagi menjadi seorang diktator (suatu sebutan yang diantaranya dinisbahkan pada pemimpin pemerintahan NAZI Jerman, Adolf Hitler atau pada pemerintahan fasis Italia zaman Benito Musolini, dan juga para pemimpin diktator dunia lainnya).
Pastilah pula kita tidak akan pernah nyaman mendengar kata-kata seperti itu dan kita juga tidak akan pernah suka melihat orang yang otoriter, yang segalanya sepertinya harus dalam genggamannya. Dan hasilnya kita tahu sendiri bahwa orang-orang yang memiliki cap otoriter, orang yang selalu ingin segalanya dalam kekuasaannya, semuanya tunduk dan patuh kepadanya, ujungnya adalah kejatuhan dan kehinaan.
Dari segi namanya saja sudah menimbulkan kesan tidak enak untuk didengar kuping. Simaklah kata, "otoriter", "egois", atau "menang sendiri" sepertinya kita menangkap kesan yang kurang sreg dengan kata-kata ini. Apalagi jika melihat langsung orang yang memiliki sifat seperti itu, akan lebih tidak suka lagi. Tapi sayang, sepertinya kita jarang menyisihkan waktu untuk bertanya secara jujur pada diri sendiri, apakah sifat-sifat itu ada pada diri kita atau tidak? Apakah kita ini orang otoriter atau bukan? Maaf-maaf saja kepada para orang tua, guru, manager, pimpinan, direktur, komandan, bos, pokoknya orang-orang yang diamanahi kekuasaan oleh ALLOH, biasanya memiliki kecenderungan sifat seperti ini.
Orang-orang yang otoriter biasanya memiliki versi tersendiri dalam menilai suatu kejadian, versi yang sesuka dia tentunya. Hal ini karena dia selalu memandang lebih dirinya sehingga selalu melihat sesuatu itu kurangnya dan jeleknya saja. Akibatnya sebaik apapun yang dilakukan orang lain selalu saja dari mulutnya meluncur omelan, gerutuan, dan koreksian. Tepatlah baginya pepatah, ‘nila setitik rusak susu sebelanga’. Artinya, karena kesalahan sedikit, jeleklah seluruh kelakuannya. Bagi orang otoriter, biasanya tidak ada pilihan lain selain 100% harus sesuai keinginannya.
Hasil kajian sebuah penelitian menyebutkan bahwa para korban NAPZA (Narkotika, Pshikotropika, dan Zat Aditif lainya) diantaranya adalah mereka yang tumbuh besar dari kalangan orang tua otoriter, keras, mau menang sendiri, tidak mau berkomunikasi, dan tidak ada dialog antar anggota keluarga sehingga si anak menjadi seorang yang bersikap apatis, acuh, bahkan akhirnya si anak melarikan rasa ketertekanannya ini ke NAPZA, naudzhubillah.
Ada pula anak yang selalu bentrok dengan ibunya, karena si ibu begitu menuntut agar dia nurut 100% tanpa reserve. Kondisi ini dibarengi pula dengan penilaian kepada anak yang selalu negatif, akibat yang diungkapkan si ibu selalu sisi-sisi yang salah dari diri si anak. Munculah ungkapan, "Sedikit-sedikit salah-sedikit-sedikit salah!", bahkan saking kesalnya si anak ini berkata, "Kalau saya ini salah terus, lalu kapan benarnya saya sebagai manusia ini? Kenapa semua yang saya lakukan selalu disalahkan?!". Padahal kalau si anak belum mengerti seharusnya orang tua yang lebih dulu mengerti, kalau si anak belum bisa paham seharusnya orang tua yang duluan paham. Tapi karena orang tuanya tidak mengerti dan kurang ilmu, akhirnya tanpa disadari si ibu telah menggiring dan menjerumuskan anaknya ke dunia NAPZA.
Ternyata beginilah, gaya mendidik yang otoriter, yang kaku, dan kurang komunikatif akan menghasilkan anak-anak dalam kondisi tertekan, tidak aman, hingga ujungnya ia lari dari kenyataan yang dihadapinya. Begitupun di kantor-kantor atau perusahaan-perusahaan yang memiliki pimpinan bertife otoriter, pastilah dia akan membuat karyawannya tertekan. Hal ini dapat diamati saat pimpinannya datang ke ruang kerja karyawannya, semua karyawan menjadi tegang, gugup, dan panik. Ini terjadi karena kalau pimpinan datang, maka yang dilihat hanya kesalahan-kesalahan karyawannya saja. Mengapa begini? Mengapa begitu? Ini salah! Itu Salah! Jarang memuji, jarang menghargai, jarang menyapa dengan baik, bahkan wajahnya menyeramkan dan angker karena sangat jarang senyum. Pada akhirnya karyawan disiplinnya menjadi disiplin takut atau disiplin semu, padahal sebenarnya karyawan merasa tertekan, sakit hati, dan bahkan benci ke si pimpinan yang otoriter ini.
Diantara ciri perusahaan dengan kondisi seperti ini adalah ditandai dengan perputaran keluar-masuk karyawan yang sangat tinggi. Semua karyawan dari yang level tertinggi sampai yang level terendah maunya keluar saja. Kalaupun ada yang bertahan, bukan karena senang bekerja di sana, kebanyakan yang bertahan memang karena butuh saja. Butuh uangnya, bukan butuh suasananya.
Oleh sebab itu, hati-hatilah bagi para pemimpin yang otoriter, dan bersiap-siaplah menjadi orang yang tidak disukai karena saking banyaknya orang yang merasa teraniaya. Orang otoriter itu marahnya saja biasanya dilakukan di sembarang tempat, asal dia ketemu dengan yang dimarahinya, marahnya akan meledak-ledak. Padahal kemarahan seperti itu justru akan mempermalukan si pemarah itu sendiri karena orang yang melihatnya akan mengeluarkan penilaian yang negatif kepada dia. Misal, "Kok marahnya gitu-gitu amat, padahal dia haji, padahal dia pejabat". Orang-orang yang marah biasanya omongannya juga jelek sekali, kata-katanya kasar dan menyeramkan. Jadi ketika si pemarah itu marah, yang dimarahi bukannya malah nurut atau bukannya malah simpati, yang terjadi justru orang itu akan mengeluarkan penilaiannya sendiri. Walaupun nampak seperti nunduk atau manggut-manggut, tapi hati tidak pernah bisa dibohongi, tidak pernah bisa dibeli dengan kemarahan. Yang ada justru orang itu akan menjadi sakit hati, dongkol dan merendahkan orang yang marah walaupun mungkin pada saat itu ia tidak berani mengekspresikannya.
Hati-hati nih bagi para pimpinan yang suka marah-marah, terutama orang-orang yang tidak biasa jadi bawahan, kadang-kadang ia agak otoriter. Dalam keluarga militer memang kecenderungan sifat otoriter muncul di keluarga itu akan jauh lebih kuat, karena memang jalur komando ala militer kadangkala diberlakukan oleh pimpinan di keluarga itu dengan konsep militer. Celakanya di kantor dididik dalam gaya hidup ala militer, sayangnya di rumah mendidik dengan gaya yang sama, mendidik dengan gaya ala militer, padahal kondisi kantor dan kondisi rumah berbeda.
Pernah ada sebuah keluarga dengan empat anak, ternyata tiga diantaranya mengalami depresi berat karena sang ayah terlalu kaku dalam memimpin rumah tangga yang pengelolaannya disamakan seperti di kantornya. Jangan heran bila ada orang yang sukses di kantor belum tentu sukses di rumah tangga. Ada yang "sukses" di kantor itu karena ia begitu tegasnya sebagai seorang komandan, tapi di rumahnya anak-anak itu beda, karena memang mereka bukanlah militer, mereka tidak dilatih kemiliteran dan terlebih lagi mereka tidak dikasih pangkat.
Perlu diwaspadai pula bahwa biasanya pemimpin yang otoriter akan membuahkan pula bibit–bibit anak didik yang otoriter. Seperti guru yang otoriter, akan menghasilkan anak-anak didik yang otoriter pula, bahkan nakal. Guru yang otoriter di kelas, diantara sifat-sifatnya adalah maunya menang sendiri, kata-katanya tajam, dan suka mempermalukan. Kelakuan ini sebenarnya akan jadi bumerang bagi guru itu sendiri, seperti tidak disukai pelajarannya, tidak disenangi perangainya, dan tentu saja ini suatu hal yang kontra produktif. Apalagi perilaku-perilaku seperti ini sangat bertentangan dengan sikap-sikap yang dituntunkan Rasulullah SAW yang ternyata memiliki pribadi yang sangat indah, santun, dan berakhlak mulia.
Bagi orang yang bagus perangainya, berwajah ceria, serta mulia akhlaknya maka ia laksana mawar yang kuncup di musim semi, dia akan beroleh banyak teman yang membawa kedamaian dan ketentraman, semua pintu terbuka baginya. Sementara orang pemberang, mudah marah, egois, dan otoriter harus menggedor pintu untuk bisa sekedar berbincang dengan seorang kawan. Karenanya, yang terbaik adalah keramahan akhlak dan keceriaan. Rasulullah SAW sendiri adalah seorang yang senantiasa berwajah cerah ceria penuh sungging senyuman, insya ALLOH. ***


Mencintai Kebersihan
K.H. Abdullah Gymnastiar


"Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang taubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri." (QS. Al-Baqarah: 222)
"Sesungguhnya Allah baik dan menyukai kebaikan, bersih dan menyukai kebersihan, murah hati dan senang kepada kemurahan hati, dermawan dan senang kepada kedermawanan." (HR. Imam Turmuzi)
Kedudukan di sisi Allah dapat kita capai dengan cinta kita terhadap kebersihan. Nabi Muhammad saw mencintai kebersihan. Rasulullah setelah wudhu selalu bersiwak atau menggosok giginya. Demikian pula sesudah makan dan menjelang tidur. Rasul paling lambat mengguntingkan kukunya seminggu sekali dan pada hari Jum`at. Sangat beruntung bagi orang yang terus-menerus mensucikan dirinya dan mensucikan dirinya dari barang-barang yang bukan miliknya. Yang paling penting barang yang kita punya harus lebih murah dari diri kita. Barang-barang yang mubajir dan tidak bermanfaat harus dia amalkan. Ini akan membuat lebih ringan hisabnya.
Ciri-ciri orang yang hidupnya kotor yaitu tidak merasa dirinya banyak dosa, zuhud ada nya pada orang yang kaya yang tidak terikat oleh kekayaan. Kemuliaan bagi orang yang tidak punya yaitu niatnya selalu dan ikhtiar yang selalu maksimal, kita terhina jika kita tidak punya uang.
Sederhana tidak identik dengan kemuliaan, kalau didalam dirinya masih ada riya. Semoga di bulan ramadhan ini kita tidak terpikat oleh dunia yang mampir hanya sejenak. (imm)


Menakar Kemuliaan Akhlak
K.H. Abdullah Gymnastiar


Setiap orang ingin merasakan kebahagiaan. Ada yang menyangka dengan datangnyauang maka ia akan menjadi bahgia sehingga iapun mencari uang mati-matian.Ada juga yang menyangka bahwa kedudukan bisa membuatnya bahagia, maka ia pun mencoba merebut kedudukan. Ada yang menyangka penampilanlah yang akan membuatnya bahagia, maka mati-matian ia mengikuti mode. Ada yang menyangka banyaknya pengikut membuatnya bahagia, begitu seterusnya.
Setiap kali kita membutuhkan sesuatu dari selain kita, kita menyangka bahwa itulah yang akan membuat kita bahagia. Kita menggantungkan harapan pada selain kita, selain Allah. Padahal semakin kita berarap orang lain berbuat sesuatu untuk kita maka sebenarnya peluang bahagia itu malah akan terus menurun. Kenapa? Ibarat cahaya matahari yang memancar tanpa membutuhkan input dari luar, kebahagiaan yang hakiki itu justru datng bukan dari seseorang atau dari sesuatu.
Salah satu bentuk kebahagiaan yang sejati adalah ketika kita hanya menggantungkan segala urusan kepada Allah. Bagi orang yang  mengenal Allah dengan baik, dan ia tidak berharap banyak dari selain Allah, itulah salah satu kebahagiaan. Maka bagi kita yang selama ini masih sangat ingin dihargai, masih sangat ingin dihormati, masih sangat ingin dibedakan oleh orang lain, masih sangat ingin diberi ucapan terima kasih ketika melakukan sesuatu untuk orang lain, atau masih sangat ingin dipuji, maka sebenarnya makin tinggi kebutuhan kita akan penghargaan dari orang lain, itulah yang akan menyempitkan hidup kita. Barang siapa yang berhasil lepas dari kebutuhan-kebutuhan semacam itu, dan kita sudah mulai bisa menikmati indahnya memberikan senyuman kepada orang lain dan bukannya diberi senyuman; atau merasakan nikmatnya bisa menyapa orang lain dan bukan disapa, nikmatnya menyalami dan bukan menunggu disalami, semakin kita tidak berharap orang berbuat sesuatu untuk kita, maka inilah fondasi kita dalam menikmati hidup ini. Kenyataan yang ada di masyarakat kita dengan terjadinya beraneka kemunkaran, kezhaliman dan kejahatan, itu disebabkan karena kita terlalu banyak berharap kepada makhluk dan tidak kepada Allah.
Saudara-saudaraku yang dimuliakan Allah, suatu ketika Rasulullah Saw. ditanya, "Ya Rasulullah, mengapa engkau diutus ke bumi?" Maka jawaban Rasulullah sangat singkat sekali, "Sesungguhnya aku diutus ke bumi hanyalah untuk menyempurnakan kemuliaan akhlak." Menurut Imam Al Ghazali, berdasarkan apa yangbisa saya fahami, akhlak itu adalah respon spontan terhadap suatu kejadian. Pada saat kita diam, tidak akan kelihatan bagaimana akhlak kita. Akan tetapi ketika kita ditimpa sesuatu baik yang menyenangkan ataupun sebaliknya, respon terhadap kejadian itulah yang menjadi alat ukur akhlak kita. Kalau respon spontan kita itu yang keluar adalah kata-kata yang baik, mulia, berarti memang sudah dari dalamlah kemuliaan kita itu. Tanpa harus dipikir banyak, tanpa harus direkayasa, sudah muncul kemuliaan itu. Sebaliknya kalau kita memang sedang dikalem-kalem, tiba-tiba terjadi sesuatu pada diri kita, misalnya sandal kita hilang, atau ada orang yang menyenggol, mendengar bunyi klakson yang nyaring lalu tiba-tiba sumpah serapah yang keluar dari mulut kita, maka lemparan yang keluar sebagai respon spontan kita itulah yang akan menunjukkan bagaimana akhlak kita. Maka jika bertemu dengan orang yang meminta sumbangan lalu kita berfikir keras diberi atau jangan. Kita berfikir, kalau dikasih seribu, malu karena nama kita ditulis, kalau diberi lima ribu nanti uang kita habis. Terus... berfikir keras hingga akhirnya kita pun memberi akan tetapi niatnya sudah bukan lagi dari hati kita karena sudah banyak pertimbangan.Padahal keinginan kita semula adalah untuk menolong. Kalau sudah demikian, sebetulnya bukan akhlak dermawan yang muncul.
Saudar-saudaraku sekalian, inilah sekarang paling menjadi masalah bagi peradaban kita. Kita empunyai anak, dia memiliki gelar yang bagus, sekolahnya pun di tempat yang bergengsi, tapi akhlaknya jelek, maka tidak ada artinya. Kita punya dosen, gelarnya berderet banyak, rumahnya pun mentereng, tapi jikalau akhlaknya, celetuk-celetukannya atau sinisnya tidak mencerminkan struktur keilmuan seperti yang dimilikinya, maka jatuhlah ia. Ada orang yang dianggap dituakan, tetapi akhlaknya jelek, maka walaupun ia dituakan, dia gagal mendapatkan penghormatan. Atau kita punya atasan, seorang pejabat yang bagus karirnya akan tetapi akhlaknya, ...masya Allah, sudah punya isteri tapi ia dikenal berzina dengan perempuan lain, di kantor ia mengambil harta dengan cara tidak halal, maka jatuhlah ia.
Sekarang ini krisis terbesar kita memang krisis akhlak. Oleh karena itu, saya sependapat dengan seorang pengusaha terkenal dari Jepang yang mengatakan bahwa jikalau seseorang ingin memimpin perusahaan dengan baik, maka sebetulnya skill atau keahlian itu cukup 10% saja, yang 90% adalah akhlak. Karena akhlak yang baik, orang yang cerdas pun mau bergabung denganya. Mereka merasa aman, merasa tersejahterakan lahir batinnya. Akibatnya, berkumpulah para ahli. Kemudian kepada mereka diberikan motivasi dengan akhlak yang baik maka jadilah sebuah prestasi yang besar. Oleh karena itu sebenarnya kesuksesan itu adalah milik orang yang berakhlak mulia.
Sekedar ilustrasi, suatu saat sedang terjadi dialog antara suami dan isteri. Sang isteri menginginkan anaknya menjadi bintang kelas, akan tetapi sang suami mengatakan bahwa bintang kelas itu bukan alat ukur kesuksesan anak sekolah. Menjadi bintang kelas itu tidak harus, tidak wajib. Yang wajib bagi anak itu adalah memiliki akhlak yang mulia. Apalah artinya ia menjadi bintang kelas apabila kemudian ia jadi terbelenggu oleh keinginan dipuji teman-temannya. Jadi dengki terhadap orang-orang yang pandai dikelasnya, atau menjadi takabbur karena kepandaiannya itu. Apa artinya bintang kelas seperti ini? Lebih baik lagi jika kita bangun mental anak kita lebih bagus, matang pada tiap tahapannya. Kalaupun suatu saat ia ditakdirkan menjadi bintang kelas, maka itu adalah buah dari pemikirannya. Sementara itu ia pun sudah siap denga mentalnya: tidak dengki, tidak iri, tidak jadi sombong. Nilai ini tentunya jadi lebih bagus daripada nilai menjadi bintang kelasnya. Apalah artinya kita lulus terbaik jika kemudian menjadi jalan ujub takabbur. Lulus itu hanya nilai,nilai, nilai....
Saudara-saudara sekalian, inilah yang sepatutnya menjadi bahan pemikiran kita. Kita berbicara seperti ini sebenarnya bukan untuk memikirkan seseorang. Siapa yang akhlaknya demikian, demikian...Kita berbicara seperti ini adalah untuk memikirkan diri kita sendiri. Apakah saya itu berakhlak benar atau tidak? Bagaimana cara melihatnya?Ya, lihat saja kalau kita mendapati masalah. Bagaimana respon spontan kita? Bagaimana struktur kata-kata kita, raut wajah kita? Apakah kita cukup temperamental? Apakah kata-kata kita keji, menyakiti, arogan? Itulah diri kita. Kesuksesan dan kegagalan itu bergantung pada hal semacam ini. Bergantung apa yang kita lakukan. Apakah dengan DT bisa menjadi sebesar ini sudah menjadi tanda kesuksesan? Belum. Masih jauh. Kalau hanya alat ukur kemajuan bertambahnya bangunan atau tanah, ah... orang-orang kafir juga bisa melakukannya. Kalau hanya sekedar jama'ah berhimpun banyak, itupun gampang. Tetapi apakah dakwah ini elah mampu merobah akhlak kita? Itulah alat ukurnya.
Sering diungkapkan, bagaimana ukuran kesuksesan seseorang dalam berdakwah? Gampang. Kesuksesan seseorang yang berdakwah adalah apakah dirinya pun bisa berubah menjadi lebih baik atau tidak? Kalau hanya berbicara seperti ini, mengeluarkan dalil tapi yang bersangkutan akhlaknya tidak berubah, itu malah mencemarkan agama. Kesuksesan dakwah bukan karena banyaknya pendengar atau jumlah jama'ah karena dakwah itu bukan sekedar menikmati kata-kata. Kesuksesan berdakwah adalah ketika yang berdakwah ini pun semakin baik akhlaknya, semakin tinggi nilai kepribadiannya. Insya Allah. Mudah-mudahan keluhuran pribadi itulah yang menjadi alat dakwah kita. Bukan hanya mengandalkan kekuatan kata-kata belaka.
Barakallahu lii wa lakum.


MEMPERINDAH HATI

            Setiap manusia tentulah sangat menyukai dan merindukan keindahan. Banyak orang yang menganggap keindahan adalah pangkal dari segala puji dan harga. Tidak usah heran kalau banyak orang memburunya. Ada orang yang berani pergi beratus bahkan beribu kilometer semata-mata untuk mencari suasana pemandangan yang indah. Banyak orang rela membuang waktu untuk berlatih mengolah jasmani setiap saat karena sangat ingin memiliki tubuh yang indah. Tak sedikit juga orang berani membelanjakan uangnya berjuta bahkan bermilyar karena sangat rindu memiliki rumah atau kendaraan mewah.
            Akan tetapi, apa yang terjadi? Tak jarang kita menyaksikan betapa terhadap orang-orang yang memiliki pakaian dan penampilan yang mahal dan indah, yang datang ternyata bukan penghargaan, melainkan justru penghinaaan. Ada juga orang yang memiliki rumah megah dan mewah, tetapi bukannya mendapatkan pujian, melainkan malah cibiran dan cacian. Mengapa keindahan yang tadinya disangka akan mengangkat derajat kemuliaan malah sebaliknya, padahal kunci keindahan yang sesungguhnya adalah jika sesorang merawat serta memperhatikan kecantikan dan keindahan hati. Inilah pangkal kemuliaan sebenarnya.
            Rasulullah SAW pakaiannya tidak bertabur bintang penghargaan, tanda jasa, dan pangkat. Akan tetapi, demi Allah sampai saat ini tidak pernah berkurang kemuliaannya. Rasulullah SAW tidak menggunakan singgasana dari emas yang gemerlap, ataupun memiliki rumah yang megah dan indah. Akan tetapi, sampai detik ini sama sekali tidak pernah luntur pujian dan penghargaan terhadapnya, bahkan hingga kelak datang akhir zaman. Apakah rahasianya? Ternyata semua itu dikarenakan Rasulullah SAW adalah orang yang sangat menjaga mutu keindahan dan kesucian hatinya.
            Rasulullah SAW bersabda, "Ingatlah, dalam tubuh manusia itu ada segumpal daging. Kalau segumpal daging itu baik, maka akan baiklah seluruh tubuhnya. Tetapi, bila rusak, niscaya akan rusak pula seluruh tubuhnya. Segumpal daging itu bernama qolbu!" (HR. Bukhari dan Muslim).
            Boleh saja kita memakai segala apapun yang indah-indah. Namun, kalau tidak memiliki hati yang indah,demi Allah tidak akan pernah ada keindahan yang sebenarnya. Karenanya jangan terpedaya oleh keindahan dunia. Lihatlah, begitu banyak wanita malang yang tidak mengenal moral dan harga diri. Mereka pun tidak kalah indah dan molek wajah, tubuh, ataupun penampilannya. Kendatipun demikian, mereka tetap diberi oleh Allah dunia yang indah dan melimpah.
            Ternyata dunia dan kemewahan bukanlah tanda kemuliaan yang sesungguhnya karena orang-orang yang rusak dan durjana sekalipun diberi aneka kemewahan yang melimpah ruah oleh Allah. Kunci bagi orang-orang yang ingin sukses, yang ingin benar-benar merasakan lezat dan mulianya hidup, adalah orang-orang yang sangat memelihara serta merawat keindahan dan kesucian qalbunya.
            Imam Al Ghazali menggolongkan hati ke dalam tiga golongan, yakni yang sehat (qolbun shahih), hati yang sakit (qolbun maridh), dan hati yang mati (qolbun mayyit).
Seseorang yang memiliki hati sehat tak ubahnya memiliki tubuh yang sehat. Ia akan berfungsi optimal. Ia akan mampu memilih dan memilah setiap rencana atas suatu tindakan, sehingga setiap yang akan diperbuatnya benar-benar sudah melewati perhitungan yang jitu berdasarkan hati nurani yang bersih.
            Orang yang paling beruntung memiliki hati yang sehat adalah orang yang dapat mengenal Allah Azza wa Jalla dengan baik. Semakin cemerlang hatinya, maka akan semakin mengenal dia. Penguasa jagat raya alam semesta ini. Ia akan memiliki mutu pribadi yang begitu hebat dan mempesona. Tidak akan pernah menjadi ujub dan takabur ketika mendapatkan sesuatu, namun sebaliknya akan menjadi orang yang tersungkur bersujud. Semakin tinggi pangkatnya, akan membuatnya semakin rendah hati. Kian melimpah hartanya, ia akan kian dermawan. Semua itu dikarenakan ia menyadari, bahwa semua yang ada adalah titipan Allah semata. Tidak dinafkahkan di jalan Allah, pasti Allah akan mengambilnya jika Dia kehendaki.
            Semakin bersih hati, hidupnya akan selalu diselimuti rasa syukur. Dikaruniai apa saja, kendati sedikit, ia tidak akan habis-habisnya meyakini bahwa semua ini adalah titipan Allah semata, sehingga amat jauh dari sikap ujub dan takabur. Persis seperti ucapan yang terlontar dari lisan Nabi Sulaiman AS, tatkala dirinya dianugerahi Allah berbagai kelebihan, "Haadzaa min fadhli Rabbii, liyabluwani a-asykuru am afkuru." (QS. An Naml [27] : 40). Ini termasuk karunia Tuhanku, untuk mengujiku apakah aku mampu bersyukur atau malah kufur atas nikmat-Nya.
            Suatu saat bagi Allah akan menimpakkan ujian dan bala. Bagi orang yang hatinya bersih, semua itu tidak kalah terasa nikmatnya. Ujian dan persoalan yang menimpa justru benar-benar akan membuatnya kian merasakan indahnya hidup ini. Karena, orang yang mengenal Allah dengan baik berkat hati yang bersih, akan merasa yakin bahwa ujian adalah salah satu perangkat kasih sayang Allah, yang membuat seseorang semakin bermutu.
            Dengan persoalan akan menjadikannya semakin bertambah ilmu. Dengan persoalan akan bertambahlah ganjaran. Dengan persoalan pula derajat kemuliaan seorang hamba Allah akan bertambah baik, sehingga ia tidak pernah resah, kecewa, dan berkeluh kesah karena menyadari bahwa persoalan merupakan bagian yang harus dinikmati dalam hidup ini.
            Oleh karenanya, tidak usah heran orang yang hatinya bersih, ditimpa apapun dalam hidup ini, sungguh bagaikan air di relung lautan yang dalam. Tidak pernah akan berguncang walaupun ombak badai saling menerjang. Ibarat karang yang tegak tegar, dihantam ombak sedahsyat apapun tidak akan pernah roboh. Tidak ada putus asa, tidak ada keluh kesah berkepanjangan. Yang ada hanya kejernihan dan keindahan hati. Ia amat yakin dengan janji Allah, "Laa yukalifullahu nafasan illa wus’ahaa." (QS. Al Baqarah [2] : 286). Allah tidak akan membebani seseorang, kecuali sesuai dengan kesanggupannya. Pasti semua yang menimpa sudah diukur oleh-Nya. Mahasuci Allah dari perbuatan zhalim kepada hamba-hamba-Nya.
            Ia sangat yakin bahwa hujan pasti berhenti. Badai pasti berlalu. Malam pasti berganti menjadi siang. Tidak ada satu pun ujian yang menimpa, kecuali pasti akan ada titik akhirnya. Ia tidak berubah bagai intan yang akan tetap kemilau walaupun dihantam dengan apapun jua.
            Memang luar biasa orang yang memiliki hati yang bersih. Nikmat datang tak pernah membuatnya lalai bersyukur, sementara sekalipun musibah yang menerjang, sama sekali tidak akan pernah mengurangi keyakinan akan curahan kasih sayang-Nya. Semua itu dikarenakan ia bisa menyelami sesuatu secara lebih dalam atas musibah yang menimpa dirinya, sehingga tergapailah sang mutiara hikmah. Subhanallaah, sungguh teramat beruntung siapapun yang senantiasa berikhtiar dengan sekuat-kuatnya untuk memperindah qolbunya.***



Manajemen Waktu
K.H. Abdullah Gymnastiar


Satu desah nafas kita saat menjalani waktu demi waktu, merupakan langkah menuju kubur. Alangkah ruginya kita disaat menjalani sesuatu yang berharga kemudian kita sia-sia kan. Orang yang bodoh adalah jika diberikan modal maka modalnya dihamburkan dengan sia-sia. Begitu juga kita jika sudah diberi modal waktu, kemudian waktunya kita hambur-hamburkan maka kita termasuk orang yang bodoh.
Hikam:
"Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan menjalankan amal saleh dan saling menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran."
(QS. Al-Ashr 1-3)
Rasulullah SAW bersabda: "Sebaik-baiknya manusia adalah orang yang diberi panjang umur dan baik amalannya, dan sejelek-jeleknya manusia adalah orang yang diberi panjang umur dan jelek amalannya." (HR. Ahmad)

Orang yang pasti beruntung adalah orang yang mencarikebenaran, orang yang mengamalkan kebenaran, orang yang mendakwahkan kebenaran dan orang yang sabar dalam menegakan kebenaran. Mengatur waktu dengan baik agar tidak sia-sia adalah dengan mengetahui dan mempetakan, mana yang wajib, mana yang sunah dan mana yang mubah.
Ketenangan tidak harus dengan diam tapi ketenangan bisa kita dapatkan dengan mendekatkan diri kita kepada Allah yaitu dengan sholat dan dzikir. Sekecil apapun perbuatan Rasulullah, bebas dari kesia-siaan, efektif dan penuh makna.
Ramadahan ini adalah wahana yang paling tepat bagi diri kita untuk memacu meningkatkan kualitas pemahaman kita terhadap kebenaran sehingga iman kita bertambah, meningkatkan kualitas amal-amal kita sehingga menjadi produktif, meningkatkan kualitas akhlak kita sehingga menjadi suri tauladan dan meningkatkan kualitas kesabaran kita dalam menetapi kebenaran. (imm)


Manajemen Qalbu
K.H. Abdullah Gymnastiar


Apa itu MQ? Sebenarnya tidak ada perbedaan antara MQ dengan metode dakwah Islam lainnya. di dalamnya pun tidak ada yang baru, semuanya merupakan penjabaran ajaran Islam. Hanya pembahasannya lebih diperdalam, dibeberkan dengan cara yang aktual, dengan inovasi dan kreativitas dakwah yang lebih sesuai dengan kebutuhan zaman. Inti pembelajarannya sendiri ada pada qolbu.
Di dalam tubuh ini ada akal, jasad, dan qolbu. Akal membuat orang bisa bertindak lebih efektif dan efisien dalam melakukan apa yang ia inginkan. Sedangkan tubuh bertugas melakukan apa yang diperintahkan oleh akal. Sebagai contoh, apabila akal menginginkan tubuh mampu berkelahi, maka tubuh akan berlatih agar menjadi kuat. Sayangnya, tidak sedikit orang yang cerdas, orang yang begitu gagah perkasa, tapi tidak menjadi mulia, bahkan sebagian diantaranya membuat kehinaan karena berbuat jahat. Mengapa? Sebab ada satu yang membimbing akal dan tubuh yang belum diefektifkan, itulah qolbu.
Kita ambil contoh lain, sebuah mikrofon bisa menjadi alat provokasi kejahatan, bisa juga jadi alat dakwah dan menyampaikan ilmu, sebuah mikrofon bisa juga menjadi alat bantu berbicara sehingga menjadi fasih, itulah fungsi mikrofon. Artinya, yang menentukan isi dari bahasa yang keluar darinya adalah qolbu. Dalam hal ini Rasulullah SAW menyebutkan bahwa di dalam tubuh ini ada segumpal daging yang jika ia baik maka baik pula yang lainnya, sebaliknya yang apabila ia jelek maka jeleklah semuanya. Dan yang dimaksud daging itu ialah Qolbu.
Jadi, yang terpenting dari manusia ternyata bukan kecerdasannya saja, tapi yang membimbing cerdasnya otak menjadi benar, yang membimbing kuatnya fisik menjadi benar. Disitulah fungsi qolbu. Oleh karenanya, menjadi cerdas belum tentu mulia, kecuali kecerdasannya dipakai untuk berbuat kebenaran. Menjadi kuat belum tentu mulia, kecuali kekuatannya di jalan yang benar.
Di dalam qolbu ini ada yang disebut potensi, faalhamahaa fujuu rahaa wa taqwaaha (QS. Asy Syams [91] : 8), "Dan diilhamkan kepadanya yang salah dan yang taqwa (benar)". Begitulah, qolbu ini punya potensi negatif dan potensi positif. Allah telah menyiapkan keduanya dengan adil. Dan disinilah pentingnya fungsi manajemen. Manajemen secara sederhana berarti pengelolaan dan pentadhiran. Sebuah sistem dengan manajemen yang baik, dengan pengelolaan yang baik, sekecil apapun potensi yang dimiliki, Insya Allah akan membuahkan hasil yang optimal.
Negara Singapura, misalnya, tidak punya Sumber Daya Alam (SDA) yang melimpah, bahkan untuk mencukupi kebutuhan air minumnya saja, Singapura harus mengimpornya dari Johor, Malaysia. disisi lain ternyata mereka berhasil mengelola Sumber Daya Manusia (SDM)-nya, sehingga walaupun SDA-nya minim, tapi SDM-nya mampu diberdayakan secara optimal. Hasilnya, kini Singapura menjadi jauh lebih makmur daripada Indonesia yang alamnya sangat kaya raya. Mengapa? Ya, itu tadi, karena bangsa kita lemah dalam manajemennya.
Dapat dipahami pula bahwa kita tidak berakhlak mulia bukan karena tidak punya potensi, tapi karena manajemen diri kita yang masih buruk. Sungguh kita mampu mengelola otak kita menjadi cerdas, membaca dengan kecepatan 400 kpm, memiliki daya ingat yang kuat, yakinlah itu bisa dilakukan. Kita bisa kelola fisik sehingga mampu melakukan sebuah gerakan bela diri demikian sempurna, pukulannya demikian akurat, tapi itu tidak cukup kalau hatinya tidak dikelola dengan baik. Karena semua itu tidak akan memiliki nilai positif jika hatinya tidak dikelola dengan baik. Begitulah. Hati menentukan nilai; mulia atau hina. Jangan aneh bila ada orang cerdas, tapi tidak mulia hidupnya. Bukan karena kurang cerdas, tapi kecerdasannya tidak dibimbing oleh hatinya.
Oleh karena itulah, orang yang pandai mengelola hatinya, ketika tiba-tiba, misalnya, dihina orang, dia akan kelola penghinaan ini menjadi sesuatu yang mamfaat, "Ah, dia memang menghina, namun siapa tahu penghinaan ini bagian dari karunia Allah untuk memberitahu kekurangan saya, selain itu saya pun bisa melatih kesabaran, bedanya khan dia baru bisa menghina, saya bisa mengatakan yang baik kepadanya." Begitulah, sikap terhadap hinaan ternyata bergantung manajemen qolbunya. Saat lain ia diuji sedang sakit, lalu qolbunya kembali ia kelola dengan seoptimal-optimalnya. "Sakit bagi saya adalah proses evaluasi diri, proses pengguguran dosa", demikianlah ia pahamkan dihatinya tentang makna sakit. Akibatnya, sakit menjadi tidak menyengsarakan, melainkan penuh hikmah yang mendalam, karena dia berhasil mengelola hatinya.
Lelah, tersinggung, terhina, kekurangan uang, tertimpa penyakit, dan masih begitu banyak lagi masalah yang akan membuat orang menjadi goyah, tapi kalau terkelola hatinya, subhanallaah, ia akan tetap punya nilai produktif. Anehnya, banyak orang yang sangat sibuk memikirikan kecerdasannya, memikirkan kesehatan fisiknya, tapi sangat sedikit memikirkan kondisi hatinya. Kalaulah kita harus memilih, seharusnya kita banyak meluangkan waktu untuk memikirkan tentang qolbu ini. Karena jika qolbu ini baik, yang lainnya pun menjadi baik, Insya Allah.***


Lupakan Jasa dan Kebaikan Diri
K.H. Abdullah Gymnastiar


Semakin kita sering menganggap diri penuh jasa dan penuh kebaikan pada orang lain, apalagi menginginkan orang lain tahu akan jasa dan kebaikan diri kita, lalu berharap agar orang lain menghargai, memuji, dan membalasnya maka semua ini berarti kita sedang membangun penjara untuk diri sendiri dan sedang mempersiapkan diri mengarungi samudera kekecewaan dan sakit hati.
Ketahuilah bahwa semakin banyak kita berharap sesuatu dari selain Allah SWT, maka semakin banyak kita akan mengalami kekecewaan. Karena, tiada sesuatu apapun yang dapat terjadi tanpa ijin Allah. Sesudah mati-matian berharap dihargai makhluk dan Allah tidak menggerakkan orang untuk menghargai, maka hati ini akan terluka dan terkecewakan karena kita terlalu banyak berharap kepada makhluk. Belum lagi kerugian di akhirat karena amal yang dilakukan berarti tidak tulus dan tidak ikhlas, yaitu beramal bukan karena Allah.
Selayaknya kita menyadari bahwa yang namanya jasa atau kebaikan kita terhadap orang lain, sesungguhnya bukanlah kita berjasa melainkan Allah-lah yang berbuat, dan kita dipilih menjadi jalan kebaikan Allah itu berwujud. Sesungguhnya terpilih menjadi jalan saja sudah lebih dari cukup karena andaikata Allah menghendaki kebaikan itu terwujud melalui orang lain maka kita tidak akan mendapat ganjarannya.
Jadi, ketika ada seseorang yang sakit, lalu sembuh berkat usaha seorang dokter. Maka, seberulnya bukan dokter yang menyembuhkan pasien tersebut, melainkan Allah-lah yang menyembuhkan, dan sang dokter dipilih menjadi jalan. Seharusnya dokter sangat berterima kasih kepada sang pasien karena selain telah menjadi ladang pahala untuk mengamalkan ilmunya, juga telah menjadi jalan rizki dari Allah baginya. Namun, andaikata sang dokter menjadi merasa hebat karena jasanya, serta sangat menuntut penghormatan dan balas jasa yang berlebihan maka selain memperlihatkan kebodohan dan kekurangan imannya juga semakin tampak rendah mutu kepribadiannya (seperti yang kita maklumi orang yang tulus dan rendah hati selalu bernilai tinggi dan penuh pesona). Selain itu, di akhirat nanti niscaya akan termasuk orang yang merugi karena tidak beroleh pahala ganjaran.
Juga, tidak selayaknya seorang ibu menceritakan jasanya mulai dari mengandung, melahirkan, mendidik, membiayai, dan lain-lain semata-mata untuk membuat sang anak merasa berhutang budi. Apalagi jika dilakukan secara emosional dan proporsional kepada anak-anaknya, karena hal tersebut tidak menolong mengangkat wibawa sang ibu bahkan bisa jadi yang terjadi adalah sebaliknya. Karena sesungguhnya sang anak sama sekali tidak memesan untuk dilahirkan oleh ibu, juga semua yang ibunya lakukan itu adalah sudah menjadi kewajiban seorang ibu.
Percayalah bahwa kemuliaan dan kehormatan serta kewibawaan aeorang ibu/bapak justru akan bersinar-sinar seiring dengan ketulusan ibu menjalani tugas ini dengan baik, Insya Allah. Allah-lah yang akan menghujamkan rasa cinta di hati anak-anak dan menuntunnya untuk sanggup berbalas budi.
Seorang guru juga harus bisa menahan diri dari ujub dan merasa berjasa kepada murid-muridnya. Karena memang kewajiban guru untuk mengajar dengan baik dan tulus. Dan memang itulah rizki bagi seseorang yang ditakdirkan menjadi guru. Karena setiap kebaikan yang dilakukan muridnya berkah dari tuntunan sang guru akan menjadi ganjaran tiada terputus dan dapat menjadi bekal penting untuk akhirat. Kita boleh bercerita tentang suka duka dan keutamaan mengajar dengan niat bersyukur bukan ujub dan takabur.
Perlu lebih hati-hati menjaga lintasan hati dan lebih menahan diri andaikata ada salah seorang murid kita yang sukses, jadi orang besar. Biasanya akan sangat gatal untuk mengumumkan kepada siapapun tentang jasanya sebagai gurunya plus kadang dengan bumbu penyedap cerita yang kalau tidak pada tempatnya akan menggelincirkan diri dalam riya dan dosa.
Andaikata ada sebuah mobil yang mogok lalu kita membantu mendorongnya sehingga mesinnya hidup dan bisa jalan dengan baik. Namun ternyata sang supir sama sekali tidak berterima kasih. Jangankan membalas jasa, bahkan menengok ke arah kita pun tidak sama sekali.. andaikata kita merasa kecewa dan dirugikan lalu dilanjutkan dengan acara menggerutu, menyumpahi, lalu menyesali diri plus memaki sang supir. Maka lengkaplah kerugiannya lahir maupun batin. Dan tentu saja amal pun jadi tidak berpahala dalam pandangan Allah karena tidak ikhlas, yaitu hanya berharap balasan dari makhluk.
Seharusnya yang kita yakini sebagai rizki dan keberuntungan kita adalah takdir diri ini diijinkan Allah bisa mendorong mobil. Silahkan bayangkan andaikata ada mobil yang mogok dan kita tidak mengetahuinya atau kita sedang sakit tidak berdaya, niscaya kita tidak mendapat kesempatan beramal dengan mendorong mobil. Atau diri ini sedang sehat perkasa tapi mobil tidak ada yang mogok, lalu kita akan mendorong apa?
Takdir mendorong mobil adalah investasi besar, yakni kalau dilaksanakan penuh dengan ketulusan niscaya Allah yang Maha Melihat akan membalasnya dengan balasan yang mengesankan. Bukankah kita tidak tahu kapan kita akan mendapatkan kesulitan di perjalanan, maka takdir beramal adalah investasi.
Mari kita bersungguh-sungguh untuk terus berbuat amal kebajikan sebanyak mungkin dan sesegera mungkin. Setelah itu mari kita lupakan seakan kita tidak pernah melakukannya, cukuplah Allah yang Maha Melihat saja yang mengetahuinya. Allah SWT pasti menyaksikannya dengan sempurna dan membalasnya dengan balasan yang sangat tepat baik waktu, bentuk, ataupun momentumnya. Salah satu ciri orang yang ikhlas menurut Imam Ali adalah senang menyembunyikan amalannya bagai menyembunyikan aib-aibnya.
Selamat berbahagia bagi siapapun yang paling gemar beramal dan paling cepat melupakan jasa dan kebaikan dirinya, percayalah hidup ini akan jauh lebih nikmat, lebih ringan, dan lebih indah. Insya Allah.***


KUNCI PENGOKOH JIWA

1.      SIAP
Senantiasa menyadari bahwa hidup di dunia ini hanya satu kali sehingga aku tidak boleh gagal dan sia-sia tanpa guna.
Ikhtiar yang disertai niat yang sempurna itulah tugasku, perkara apapun yang terjadi kuserahkan sepenuhnya  kepada Allah Yang Maha Tahu yang terbaik bagiku.
Aku harus sadar betul bahwa yang terbaik bagiku menurutku belum tentu terbaik bagiku menurut Allah, bahkan mungkin aku terkecoh oleh keinginan harapanku sendiri.
Pengetahuanku tentang diriku atau tentang apapun amat terbatas sedangkan pengetahuan Allah menyelimuti segalanya. Sehingga betapapun aku sangat menginginkan sesuatu, tetapi hatiku harus kupersiapkan untuk menghadapi kenyataan yang tak sesuai dengan harapanku. Karena mungkin itulah yang terbaik bagiku.
2.      RELA
Realitas yang terjadi yaa... inilah kenyataan dan episode hidup yang harus kujalani.
Emosional, sakit hati, dongkol, atau apapun yang membuat hatiku menjadi kecewa dan sengsara harus segera kutinggalkan karena dongkol begini, tidak dongkol juga tetap begini. Lebih baik aku menikmati apa adanya.
Lubuk hatiku harus realistis menerima kenyataan yang ada, namun tubuh dan pikiranku harus tetap bekerja keras mengatasi dan menyelesaikan masalah ini.
Apa boleh buat, nasi telah menjadi bubur. Maka yang harus kulakukan adalah mencari ayam, cakweh, kacang polong, kecap, seledri, bawang goreng dan sambal agar bubur ayam spesial tetap dapat kunikmati.
3.      MUDAH
Meyakini bahwa hidup ini bagai siang dan malam yang pasti silih berganti. Tak mungkin siang terus menerus dan tak mungkin juga malam terus menerus. Pasti setiap kesenangan ada ujungnya begitupun masalah yang menimpaku pasti ada akhirnya. Aku harus sangat sabar menghadapinya.
Ujian yang diberikan oleh Allah Yang Maha Adil pasti sudah diukur dengan sangat cermat sehingga tak mungkin melampaui batas kemampuanku, karena ia tak pernah menzhalimi hamba-hamba-Nya.
Dengan pikiran buruk aku hanya semakin mempersulit dan menyengsarakan diri. Tidak,  aku tidak boleh menzhalimi diiku sendiri. Pikiranku harus tetap jernih, terkendali, tenang dan proporsional. Aku tak boleh terjebak mendramatisir masalah.
Aku harus berani menghadapi persoalan demi persoalan. Tak boleh lari dari kenyataan, karena lari sama sekali tak menyelesaikan bahkan sebaliknya hanya menambah permasalahan. Semua harus tegar kuhadapi dengan baik, aku tak boleh menyerah, aku tak boleh kalah.
Harusnya segala sesuatu itu ada akhirnya. Begitu pun persoalan yang kuhadapi, seberat apapun seperti yang dijanjikan Allah “Fa innama’al usri yusran, inna ma’al usri yusran” dan sesungguhnya bersama kesulitan itu pasti ada kemudahan, bersama kesulitan itu pasti ada kemudahan. Janji yang tak pernah mungkin dipungkiri oleh Allah. Karena itu aku tak boleh mempersulit diri.
4.      NILAI
Nasib baik atau buruk dalam pandanganku mutlak terjadi atas izin Allah dan Allah tak mungkin berbuat sesuatu yang sia-sia.
Ini pasti ada hikmah. Sepahit apapun pasti ada kebaikan yang terkandung di dalamnya bila disikapi dengan sabar dan benar.
Lebih baik aku renungkan kenapa Allah menakdirkan semua ini menimpaku. Bisa jadi sebagai peringatan atas dosa-dosaku, kelalaianku, atau mungkin saat kenaikan kedudukanku di sisi Allah.
Aku mungkin harus berfikir keras untuk menemukan kesalahan yang harus kuperbaiki.
Itibar dari setiap kejadian adalah cermin pribadiku. Aku tak boleh gentar dengan kekurangan dan kesalahan yang terjadi. Yang penting kini aku bertekad sekuat tenaga untuk memperbaikinya. Allah Maha Pengampun dan Maha Penerima Taubat.
5.      AHAD
Aku harus yakin bahwa walaupun bergabung seluruh manusia dan jin untuk menolongku tak mungkin terjadi apapun tanpa izin-Nya.
Hatiku harus bulat total dan yakin dengan seyakin-yakinnya bahwa hanya Allah-lah satu-satunya yang dapat menolong memberi jalan keluar terbaik dari setiap urusan.
Allah Mahakuasa atas segala-galanya karena itu tiada yang mustahil bila Dia menghendaki. Dialah pemilik dan penguasa segala sesuatu, sehingga tiada yang sanggup menghalangi jika Dia berkehendak menolong hamba-hamba-Nya. Dialah yang mengatur segala sebab datangnya pertolongan-Nya.
Dengan demikian maka aku harus benar-benar berjuang, berikhtiar mendekati-Nya dengan mengamalkan apapun yang disukainya dan melepaskan hati ini dari ketergantungan selain-Nya, karena selain Dia hanyalah sekedar mahluk yang tak berdaya tanpa kekuatan dari-Nya.
"Barang siapa bertakwa kepada Allah niscaya akan diberi jalan keluar dari setiap urusannya dan diberi rizki dari arah yang tak diduga, dan barang siapa yang bertawakal kepada Allah niscaya akan dicukupi segala kebutuhannya." (QS [65] : 2-3)
      
(Sumber : Majalah USWAH EDISI No. 15/1999)


Kunci Hidup Sukses
K.H. Abdullah Gymnastiar


"Jika Allah menolong kamu, maka tak adalah orang yang dapat mengalahkan kamu..." (Q. S Ali Imran (3) : 160)
Bagaimana kita memahami pengertian hidup sukses? Dari mana harus memulainya ketika kita ingin segera diperjuangkan? Tampaknya tidak terlalu salah bila ada orang yang telah berhasil menempuh jenjang pendidikan tinggi, bahkan lulusan luar negeri, lalu menganggap dirinya orang sukses. Mungkin juga seseorang yang gagal dalam menempuh jalur pendidikan formal belasan tahun lalu, tetapi saat ini berani menepuk dada karena yakin bahwa dirinya telah mencapai sukses. Mengapa demikian? Karena, ia telah memilih dunia wirausaha, lalu berusaha keras tanpa mengenal lelah, sehingga mewujudlah segala buah jerih payahnya itu dalam belasan perusahaan besar yang menguntungkan.
Seorang ayah dihari tuanya tersenyum puas karena telah berhasil mengayuh bahtera rumah tangga yang tentram dan bahagia, sementara anak anaknya telah ia antar ke gerbang cakrawala keberhasilan hidup yang mandiri. Seorang kiai atau mubaligh juga berusaha mensyukuri kesuksesan hidupnya ketika jutaan umat telah menjadi jamaahnya yang setia dan telah menjadikannya sebagai panutan, sementara pesantrennya selalu dipenuh sesaki ribuan santri. Pendek kata, adalah hak setiap orang untuk menentukan sendiri dari sudut pandang mana ia melihat kesuksesan hidup. Akan tetapi, dari sudut pandang manakah seyogyanya seorang muslim dapat menilik dirinya sebagai orang yang telah meraih hidup sukses dalam urusan dunianya?
Membangun Fondasi
Kalau kita hendak membangun rumah, maka yang perlu terlebih dahulu dibuat dan diperkokoh adalah fondasinya. Karena, fondasi yang tidak kuat sudah dapat dipastikan akan membuat bangunan cepat ambruk kendati dinding dan atapnya dibuat sekuat dan sebagus apapun. Sering terjadi menimpa sebuah perusahaan, misalnya yang asalnya memiliki kinerja yang baik, sehingga maju pesat, tetapi ternyata ditengah jalan rontok. Padahal, perusahaan tersebut tinggal satu dua langkah lagi menjelang sukses. Mengapa bisa demikian? ternyata faktor penyebabnya adalah karena didalamnya merajalela ketidakjujuran, penipuan, intrik dan aneka kezhaliman lainnya.
Tak jarang pula terjadi sebuah keluarga tampak berhasil membina rumah tangga dan berkecukupan dalam hal materi. Sang suami sukses meniti karir dikantornya, sang isteri pandai bergaul ditengah masyarakat, sementara anak-anaknya pun berhasil menempuh jenjang studi hingga ke perguruan tinggi, bahkan yang sudah bekerjapun beroleh posisi yang bagus. Namun apa yang terjadi kemudian?
Suatu ketika hancurlah keutuhan rumah tangganya itu karena beberapa faktor yang mungkin mental mereka tidak sempat dipersiapkan sejak sebelumnya untuk menghadapinya. Suami menjadi lupa diri karena harta, gelar, pangkat dan kedudukannya, sehingga tergelincir mengabaikan kesetiaannya kepada keluarga. Isteripun menjadi lupa akan posisinya sendiri, terjebak dalam prasangka, mudah iri terhadap sesamanya dan bahkan menjadi pendorong suami dalam berbagai perilaku licik dan curang. Anak-anakpun tidak lagi menemukan ketenangan karena sehari-hari menonton keteladanan yang buruk dan menyantap harta yang tidak berkah.
Lalu apa yang harus kita lakukan untuk merintis sesuatu secara baik? Alangkah indah dan mengesankan kalau kita meyakini satu hal, bahwa tiada kesuksesan yang sesungguhnya, kecuali kalau Allah Azza wa Jalla menolong segala urusan kita. Dengan kata lain apabila kita merindukan dapat meraih tangga kesuksesan, maka segala aspek yang berkaitan dengan dimensi sukses itu sendiri harus disandarkan pada satu prinsip, yakni sukses dengan dan karena pertolongan-Nya. Inilah yang dimaksud dengan fondasi yang tidak bisa tidak harus diperkokoh sebelum kita membangun dan menegakkan mernara gading kesuksesan.
Sunnatullah dan Inayatullah
Terjadinya sesoang bisa mencapai sukses atau terhindar dari sesuatu yang tidak diharapkannya, ternyata amat bergantung pada dua hal yakni sunnatullah dan inayatullah. Sunatullah artinya sunnah-sunnah Allah yang mewujud berupa hukum alam yang terjadinya menghendaki proses sebab akibat, sehingga membuka peluang bagi perekayasaan oleh perbuatan manusia. Seorang mahasiswa ingin menyelesaikan studinya tepat waktu dan dengan predikat memuaskan. Keinginan itu bisa tercapai apabila ia bertekad untuk bersungguh-sungguh dalam belajarnya, mempersiapkan fisik dan pikirannya dengan sebaik-baiknya, lalu meningkatkan kuantitas dan kualitas belajarnya sedemikian rupa, sehingga melebihi kadar dan cara belajar yang dilakukan rekan-rekannya. Dalam konteks sunnatullah, sangat mungkin ia bisa meraih apa yang dicita-citakannya itu.
Akan tetapi, ada bis yang terjatuh ke jurang dan menewaskan seluruh penumpangnya, tetapi seorang bayi selamat tanpa sedikitpun terluka. Seorang anak kecil yang terjatuh dari gedung lantai ketujuh ternyata tidak apa-apa, padahal secara logika terjatuh dari lantai dua saja ia bisa tewas. Sebaliknya, mahasiswa yang telah bersungguh-sungguh berikhtiar tadi, bisa saja gagal total hanya karena Allah menakdirkan ia sakit parah menjelang masa ujian akhir studinya, misalnya. Segala yang mustahil menurut akal manusia sama sekali tidak ada yang mustahil bila inayatullah atau pertolongan Allah telah turun.
Demikian pula kalau kita berbisnis hanya mengandalkan ikhtiar akal dan kemampuan saja, maka sangat mungkin akan beroleh sukses karena toh telah menetapi prasyarat sunnatullah. Akan tetapi, bukankah rencana manusia tidak mesti selalu sama dengan rencana Allah. Dan adakah manusia yang mengetahui persis apa yang menjadi rencana Nya atas manusia? Boleh saja kita berjuang habis-habisan karena dengan begitu orang kafirpun toh beroleh kesuksesan. Akan tetapi, kalau ternyata Dia menghendaki lain lantas kita mau apa? mau kecewa? kecewa sama sekali tidak mengubah apapun. Lagipula, kecewa yang timbul dihati tiada lain karena kita amat menginginkan rencana Allah itu selalu sama dengan rencana kita. Padahal Dialah penentu segala kejadian karena hanya Dia yang Maha Mengetahui hikmah dibalik segala kejadian.
Rekayasa Diri
Apa kuncinya? Kuncinya adalah kalau kita menginginkan hidup sukses di dunia, maka janganlah hanya sibuk merekayasa diri dan keadaan dalam rangka ikhtiar dhahir semata, tetapi juga rekayasalah diri kita supaya menjadi orang yang layak ditolong oleh Allah. Ikhtiar dhahir akan menghadapkan kita pada dua pilihan, yakni tercapainya apa yang kita dambakan - karena faktor sunnatullah tadi - namun juga tidak mustahil akan berujung pada kegagalan kalau Allah menghendaki lain.
Lain halnya kalau ikhtiar dhahir itu diseiringkan dengan ikhtiar bathin.
Mengawalinya dengan dasar niat yang benar dan ikhlas semata mata demi ibadah kepada Allah. Berikhtiar dengan cara yang benar, kesungguhan yang tinggi, ilmu yang tepat sesuai yang diperlukan, jujur, lurus, tidak suka menganiaya orang lain dan tidak mudah berputus asa. Senantiasa menggantungkan harap hanya kepada Nya semata, seraya menepis sama sekali dari berharap kepada makhluk. Memohon dengan segenap hati kepada Nya agar bisa sekiranya apa-apa yang tengah diikhtiarkan itu bisa membawa maslahat bagi dirinya mapun bagi orang lain, kiranya Dia berkenan menolong memudahkan segala urusan kita. Dan tidak lupa menyerahkan sepenuhnya segala hasil akhir kepada Dia Dzat Maha Penentu segala kejadian. Bila Allah sudah menolong, maka siapa yang bisa menghalangi pertolongan-Nya? Walaupun bergabung jin dan manusia untuk menghalangi pertolongan yang diturunkan Allah atas seorang hamba Nya sekali-kali tidak akan pernah terhalang karena Dia memang berkewajiban menolong hamba-hambaNya yang beriman.
"Jika Allah menolong kamu, maka tak adalah orang yang dapat mengalahkan kamu. Jika Allah membiarkan kamu
(tidak memberikan pertolongan) maka siapakah gerangan yang dapat menolong kamu (selain) dari Allah sesudah itu? Karena itu hendaklah kepada Allah saja orang-orang mukmin bertawakal"
(QS Ali Imran (3) : 160).


KRITERIA KEBAHAGIAAN DUNIA
Intisari PQS Al-Azhar 12 Maret 2001
Ustadz Aam Amiruddin
*****************************************************************************
Bismillahirrahmaanirrahiim
Hadirin yang dimuliakan Allah...
Suatu hari Rasulullah bertemu dengan salah seorang sahabatnya yang
kondisinya sangat memprihatinkan sehingga mengundang perhatian Rasul sampai
Rasul bertanya, mengapa kamu menjadi seperti ini. Orang tersebut menjawab
dengan penuh percaya diri, bahwasanya dia menjadi seperti itu justru karena
doanya. Doanya adalah : Ya Allah berilah saya kesengsaraan dunia dan
jadikan kesengsaraan dunia sebagai indikator bahwa saya akan mendapat
kebahagiaan akhirat. Mendengar jawaban itu Rasulullah hanya bersabda :
inginkah aku tunjukkan doa yang lebih baik dari itu? Lalu dari peristiwa
ini turunlah Surat Al-Baqarah ayat 201 "Robbana atina fiddunyaa hasanatan
wa fil aakhiroti hasanatan waqinaa adzaabannaari" (Ya Allah berilah kami
kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah kami dari siksa
neraka)
Jadi Rasul lebih suka kita punya sebuah kerangka berfikir bahwa kita
berusaha untuk mendapatkan kebahagiaan dunia dan akan mejadikan kebahagiaan
dunia sebagai jembatan untuk mendapatkan kebahagiaan akhirat. Itu
sebenarnya yang lebih disukai Rasul. Dan bapak-ibu pada musim haji atau
yang sudah pergi haji doa yang sering kita baca, doa itu. Jadi doa yang
sudah sering kita dengar atau yang sudah familiar dengan pendengaran kita
itu doa yang sangat luar biasa.
Bapak ibu yang dimuliakan....
Doa Robbana atina merupakan doa yang paling mewarnai ketika kita
melaksanakan ibadah haji dan juga untuk kita yang tidak sedang melakukan
ibadah haji tampaknya doa itu harus menjadi bagian urat nadi kehidupan
kita. Kita minta diberikan kebahagiaan dunia maupun kebahagiaan akhirat.
Menurut Ibnu Abbas salah seorang ulama tafsir di kalangan sahabat pernah
menyebutkan bahwa yang dimaksud kebahagiaan dunia itu ada 6 yaitu :
1. Pasangan hidup yang sholeh
Pasangan hidup yang terdapat dalam Al-Quran dalam surat At-Tahrim
disebutkan ada 3 macam pasangan hidup kita yaitu :
a) Tipe pasangan hidup Nabi Nuh
Nabi Nuh orang sholeh beliau diberi umur hampir 1.000 tahun dan hampir dari
seluruh umurnya habis untuk dakwah, tapi ternyata istrinya sendiri yang
termasuk menentang dakwahnya. Ada tipe seperti ini suami tdk pernah
ketinggalan sholat, shaum senin-kamis namun istrinya tidur saja.
b) Seperti Firaun
Kita kenal Firaun simbol kedzoliman dan ketakaburan. Apalagi ada 3 pencetus
kesombongan yaitu : ilmu, kekayaan dan kekuasaan.
3 hal ini ada pada
Firaun. Namun Firaun yang begitu dzolim dan takaburnya, kata Rasul ada 3
wanita sholehah (riwayat Imam Muslim):
- Khadijah : istri Rasulullah
- Maryam : ibunda nabi Isa
- Asiyah : istri Firaun
Tipe ini adalah istrinya taat beribadah namun sang suami jauh dari Allah
c) Keluarga Imron
Imron adalah orang sholeh, punya istri sholeh, punya anak (Maryam) orang
sholeh dan cucu (Nabi Isa) juga sholeh. Sebenarnya bukan hanya keluarga
Imron saja ada keluarga Rasulullah, keluarga Ibrahim namun mereka semua
Nabi sedang Imron bukan Nabi.
Bagi yang belum menikah ada 4 kriteria pasangan hidup : ganteng/cantik,
pinter, kaya dan sholeh. Namun setelah dicari tidak dapat 4 kriteria
tersebut yang penting adalah hidup dan sholeh. Tentu harus klop antara doa
dan ikhtiar, mencari pasangan sholeh jangan dicari di diskotek, cafe,dll
tapi carilah di majelis taklim seperti ini.
2. Anak yang jadi penyejuk hati
Anak bisa jadi surga dunia atau neraka dunia. Walau keluarga pas-pasan tapi
anaknya sholeh maka dianggap oleh lingkungan sebagai keluarga yang
sukses/berhasil
3. Lingkungan yang sholeh
Kalau kita punya teman yang sholeh itu adalah kebahagiaan dunia. Tidak
semua orang pintar/cerdas , arif dalam menghadapi persoalan. Tidak
selamanya kecerdasan berbanding lurus dengan kebijaksanaan. Majelis taklim
bukan hanya sekedar ilmu, tapi mencari teman-teman dan lingkungan yang
sholeh. Nabi bersabda: Siapa yang duduk di majelis taklim dan niatnya
ikhlas maka malaikat akan memberi barokah kepada majelis itu dan langkah
yang dilakukan akan menjadi kifarah dosa-dosanya. Maka yang rumahnya jauh
itu lebih bagus asal ikhlas.
4. Harta yang halal
Kalau yang menjadi paradigma kita atau tolak ukur kita itu harta yang
banyak, hati-hati kita cenderung menghalalkan segala cara.
Karena demi
banyak itu. Tapi kalau tolak ukur kita itu harta yang halal insya Allah
kita akan bekerja keras mencari yang halal, syukur-syukur bisa banyak.
Sehingga bagaimanapun harta yang banyak itu akan memberikan kemudahan bagi
kita dalam ber-taqarub kepada Allah.
5. Keinginan untuk memahami Islam dan mau mengamalkan
Ada keinginan/semangat untuk memahami Islam itu patut disyukuri sebab tanpa
keinginan yang kuat dan karunia Allah kita tidak mungkin hadir disini.
Problem terbesar yang dihadapi umat Islam adalah banyak yang mengakui
dirinya muslim tapi tidak mau memahami Islam, itu problem kita.
6. Umur yang barokah
Nabi bersabda: Kalau kamu meninggal kamu akan mendengar derap kaki orang
yang mengantarkan kamu itu pulang dan yang setia menemani adalah amal
sholeh. Makanya ukuran kebahagiaan dunia adalah bagaimana kita bisa mengisi
hidup dengan kesholehan.
Usia makin bertambah, kita juga makin sholeh.
Hadirin sekalian...
Jadi ketika kita mengatakan 'Ya Allah beri kami kebahagiaan dunia'..enam
hal itulah yang kita minta. Pasangan hidup yang sholeh, anak yg sholeh,
lingkungan yang sholeh, harta yang halal, keinginan utk memahami Islam
(ilmu yg bermanfaat) dan umur yang barokah.
wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh

*****************************************************************************
Tausyiah Aa Gym Langsung dari Mina (Mekkah)
(Pengajian Qolbun Salim 12 Maret 2001)
KH. Abdullah Gymnastiar
(Siaran langsung via telp ini menyelingi ceramah ustadz Aam Amiruddin, yang
saat itu menggantikan Aa Gym yg masih berada di tanah suci Mekkah)
*****************************************************************************
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh
Semoga Allah yang Maha menatap mengkaruniakan kepada kita semua kerinduan
ingin bisa ditatap oleh Allah, selalu merasa didengar oleh Allah, selalu
merasa diperhatikan oleh Allah, selalu merasa Allah Maha Tahu isi hati
kita. Tidak ada kenikmatan terbesar dalam hidup ini kecuali bagi orang yang
sangat mengenal Allah, sangat merasakan kehadiran Allah dan puas dalam
hidupnya, akan tentram karena kekuasaan Allah menyelimuti segala-galanya
dan akan merasa tercukupi karena segala-galanya adalah milik Allah. Oleh
karena itu memiliki gelar, harta, kedudkukan, pankat dan jabatan tapi bila
tidak mengenal Allah sebetulnya agak mubazirlah dalam hidup ini. Karena
amalpun akan diterima bila benar-benar ikhlas. Untuk mengenal Allah dengan
baik tentu kita butuh ilmu dan mudah-mudahan perjumpaan-perjumpaan kita
adalah bagian dari percikan ilmu dari Allah.
Saudara-saudaraku sekalian...
Keadaan para jamaah haji di Arab ini subhanallah...mereka tampak sangat
bahagia dan sekarang sedang berusaha mengevaluasi diri karena keberangkatan
yang 44 hari ini teramat berharga. Jarang sekali di Indonesia mendapat
waktu 44 hari tanpa disibukkan oleh pekerjaan, disibukkan untuk mengurus
rumah tangga dan aneka persoalan. Dan disini hanya untuk ibadah. Padahal
ibadah itu sangat efektif kalau orangnya mengenal dirinya dengan baik.
Bagaimana mangkuk akan bisa diisi dengan makanan enak kalau mangkuk itu
sangat kotor? Maka ibadah itu baru nikmat kalau mangkuk atau kalbunya
bersih. Oleh karena itu menjadi seorang haji yang tidak intensif untuk
mengevaluasi diri, tidak intensif untuk mengetahui siapa dirinya tampaknya
amalan-amalan hajinya juga tidak akan ternikmati dengan baik. Mohon doakan
supaya jamaah haji ini benar-benar bisa menjadi agen perubahan. 44 hari
kita belajar, 44 hari kita riyadhoh terus melatih diri untuk tawadhu,
melatih diri untuk sabar, untuk menjadi ahli sedekah dan melatih diri untuk
bisa berhikmat dan aneka latihan manajemen waktu.
Mudah-mudahan pulangnya bisa menularkan kepada saudara-saudaranya, keluarga
dan lingkungan masing-masing. Oleh karena itu barangsiapa yang akan
melaksanakan ibadah hadji di tahun yang akan datang benar-benar tidak hanya
membayangkan thawaf, sa'i, wukuf di Arafah tapi juga membayangkanakan
mendapatkan sebuah peluang yang besar untuk waktu yang cukup untuk belajar,
untuk mengevaluasi, merubah dan melatih diri. Ini sangat berharga dari umur
kita yang berpuluh tahun masak kita tidak berani menyisihkan waktu 1.5
bulan untuk benar-benar menata ulang sisa umur kita agar benar-benar lebih
tepat tujuannya, tepat langkah dan tepat sikapnya.
Jika ada yang tanya apa sih karunia yang paling berharga?
Jawabnya: karunia yang paling berharga yaitu karunia Allah yang bernama
istiqomah. Istiqomah di jalan Allah walau beramal sedikit tapi terus
menerus. Tiap pagi sedekah tidak pernah berhenti, setiap hari memperbaiki
dirinya dengan membaca qur'an, sebelum berangkat kemana-mana membaca wirid
yang dicontohkan Rasulullah.
Dan bila ada yang bertanya wirid apa yang paling hebat diantara yang
dicontohkan Rasulullah? Jawabnya adalah shalat. Karena shalat itu yang
sangat lengkap ada doa, shalawat, tasbih, dll.
Bahkan doanya juga diapit 2
sujud.
Jadi kalau ingin memperbaiki wirid-wirid yang paling dahsyat itu
shalat. Selalu berusaha bagaimana kita memperbaiki shalat kita, bacaanya
harus kita pahami dengan baik, ruku' dan sujudnya juga diperbaiki.
Kualitasnya jangan sampai kita terjebak untuk wirid dan dzikir yang lain
sebagai pokoknya tidak sungguh-sungguh. Kita tidak merasa bersalah kalau
shalatnya tidak khusyu', wiridnya ribuan, shalawatnya ribuan tapi shalatnya
tidak baik. Nanti dikhawatirkan seperti pakai dasi bagus tapi tidak pakai
celana atau sarung.
Mudah-mudahan insya Allah perjumpaan-perjumpaan sederhana kita hasilnya
tidak sesederhana perkataan kita.


KIAT MENJAGA LISAN
KH. Abdullah Gymnastiar

Tiada satu patah katapun yang kita ucapkan luput dari pendengaran Allah. Tiada satu patah katapun yang diucapkan kecuali pasti memakan waktu. Tiada satu patah katapun yang kita ucapkan kecuali dengan sangat pasti harus kita pertanggungjawabkan di hadapan Allah SWT. Maka, sebaik-baik dan seberuntung-beruntungnya manusia adalah orang yang sangat mampu memperhitungkan dan memperhatikan setiap kata yang diucapkannya. Sungguh, alangkah sangat beruntungnya orang yang menahan setiap kata-kata yang diucapkannya, alangkah sangat beruntungnya orang yang menahan diri dari kesia-siaan berkata dan menggantinya dengan berdzikir kepada Allah.

Berkata sia-sia membuang waktu sedangkan berpikir membuka pintu hikmah. Maka, alangkah beruntungnya orang yang kuasa menahan lisannya dan menggantinya dengan berdzikir. Berkata sia-sia mengundang bala, berdzikir kepada Allah mengundang rakhmat. Rasulullah SAW bersabda, "Setiap ucapan Bani Adam itu membahayakan dirinya (tidak memberi manfaat), kecuali kata-kata berupa amar ma'ruf dan nahi munkar serta berdzikir kepada Allah azza wa Jalla (HR. Turmudzi).

Setiap manusia diberi modal oleh Allah dalam mengarungi kehidupan ini. Modalnya adalah waktu, dan seberuntung-beruntungnya manusia adalah orang yang memanfaatkan waktunya untuk keuntungan dunia dan akhiratnya, sedangkan sebodoh-bodohnya manusia adalah orang yang menghambur-hamburkan modalnya (waktu) tanpa guna.

Setiap kali kita berbicara pasti menggunakan modal kita, yaitu waktu. Maka, sebenarnya kemuliaan dan kehormatan itu dapat dilihat dari apa yang diucapkannya. Allah SWT berfirman :
"Amat sangat beruntung, bahagia, sukses, orang yang khusu' dalam sholatnya, dan orang yang berjuang dengan sungguh-sungguh menahan diri dari perbuatan dan perkataan sia-sia." (QS Al Mu'minun 23: 1- 3), subhanallah.

Sahabat-sahabat sekalian, salah satu ciri martabat keislaman seseorang itu bisa dilihat dari bagaimana ia berjuang keras untuk menhindarkan dirinya dari kesia-siaan. Maka semakin kita larut dalam kesia-siaan maka, akan semakin tampak keburukan martabat keislaman kita dan semakin akrab dengan bala bencana, yang selanjutnya hati pun akan keras membatu dan akan lalai dari kebenaran. Rasulullah sendiri dengan tegas melarang kita banyak bicara yang sia-sia.
"Janganlah kamu sekalian memperbanyak bicara selain berdzikir kepada Allah, sesungguhnya memperbanyak perkataan tanpa dzikir kepada Allah akan mengeraskan hari, dan sejauh-jauh manusia adalah yang hatinya keras." (HR. Turmudji)

Kita lihat banyak orang berbicara tapi ternyata tidak mulia dengan kata-katanya. Banyak orang berkata tanpa bisa menjaga diri, padahal kata-kata yang terucapkan harus selalu dipertanggung-jawabkan, yang siapa tahu akan menyeretnya ke dalam kesulitan. Sebelum berkata, kita yang menawan kata-kata, tapi sesudah kata terucapkan kitalah yang ditawan kata-kata kita.
Rasulullah bersabda : " Barangsiapa memperbanyak perkataan, maka akan jatuh dirinya. Maka barangsiapa jatuh dirinya, maka akan banyak dosanya. Barangsiapa banyak dosanya, maka nerakalah tempatnya". (HR. Abu Hatim).

Dari Sahl bin Sa'ad as Saidi, dia berkata:
"Barang siapa menjamin bagiku apa yang ada diantara dua tulang rahangnya (lidah) dan yang ada diantara kedua kakinya (kemaluan), niscaya akan aku jamin surga baginya."(HR. Bukhari).

Dalam hadits lain Rasulullah bersabada;
"Barangsiap menjaga dari kejahatan qabqabnya, dzabdzabnya, dan laglagnya, niscaya ia akan terjaga dari kejahatan seluruhnya."(HR. Ad Dailami) Yang dimaksud qabqab adalah perut, Dzaabdzab adalah kemaluan, dan Laqlaq adalah lidah.

Maka tampaknya adalah menjadi wajib bagi siapapun yang ingin membersihkan hatinya, mengangkat derajatnya dalam pandangan Allah Ajjaa Wa Jallaa, ingin hidup lebih ringan terhindar dari bala bencana, untuk bersungguh-sungguh menjaga lisannya. Aktivitas berbicara bukanlah perkara panjang atau pendeknya, tapi berbicara adalah perkara yang harus dipertanggungjawabkan dihadapan-Nya.

Ada sebuah kisah, suatu waktu ada seseorang bertanya tentang suatu tempat yang ternyata tempat tersebut adalah tempat mangkal "wanita tuna susila". "Dimana sih tempat x ?" Lalu si orang yang ditanya menunjuk ke arah suatu tempat dan hanya dengan "Tuh !", lalu si penanya datang ke sana dan naudzubillah dia berbuat maksiat, di pulang, lalu dia sebarkan lagi kepada teman-temannya, lalu berbondong-bondong orang ke sana, berganti hari, minggu, dan tahun. Maka setiap ada orang yang bermaksiat di sana, orang yang menunjukkan itu memikul dosanya, padahal dia hanya berkata : "Tuh !", cuman tiga huruf. Setiap hari orang berzina di sana, maka pikul tuh dosanya, karena dia telah memberi jalan bagi orang lain untuk bermaksiat dengan menunjukkan tempatnya.

Jadi waspada, dengan lidah, menggerakkannya memang mudah, tidap perlu pakai tenaga besar, tidak perlu pakai biaya mahal, tapi bencana bisa datang kepada kita. Berbicara itu baik, tapi diam jauh lebih bermutu. Dan ada yang lebih hebat dari diam, yaitu BERKATA BENAR.
"Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hendaklah ia berkata yang baik atau diam !" (HR. Bukhari Muslim).

Sebab lisanlah yang banyak memasukkan kita ke neraka. Rasulullah bersabda :
"Kebanyakan yang memasukkan ke neraka adalah dua lobang, yaitu : mulut dan fardji (kemaluan)" (HR Turmudji dan Imam Ahmad). Sedangkan Imam Hasan berkata bahwa, "Tidak akan berarti agama seseorang bagi orang yang tidak menjaga lisannya".

: bahwa melanjutkan, Beliau "Baiknya Islam seseorang adalah dengan meninggalkan sesuatu yang tidak bermanfaat baginya". Untuk dapat menjaga lisan menjadi terjaga dan bermutu, ada empat syaratnya, yaitu :

1. Berkatalah dengan Perkataan yang Benar
Kalau kita ingin berbicara dengan benar, maka pastikan bahwa pembicaraan kita bersih dari bohong, bersih dari dusta. Kata-kata kita ini harus benar-benar dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya. Jangan pernah mau berkata apapun yang kita sendiri tidak yakin dengan apa yang kita katakan. Jangan berusaha berkata-kata semata-mata agar orang terkesima, terpesona, suka, karena semuanya tidak akan menolong kita. Perkataan kita yakin dengan seyakin-yakinnya haruslah dapat dipertanggungjawabkan.

Bohong, dusta, sama sekali tidak akan menolong diri kita ini, karena kedustaan mutlak diketahui oleh Alloh dan sangat mudah bagi ALlah membeberkan segala kebohongan dan kedustaan kita.

Dusta tidak akan mengangkat derajat, bahkan sebaliknya kalau Allah membeberkan kebohongan kita, kedustaan kita, maka, kita akan menjadi orang yang tidak berharga sedikitpun. Untuk dapat orang percaya pada kita tidak bisa dibeli dengan uang, tidak bisa dibayar dengan harta, sekali tampak bahwa kita pendusta, pembohong, tukang tipu, maka akan butuh waktu yang sangat lama untuk mengembalikan kepercayaan orang pada kita.

Dusta, bohong, hanya membuat hidup jadi sempit. Camkan, bahwa semakin banyak kita berbohong, semakin sering kita berdusta, maka kita telah membuat penjara, yang membuat kita selau takut dusta kita terbuka, bahkan selanjutnya kita akan berusaha untuk membuat dusta baru, bohong baru untuk menutupi kebohongan yang telah kita lakukan.

Beranilah hidup tampil dengan apa adanya, biarlah kita tampil begini adanya. Kenapa harus berdusta, lebih baik kita tidak diterima, karena kita sudah mengatakan apa adanya daripada kita diterima karena mendustainya. Jangan berat untuk tampil apa adanya. Daripada kita sibuk merekayasa agar rekayasa kata, sangat pasti tidak akan menolong sedikitpun "yu izzumantasyaa wa tudzillu man tasya" Yang mengangkat derajat bukan kebohongan, bukan rekayasa kita, tapi Allah saja, dan sebaliknya yang menghinakan juga Allah.

Cegahlah dusta walau sekecil apapun, kecuali tentunya bohong yang dibenarkan oleh syariat. Misalnya, bohong dalam rangka bersiasat kepada musuh, bohong ringan dengan maksud untuk mendamaikan orang-orang yang bersengketa demi kebaikan. Bohong istri kepada suami atau sebaliknya dengan maksud untuk menyembunyikan kejelekan, bohong untuk membahagiakan dengan cara yang sah dan benar, tetapi bukan bohong untuk menyembunyikan aib dan kesalahan.
Sahabat-sahabat sekalian, Berpikirlah sebelum berbicara. Jangan pernah biarkan terlontar dari lisan ini sesuatu yang kita sendiri meragukannya. Apalagi dengan sengaja kita berkata dusta, naudzubillah. Demi Allah, Allah Maha Mendengar, tahu persis segala nita di balik kata yang kita ucapkan. Kedustaan kita hanya masalah waktu saja bagi Allah untuk membeberkannya, walau mati-matian kita menutupinya. Maka, pastikan setiap pembicaraan kita untuk tidak ada dusta, walau sedikitpun.

Firman-Nya,
"Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kamu kepada Allah dan berkatalah dengan perkataan yang benar". (QS Al Baqarah:263) Cukuplah ayat ini sebagai dalil bagi hamba-hamba-Nya untuk selalu menyampaikan kebenaran.

Selalulah mohon kepada Allah agar lisan ini dituntun dan dilindungi sehingga terhindar dari perkataan yang tidak benar.

2. Berkatalah sesuai tempatnya
"Liqulli maqaam maqaal walikulli maqaal maqaam" Artinya, "Tiap perkataan itu ada tempat terbaik dan setiap tempat memiliki perkataan (yang terucap) yang terbaik pula."

Tidak setiap kata sesuai di setiap tempat, sebaliknya tidak setiap tempat sesuai dengan perkataan yang dibutuhkan. Hati-hati sebelum kita bicara, harus kita ukur siapa yang diajak bicara. Berbicara dengan anak kecil tentu akan jauh beda dengan ketika berbicara dengan orang tua. Berbicara dengan remaja tentu akan jauh beda dengan ketika berbicara dengan guru kita. Orang yang tidak terampil untuk membaca situasi, walau niatnya benar, hasilnya bisa jadi kurang benar.

Lihatlah misalnya, ketika kita berbincang dengan ponakan yang masih kecil, betapa kita akan berusaha menyesuaikan diri dengan dunianya, gerakan tangan kita, raut muka kita. Hal ini karena dia tidak akan mengerti kalau kita menggunakan gaya bahasa orang tua. Tapi tidak mungkin kita memperlakukan guru kita dengan cara yang sama seperti kala kita berbicara kepada keponakan kita.

Oleh karena itu, niat untuk berdakwah dengan mengetahui dalil-dalil Quran, memahami dan mengetahui banyak hadist, belumlah cukup. Sebab kalau kita berbicara tanpa cara yang tepat, misalnya dengan mengobral dalil, menunjukkan banyaknya hafalan saja, tidaklah cukup.

Dalam situasi orang berkumpul pasti punya kondisi mental yang berbeda, ada orang yang sedang gembira, yang tentu saja akan berbeda daya tangkapnya dengan yang sedang nestapa. Ada orang yang sedang menikmati kesuksesannya, dan tentu saja akan berbeda dengan orang yang sedang dilanda masalah dalam hidupnya. Oleh karena itu orang yang sehat berbeda kemampuan menangkap idenya, dengan orang yang sedang sakit, orang yang sedang segar bugar, ceria berbeda kemampuan memahaminya dengan orang sudah letih lahir batinnya. Maka seseorang pembicara terbaik tidak cukup hanya berbica benar, tapi juga harus sangat bisa memilih situasi kapan dia berbicara.

Mengapa banyak nasehat orang tua yang tidak didengar oleh anaknya yang masih remaja? Saya khawatir orang tua merasa benar dengan apa yang dikatakannya, tapi tidak benar dalam membaca situasi dan kondisi remaja yang sedang diajak bicara, yang notabene kondisinya sedang labil. Memang aneh kita ini ketika anak masih kecil, orang tua akan berusaha beraktivitas, bersikap, dan berbicara agar dapat dipahami oleh si kecil, tetapi menjelang remaja, pada saat perpindahan usia, perpindahan masa, ia tidak berusaha beradaptasi dengan kondisi anaknya. maka disinilah kita perlu ilmu. Sebab dengan ilmu yang memadai setiap orang dapat berwibawa di depan anak-anaknya.

Subhaanallah,
Ada banyak cara dalam berkomunikasi, dan berbahagialah jikalau kita diberi keterampilan oleh Allah untuk berbicara sesuai dengan kondisi dan tempatnya. Kita berdialog dengan petani, tentu saja berbeda dialognya dengan seorang eksekutif. Berada di lingkungan santri yang fasih bahasa Arab, tentu saja berbeda kalau kita harus berdialog dengan orang di pasar yang tidak mengerti bahasa Arab. Seorang pendakwah misalnya, kalau orangnya tidak arif, ia akan sibuk mengobral dalil, mengobral kata-kata, walau tentu saja tidak semuanya salah, tapi apalah artinya jika kita meletakkan sesuatu tidak sesuai tempatnya.

Pernah terjadi suatu ketika Umar bin Khathab bertemu dengan Abu Hurairah, "Mau pergi kemana engkau, hei Abu Hurairah?" Tanya Umar
"Aku mau ke pasar, akan aku umumkan apa yang kudengar dari Rasulullah SAW," Jawab Abu Hurairah. "Apa kata Beliau ?", Umar bertanya lagi "Setiap orang yang mengucapkan Laa Ilaaha Illallah, maka dakhalal Jannah, akan masuk Surga".
"Tunggu dulu, wahai sahabat", cegah Umar. Umar bin Khathab pun kemudian pergi menemui Rasulullah. "Yaa Rasulullah, apakah benar engkau bersabda demikian (sebagaimana yang disampaikan oleh Abu Hurairah)?" Tanyanya. Dan Rasul pun meng-iya-kan. "Tetapi, Yaa Rasul, saya keberatan kalau sabdamu itu disebarkan kepada sembarang orang karena dikuatirkan akan salah dalam menafsirkannya."

Mendengar keberatan Umar itu, Rasul tercenung, lalu sesaat kemudian bersabda, "Yaa, aku setuju dengan pendapatmu". Abu Hurairah pun lalu dilarang untuk mengumumkannya di pasar.

Demikianlah, perkataannya benar, sesuai dengan kenyataan. Akan tetapi, karena dikuatirkan akan salah penafsiran orang yang mendengarnya, karena diucapkan tidak pada tempatnya.
3). Jagalah Kehalusan Tutur Kata
Orang yang lisannya bermutu haruslah berkemampuan memperhalus dan menjaga kata-katanya tidak menjadi duri atau tidak bagai pisau silet yang siap melukai orang lain. Betapa banyak kata-kata yang keluar yang rasa-rasanya ketika mengeluarkannya begitu gampang, begitu enak, tapi yang mendengar malah sebaliknya, hatinya tercabik-cabik, tersayat-sayat perasaannya, begitu perih dan luka tertancap dihatinya. Seakan memberi nasehat, tapi bagi yang mendengar apakah merasa dinasehati atau malah merasa dizhalimi.

Hati-hati, ibu kepada anak, suami kepada istri, istri kepada suami, guru kepad murid, atasan kepada bawahan. Kadang kelihatannya seperti sedang memberi nasehat tetapi sesungguhnya kalau tidak hati-hati dalam memilih kata, justru kita sedang mengumbar duri-duri pisau 'cutter' yang tajam mengiris.

Rasulullah bersabda, "Jiwa seorang mukmin bukanlah pencela, pengutuk, pembuat perbuatan keji dan berlidah kotor" (HR.
Turmudji dan Ibnu Mas'ud).

Bahkan bagi orang kafir sekalipun, Nabi melarang mencelanya. Dikisahkan bahwa ketika beberapa orang kafir terbunuh dalam perang Badar, Nabi bersabda :
"Janganlah kamu memaki mereka, dari apa yang kamu katakan, dan kamu menyakiti orang-orang yang hidup. Ketahuilah bahwa kekotoran lidah itu tercela" (HR. An Nasai)

Sahabat-sahabat kalau kita berbuat salah, kita begitu rindu orang lain bersifat bijak kepada kita dengan memberi maaf. Kala kita tak sengaja memecahkan piring atau melakukan kesalahan sehingga TV rusak atau kita naik motor agak lalai sehingga menabrak atau masuk got.
Maka apa yang kita inginkan ? Yang kita inginkan dari orang lain adalah dia dapat bijaksana kepada kita. "Innaalillaahi wa innaailaihi raaji'uun" "Lain kali lebih hati-hati, jadikan ini pelajaran yang baik, bertaubatlah". Demikian kata-kata bijak yang kita harapkan. Sebab sangat pasti akan selalu ada kesempatan kita untuk berbuat kesalahan.

Dikala itu, jika orang menyikapi dengan baik, kita diberi semangat untuk bertaubat, semangat untuk mempertanggungjawabkan, kita tidak dicela, kita tidak dipermalukan, maka yang terjadi adalah semangat kita untuk mempertanggungjawabkannya menjadi lebih besar.

Bandingkan dengan kalau kita melakukan suatu kesalahan, lalu orang lain marah kepada kita, "Diam disini, ini perhatikan ! Dasar anak dungu, tidak hati-hati, begitu sering membuat kesalahan, kemarin ini, sekarang itu. Ini adalah kelakuan yang sangat menyebalkan, dia pengacau di tempat kita, dia adalah orang yang paling merugikan". Bayangkan perasaan kita, yang terjadi adalah merasa dipermalukan, merasa dicabik-cabik, merasa dihantam, merasa diremukkan, harga diri kita benar-benar diinjak-injak. Saya kira kata-kata itu tidak akan masuk ke dalam kalbu, kecuali dendam yang akan merasuk.

Diriwayatkan bahwa suatu waktu, seorang Arab Badwi bertemu Rasulullah SAW, dan Rasulullah berkata : "Engkau harus bertakwa kepada Allah, Jika seseorang membikin malu padamu, dengan sesuatu yang diketahuinya padamu, maka janganlah memberi malu dia dengan sesuatu yang engkau ketahui padanya. Niscaya akan celaka padanya dan pahalanya padamu.
Dan janganlah engkau memaki sesuatu !" (HR. Bukhari-Muslim)

Dalam Hadist lain Rasulullah SAW bersabda, "Bahwa yang pertama-tama diberitahukan Tuhan kepadaku dan dilarang aku daripadanya sesudah penyembahan berhala dan minum khamar, ialah mencaci orang". (HR. Ibu Abi Dunya).

Sungguh kalau kita tidak suka dipermalukan, tidak suka disakiti, tidak suka direndahkan, mengapa kata-kata kita sering mempermalukan, merendahkan, menghinakan orang lain? Padahal, sebaik-baiknya kata adalah yang mengoreksi, yang dapat meraba perasaan diri sendiri dan orang lain kalau misalnya kita diperlakukan seperti itu.
"Duh, dengan kata-kata ini dia terluka atau tidak, dengan kata-kata ini dia tersakiti atau tidak ?"
Manfaat tidak kalau misalnya ada yang shaum, lalu ditanya shaum atau tidak, makin kita tanya, "Saudara shaum atau tidak?" Padahal dia sedang berusaha menyembunyikan amalnya, terpaksa harus bicara. Kalau menjawab "Ya, Saya Shaum", terbersit peluang untuk riya. Kalau menjawab, "Tidak", jadi dosa karena berdusta. Kalau diam saja takut disangka sombong. Maka, kita telah menyusahkan orang gara-gara pertanyaan kita.

Saudara-saudara sekalian, sudahlah jangan banyak tanya yang kira-kira tidak bermanfaat bahkan menjadi beban bagi yang ditanya. Jangan pernah berkata yang membuat orang lain jadi susah, kita juga tidak mau disusahkan oleh perkataan orang lain.
Kalau disuruh memilih, mending diajak bicara yang kasar atau yang halus ? Tentu kita akan memilih berbicara dengan bahasa yang halus.

Firmannya, "Hai orang-orang yang beriman! Janganlah segolongan laki-laki menghina segolongan yang lain, boleh jadi (mereka yang dihina itu) lebih baik dari mereka (yang menghina). Dan janganlah segolongan perempuan (menghina) golongan perempuan yang lainnya, boleh jadi (yang dihina) lebih baik dari mereka (yang menghina)."
(QS. Al Hujurat 49:11).

Rasulullah juga bersabda,
"Demi Allah Aku tidak suka menceritakan tentang seseorang". (HR. Abu Daud dan Turmudji). Jangan pula menasehatkan apa yang tidak pernah kita lakukan, sebab firman-Nya: "Hai, orang-orang yang beriman, mengapa engkau berkata-kata sesuatu yang tidak engkau perbuat.
Sesungguhnya amat besar kemurkaan Allah terhadap orang yang berkata tapi tidak melakukannya." (QS. Ash Shaff 61: 2-3)

Maka, mulai sekarang, jagalah lisan kita, banyaklah berbuat daripada berkata, atau banyaklah berkata dengan perbuatan daripada banyak berkata tanpa ada perbuatan. Kita tidak akan terhormat oleh banyak berbicara sia-sia, kehormatan kita adalah dengan berkata benar atau diam.

Gelas yang kosong hanya diisi dengan air, tapi mata air yang melimpah airnya bisa mengisi wadah apapun. Artinya, orang yang kosong harga dirinya hanya ingin dihargai, tapi orang yang melimpah harga dirinya akan senang menghargai orang lain.

Pastikan gaya bicara kita jangan merendahkan orang lain, karena diri kita ingin dihargai, hal itu justru menunjukkan kerendahan diri kita. Karena mulut itu bagai moncong teko, hanya mengeluarkan isi teko, di dalam kopi keluar kopi, di dalam teh keluar teh, di dalam bening keluar bening. Maka berbahagialah bagi yang ucapannya keluar dari mulutnya bagai untaian kalung mutiara, yang niscaya ia akan merasakan betapa indah dan berkilau indahnya. Kalau pembicaraan bagai untaian perhiasan harganya, insyaallah hatinya akan berharga pula. Tapi kalau mulutnya bagai keranjang sampah tumpah, maka hatinya akan tak jauh pula.

Untuk dapat menjaga lisan menjadi terjaga dan bermutu, ada empat syaratnya yaitu:
1. Berkatalah dengan perkataan yang benar
2.
Berkatalah sesuai tempatnya
3.
Jagalah kehalusan tutur kata
4. Berkatalah yang bermanfaat
Pastikan setiap kata-kata yang keluar dari mulut kita itu full manfaat. Rasulullah bersabda, "Diantara tanda kebaikan akhlak manusia muslim adalah meninggalkan apa yang tidak perlu" (HR. Turmudji).

Dalam riwayat lain disebutkan bahwa, Nabi SAQ kehilangan Ka'ab bin Ajrah. Lalu beliau tanyakan kemana Ka'ab sekarang. Mereka menjawab: "Beliau sakit, yaa Rasulullah". Lalu Nabi keluar berjalan, sehingga sampai pada Ka'ab, Lalu beliau bersabda : "Gembiralah wahai Ka'ab", Lalu Nabi bertanya : "Siapakah wanita yang bersumpah ini kepada Allah ?" Ka'ab menjawab : "Ibuku, wahai Rasulullah" Lalu Nabi menyahut : "Apakah yang diberitahukan kepada engkau wahai Ummu Ka'ab ?" Ibunya Ka'ab menjawab : "Mungkin Ka'ab berkata perkataan yang tidak perlu atau tidak berkata yang diperlukan". (HR. Ibnu Abi Dunya)

Maka, satu-satunya pilihan adalah berkata yang penuh manfaat. Ketika tiba-tiba hujan, "Huuh, hujan !" Lho, apa untungnya berkata begitu, apa dengan berkata begitu hujannya jadi berhenti ? Tidak kan...? Hujan adalah pekerjaan Allah, suka-suka Allah mau ngasih hujan atau tidak, yang pasti setiap perbuatan Allah itu bermanfaat buat orang beriman. Apa salahnya Allah menurunkan hujan, dulu waktu kemarau panjang mengeluh, di kasih hujan masih mengeluh juga.

Suatu ketika pernah duduk dengan seorang ulama yang terpelihara, "Aduh, jam tangan ketinggalan !" Tiba-tiba saya ingat, bahwa jam saya ketinggalan.
"Kenapa pakai aduh ? Lebih bermanfaat kalau mengucapkan innaalillaahi, lupa nih ketinggalan jam, mudah-mudahan dapat diambil di waktu yang tepat".

Sahabat-sahabat sekalian, jangan bunyi kecuali yang bermanfaat. Jangan pula mencela perbuatan Allah. Panas, dingin, hujan atau kemarau, dengan panas yang membakar sekalipun, jangan mencela. Atau tiba-tiba petir mengelegar, kenapa menjerit ....?

Bukannya malah menyebut nama Allah. Atau tiba-tiba menginjak bangkai, "Hiii bangkai anjing sialan !" Kenapa harus mencaci, tidak usah mencela, beristighfarlah, sebab Allah memberikan kejadian, sangat pasti ada hikmahnya.

4. Berkatalah yang Bermanfaat
Dikisahkan bahwa suatu waktu Nabi Isa, as, melihat bangkai seekor anjing, ketika sahabat-sahabatnya berpaling karena jijik, maka Nabi Isa justru melihat susunan gigi putihnya yang tertata indah,

"Anjing itu giginya rapi sekali yaa...!", Teman-temannya keheranan. "Yaa, Rabbii (Guru), kenapa Paduka berkata begitu, bangkai anjing itu kan sangat menjijikkan. Bahkan Paduka sendiri kalau dihina, dicaci, diremehkan dengan kata-kata jelek, kata-kata Tuan selalu baik ?"

Nabi Isa Menjawab:
"Karena setiap orang memang akan mengeluarkan apa yang dimilikinya. Kalau pikiran dan perasaannya jelek, maka yang keluar adalah yang jelek-jelek juga", Demikian jawabnya. Makin banyak kepeleset lidah, makin banyak masalah dan dosanya, makin banyak dosa, nerakalah tempatnya. Maka, "Fal yakul khairan au liyasmut", "Berkatalah yang benar atau diam", Demikian Sabda Nabi. Jangan sekali-kali mencela makanan yang sudah tersaji di depan mata. "Huuh, ini mah terlalu asin !" Kalau nggak suka kasikan kepada makhluk lain yang lebih membutuhkan. Ada makanan terlalu dingin, yaa hangatkan !
Jangan mengeluh, jangan mencela. Sebab sudah dikasih makan saja oleh Allah sudah untung.

Mencela atau mengutuk bukanlah akhlak seorang muslim. Rasulullah bersabda, "Orang Mukmin itu bukan type pengutuk" (HR. Turmudji). Dalam Hadits lain Nabi SAW bersabda, "Janganlah Kamu kutuk-mengutuk dengan kutukan ALLAH, dengan kemarahan-NYa, dan dengan neraka Jahannam". (HR. Abu Dawud dan Turmudji)

Pernah suatu waktu ketika di tanah suci, ada seorang jemaah haji ikhwan yang suatu waktu ia mendapat jatah makanannya dingin dan keras. Maka, mengeluhlah dia, "Huuh, susah di Arab ini, masa nasi aja sebegini keras." Gerutunya tanpa henti. Seseorang kemudian menasehatinya, "Pak, kalau Bapak semakin mengeluh, mencela, Bapak akan semakin sengsara, menderita. Karena yang memberi makan adalah ALLAH, ada kalanya Allah menguji dengan makanan yang enak dan lezat, ada kalanya pula Allah menguji dengan makanan yang tidak enak atau mungkin dengan makanan yang sudah basi. Kenapa ketika sekali ini makanan kita tidak enak, lalu kita sibuk mencaci, mencela, yang tidak akan menyelesaikan masalah, bahkan justru mengundang murka Allah "

Padahal di Mekkah lamanya 40 hari, 40 x 3 = 120 kali, dan makan yang enggak enak ini cuma satu kali, maka tidak adik dia, zhalim dia.
Sahabat-sahabat sekalian berhentilah mencela. Lihat orang berbibir tebal, sudahlah jangan mencela, toh bibik kita dan bibir dia, ALLAH juga yang menciptakan. Seseorang yang matanya sipit, tidak berarti kita harus mengatakan "betapa sempitnya dunia bagi dia". Dia sama sekali tidak memiliki matanya, Allah-lah yang menciptakannya. Apakah kita akan mencela ciptaan Allah ?

Padahal olok-olok, penghinaan, dan pencelaan akan menyulitkan kita di akhirat kelak. Nabi SAW bersabda, "Sesungguhnya orang-orang yang memperolok-olok manusia itu, dibukakan pintu surga bagi salah seorang dari mereka.
Lalu dikatakan kepadanya, "Mari, marilah!" Lalu orang yang memperolok-olokan itu datang dengan kesusahan dan kegundahannya. Ketika ia datang ke pintu surga itu, lalu pintu surga itu terkunci buat dia. Maka terus menerus seperti yang demikian, sehingga pintu itu dibukakan bagi orang tersebut, lalu dikatakan kepadanya. "Mari, Marilah!", Maka ia tidak datang lagi ke pintu itu". (HR. Ibnu Abi Dunya).

Maka pastikan, dari mulut kita tidak keluar kata-kata penghinaan, pencelaan, olok-olok, dan yang sejenisnya. Pokoknya kalau enggak perlu-perlu amat, jangan bunyi. Wah, kalau begitu nanti dunia ini sepi dong...
Lho bicara itu tidak selalu harus pakai mulut, senyum ramah, duduk dengan penuh perhatian, santun, ini sudah bicara. Cara menunjuk, cara bersila, bagaimana kita bersikap terhadap pembicaraan orang lain. Itu semua sudah merupakan ribuan kata, bahkan jutaan kata.
Ingatlah bahwa syarat istiqomahnya hati di jalan ALLAH adalah istiqomahnya lisan. Sabda Nabi SAW, bahwa "Tidak akan istiqomah iman seseorang sebelum istiqamah hatinya, dan tidak akan istiqomah hatinya sebelum istiqamah lisannya". (HR. Ahmad) Subhanallah, maka marilah mulai sekarang kita menjaga dan mengelola lisan kita dengan hanya digunakan sesuai dengan petunjuk Allah dan Rasul-Nya.



Kiat Menjadi Unggul

Tgl. publikasi: 7/4/2001 19:02 WIB  
eramuslim - Alloh Ajja wa Jalla adalah Dzat yang Maha Sempurna segala-gala-Nya, Maha luas tak terbatas pengetahuan-Nya. Sangat pasti hanya Alloh-lah Dzat yang Maha Memiliki segala keagungan, Kemuliaan dan Keunggulan. Sungguh beruntung bagi siapapun yang dikaruniai oleh-Nya potensi dan bakat untuk unggul. Lebih beruntung lagi bagi siapapun yang di karuniai kemampuan untuk mengoptimalkan potensi dan bakatnya sehingga menjadi manusia unggul dan prestatif. Namun, betapa banyak pula orang yang cukup potensial tetapi tidak menjadi unggul. Betapa banyak orang yang memiliki bakat terpendam dan tetap "terpendam", tidak tergali karena tidak tahu ilmu untuk mengoptimalkannya.Padahal tiap orang pada dasarnya memiliki potensi untuk unggul, termasuk kita. Berikut ini beberapa kiat menjadi pribadi unggul dan prestatif.


1. PERCAYA DIRI
Bagi orang yang ingin memacu percepatan dirinya, maka tidak bisa tidak waktu adalah kuncinya.
Sebab sesungguhnya waktu adalah hidup kita. Orang bodoh adalah orang yang diberi modal hidup berupa waktu kemudian ia sia-siakan. Ada tiga kelompok orang yang menggunakan waktu, yaitu : Orang sukses, yaitu orang yang menggunakan waktu dengan optimal, salah satu cirinya adalah ia melakukan sesuatu hal yang tidak di minati oleh orang gagal.Orang malang, yaitu orang yang hari-harinya diisi dengan kekecewaan dan selalu memulai sesuatu pada keesokan harinya.Orang hebat, yaitu orang yang bersedia melakukan sesuatu sekarang juga. Bagi orang hebat tidak ada hari esok, dia berkata bahwa membuang waktu bukan saja kejahatan, tetapi suatu pembunuhan yang kejam.Karena mengetahui dan menyadari akan pentingnya waktu berarti memahami pula nilai hidup dan kehidupan ini. Oleh karena itu, yang pertama dan utama yang harus dilakukan untuk menjadi pribadi unggul adalah pantang menyia-nyiakan waktu. Kita tidak boleh melakukan sesuatu dengan sia-sia, sebab semua yang dilakukan sangat pasti memakan waktu, sedangkan waktu itu sangat berharga. Tidak mungkin kita melakukan yang sia-sia (mubadzir), bukankah perbuatan mubadzir itu adalah perbuatan syetan, Alloh SWT berfirman : "sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara syetan, dan syetan itu sangat ingkar pada Tuhan-Nya". (QS. Al Israa (17:27)

Lihatlah hidup keseharian kita, seringkali secara sadar atau tidak telah melalaikan waktu. Anehnya tidak jarang setengah mati kita menjaga harta kita supaya tidak hilang dicuri orang, tapi jarang menjaga waktu agar tidak dicuri dengan hal-hal yang sia-sia. Berapa banyak kita ngobrol sia-sia yang berarti dia telah mencuri waktu kita. Berapa banya waktu kita untuk nonton TV yang tidak semua acaranya mendidik kita agar lebih berhasil guna dan berdaya guna, dan TV telah mencuri waktu kita. Maka mulai sekarang pantanglah kita menyia-nyiakan waktu tanpa faedah. Alloh berfirman: "Sesungguhnya berintunglah orang-orang yang beriman, yaitu orang yang khusu dalam sholatnya, dan orang-orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan) yang tiada berguna". Artinya sholat yang terpelihara mutunya, khusu namanya, yang dilakukan oleh orang-orang yang benar-benar menjaga kualitas mutu sholatnya, itulah yang beruntung.Jadi pastikan waktu yang digunakan hanya diisi untuk memacu dan menempa kemampuan diri. Artinya setiap jam, setiap hari, setiap minggu yang kita lalui harus selalu benar-benar full manfaat dan lebih yang orang lain lakukan.

2.SISTEM YANG KONDUSIF
Sistem yang kita masuki itu akan sangat mempengaruhi percepatan diri kita, salah dalam memilih sistem, memilih lingkungan maka akibatnyapun akan segera kita rasakan. Maka barang siapa ingin memiliki percepatan diri yang baik untuk menjadi unggul, maka harus bisa mencari sistem dan lingkungan atau teman-teman yang berkualitas. Sistem yang memiliki keunggulan dari standar biasa, lingkungan yang memuliakan perilaku yang terjaga, teman yang memiliki kehalusan budi pekerti yang tinggi. Apa bila kita memasuki dalam sistem seperti ini, maka imbasnya pada diri kita jua. Percepatan kita akan terkontrol untuk menjadi unggul dan bermutu. Lembaga atau organisasi yang memiliki sistem yang unggul, banyak yang telah membuktikan dirinya tampil dalam kehidupan bermasyarakat lebih maju dan lebih bermutu.
Maka kalau ingin memiliki pribadi yang unggul, tangguh dan prestatif, pastikan untuk tidak salah dalam memilih pergaulan. Sebab salah dalam memilih pergaulan lingkungan, salah dalam memilih sistem, berarti telah salah dalam memilih kesuksesan. Ingatlah pepatah "Bergaul dengan tukang minyak wangi akan kebawa wangi, bergaul dengan pandai besi akan kebawa bau bakaran".

3. BERDAYA SAING POSITIF
Dalam setiap kesempatan dan lingkungan, kita harus memiliki naluri berdaya saing positif. Kalau tidak, pasti kita akan berat menghadapi hidup ini. Majalah "Panji" pernah memberitakan bahwa beberapa tahun lagi Universitas-Universitas luar negri, seperti Oxford, Harvard, UCLA, Stanford dan Universitas beken lainya, akan masuk ke Indonesia. Kenyataan ini akan membuat miris beberapa perguruan tinggi. Sikap ini nampaknya dipicu oleh kenyataan adanya kesenjangan kualitas Perguruan Tinggi dalam negri dan Perguruan Tinggi luar negri.

Bagi Perguruan Tinggi yang tidak memiliki mental berdaya saing positif, akan membuat mereka panik, kalang kabut karena takut kesaingan. Melihat kenyataan yang sama atau lebih darinya, maka akan dianggap sebuah ancaman yang seolah-olah akan menghancurkanya.Namun bagi yang memiliki mental bersaing yang positif, hal itu justru akan di tanggapi dengan senang hati, seolah-olah dia mendapatkan sparing partner yang akan memacunya lebih berkualitas lagi. Sebab mereka yang tidak diberi pesaing, kadang-kadang tidak membuat mereka maju.

Pepatah mengatakan bahwa "lebih baik menjadi juara dua di antara juara umum, dari pada jadi juara satu dari yang lemah, atau juara utama dari yang bodoh". Karena yang terpenting bukan jadi juaranya, tapi bagai mana caranya kita memompa kemampuan optimal dalam menjalani kehidupan.
Lebih baik juara dua di antara juara dari pada juara umum di antara yang kalah. Sahabat-sahabat sekalian, kita janganlah sebel jika melihat orang lain lebih baik dari kita, karena orang-orang yang suka iri hati, sebel dongkol kepada prestasi orang lain, biasanya tidak akan unggul. Berani bersaing secara sehat dan positif adalah kunci menuju gerbang kesuksesan.

4. MAMPU BERSINERGI (BERJAMAAH).
Steven R. Covey, mencantumkan sinergi sebagai salah satu dari tujuh kebiasaan yang efektif. Dalam bersinergi atau berjamaah akan tercermin perbedaan nilai tiap individu, yang kalau kita mampu mengelolanya akan melahirkan team work yang solid, dimana nilai hasilnya akan jauh lebih besar, lebih dahsyat atau lebih unggul dibandingkan kalau dilakukan sendiri-sendiri. Makin besar kekuatan sinerginya dalam setiap kali berinteraksi dengan yang lain, maka akan semakin besar pula kemampuan yang di hasilkan , itulah diantara kunci menjadi unggul. Jadi kalau ingin menjadi unggul, nikmati hidup berjamaah, karena seorang yang pintar jika bertemu orang yang pintar akan bertambah pintar. Untuk itu berjamaahlah, tapi berjamaah yang positif, karena berjamaah itu ada kalanya saling melemahkan dan saling melumpuhkan.
Maka, lakukanlah branchmarking (studi banding) ke institusi lain sebagai perbandingan, dan ini sangat penting. Hal ini agar pemikiran kita terus berkembang tidak mandek atau di situ-situ terus.. Oleh karena itu jangan pernah meremehkan orang lain, setiap bertemu orang harus jadi sarana perubahan dan penambahan wawasan kita. Jangan merasa pintar sendiri, merasa yang terbaik, yang terbagus, maka sebenarnya kita telah menjadi yang terbloon.

5. MANAJEMEN KALBU
Tidak bisa tidak, bagi pribadi yang ingin unggul dan prestatif maka dia harus mampu mengendalikan suasana hatinya, karena orang itu tergantung suasana hatinya. Kalau hatinya merasa gembira, maka dia gembira. Kalau hatinya sedang sedih maka sedih pula dirinya, kalau hatinya lagi dongkol, ngambek , maka seperti itulah dirinya. Semua tergantung pada suasana hatinya, maka bagi orang yang tidak mampu mengendalikan/mengelola hatinya akan merasa repot dalam menghadapi hidup ini. Rosululloh SAW bersabda "ingatlah dalam tubuh manusia itu ada segumpal daging. Kalau segumpal daging itu baik, maka akan baiklah seluruh tubuhnya, tetapi bila rusak, niscaya akan rusak pula seluruh tubuhnya. Segumpal daging itu bernama hati",(HR. Bukhari – Muslim).

Oleh : K.H. ABDULLAH GYMNASTIAR



KIAT-KIAT MEMBANGUN KEPERCAYAAN

            Sebelum Nabi Muhammad saw dikukuhkan menjadi seorang Rasul  beliau sudah sangat populer di tengah masyarakat kota Mekkah dengan gelar al-Amin yaitu orang yang sangat terpercaya (amanah/kredibel). Gelar ini baik sebelum maupun sesudahnya tidak pernah ada lagi.
            Sungguh dahsyat pengaruh suatu kepercayaan dan luar biasa pentingnya untuk kesuksesan karir kehidupan di dunia maupun di akhirat, jah melampaui modal harta benda, kedudukan, jabatan, atau ilmu sekalipun. Ketika kepercayaan sudah sirna di hati orang lain, sulit sekali ntuk tumbuh, walaupun dengan berjuta janji atau membayar dengan harta sebanyak  apapun, jikalau kepercayaan di hati orang sudah hilang maka perasaan yang muncul selalu mencurigai dan rasa tidak percaya diri akan selalu membayang dan membekas.
            Berikut ini sekelumit uraian yang isya Allah akan menumbuhkan dan memperkuat kepercayaan seseorang.
A. Kejujuran yang terbuktu dan teruji
            Kejujuran adalah perilaku kunci yang sangat efektif untuk membangun kepercayaan (kredibilitas), begitu pula bila sebaliknya dapat menghancurkan kehidupan seseorang.
            Biasakanlah selalu jujur dimulai dari hal yang paling sederhana dan kecil sekalipun, walaupun terhadap anak kecil, karena sesunggunya Allah menilai perilaku kita, yakinlah tak akan pernah untung sama sekali dengan ketidakjujuran selain kerugian yang mendera dan menghancurkan, sudah terlalu banyak bukti di sekitar kita untuk dijadikan pelajaran.
1.      Jangan sekali-kali berbohong atau terpancing untuk menambah omongan sehinga menjadi dusta walau dalam gurauan sekalipun.
2.      Jangan pernah mudah membuat janji, pastikan setiap janji yang diucapkan sudah diperhitungkan matang-matang, dan berusaha keraslah untuk memenuhi janji.
3.      Tepat waktulah dalam segala hal, jangan terlambat atau gemar menunda-nunda atau mengakhirkan.
4.      Biasakanlah memiliki data dan fakta yang jelas, dan bersikaplah terbuka.
5.      Milikilah kemampuan dan kesungguhan mengevaluasi diri, dan segera perbaiki diri begitu ditemukan kesalahan serta bertanggungjawablah dengan sungguh-sungguh dan tulus.
6.      Jangan pernah patah semangat bila didapati masa lalu kita pernah atau banyak keidakjujuran.
B. Cakap
            Komponen kedua yang tak kalah pentingnya adalah kehandalan dan kecakapan kita dalam melaksanakan tugas. Walaupun sangat dikenal dan teruji kejujurannya tapi kalau dalam melaksanakan tugas sering berbuat lalai dan kesalahan maka hal ini pun akan merontokkan kredibilitas.
1.      Kunci utamanya adalah secara sadar kita harus selalu belajar, melatih diri, mengembangkan kemampuan, wawasan serta keterampilan kita secara sistematis dan berkesinambungan, sehingga selalu memiliki kesiapan yang memadai untuk melaksanakan tugas.
2.      Awalilah selalu dengan membuat perencanaan yang baikdan persiapan yang matang, gagal dalam merencanakan sama dengan merenacnakan kegagalan.
3.      Jangan lupa selalu check and recheck, tak boleh kita melakukan sesuatu tanpa cek ulang, sangat banyak peluang kesalahan atau kegagalan yang terselamatkan dengan sikap yang selalu mengadakan pengecekan ulang.
4.      Laksanakan segala sesuatu dengan kesungguhan, sikap yang hati-hati dan cermat, jangan anggap remeh kelalaian dan kecerobohan karena semua itu biang kesalahan dan kegagalan.
5.      Selalu sempatkan untuk evaluasi dari setiap tahapan apapun yang kita lakukan, percayalah merenung sejenak untuk mengevaluasi membuat karya kita akan semakin bermutu.
6.      Nikmatilah dengan menyempurnakan apa yang bisa dilakukan, jangan pernah puas dengan setengah-setengah, jangan pula puas dengan 90%, kalau kita bisa menyempurnakannya, mengapa tidak?
C. Inovatif
            Segala sesuatu yang ada selalu berubah, di dunia ini tidak ada sesuatu apapun yang tidak berubah, satu-satunya yang tetap adalah perubahan itu sendiri, oleh karena itu siapa pun yang tidak menyiapkan diri untuk menghadapi perubahan maka dia akan tergilas kalah oleh perubahan tersebut.
            Maka jelaslah sudah yang dimaksud dengan sabda Rasulullah bahwa orang yang hari ini sama dengan hari kemarin adalah orang yang merugi karena berarti tak ada kemajuan dan tetinggal oleh perubahan, orang yang hari ini lebih buruk dari hari kemarin dianggap orang yang celaka, karena berarti akan tertinggal jauh dab sulit mengejar, satu-satunya pilihan bagi orang yang beruntung adalah hari ini harus lebih baik dari hari kemarin, berarti harus ada penambahan sesuatu yang bermanfaat, inilah sikap perubahan yang diharapkan selalu terjadi pada seorang muslim, sehingga tidak akan pernah tertinggal, dia selalu antisipatif terhadap perubahan, dan selalu siap menyikapi perubahan.
            Berikut ini beberapa anjuran agar kita dapat selalu mengembangkan kemanpuan kreatif kita:
1.      Banyak membaca dan menulis.
2.      Banyak berdiskusi dan bertanya.
3.      Banyak melihat (mengadakan studi banding).
4.      banyak merenung (tafakur).
5.      Banyak berbuat dan mencoba.
6.      Banyak beribadah dan berdo'a.
            Mudah-mudahan kegighan diri kita, menjaga agar karir hidup ini menjadi orang bersih, terbuka, ujur terpercaya yang dilakukan dengan tulus karena Allah semata. Selamat berjuang saudaraku sekalian, cukuplah Allah sebagai satu-satunya tujuan, pelindung, tumpuan harapan dan satu-satunya penolong kita semua.
Wallahu a'lam bishshawab.


Kewirausahan
K.H. Abdullah Gymnastiar


Hal yang sangat patut direnungkan oleh umat Islam, dan ini menjadi kendala bagi kemajuan umat adalah faktor leadership (kepemimpinan) dan kemampuan manajemen. Dampaknya pun jelas, dengan dua titik lemah ini potensi yang banyak tidak terbaca, tidak tergali secara maksimal, dan tidak bisa dikembangkan menjadi sebuah sinergi yang memiliki dampak besar bagi kemajuan umat.
Kelemahan leadership dan manajerial ini ternyata dapat kita telusuri dengan mengamati bagaimana pemahaman umat tentang sifat Rasulullah SAW. Diantara titik-titik yang kurang tersentuh secara maksimal adalah bagaimana umat Islam mempelajari masa muda Rasulullah SAW sebelum menjadi nabi.
Dari beberapa literatur yang didapat, betapa jiwa entrepreneurship Rasulullah di bidang wirausaha begitu mendominasi, sehingga beliau berkembang menjadi seorang pemimpin yang memiliki jiwa entrepreneur, dan keterampilan manajemen yang baik untuk mengelola sebuah dakwah, sebuah sistem yang bertata nilai kemuliaan Al Islam.
Pada waktu Rasulullah masih kecil, beliau sudah mempunyai sebuah proyek untuk menjaga kehormatan harga dirinya agar tidak menjadi beban bagi kehidupan ekonomi pamannya, Abu Thalib, yang memang tidak tergolong kaya. Beliau mendapat upah dari menggembalakan beberapa ekor kambing miliki orang lain, yang secara otomatis mengurangi biaya hidup yang harus ditanggung oleh pamannya ini.
Pada usia 12 tahuan, sebuah usia yang relatif muda, beliau melakukan perjalanan dagang ke Syiria bersama Abu Thalib. Beliau tumbuh dewasa di bawah asuhan pamannya ini dan belajar mengenai bisnis perdagangan darinya. Bahkan ketika menjelang dewasa dan menyadari bahwa pamannya bukanlah orang berada serta memiliki keluarga besar yang harus diberi nafkah, Rasulullah mulai berdagang sendiri di kota Mekkah.
Bisnisnya diawalai dengan sebuah perdagangan taraf kecil dan pribadi, yaitu dengan membeli barang dari satu pasar dan menjualnya kepada orang lain. Aktivitas bisnis lainnya dengan sejumlah orang di kota Mekkah pun dilakukan. Dengan demikian ternyata Rasulullah telah melakukan aktivitas bisnis jauh sebelum beliau bermitra dengan Khadijah. Dan inilah yang membuahkan pengalaman yang tak ternilai harganya dalam mengembangkan jiwa kewirausahaan pada diri Rasulullah.
Ciri yang sangat khas dari aktivitas bisnis yang dilakukan oleh Rasulullah waktu itu adalah beliau sangat terkenal karena kejujurannya dan sangat amanah dalam memegang janji. Sehingga tidak ada satupun orang yang berinteraksi dengan beliau kecuali mndapat kepuasan yang luar biasa. Dan ini merupakan sebuah nuansa dengan pesona tersendiri bagi warga Jazirah Arab. apalagi kemuliaan akhlaknya seakan menebarkan pesona indah kepribadiannya.
Pun ketika beliau tidak memiliki uang untuk berbisnis sendiri, ternyata beliau banyak menerima modal dari orang-orang kaya Mekkah yang tidak sanggup menjalankan sendiri dana mereka, dan menyambut baik seseorang yang jujur untuk menjalankan bisnis dengan uang yang mereka miliki berdasarkan kerjasama. Tiada lain karena sejak kecil Rasulullah telah dikenal oleh penduduk Mekkah sangat rajin dan penuh percaya diri. Dikenal pula oleh kejujuran dan integritasnya dibidang apapun yang dilakukannya. Tak berlebihan bila penduduk Mekkah memanggilnya dengan sebutan Shiddiq (jujur) dan Amin (terpercaya).
Salah seorang pemiliki modal itu adalah Khadijah, yang kelak menjadi istri beliau, yang menawarkan suatu kemitraan berdasarkan sistem bagi hasil (profit sharing). Dan, subhanallaah, kecakapan Rasulullah dalam berbisnis telah mendatangkan keuntungan, dan tidak satupun jenis bisnis yang ditanganinya mendapat kerugian. Selama bermita dengan Khadijah inilah Rasulullah telah melakukan perjalanan dagang ke pusat bisnis di Habasyah (Ethiopia) dan Yaman. Beliau pun empat kali memimpin ekspedisi perdagangan untuk Khadijah ke Syria dan Jorash.
Diantara hal yang terus menerus harus kita teladani dari Rasulullah dalam interaksi bisnisnya adalah beliau sangat menjaga nilai-nilai harga diri, kehormatan, dan kemuliannya dalam proses interaksi bisnisnya ini. Bisnis bagi Rasulullah SAW tidak hanya sebatas perputaran uang dan barang, tapi ada yang lebih tinggi dari semua itu, yaitu mejaga kehormatan diri. Sehingga keuntungan apapun dari setiap transaksi yang beliau dapatkan, maka kemuliaannya justru semakin menjulang tinggi. Semakin dihormati, semakin disegani dan ini menjadi aset tak ternilai harganya yang mendatangkan kepercayaan dari para pemilik modal.
Dengan kata lain, modal terbesar dari seorang yang menjadi pengusaha sukses, pemimpin sukses, atau ilmuwan sukses dalam disiplin ilmu apapun, ternyata jiwa entrepreneur ini harus dikembangkan sejak awal. Pembangunan harga diri, pembangunan etos kerja, pembangunan karir kehormatan sebagai seorang jujur yang terbukti teruji dan sangat amanah terhadap janji-janji, jikalau hal ini ditanamkan, dilatih sejak awal maka akan membuahkan kepribadian yang sangat bermutu tinggi dan ini menjadi bekal kesuksesan bekerja dimanapun atau kesuksesan mengemban amanah jenis apapun.
Dan yang paling perlu digaris bawahi, Rasulullah SAW mengadakan transaksi bisnis sama sekali tidak untuk memupuk kekayaan pribadi, tetapi justru untuk membangun kehormatan dan kemuliaan bisnisnya dengan etika yang tinggi dan hasil yang didapat justru untuk didistribusikan ke sebanyak umat. Sehingga kesuksesannya mampu membawa banyak dampak positif, yaitu kesuksesan dan kesejahteraan bagi umat yang lainnya. Dan inilah yang menyebabkan kepribadian junjungan kita, Rasullah SAW begitu monumenatal, baik dalam mencari nafkah maupun dalam menafkahkan karunia rizki yang diperolehnya.
Semoga kita semua mampu merenungi kejujuran diri, amanah, dan kegigihan dalam menjaga kehormatan harga diri kita selaku umat Islam.***


Keutamaan dan Kasih Sayang Ibu
K.H. Abdullah Gymnastiar


Hikam: "Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia. Dan hendaklah kamu berbuat baik kepada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang diantara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan perkataan "ah", dan janganlah kamu membentak mereka. Dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia." (QS. Al-Isra: 23).
Dari Abu Hurairah, dia berkata, telah dating kepada Rasulullah saw, seorang laki-laki lalu bertanya:, "Wahai Rasulullah, siapakah yang lebih berhak untuk saya pergauli dengan baik?" Beliau menjawab, "Ibumu" dia bertanya lagi, "Kemudian siapa?" Beliau menjawab, "Ibumu" dia bertanya lagi, "Kemudian siapa?" Beliau menjawab, "Ibumu" dia bertanya lagi, "Kemudian siapa?" Beliau menjawab, "Ayahmu". (HR Muslim)
Dari isi Hadist terlihat betapa Allah melalui Rasulullah menilai besarnya pengorbanan orang tua kita terutama Ibu. Apa yang sudah ibu berikan kepada anaknya tidak dapat dibandingkan dengan apapun di dunia ini.
Orang tua, terutama ibu harus selalu kita hormati sepanjang hidup kita. Walaupun itu bukan orang tua kita sendiri. Kalau kita menghormati semua orang tua, berarti kita menghormati orang tua kita. Begitu juga bila kita memaki orang tua yang bukan orang tua kandung, maka berarti kita memaki orang tua kita sendiri.
Memuliakan orang tua kita bukan dengan memberinya harta yang berlimpah. Tetapi akhlak yang baik dari anak-anaknya sudah membuat orang tua kita damai dan senang. Harta tidak dapat dibandingkan dengan kemuliaan akhlak yang baik.
Kita sebagai anak harus memohon, berjuang sekuatnya kepada Allah bila orang tua kita belum mendapat hidayah dari Allah. Dan kita harus selalu menerima segala kekurangan orang tua kita dengan lapang dada. (imm)


Kepompong Ramadhan
K.H. Abdullah Gymnastiar


Semua amal anak Adam dapat dicampuri kepentingan hawa nafsu, kecuali shaum. Maka sesungguhnya shaum itu semata-mata untuk-Ku dan Aku sendiri yang akan membalasnya (Hr. Bukhari Muslim).
Pernahkan Anda melihat seekor ulat bulu? Bagi kebanyakan orang, ulat burlu memang menjijikkan bahkan menakutkan. Tapi tahukah Anda kalau masa hidup seekor ulat ini ternyata tidak lama. Pada saatnya nanti ia akan mengalami fase dimana ia harus masulk ke dalam kepompong selama beberapa hari. Setelah itu ia pun akan keluar dalam wujud lain : ia menjelma menjadi seekor kupu-kupu yang sangat indah. Jika sudah berbentuk demikian, siapa yang tidak menyukai kupu-kupu dengan sayapnya yang beraneka hiasan indah alami? Sebagian orang bahkan mungkin mencari dan kemudian mengoleksinya bagi sebagai hobi (hiasan) ataupun untuk keperluan ilmu pengetahuan.
Semua proses itu memperlihatkan tanda-tanda Kemahabesaran Allah. Menandakan betapa teramat mudahnya bagi Allah Azza wa Jalla, mengubah segala sesuatu dari hal yang menjijikkan, buruk, dan tidak disukai, menjadi sesuatu yang indah dan membuat orang senang memandangnya. Semua itu berjalan melalui suatu proses perubahan yang sudah diatur dan aturannya pun ditentukan oleh Allah, baik dalam bentuk aturan atau hukum alam (sunnatullah) maupun berdasarkan hukum yang disyariatkan kepada manusia yakin Al Qur'an dan Al Hadits.
Jika proses metamorfosa pada ulat ini diterjemahkan ke dalam kehidupan manusia, maka saat dimana manusia dapat menjelma menjadi insan yang jauh lebih indah, momen yang paling tepat untuk terlahir kemabli adalah ketika memasuki Ramadhan. Bila kita masuk ke dalam 'kepompong' Ramadhan, lalu segala aktivitas kita cocok dengan ketentuan-ketentuan "metamorfosa" dari Allah, niscaya akan mendapatkan hasil yang mencengangkan yakni manusia yang berderajat muttaqin, yang memiliki akhlak yang indah dan mempesona.
Inti dari badah Ramadhan ternyata adalah melatih diri agar kita dapat menguasai hawa nafsu. Allah SWT berfirman, "Dan adapun orang-orang yang takut kepada kebesaran Tuhannya dan menahan diri dari keinginan hawa nafsunya maka sesungguhnya syurgalah tempat tinggalnya." (QS. An Nazii'at [79] : 40 - 41).
Selama ini mungkin kita merasa kesulitan dalam mengendalikan hawa nafsu. Kenapa? Karena selama ini pada diri kita terdapat pelatihan lain yang ikut membina hawa nafsu kita ke arah yang tidak disukai Allah. Siapakah pelatih itu? Dialah syetan laknatullah, yang sangat aktif mengarahkan hawa nafsu kita. Akan tetapi memang itulah tugas syetan. apalagi seperti halnya hawa nafsu, syetan pun memiliki dimensi yang sama dengan hawa nafsu yakni kedua-duanya sama-sama tak terlihat. "Sesungguhnya syetan itu adalah musuh yang nyata bagimu, maka anggaplah ia sebagai musuhmu karena syetan itu hanya mengajak golongannya supaya menjadi penghuni neraka yang menyala-nyala," demikian firman Allah dalam QS. Al Fathir [25] : 6).
Akan tetapi kita bersyukur karena pada bulan Ramadhan ini Allah mengikat erat syetan terkutuk sehingga kita diberi kesempatan sepenuhnya untuk bisa melatih diri mengendalikan hawa nafsu kita. Karenanya kesempatan seperti ini tidak boleh kita sia-siakan. Ibadah shaum kita harus ditingkatkan. Tidak hanya shaum atau menahan diri dari hawa nafsu perut dan seksual saja akan tetapi juga semua anggota badan kita lainnya agar mau melaksanakan amalan yang disukai Allah. Jika hawa nafsu sudah bisa kita kendalikan, maka ketika syetan dipelas kembali, mereka sudah tunduk pada keinginan kita. Dengan demikian, hidup kita pun sepenuhnya dapat dijalani dengan hawa nafsu yang berada dalam keridhaan-Nya. Inilah pangkal kebahagiaan dunia akhirat. Hal lain yang paling utama harus kita jaga juga dalam bulan yang sarat dengan berkah ini adalah akhlak. Barang siapa membaguskan akhlaknya pada bulan Ramadhan, Allah akan menyelamatkan dia tatkala melewati shirah di mana banyak kaki tergelincir, demikianlah sabda Rasulullah SAW.
Pada bulan Ramadhan ini, kita dianggap sebagai tamu Allah. Dan sebagai tuan rumah, Allah sangat mengetahui bagaimana cara memperlakukan tamu-tamunya dengan baik. Akan tetapi sesungguhnya Allah hanya akan memperlakukan kita dengan baik jika kita tahu adab dan bagaimana berakhlak sebagai tamu-Nya. Salah satunya yakni dengan menjaga shaum kita sesempurna mungkin. Tidak hanya sekedar menahan lapar dan dahaga belaka tetapi juga menjaga seluruh anggota tubuh kita ikut shaum.
Mari kita perbaiki segala kekurangan dan kelalaian akhlak kita sebagai tamu Allah, karena tidak mustahil Ramadhan tahun ini merupakan Ramadhan terakhir yang dijalani hidup kita, jangan sampai disia-siakan.
Semoga Allah Yang Maha Menyaksikan senantiasa melimpahkan inayah-Nya sehingga setelah 'kepompong' Ramadhan ini kita masuki, kita kembali pada ke-fitri-an bagaikan bayi yang baru lahir. Sebagaimana seekor ulat bulu yang keluar menjadi seekor kupu-kupu yang teramat indah dan mempesona, amiin.***


Keluh Kesah
K.H. Abdullah Gymnastiar


Hidup di kota besar semacam Jakarta atau Bandung membutuhkan kekuatan iman dan kekuatan mental. Macet di perjalanan dalam waktu-waktu tertentu adalah suatu permasalahan yang kadangkala sering kita hadapi. Tak heran bila untuk sebuah perjalanan, kalau kita tidak memakai strategi yang bagus, tidak memakai perencanaan yang matang, maka kemacetan akan benar-benar mencuri waktu begitu lama. Terkadang bisa berjam-jam di jalan. Kalau saja tidak berusaha untuk bening hati, sepertinya sepanjang jalan yang terjadi hanya dongkol dan marah-marah. "Aduh , kapan sampainya! Aduh, kok ini lama banget! Aduh, kok macet terus!" Mungkin ungkapannya seperti itu. Aduh dan aduh.
Padahal kata-kata aduh, kalau hanya tanda keluh kesah, sebetulnya tidak menyelesaikan masalah. Justru kata-kata yang terlontar itu menunjukkan ketidaksabaran kita. Apalagi tiba-tiba di pinggir jalan ada kendaraan lain berhenti seenaknya. Kita boleh kecewa dan melihat ini sebagai sesuatu yang harus diperbaiki. Tetapi, tidak berarti kita harus sengsara dengan marah-marah atau berkeluh kesah. Mata terbeliak dan mulut kadang berucap "Minggir, dong!" Mungkin inginnya menghardik seperti itu. Tetapi, alangkah lebih baiknya jika kita menyapa dengan kata yang lemah lembut, "Maaf, Pak! Boleh agak ke pinggir sedikit!" Ungkapan seperti ini nampaknya akan lebih ringan ke dalam hati, dari pada melotot dengan menggunakan otot.
Boleh jadi kalau sudah banyak kedongkolan, selain akan banyak berkeluh kesah, juga akan menjadikan diri lebih emosional. Ini yang paling merugikan. Bagi kita maupun orang lain. Kita harus mengukur kehilangan waktu dalam beberapa menit atau beberapa jam, padahal waktu tersebut sebenarnya dapat menjadi tambahan ilmu dan kemampuan diri kita. Ada baiknya, selama perjalanan lengkapi diri dengan sumber-sumber ilmu, baik berupa kaset ceramah, nasyid, atau kaset murotal Qur’an. Sumber-sumber ini akan menambah percepatan keilmuan kita, disamping akan membuat kita tidak tergoda untuk ber-aduh ria. "Aduh, terlambat nih! Aduh, sialan kamu! Aduh, ada yang ketinggalan nih!" Kata-kata seperti ini sebetulnya tidak perlu dikeluarkan! Karena tidak menyelesaikan masalah. Lebih baik kita isi dengan do’a : "Ya Allah, semoga saya datang tepat waktu, semoga ada jalan keluar dari kemacetan ini". Kata-kata ini akan lebih produktif dibandingkan dengan kata "aduh".
Marilah kita meminimalisirkan keluh-kesah seperti ini. Apalagi bagi kita pun ada kenikmatan tersendiri bila kita bicara lebih santun. Kesantunan akan membuat batin kita lebih ringan dari pada berperilaku emosional. Lebih dari itu, kelembutan akan mampu menaklukan sesuatu yang tidak bisa dilakukan dengan kekerasan. Itu sudah bagian dari rumusnya. Karena, kalau orang-orang keras dilawan dengan kekerasan, maka itu akan merasa bagian dari dunianya. Tapi, kalau orang-orang yang bertemperamen keras itu diberi kelembutan yang tulus dari lubuk hati yang paling dalam, Isya Allah mereka akan terbawa lembut juga. Contohnya, orang sekeras Umar bin Khattab atau Khalid bin Walid bisa jatuh tersengkur menagis oleh lembutnya alunan Al-Qur’an.
Berkeluh kesah seringkali membuat kita terdramatisasi oleh masalah. Seakan-akan rencana dan keinginan kita lebih baik daripada yang terjadi. Padahal, belum tentu. Siapa tahu, di balik kejadian yang mengecewakan menurut kita, ternyata sarat dengan perlindungan Allah dan sarat dengan terkabulnya harapan-harapan kita. Tiap melakukan kekeliruan, kita ditolong Allah dengan memberikan tuntunan-Nya. Tuntunan itu tidak harus dengan terkabulnya keinginan yang kita mohonkan. Bisa jadi terkabulnya do’a itu bertolak belakang dengan yang kita minta. Karena Allah Mahatahu di balik apapun keinginan kita. Baik keinginan jangka pendek, maupun keinginan jangka panjang. Baik kerugian duniawi maupun kerugian ukhrawi. Baik kerugian secara materi maupun secara kerugian mental. Kita tidak bisa mendeteksi secara cermat. Kadang-kadang kita hanya mendeteksinya sesuai dengan keperluan hawa nafsu kita.
Kelihatannya sepele mengaduh ini. Tetapi, itu akan menjadi kualifikasi pengendalian diri kita. Ketahuilah bahwa kualitas seseorang itu tidak diukur dengan sesuatu yang besar-besar, tetapi oleh yang kecil-kecil. Kalau kita ingin melihat kompleks perumahan yang berkualitas, maka kita lihat saja panjang pendek rumput di halamannya. Kalau berkualitas dan terawat dengan baik, maka rumputnya pun akan nampak terawat dengan baik. Marilah kita respon setiap kejadian demi kejadian dengan respon lisan yang positif. Mengapa? Karena setiap respon akan mempengaruhi persepsi kita terhadap masalah yang kita hadapi dan cara kita menyelesaikannya. Lebih dari itu akan berdampak pula kepada orang-orang di sekitar kita. Jadi, sapaan-sapaan, teguran-teguran, komentar-komentar, celetukan-celetukan ini harus benar-benar bernilai produktif. Tidak hanya berarti bagi diri kita, tetapi juga bagi orang di sekitar kita.
Apalagi keluh kesah termasuk penyakit hati, yaitu bentuk ketidaksabaran kita dalam menerima ketentuan dari Allah. Ada hadits qudsi yang menyatakan bahwa "Barang siapa yang tidak ridha terhadap ketentuan-Ku, dan tidak sabar atas musibah dari-Ku, maka carilah Tuhan selain Aku." (HR. Bukhari dan Muslim)
Dari hadits qudsi ini, nampaklah bahwa segala apapun yang Allah karuniakan kepada kita, maka kita harus menerimanya dengan ridha. Oleh karenanya, kita tidak perlu banyak mengaduh atau berkeluh kesah. Sedapat mungkin kurangi aduh-mengaduh ini. Jauh akan lebih produktif jikalau kita optimalkan waktu dengan banyak berdo’a dan menambah kualitas keilmuan diri serta terus menyempurnakan ikhtiar di jalan Allah yang diridhai.***


KEKUATAN AMAL JAMAAH
Intisari PQS Al-Azhar 12 Februari 2001
K.H Abdullah Gymnastiar / Aa Gym
*****************************************************************************
Bismillahirrahmaanirrahiim
Semoga Allah menggolongkan kita semua menjadi orang-orang yang selalu sadar
bahwa segala-galanya adalah milik Allah, diri kita milik Allah apapun yang
kita inginkan pasti milik Allah. Sehingga tidak ada yang dituju selain Allah.
Dialah Allah yang Maha Agung, termasuk pertemuan ini tidak ada yang dituju
kecuali semoga kita bisa semakin mengenal keagungan Allah dan semakin
mengenal cara agar bisa semakin mendekatkan diri kepada Allah.
Saudara-saudaraku sekalian...
Allah mempunyai nama dalam Asmaul Husna Al Jami', Allah Maha Menghimpun.
Dalam bahasa Arab apabila ada huruf Arab ja-min-'ain itu artinya menghimpun.
Sebaik-baiknya perhimpunan merujuk kepada amalan mesjid. "Hanyalah orang-
orang yang memakmurkan mesjid Allah, yakin kepada Allah, yakin kepada hari
akhir, menegakkan sholat, membayar zakat dan tidak pernah gentar selain
kepada Allah mereka itulah yang diharapkan mendapat petunjuk"
Sekarang banyak sekali perhimpunan di Indonesia, tapi apakah perhimpunan ini
yang dihimpun Allah dalam kebaikan atau perhimpunan dalam kebathilan. 4
(Empat) amalan perhimpunan mesjid yang diupayakan berhimpun dimanapun lebih
dari 1 orang amalkan amalan ini karena inilah amalan dirumah Allah yaitu :
1. Amalan mesjid perhimpunan itu majlis dzikir
Sepertinya dimanapun kita berhimpun haruslah menjadi majlis dzikir. Mesjid,
sholat, dzikir. Dzikir, baca qur'an, wirid itu semua mengingat Allah.
Tidaklah berhimpun orang dengan berdzikir mengingat Allah kecuali rahmat
Allah akan datang. Maka perhimpunan apapun harus niatnya untuk Allah karena
Allah membela agama Allah ini menjadi kebaikan.
Harusnya rumah itu menjadi
majlis dzikir.
Jadikan semuanya menjadi aspek dzikir, Insya Allah aman itu
rumah. Rumah tangga yang begitu banyak ingat kepada Allah, beli barang yang
disukai Allah akan membuat hati ini tentram.
2. Amalan mesjid adalah taklim
Menuntut ilmu dan menyampaikan ilmu. Jadi apabila amalan mesjid ini dibawa
kerumah, kekantor akan barokah. Apa sebabnya? karena nuansanya tawasaubil
haqqi wa tawasau bissabr (saling berpesan dengan kebenaran dan saling
berpesan dengan kesabaran). Ilmu bisa membuat hati jadi ringan. Maka pastikan
majlis sekecil apapun selain ingat dan niat kepada Allah ilmu kuncinya.
Pokoknya pertemuan tidak menjadi ilmu rugi. Tiap hari tidak nambah ilmu rugi.
Sebaiknya ketemu orang jadi ilmu. Kalau saudara bekerja hanya ingin cari
uang, garong juga kerjanya cari uang hanya beda cara. Kalau saudara bekerja
hanya ingin cari makan, domba juga kerjanya cari makan. Kalau saudara bekerja
hanya ingin mencari gaji, bagaimana kalau mati sebelum gajian?
Kita bekerja mencari Allah. Kalau kita bekerja, jualan, berumah tangga karena
Allah yang dicari maka Allah-lah yang punya apapun yang kita inginkan. Setiap
kali punya uang belikan buku, itu semua incestasi. Tidak apa-apa rumah kita
tidak bagus barang-barangnya yang penting bagus ilmunya. Maka mulai saat ini
saya berharap jamaah yang hadir kalau punya uang penuhi
:
1. hak keluarga
2. hak ibadah
3. hak kesehatan
4. ilmu
baru selebihnya beli barang-barang yang kiranya melengkapi.
3. Dakwah
Setiap berhimpun harus jadi dakwah.
Mesjid itu fungsinya dakwah walau 1 ayat,
sampaikan! Pendakwah yang baik alat ukurnya bukan orang lain jadi baik,
pendakwah yang baik adalah orang dengan dakwahnya dirinya makin baik. Saudara
berkumpul disini dan dapat ilmu itu adalah kemurahan Allah kepada saudara.
Mungkin buah sedekah saudara kepada seseorang, mungkin buah doa orang tua
kepada saudara, mungkin munajat anak-anak kepada orang tuanya, jadi saja ilmu
itu sampai. Dakwah harus jadi program di perusahaan kita, dirumah tangga kita
dan dimanapun.. Rugilah hidup cuma sekali tapi tidak menjadi contoh kebaikan.
Usahakan sekuat-kuatnya bila orang melihat diri kita pribadi maupun kelompok,
orang melihat keindahan Islam.
4. Hikmat/Melayani
Inilah sesungguhnya rahasia kesuksesan sebuah majlis yang barokah. Dimana
setiap berkumpul selain membuat ingat kepada Allah, terus berkembang
kemampuannya dengan ilmu, menebarkan dakwahnya dengan contoh-contoh kebaikan
dan yg tidak kalah pentingnya dia melayani yang ada disekitarnya. Sepatutnya
jamaah mesjid itu seperti itu. Harusnya rumah tangga kita atau kelompok kita
adalah yang ingin melayani umat. Bila kita sebagai sales biasanya bila mau
keluar rumah berapa target yang harus didapat, berapa order yang harus masuk,
berapa barang yang harus saya jual, wah itu cenderung stress. Kalau kita
sebagai sales, tiap hari yang dikatakan berapa banyak orang yang berbahagia
dengan kedatangan kita, berapa banyak orang yang bisa saya tolong sepanjang
hari ini, berapa banyak orang yang bisa saya senangkan sepanjang hari ini.
Pikirannya adalah hikmat ke masyarakat.
Apakah orang lain tidak berterima kasih kita rugi, apakah kita tidak diberi
insentif kita rugi? Yang rugi itu tidak menolong orang lain. Rezeki itu tidak
harus satu jalur, memangnya rejeki itu kita yang ngatur? Suka-suka Allah.
Ujian adalah cara Allah mendidik kita. Jadi setiap kali kita
bermajlis/bertemu dalam skala apapun harus ada orang yang terlayani oleh
kita. Sekecil apapun layani. Makin melayani makin dicintai.
Nah saudara-saudara sekalian....
Ayo cari uang yang banyak supaya makin banyak kita nolong orang, nyari ilmu
yang banyak supaya banyak ngajarin orang, latihan bela diri yang baik supaya
nanti kalau ada apa-apa bisa nolongin orang. Teruskan kembangkan semua
potensi kita nafkahkan di jalan Allah. Nggak usah rewel nggak usah banyak
omong, Allah lebih tahu kebutuhan kita dibanding kita sendiri. Indah hidup
ini bila mengingat Allah, sayang bila hidup ini dirusak hanya karena angkara
murka. Oleh karena itu 4 (empat) amalan ini akan menjadi amalan mesjid kita
bawa kerumah kita sehingga bisa jadi seperti rumah Allah, kita bawa ke
perusahaan kita supaya perusahaan kita seperti perusahaan milik Allah. Insya
Allah kalau negara kita seperti ini, barokah..


Keluarga Kunci Kesuksesan
K.H. Abdullah Gymnastiar


Bismillaahirrahmaanirrahiim
Seringkali kita dengar orang-orang yang membangun
karir bertahun-tahun akhirnya terpuruk oleh kelakuan keluarganya. Ada yang dimuliakan di kantornya tapi dilumuri aib oleh anak-anaknya sendiri, ada yang cemerlang karirnya di perusahaan tapi akhirnya pudar oleh perilaku istrinya dan anaknya. Ada juga yang populer di kalangan masyarakat tetapi tidak populer di hadapan keluarganya. Ada yang disegani dan dihormati di lingkungannya tapi oleh anak istrinya sendiri malah
dicaci, sehingga kita butuh sekali keseriusan untuk menata strategi yang tepat, guna meraih kesuksesan yang benar-benar hakiki. Jangan sampai kesuksesan kita semu. Merasa sukses padahal gagal, merasa mulia padahal hina, merasa terpuji padahal buruk, merasa cerdas padahal bodoh, ini tertipu!
Penyebab kegagalan seseorang diantaranya :
  • Karena dia tidak pernah punya waktu yang memadai
    untuk mengoreksi dirinya. Sebagian orang terlalu sibuk dengan kantor, urusan luar dari dirinya akibatnya dia kehilangan fondasi yang kokoh. Karena orang tidak bersungguh-sungguh menjadikan keluarga sebagai basis yang penting untuk kesuksesan.
  • Sebagian orang hanya mengurus keluarga dengan sisa waktu, sisa pikiran, sisa tenaga, sisa perhatian, sisa perasaan, akibatnya seperti bom waktu. Walaupun uang banyak tetapi miskin hatinya. Walaupun kedudukan tinggi tapi rendah keadaan keluarganya.
Oleh karena itulah, jikalau kita ingin sukses, mutlak bagi kita untuk sangat serius membangun keluarga sebagai basis (base), Kita harus jadikan keluarga kita menjadi basis ketentraman jiwa. Bapak pulang kantor begitu lelahnya harus rindu rumahnya menjadi oase ketenangan. Anak pulang dari sekolah harus merindukan suasana aman di rumah. Istri demikian juga. Jadikan rumah kita menjadi oase ketenangan, ketentraman, kenyamanan sehingga bapak, ibu dan anak sama-sama senang dan betah tinggal dirumah.
Agar rumah kita menjadi sumber ketenangan, maka perlu diupayakan:
  • Jadikan rumah kita sebagai rumah yang selalu dekat dengan Allah SWT, dimana di dalamnya penuh dengan aktivitas ibadah; sholat, tilawah qur'an dan terus menerus digunakan untuk memuliakan agama Allah, dengan kekuatan iman, ibadah dan amal sholeh yang baik, maka rumah tersebut dijamin akan menjadi sumber ketenangan.
  • Seisi rumah Bapak, Ibu dan anak harus punya kesepakatan untuk mengelola perilakunya, sehingga bisa menahan diri agar anggota keluarga lainnya merasa aman dan tidak terancam tinggal di dalam rumah itu, harus ada kesepakatan diantara anggota keluarga bagaimana rumah itu tidak sampai menjadi sebuah neraka.
  • Rumah kita harus menjadi "Rumah Ilmu" Bapak, Ibu dan anak setelah keluar rumah, lalu pulang membawa ilmu dan pengalaman dari luar, masuk kerumah berdiskusi dalam forum keluarga; saling bertukar pengalaman, saling memberi ilmu, saling melengkapi sehingga menjadi sinergi ilmu. Ketika keluar lagi dari rumah terjadi peningkatan kelimuan, wawasan dan cara berpikir akibat masukan yang dikumpulkan dari luar oleh semua anggota keluarga, di dalam rumah diolah, keluar rumah jadi makin lengkap.
  • Rumah harus menjadi "Rumah pembersih diri" karena tidak ada orang yang paling aman mengoreksi diri kita tanpa resiko kecuali anggota keluarga kita. Kalau kita dikoreksi di luar resikonya terpermalukan, aib tersebarkan tapi kalau dikoreksi oleh istri, anak dan suami mereka masih bertalian darah, mereka akan menjadi pakaian satu sama lain.Oleh karena itu,barangsiapa yang ingin terus menjadi orang yang berkualitas, rumah harus kita sepakati menjadi rumah yang saling membersihkan seluruh anggota keluarga. Keluar banyak kesalahan dan kekurangan, masuk kerumah saling mengoreksi satu sama lain sehingga keluar dari rumah, kita bisa mengetahui kekurangan kita tanpa harus terluka dan tercoreng karena keluarga yang mengoreksinya.
  • Rumah kita harus menjadi sentra kaderisasi sehingga Bapak-Ibu mencari nafkah, ilmu, pengalaman wawasan untuk memberikan yang terbaik kepada anak-anak kita sehingga kualitas anak atau orang lain yang berada dirumah kita, baik anak kandung, anak pungut atau orang yang bantu-bantu di rumah, siapa saja akan meningkatkan kualitasnya. Ketika kita mati, maka kita telah melahirkan generasi yang lebih baik. Tenaga, waktu dan pikiran kita pompa untuk melahirkan generasi-generasi yang lebih bermutu, kelak lahirlah kader-kader pemimpin yang lebih baik. Inilah sebuah rumah tangga yang tanggung jawabnya tidak hanya pada rumah tangganya tapi pada generasi sesudahnya serta bagi lingkungannya.


Karunia Hidayah
K.H. Abdullah Gymnastiar


Siapapun di dunia ini hanya akan menjaga dengan sungguh-sungguh sesuatu yang dianggapnya berharga dan membuang sesuatu yang dianggapnya tidak berharga. Semakin bernilai dan semakin berharga suatu benda, maka akan lebih habis-habisan pula dijaganya.
Ada yang sibuk menjaga hartanya karena dia menganggap hartanyalah yang paling bernilai. Ada yang sibuk menjaga wajahnya agar awet muda, karena awet muda itulah yang dianggapnya paling bernilai. Ada juga yang mati-matian menjaga kedudukan dan jabatannya, karena kedudukan dan jabatan itulah yang dianggap membuatnya berharga.
Tapi ada pula orang yang mati-matian menjaga hidayah dan taufik dari-Nya karena dia yakin bahwa hidup tidak akan selamat mencapai akhirat kecuali dengan hidayah dan taufik dari ALLOH yang Mahaagung. Inilah sebenarnya harta benda paling mahal yang perlu kita jaga mati-matian. Betapa nikmat iman yang bersemayam di dalam kalbu melampaui apapun yang bernilai di dunia ini.
Karenanya, sudah sepantasnya dalam mencari apapun di dunia ini, kita tetap dalam rambu-rambu supaya hidayah itu tidak hilang. Misal, ketika mencari uang untuk nafkah keluarga, kita sibuk dengan berkuah peluh bermandi keringat mencarinya, tapi tetap berupaya dengan sekuat tenaga agar dalam mencari uang ini hidayah sebagai sebuah barang berharga tidak hilang dan taufik tidak sampai sirna.
Begitupula ketika menuntut ilmu, kita kejar ilmu setinggi-tingginya tetapi tetap dalam rambu-rambu supaya hidayah tidak sampai sirna. Bahkan seharusnya acara mencari nafkah, mencari ilmu, atau mencari dunia bisa lebih mendekatkan dengan sumber hidayah dari ALLOH SWT.
Ada sebuah doa yang ALLOH SWT ajarkan kepada kita melalui firman-Nya, "Robbanaa, laa tuziquluu banaa ba’da ijhhadaitana wahablana milladunkarahmatan innaka antal wahhaab…" (Q.S. Ali Imran [3]: 8). (Ya Tuhan kami, jangan jadikan hati ini condong kepada kesesatan sesudah engkau beri petunjuk, dan karuniakan kepada kami rahmat dari sisimu, sesungguhnya Engkau Maha Pemberi Karunia).
Demikianlah ALLOH Azza wa Jalla, Dzat Maha Pemberi Karunia Hidayah, mengajarkan kepada kita agar senantiasa bermohon kepada-Nya sehingga selalu tertuntun dengan cahaya hidayah dari-Nya. Tidak bisa tidak, doa inilah yang harus senantiasa kita panjatkan di malam-malam hening kita, di setiap getar-getar doa yang meluncur dari bibir kita.
***
Suatu waktu ada seorang wanita yang belum beberapa lama masuk Islam (muallaf). Dan ternyata keluarganya tidak bisa menerima kenyataan ini, sehingga ibunya mengusirnya dari rumah. Kejadiannya ketika menjelang jam lima sore telepon berdering, suara diujung sana bicara dengan terbata-bata, "Aa, aa tolong a tolong…!" Belum selesai bicara hubungan telepon terputus. Dari nadanya kelihatan darurat, sehingga jelas-jelas si penelpon sedang dalam kondisi membutuhkan bantuan. Sayangnya tidak diketahui dimana menelponnya? Keadaannya bagaimana? Cuma yang diketahui pasti adalah ALLOH Maha Melihat, Maha Menyaksikan segala kejadian, dan Mahakokoh dalam melindungi siapapun. Tidak akan terjadi musibah, "illabiidznillah" tanpa ijin ALLOH, dan tidak akan teraniaya kecuali dengan ijin ALLOH pula.
Usai hubungan telepon terputus, saya berpikir apa yang bisa dilakukan!? Karena yang terbayang di benak saat itu adalah justru si anak dianiaya, teleponnya direbut atau kabelnya diputuskan. Terbayang pula andai si anak ini dipaksa kembali ke agama semula oleh orang tuanya atau minimal dianiaya. Tapi sejenak kemudian ingat pula akan Kemahakuasaan ALLOH bahwa hanya dengan karunia-Nya saja hidayah bisa sampai kepada si anak itu. Betapapun orang memaksa untuk melepas hidayah keyakinan di jalan-Nya, tapi kalau ALLOH Azza wa Jalla, Dzat yang Mahakuasa telah menghunjamkan dalam-dalam hidayah itu di kalbunya, kita lihat bagaimana Bilal bin Rabbah, sahabat Rasulullah SAW yang mulia, dijemur diterik matahari, dibawahnya beralas pasir membara, badan pun dihimpit batu yang berat, tapi bibirnya yang mulia tetap mengucapkan, "ALLOH, ALLOH, ALLOH".
Demikianlah jikalau ALLOH telah menghunjamkan karunia hidayahnya, tidak ada seorangpun yang bisa melepaskannya. Begitupun dengan si anak dalam kejadian ini, setelah teleponnya diputus oleh ibunya, ternyata benar ia dianiaya, dijambak, dan dirobek-robek jilbabnya. Hanya kemudian dengan ijin ALLOH, dia dapat kembali menutup auratnya dan dengan hati pilu si anak pun ikut bersama bibinya. Hanya ALLOH-lah yang melepaskan dari setiap kesempitan.
Mudah-mudahan kejadian diatas dapat menambah keyakinan akan kokohnya perlindungan ALLOH Azza wa Jalla. Betapapun tidak ada yang menolong, yakinlah bahwa ALLOH-lah satu-satunya penolong. Begitupun ketika ada yang menganiaya, maka si penganiaya pun adalah makhluk dalam genggaman ALLOH. Tidak ada satupun ayunan dan pukulan tangan, atau bahkan tendangan kakinya, kecuali tenaganya karunia dari ALLOH. Tidak ada satupun darah yang menetes, kecuali dengan ijin ALLOH.
Karenanya mudah-mudahan saja apa yang menimpa si anak dalam peristiwa diatas adalah salah satu cara bagaimana ALLOH menanamkan keyakinan kepadanya. Karenanya walaupun tidak ada yang menolong, yakinlah bahwa ALLOH-lah yang Mahakuasa memberikan pertolongan. Memang, terkadang kita ditingkatkan keyakinan, dinaikan peringkat kedudukan disisi ALLOH, salah satunya dengan diuji dengan bala dan kesempitan terlebih dulu.
***
ALLOH SWT dalam hal ini berfirman, "Dan orang yang dipimpin ALLOH, maka tiadalah orang yang akan menyesatkannya" (Q.S. Az Zumar [39]:37).
"Dan siapa yang disesatkan oleh ALLOH, maka tidak ada yang dapat menujukinya" (Q.S. Ar Ra’du [13]:33).
"Siapa yang diberi petunjuk (hidayah) oleh ALLOH maka ialah yang mendapat petunjuk hidayah, dan siapa yang disesatkan oleh ALLOH, maka tidak akan engkau dapatkan pelindung atau pemimpin untuknya" (Q.S. .
"Sesungguhnya ALLOH membiarkan sesat siapa yang dikehendaki-Nya dan dipimpin-Nya siapa yang dikehendaki-Nya." (Q.S. Al Fathir [35]: 8).
Imam Ibnu Athoillah dalam kitabnya yang terkenal Al Hikam memaparkan, "Nur (cahaya-cahaya) iman, keyakinan, dan zikir adalah kendaraan yang dapat mengantarkan hati manusia ke hadirat ALLOH serta menerima segala rahasia daripada-Nya.
Nur (cahaya terang) itu sebagai tentara yang membantu hati, sebagaimana gelap itu tentara yang membantu hawa nafsu. Maka apabila ALLOH akan menolong seorang hamba-Nya, dibantu dengan tentara nur Illahi dan dihentikan bantuan kegelapan dan kepalsuan"
Nur cahaya terang berupa tauhiid, iman dan keyakinan itu sebagai tentara pembela pembantu hati, sebaliknya kegelapan, syirik, dan ragu itu sebagai tentara pembantu hawa nafsu, sedang perang yang terjadi antara keduanya tidak kunjung berhenti, dan selalu menang dan kalah.
Lebih lanjut beliau berujar, "Nur itulah yang menerangi (membuka) dan bashirah (matahati) itulah yang menentukan hukum, dan hati yang melaksanakan atau meninggalkan nur itulah yang menerangi baik dan buruk, lalu dengan matahatinya ditetapkan hukum, dan setelah itu maka matahatinya yang melaksanakan atau menggagalkannya." Semoga ALLOH Azza wa Jalla mengaruniakan kepada kita penuntun yang membawa cahaya hidayah sehingga menjadi terang jalan hidup ini, subhanallah. ***


Jalin Kebersamaan
K.H. Abdullah Gymnastiar


Saudara-saudaraku warga Bandung yang budiman, sudah kita saksikan dan kita rasakan bersama betapa tindakan-tindakan yang tidak bijaksana, bahkan anarkis (membuat kerusakan) selain tidak menyelesaikan masalah, yang terjadi malah menambah masalah. Betapa tindakan-tindakan yang membuat kerusakan dimana pun dan kapan pun ternyata mengakibatkan beragam masalah yang tiba-tiba muncul, secara diduga atau tidak. Diantara akibat yang dapat kita amati dari kejadian aksi anarkis yang terjadi di kota tercinta ini adalah :
Pertama, nama baik warga kota tercinta ini menjadi tercoreng. Betapa seluruh warga merasakan aib dan malu yang tentu tidak begitu saja untuk melupakannya. Lebih dari itu, tidak begitu mudah pula bagi kita untuk mengembalikan citra kota tercinta ini sebagai kota yang aman, tenteram, damai, dan berperilaku mulia.
Kedua, bagi saudara-saudara kita yang khilaf melakukan perusakan dalam aksi yang sepatutnya kita hormati bersama ini, maka justru institusi buruh yang diatasnamakannya, kini harus menanggung citra yang kurang bagus. Sebagian masyarakat merasa kurang berkenan dengan aksi-aksi yang membuat kerusakan seperti ini, walaupun sangat mungkin kejadian ini bagian dari ulah provokator, yang memang sedang mencari-cari kesempatan untuk memperkeruh keadaan kota kita ini. Apalagi untuk mengembalikan citra sebagai kota yang cinta kedamaian ini pun butuh waktu yang lama dan perjuangan keras.
Ketiga, timbul keresahan di masyarakat. Kejadian ini memunculkan pula suasana masyarakat yang kurang nyaman. Aktivitas kehidupan sehari-hari terganggu, kepentingan umat terabaikan, dan bahkan mengakibatkan warga yang membutuhkan pelayanan kesehatan darurat pun tidak terlayani. Begitulah yang dapat kita amati dari kejadian yang menimpa kota tercinta ini.
Saudara-saudaraku warga Bandung sekalian, kejadian ini sudah semestinya menjadi pelajaran bagi kita semua. Dan diantara yang bisa kita ambil hikmahnya adalah kita harus punya tekad yang sama untuk membangun kebersamaan di kota tercinta ini. Jangan biarkan kekerasan menjadi solusi dari permasalahan yang ada.
Lebih dari itu masalah yang sedang menimpa kita semua adalah bagian dari karunia Allah SWT yang dapat membuat kita menjadi lebih maju, lebih beradab, dan lebih kuat dalam menghadapi masa yang akan datang, sepanjang kita menyikapinya dengan cara yang benar. Bagi orang yang imannya kokoh tidak pernah ada kejadian yang merugikan. Diberi nikmat kita bersyukur, syukur itulah kebaikan. Diberi ujian kita bersabar, sabar itu pun kebaikan. Kerugian hanyalah milik orang-orang yang tidak punya keyakinan yang kokoh dan tidak punya akhlak yang mulia.
Oleh karenanya, dalam kondisi bangsa yang kurang kondusif ini, ada beberapa hal yang dapat kita lakukan :
Marilah kita budayakan hidup bersahaja. Karena hidup bermewah-mewah, hidup glamour, hidup senang kepada yang bermerek, hidup menjadi korban mode, adalah hidup dengan biaya yang sangat tinggi. Hidup bersahaja terbukti membuat hidup ini lebih indah, lebih murah, dan lebih terhormat. Apalagi dalam hidup keseharian kita pun, kita akan lebih suka dan terpesona kepada orang yang gaya hidupnya bersahaja dibanding dengan orang yang menyiksa diri dengan menjadi korban mode, menjadi korban zaman, menjadi korban sesuatu yang tidak bernilai dalam pandangan Allah SWT.
Marilah kita budayakan total hemat. Aktivitas apapun yang mampu kita hemat, tanpa mengurangi produktivitas, ada baiknya jika kita lakukan penghematan. Yang namanya rejeki tidak harus dari yang tidak ada, tapi dari yang ada kita hemat sekuat kemampuan, maka itu pun menjadi rejeki karunia-Nya. Mulai sekarang biasakanlah kita untuk menghemat listrik, air, minyak, bensin, ongkos, jajan, atau apa saja yang bisa kita hemat. Lihatlah, kalau kita melakukan penghematan ini, sepertinya kita akan kaget, karena walaupun dari satu sisi rejeki kita hanya sedikit tapi kalau yang kecil-kecil kita hemat dan gabungkan maka akan menjadi sebuah bekal yang lebih dari memadai.
Marilah kita biasakan hidup terencana dengan baik. Jangan melakukan apapun tanpa direncanakan terlebih dahulu. Kita tahu rumusnya, "gagal dalam merencanakan sama dengan merencanakan kegagalan". Bayangkan saja jikalau kita berangkat ke suatu tempat tanpa peraencanaan yang matang, maka kita hanya akan buang-buang waktu, buang-buang tenaga, dan buang-buang biaya saja. Begitu pun dalam mengeluarkan anggaran kehidupan ini, biasakanlah kita menjadi warga yang selalu merencanakan apapun yang akan kita lakukan. Insya Allah kita akan hemat waktu, hemat biaya, hemat pikiran, dan lebih dari itu, dekat dengan kesuksesan.
Mrailah kita budayakan untuk selalu berhati-hati, berperhitungan, dan tidak ceroboh. Kita tahu betapa banyak biaya yang keluar karena kecerobohan diri kita. Kelalaian dalam berwirausaha, misalnya, akan membuat kita tertipu, kelalaian menjaga diri akan membuat kita celaka. Setiap kecerobohan ternyata akan selalu menguras biaya yang tinggi. Orang yang hidupnya selalu berhati-hati akan selalu meminimalisir resiko, yang berarti meminimalisir pula kebutuhan-kebutuhan dan biaya yang akan keluar jikalau kita ceroboh.
Allah Mahatahu kebutuhan kita lebih dari kita sendiri. Sesulit apapun keadaan, rejeki kita tetap ada. Hanya saja kita harus lebih kreatif dan sungguh-sungguh. Karenanya, marilah kita bersunguh-sungguh berikhtiar secara lahir, juga ikhtiar batin dengan memperkuat ibadah kita. Diantaranya dengan shalat tepat pada waktunya, setiap malam kita bertahajud, Senin – Kamis kita shaum, tiap hari kita upayakan membaca Al-Qur’an, dan juga tiap hari kita usahakan untuk bersedekah walaupun dalam keadan terbatas. Insya Allah dengan kekuatan fisik, kekuatan pikir, dan kekuatan batin, maka semoga ujian yang menimpa kita semua ini malah akan meningkatkan kualitas diri kita sehingga kita bisa menyongsong masa depan yang lebih baik, lebih barokah, dan lebih sukses dunia maupun akhirat.
Selamat berjuang saudara-saudaraku.***


Indahnya Hidup Bersahaja
K.H. Abdullah Gymnastiar


Bismillahirrohmaanirrohiim,
Saudara-saudaraku Sekalian,
Kita tidak perlu bercita-cita membangun kota Jakarta, lebih baik kita bercita-cita tiap orang bisa membangun dirinya sendiri. Paling minimal punya daya tahan pribadi terlebih dahulu. Karenanya sebelum ia memperbaiki keluarga dan lingkungannya minimal dia mengetahui kekurangan dirinya. Jangan sampai kita tidak mengetahui kekurangan sendiri. Jangan sampai kita bersembunyi dibalik jas, dasi dan merk. Jangan sampai kita tidak mempunyai diri kita sendiri. Jadi target awal dari pertemuan kita adalah membuat kita berani jujur kepada diri sendiri. Mengapa demikian? Sebab seorang bapak tidak bisa memperbaiki keluarganya, kalau ia tidak bisa memperbaiki dirinya sendiri. Jangan mengharap memperbaiki keluarga kalau memperbaiki diri sendiri saja tidak bisa. Bagaimana berani memperbaiki diri, jika tidak mengetahui apa yang mesti diperbaiki.
Kita harus mengawali segalanya dengan egois dahulu, sebab kita tidak bisa memperbaiki orang lain kalau diri sendiri saja tidak terperbaiki. Seorang ustad akan terkesan omong kosong, jika ia berbicara tentang orang lain agar memperbaiki diri sedang ia sendiri tidak benar. Dalam bahasa Al-Qur’an, "Sangat besar kemurkaan Allah terhadap orang berkata yang tidak diperbuatnya".
Mudah-mudahan seorang ibu yang tersentuh mulai mengajak suaminya. Seorang anak mengajak orang tuanya, di kantor seorang bos yang berusaha memperbaiki diri diperhatikan oleh bawahannya dan membuat mereka tersentuh. Seorang kakek dilihat oleh cucunya kemudian tersentuh. Mudah-mudahan dengan kegigihan memperbaiki diri nantinya daya tahan rumah mulai membaik. Kalau sudah daya tahan rumah membaik insyaAllah, kita bisa berbuat banyak untuk bangsa kita ini. Mudah-mudahan nanti setiap rumah tangga visinya tentang hidup ini menjadi baik.
Tahap selanjutnya adalah mau dibawa kemana rumah tangga kita ini, apakah mau bermewah-mewahan, mau pamer bangunan dan kendaraan atau rumah tangga kita ini adalah rumah tangga yang punya kepribadian yang nantinya akan menjadi nyaman. Jangan sampai rumah tangga kita ini menjadi rumah tangga yang hubuddunya, karena semua penyakit akarnya dari cinta dunia ini. Orang sekarang menyebutnya materialistis. Bangsa ini roboh karena pecinta dunianya terlalu banyak. Acara tv membuat kita menjadi yakin bahwa dunia ini alat ukurnya adalah materi. Pelan tapi pasti kita harus mulai mengatakan dunia ini tidak ada apa-apanya. Di dunia ini kita hanya mampir. Dengan konsep yang kita kenal yaitu rumus ‘tukang parkir’. Yang tadinya bangga dengan merk menjadi malu dengan topeng yang dikenakannya. Nanti pelan-pelan akan menjadi begitu.
Bukannya kita harus hidup miskin. Nanti akan terjadi suasana di rumah tidak goyah, lebih sabar, melihat dunia menjadi tidak ada apa-apanya dan tidak sombong. Lihat kembali rumus ‘tukang parkir’, ia punya mobil tidak sombong, mobilnya ganti-ganti tidak takabur, diambil satu persatu sampai habis tidak sakit hati. Mengapa ? karena tukang parkir tidak merasa memiliki hanya tertitipi.
Ketika melihat orang kaya biasa saja karena sama saja cuma menumpang di dunia ini jadi tidak menjilat, kepada atasan tidak minder, suasana kantor yang iri dan dengki jadi minimal.
Saudara-saudaraku Sekalian,
Jadi visi kita terhadap dunia ini akan berbeda. Kita tidak bergantung lagi kepada dunia, tidak tamak, tidak licik, tidak serakah. Hidup akan bersahaja dan proporsional. Sekarang kita sedang krisis, masa ini dapat menjadi
momentum karena dengan krisis harga-harga naik, kecemasan orang meningkat, ini kesempatan kita buat berdakwah. Mau naik berapa saja harganya tidak apa-apa yang penting terbeli. Jika tidak terjangkau jangan beli, yang penting adalah kebutuhan standar tercukupi. Orang yang sengsara bukan tidak cukup tetapi karena kebutuhannya melampaui batas. Padahal Allah menciptakan kita lengkap dengan rezekinya. Mulai dari buyut kita yang lahir ke dunia tidak punya
apa-apa sampai akhir hayatnya masih makan dan dapat tempat berteduh terus. Orang tua kita lahir tidak membawa apa-apa sampai saat ini masih makan terus, berpakaian, dan berteduh. Begitu pula kita sampai hari ini. Hanya saja disaat krisis begini kita harus lebih kreatif. Mustahil Allah menciptakan manusia tanpa rezekinya kita akan bingung menghadapi hidup. Semua orang sudah ada rezekinya. Dan barangsiapa yang hatinya akrab dengan Allah dan
yakin segala sesuatu milik Allah, tiada yang punya selain Allah, kita milik Allah. Kita hanya mahluk dan yang membagi, menahan dan mengambil rezeki adalah Allah. Orang yang yakin seperti itu akan dicukupi oleh Allah.
Jadi kecukupan kita bukan banyak uang, tetapi kecukupan kita itu bergantung dengan keyakinan kita terhadap Allah dan berbanding lurus dengan tingkat tawakal. Allah berjanji "Aku adalah sesuai dengan prasangka hamba-Ku". Jadi jangan panik. Allah penguasa semesta alam. Ini kesempatan buat kita untuk mengevaluasi pola hidup kita. Yang membuat kita terjamin adalah ketawakalan. Jadi yang namanya musibah bukan kehilangan uang, bukan kena penyakit, musibah itu adalah hilangnya iman. Dan orang yang cacat adalah yang tidak punya iman, ia gagal dalam hidup karena tidak mengerti mau kemana.
Jadi kita tidak punya alasan untuk panik. Krisis seperti ini ada diman-mana, kita harus kemas agar berguna bagi kita. Kita tidak bisa mengharapkan yang terbaik terjadi pada diri kita, tapi kita bisa kemas agar menjadi yang terbaik bagi diri kita. Kita tidak bisa mengharapkan orang menghormati kita, tapi kita bisa membuat penghinaan orang menjadi yang terbaik bagi diri kita.
Hal pertama yang harus kita jadikan rahasia kecukupan kita adalah ketawakalan kita dan kedua adalah prasangka baik kepada Allah, yang ketiga adalah Lainsakartum laadziddanakum,"Barangsiapa yang pandai mensyukuri nikmat yang ada", Allah akan membuka nikmat lainnya. Jadi jangan takut dengan belum ada, karena yang belum ada itu mesti ada kalau pandai mensyukuri yang telah ada. Jadi dari pada kita sibuk memikirkan harga barang yang naik lebih baik memikirkan bagaimana mensyukuri yang ada. Karena dengan mensyukuri nikmat yang ada akan menarik nikmat yang lainnya. Jadi nikmat itu sudah tersedia. Jangan berpikir nikmat itu uang. Uang bisa jadi fitnah. Ada orang yang dititipi uang oleh Allah malah bisa sengsara, karena ia jadi mudah berbuat maksiat. Yang namanya nikmat itu adalah sesuatu yang dapat membuat kita dekat dengan Allah. Jadi jangan takut soal besok/lusa, takutlah jika yang ada tidak kita syukuri.
Satu contoh hal yang disebut kurang syukur dalam hidup itu adalah kalau hidup kita itu Ishro yaitu berlebihan, boros, dan bermewah-mewahan. Hati-hati yang suka hidup mewah, yang senang kepada merk itu adalah kufur nikmat. Mengapa? Karena setiap Allah memberi uang itu ada hitungannya. Mereka yang terbiasa glamour, hidup mewah, yang senang kepada merk termasuk yang akan menderita karena hidupnya akan biaya tinggi. Pasti merk itu akan berubah-ubah tidak akan terus sama dalam dua puluh tahun. Harus siap-siap menderita karena akan mengeluarkan uang banyak utnuk mengejar kemewahannya, untuk menjaganya dan untuk perawatannya. Dia juga akan disiksa oleh kotor hati yaitu riya'. Makin mahal tingkat pamernya makin tinggi. Dan pamer itu membutuhkan pikiran lebih, lelah dan tegang karena rampok akan berminat. Inginnya diperlihatkan tapi takut dirampok jadinya pening. Makin tinggi keinginan pamer makin orang lain menjadi iri/dengki. Pokoknya kalau kita terbiasa hidup mewah resikonya tinggi. Ketentraman tidak terasa. Hal yang bagus itu adalah yang disebut syukur yaitu hidup bersahaja atau proporsional. Kalau Amirul Mukminin hidupnya sangat sederhana, kalau seperti kita ini hidup bersahaja saja, biaya dan perawatan akan murah.
Kalau kita terbiasa hidup bersahaja peluang riyanya kecil. Tidak ada yang perlu dipamerkan. Bersahaja tidak membuat orang iri. Dan anehnya orang yang bersahaja itu punya daya pikat tersendiri. Pejabat yang bersahaja akan menjadi pembicaraan yang baik. Artis yang sholeh dan bersahaja selalu bikin decak kagum. Ulama yang bersahaja itu juga membuat simpati. Juga harus hati-hati kita sudah capai-capai hidup glamor belum tentu dipuji bahkan saat sekarang ini akan dicurigai.Yang paling penting sekarang ini kita nikmati budaya syukur dengan hidup proporsional. Jangan capai dengan gengsi, hal itu akan membuat kita
binasa. Miliki kekayaan pada pribadi kita bukan pada topeng kita. Percayalah rekan-rekan sekalian kita akan menikmati hidup ini jika kita hidup proporsional.
Nabi Muhammad SAW tidak memiliki singgasana, istana bahkan tanda jasa sekalipun hanya memakai surban Tetapi tidak berkurang kemuliaanya sedikitpun sampai sekarang. Ada orang kaya dapat mempergunakan kekayaannya. Dia bisa beruntung jika ia rendah hati dan dermawan. Tapi ia bisa menjadi hina gara-gara pelit dan sombong. Ada orang sederhana ingin kelihatan kaya inilah yang akan menderita. Segala sesuatu dikenakan, segalanya dicicil, dikredit. Ada juga orang sederhana tapi dia menjadi mulai karena tidak meminta-minta, jadi terjaga harga dirinya. Dan ada orang yang mampu dan ia menahan dirinya ini akan menjadi mulia.
Mulai sekarang tidak perlu tergiur untuk membeli yang mahal-mahal, yang bermerk. Supermarket, mal dan sebagainya itu sebenarnya tidak menjual barang-barang primer. Allah Maha Menyaksikan. Apa yang dianjurkan Islam adalah jangan sampai mubadzir. Rasul SAW itu kalau makan sampai nasi yang terakhir juga dimakan, karena siapa tahu disitulah barokahnya. Kalau kita ke undangan pesta jangan mengambil makanan berlebihan. Ini sangat tidak islami. Memang kita enak saja rasanya tapi demi Allah itu pasti dituntut oleh Allah. Dan itu mempengaruhi struktur rezeki kita, karena kita sudah kufur nikmat. Kita harus bisa mempertanggungjawabkan setiap perbuatan kita karena tidak ada yang kecil dimata Allah. Tidak ada pemborosan karena semua dihitung oleh Allah.
Contohnya mandi, kalau bisa bersih dengan lima sampai tujuh gayung tapi mengapa harus dua puluh gayung.
Kita mampu beli air tetapi bukan untuk boros. Ini penting kalau ingin barokah rezekinya, hematlah kuncinya. Kalau merokok biaya yang kita keluarkan adalah besar hanya untuk membuang asap dari mulut kita. Jangan cari alasan. Seharusnya sudah saatnya berhenti merokok. Cobalah ingat ini uang milik Allah. Kemudian sabun mandi, jangan memakai sesuka kita,
takarlah atau kalau perlu pakai sabun batangan.
Kenapa kalau kita bisa hemat tidak kita lakukan. Uang penghematan kita bisa gunakan untuk sedekah atau menolong orang yang lebih membutuhkan. Sedekah itu tidak akan mengurangi harta kita kecuali bertambah dan bertambah.
Ini pelajaran supaya hidup kita dijamin oleh Allah. Kita tidak bisa terjamin oleh harta/tabungan, kalau Allah ingin membuat penyakit seharga dua kali tabungan kita sangat gampang bagi Allah. Tidak ada yang dapat menjamin kita kecuali Allah oleh karena itu jangan merasa aman dengan punya tabungan, tanah, dan warisan. Dengan gampang Allah dapat mengambil itu semua tanpa terhalang. Aman itu justru kalau kita bisa dekat dengan Allah. Mati-matian kita jaga kesehatan, kalau Allah inginkan lain gampang saja. Semua harta tidak bisa kita nikmati, tetapi kalau Allah melindungi kita Insya Allah. Marilah hidup hemat, tetapi hemat bukan berarti pelit. Proporsional atau adil adalah puncak dari ahlak Contohnya HP, kalau tidak terlalu perlu jual saja lagi. Janganlah dimiliki kalau hanya untuk gaya saja. Penghematan akan mengundang barokah inilah yang disebut syukur nikmat. Tujuan bukan mencari uangnya tetapi mempertanggung jawabkan setiap rupiah yang Allah titipkan.
Hal lain yang membuat barokah adalah jika kita dapat mendayagunakan semua barang-barang kita. Di gudang kita pasti banyak barang yang tidak kita pakai tetapi sayang untuk dibuang. Coba lihat lemari pakaian kita banyak baju-baju lama, begitu juga sepatu-sepatu lama kita. Keluarkanlah barang-barang yang tidak berharga tersebut. Misalkan dirumah kita ada panci yang sudah rongsokan,
jika kita keluarkan ternyata merupakan panci idaman bagi orang lain. Di rumah kita tidak terpakai tetapi jika dipakai orang lain dengan kelapangannya dan mengeluarkan doa bisa jadi itulah yang membuat kita terjamin. Kalau kita ikhlas, demi Allah itu lebih menjamin rezeki kita daripada tidak terpakai di rumah. Setiap barang-barang yang tidak bermanfaat tetapi bermanfaat bagi orang lain itulah pengundang rezeki kita. Bersihkan rumah kita dari barang-barang yang tidak berguna. Lebih baik rusak digunakan orang lain daripada rusak dibiarkan di rumah, itu akan barokah rezekinya.
Ini kalau kita ingin terjamin, namanya teori barokah. Kita tidak akan terjamin dengan teori ekonomi manapun. Sudah berapa banyak sarjana ekonomi yang dihasilkan oleh universitas di negeri ini tetapi Indonesia masih saja babak belur.
Rumusnya pertama adalah bersahaja, kedua adalah total hemat, ketiga adalah keluarkan yang tidak bermanfaat, yang keempat adalah setiap kita mengeluarkan uang harus menolong orang lain atau manfaat.
Kalau mau belanja niatkan jangan hanya mencari barang tetapi juga menolong orang. Belilah barang di warung pengusaha kecil yang dapat menolong omzetnya. Hati-hati dengan menawar, pilihannya kalau itu merupakan hal yang adil. Jangan bangga kalau kita berhasil menawar. Nabi Muhammad SAW bahkan kalau beli barang dilebihkan uangnya dari harga barang yang sebenarnya. Tidak akan berkurang harta dengan menolong orang. Jangan memilih barang-barang yang bagus semua pilihlah yang jeleknya sebagian. Kita itu untung jika membuat sebanyak mungkin orang lain untung. Jangan jadi bangga ketika kita sendiri untung orang lain tidak.
Jika kita jadi pengusaha, kita jadi kaya ketika karyawannya diperas tenaganya, gajinya hanya pas buat makan, sedang kita berfoya-foya, demi Allah kita akan rugi. Pengusaha Islam sejati tidak akan berfoya-foya, ia akan menikmati karyawannya sejahtera. Sehingga tidak timbul iri, yang ada adalah cinta. Cinta membuat kinerja lebih bagus, perusahaan lebih sehat. Kalau kapitalis, pengusahanya bermewah-mewah ketika bawahannya menderita. Jadi timbul dendam dan iri setiap ada kesempatan akan marah seperti yang terjadi di Bandung kemarin. Tetapi kalau kita senang mensejahterakan mereka, anaknya kita sekolahkan. Dia merasa puas dan itulah namanya keuntungan.
Jadi mulai sekarang setiap membelanjakan uang harus menolong orang, membangun ekonomi umat. Jadi setiap keluar harus multi manfaat bukan hanya dapat barang. Dengan membeli barang di warung kecil mungkin uangnya untuk menyekolahkan anaknya, membeli sejadah, membeli mukena, Subhanallah.
Saudara-saudaraku Sekalian,
Jadi krisis seperti ini akan berdampak positif kalau kita bisa mengemasnya dengan baik. Nantinya ketika strategi rumah kita sudah bersahaja, kehidupan kita jadi efisien, anak-anak terbiasa hidup hemat, kita di rumah tidak mempunyai beban dengan banyaknya barang. Barang yang ada di rumah harus ada nilai tambahnya,
bukan biaya tambah. Setiap blender harus ada nilai produktifnya misalnya untuk membuat jus kemudian dijual, pasti barokah. Bukannya membuat biaya tambah karena harus diurus, dirawat dan membutuhkan pengamanan, barang yang seperti ini tidak boleh ada di rumah kita. Rezeki kita pasti ada tinggal kita kreatif
saja. Tidak perlu panik Allah Maha Kaya.
Sebagai amalan lainnya, dalam situasi sesulit apapun tetaplah menolong orang lain karena setiap kita menolong orang lain kita pasti ditolong oleh Allah. Jika makin pahit, makin getir harus makin produktif bagi orang lain. Baik sukses maupun tidak tetap lakukan dimanapun kita berada. Ketika kita sedang berjalan kaki, kemudian ada mobil yang hendak parkir bisa kita beri aba-aba. Ketika kita menyetir mobil ada yang mau menyebrang, dahulukan saja, kita tidak tahu apa yang akan menimpa kita esok hari. Ketika kita sedang mengantri ada orang yang memotong, berhentilah sebentar, dengan mengalah berhenti barang lima menit tetapi membuat banyak orang bahagia.
Jadi insya Allah kalau hati kita sudah berbenah baik, krisis ini akan lebih membuat hidup kita lurus. Hidup ini tidak akan kemana-mana kecuali menunggu mati. Latihlah supaya kita sadar bahwa kita pasti mati tidak membawa apa-apa. Kita hanya mampir sebentar di dunia ini.
Alhamdulilahirobil’alamin


Indahnya Kasing Sayang
K.H. Abdullah Gymnastiar


Mahasuci ALLOH, Zat yang mengaruniakan kasih sayang kepada makhluk-makhluk-Nya. Tidaklah kasih sayang melekat pada diri seseorang, kecuali akan memperindah orang tersebut, dan tidaklah kasih sayang terlepas dari diri seseorang, kecuali akan memperburuk dan menghinakan orang tersebut.
Betapa tidak? Jikalau kemampuan kita menyayangi orang lain tercerabut, maka itulah biang dari segala bencana, karena kasih sayang ALLOH Azza wa Jalla ternyata hanya akan diberikan kepada orang-orang yang masih hidup kasih sayang di kalbunya.
Seperti kejadian yang menimpa Arie Hanggara yang kisahnya pernah diangkat di film layar lebaria menemui ajal karena dianiaya oleh ayah kandungnya sendiri. Begitulah, kekejian demi kekejian, kebiadaban demi kebiadaban menjadi perlambang kehinaan martabat manusia. Hal ini terjadi, tiada lain karena telah tercerabutnya karunia kasih sayang yang ALLOH semayamkan di dalam kalbunya.
Karenanya, tidak bisa tidak, kita harus berjuang dengan sekuat tenaga agar hati nurani kita hidup. Tidak berlebihan jikalau kita mengasahnya dengan merasakan keterharuan dari kisah-kisah orang yang rela meluangkan waktu untuk memperhaikan orang lain. Kita dengar bagaimana ada orang yang rela bersusah-payah membacakan buku, koran, atau juga surat kepada orang-orang tuna netra, sehingga mereka bisa belajar, bisa dapat informasi, dan bisa mendapatkan ilmu yang lebih luas.
Rasulullah SAW dalam hal ini bersabda, "ALLOH SWT mempunyai seratus rahmat (kasih sayang), dan menurunkan satu rahmat (dari seratus rahmat) kepada jin, manusia, binatang, dan hewan melata. Dengan rahmat itu mereka saling berbelas-kasih dan berkasih sayang, dan dengannya pula binatang-binatang buas menyayangi anak-anaknya. Dan (ALLOH SWT) menangguhkan 99 bagian rahmat itu sebagai kasih sayang-Nya pada hari kiamat nanti." (H.R. Muslim).
Dari hadis ini nampaklah, bahwa walau hanya satu rahmat-Nya yang diturunkan ke bumi, namun dampaknya bagi seluruh makhluk sungguh luar biasa dahsyatnya. Karenanya, sudah sepantasnya jikalau kita merindukan kasih sayang, perhatian, dan perlindungan ALLOH SWT, tanyakanlah kembali pada diri ini, sampai sejauhmana kita menghidupkan kalbu untuk saling berkasih sayang bersama makhluk lain?!
Kasih sayang dapat diibaratkan sebuah mata air yang selalu bergejolak keinginannya untuk melepaskan beribu-ribu kubik air bening yang membuncah dari dalamnya tanpa pernah habis. Kepada air yang telah mengalir untuk selanjutnya menderas mengikuti alur sungai menuju lautan luas, mata air sama sekali tidak pernah mengharapkan ia kembali.
Sama pula seperti pancaran sinar cerah matahari di pagi hari, dari dulu sampai sekarang ia terus-menerus memancarkan sinarnya tanpa henti, dan sama pula, matahari tidak mengharap sedikit pun sang cahaya yang telah terpancar kembali pada dirinya. Seharusnya seperti itulah sumber kasih sayang di kalbu kita, ia benar-benar melimpah terus tidak pernah ada habisnya.
Tidak ada salahnya agar muncul kepekaan kita menyayangi orang lain, kita mengawalinya dengan menyayangi diri kita dulu. Mulailah dengan menghadapkan tubuh ini ke cermin seraya bertanya-tanya:
Apakah wajah indah ini akan bercahaya di akhirat nanti, atau justru sebaliknya, wajah ini akan gosong terbakar nyala api jahannam?
Tataplah hitamnya mata kita, apakah mata ini, mata yang bisa menatap ALLOH, menatap Rasulullah SAW, menatap para kekasih ALLOH di surga kelak, atau malah akan terburai karena kemaksiyatan yang pernah dilakukannya?
Bibir kita, apakah ia akan bisa tersenyum gembira di surga sana atau malah bibir yang lidahnya akan menjulur tercabik-cabik?!
Perhatikan pula tubuh tegap kita, apakah ia akan berpendar penuh cahaya di surga sana, sehingga layak berdampingan dengan si pemiliki tubuh mulia, Rasulullah SAW, atau tubuh ini malah akan membara, menjadi bahan bakar bersama hangusnya batu-batu di kerak neraka jahannam?
Ketika memandang kaki, tanyakanlah apakah ia senantiasa melangkah di jalan ALLOH sehingga berhak menginjakkannya di surga kelak, atau malah akan dicabik-cabik pisau berduri.
Bersihnya kulit kita, renungkanlah apakah ia akan menjadi indah bercahaya ataukah akan hitam legam karena gosong dijilat lidah api jahannam?
Mudah-mudahan dengan bercermin sambil menafakuri diri, kita akan lebih mempunyai kekuatan untuk menjaga diri kita.
Jangan pula meremehkan makhluk ciptaan ALLOH, sebab tidaklah ALLOH menciptakan makhluk-Nya dengan sia-sia. Semua yang ALLOH ciptakan syarat dengan ilmu, hikmah, dan ladang amal. Semua yang bergerak, yang terlihat, yang terdengar, dan apasaja karunia dari ALLOH Azza wa Jalla adalah jalan bagi kita untuk bertafakur jikalau hati ini bisa merabanya dengan penuh kasih sayang.
Dikisahkan di hari akhir datang seorang hamba ahli ibadah kepada ALLOH dengan membawa aneka pahala ibadah, tetapi ALLOH malah mencapnya sebagai ahli neraka, mengapa? Ternyata karena suatu ketika si ahli ibadah ini pernah mengurung seekor kucing sehingga si kucing tidak bisa mencari makan dan tidak pula diberi makan oleh si ahli ibadah ini. Akhirnya mati kelaparanlah si kucing ini. Ternyata walau ia seorang ahli ibadah, laknat ALLOH tetap menimpa si ahli ibadah ini, dan ALLOH menetapkannya sebagai seorang ahli neraka, tiada lain karena tidak hidup kasih sayang di kalbunya.
Tetapi ada kisah sebaliknya, suatu waktu seorang wanita berlumur dosa sedang beristirahat di pinggir sebuah oase yang berair dalam di sebuah lembah padang pasir. Tiba-tiba datanglah seekor anjing yang menjulur-julurkan lidahnya seakan sedang merasakan kehausan yang luar biasa. Walau tidak mungkin terjangkau kerena dalamnya air di oase itu, anjing itu tetap berusaha menjangkaunya, tapi tidak dapat. Melihat kejadian ini, tergeraklah si wanita untuk menolongnya. Dibukalah slopnya untuk dipakai menceduk air, setelah air didapat, diberikannya pada anjing yang kehausan tersebut. Subhanallah, dengan ijin ALLOH, terampunilah dosa wanita ini.
Demikianlah, jikalau hati kita mampu meraba derita makhluk lain, insya ALLOH keinginan untuk berbuat baik akan muncul dengan sendirinya.
Kisah lain, ketika suatu waktu ada seseorang terkena penyakit tumor yang sudah menahun. Karena tidak punya biaya untuk berobat, maka berkunjunglah ia kepada orang-orang yang dianggapnya mampu memberi pinjaman biaya.
Bagi orang yang tidak hidup kasih sayang dikalbunya, ketika datang orang yang akan meminjam uang ini, justru yang terlintas dalam pikirannya seolah-olah harta yang dimilikinya akan diambil oleh dia, bukannya memberi, malah dia ketakutan hartanya akan habis atau bahkan jatuh miskin.
Tetapi bagi seorang hamba yang tumbuh kasih sayang di kalbunya, ketika datang yang akan meminjam uang, justru yang muncul rasa iba terhadap penderitaan orang lain. Bahkan jauh di lubuk hatinya yang paling dalam akan membayangkan bagaimana jikalau yang menderita itu dirinya. Terlebih lagi dia sangat menyadari ada hak orang lain yang dititipkan ALLOH dalam hartanya. Karenanya dia begitu ringan memberikan sesuatu kepada orang yang memang membutuhkan bantuannya.
Ingatlah, hidupnya hati hanya dapat dibuktikan dengan apa yang bisa kita lakukan untuk orang lain dengan ikhlas. Apa artinya hidup kalau tidak punya manfaat? Padahal hidup di dunia cuma sekali dan itupun hanya mampir sebentar saja. Tidak ada salahnya kita berpikir terus dan bekerja keras untuk menghidupkan kasih sayang di hati ini. Insya ALLOH bagi yang telah tumbuh kasih sayang di kalbunya, ALLOH Azza wa Jalla, Zat yang Maha Melimpah Kasih Sayang-Nya akan mengaruniakan ringannya mencari nafkah dan ringan pula dalam menafkahkannya di jalan ALLOH, ringan dalam mencari ilmu dan ringan pula dalam mengajarkannya kepada orang lain, ringan dalam melatih kemampuan diri dan ringan pula dalam membela orang lain yang teraniaya, subhanallah.
Cara lain yang dianjurkan Rasulullah SAW untuk menghidupkan hati nurani agar senantiasa diliputi nur kasih sayang adalah dengan melakukan banyak silaturahmi kepada orang-orang yang dilanda kesulitan, datang ke daerah terpencil, tengok saudara-saudara kita di rumah sakit, atau pula dengan selalu mengingat umat Islam yang sedang teraniaya, seperti di Bosnia, Checnya, Ambon, Halmahera, atau di tempat-tempat lainnya.
Belajarlah terus untuk melihat orang yang kondisinya jauh di bawah kita, insya ALLOH hati kita akan melembut karena senantiasa tercahayai pancaran sinar kasih sayang. Dan hati-hatilah bagi orang yang bergaulnya hanya dengan orang-orang kaya, orang-orang terkenal, para artis, atau orang-orang elit lainnya, karena yang akan muncul justru rasa minder dan perasaan kurang dan kurang akan dunia ini, masya ALLOH. ***


Ilmu Pembersih Hati
K.H. Abdullah Gymnastiar


Ada sebait do'a yang pernah diajarkan Rasulullah SAW dan disunnahkan untuk dipanjatkan kepada Allah Azza wa Jalla sebelum seseorang hendak belajar. do'a tersebut berbunyi : Allaahummanfa'nii bimaa allamtanii wa'allimnii maa yanfa'uni wa zidnii ilman maa yanfa'unii. Dengan do'a ini seorang hamba berharap dikaruniai oleh-Nya ilmu yang bermamfaat.
Apakah hakikat ilmu yang bermamfaat itu? Secara syariat, suatu ilmu disebut bermamfaat apabila mengandung mashlahat - memiliki nilai-nilai kebaikan bagi sesama manusia ataupun alam. Akan tetapi, mamfaat tersebut menjadi kecil artinya bila ternyata tidak membuat pemiliknya semakin merasakan kedekatan kepada Dzat Maha Pemberi Ilmu, Allah Azza wa Jalla. Dengan ilmunya ia mungkin meningkat derajat kemuliaannya di mata manusia, tetapi belum tentu meningkat pula di hadapan-Nya.
Oleh karena itu, dalam kacamata ma'rifat, gambaran ilmu yang bermamfaat itu sebagaimana yang pernah diungkapkan oleh seorang ahli hikmah. "Ilmu yang berguna," ungkapnya, "ialah yang meluas di dalam dada sinar cahayanya dan membuka penutup hati." seakan memperjelas ungkapan ahli hikmah tersebut, Imam Malik bin Anas r.a. berkata, "Yang bernama ilmu itu bukanlah kepandaian atau banyak meriwayatkan (sesuatu), melainkan hanyalah nuur yang diturunkan Allah ke dalam hati manusia. Adapun bergunanya ilmu itu adalah untuk mendekatkan manusia kepada Allah dan menjauhkannya dari kesombongan diri."
Ilmu itu hakikatnya adalah kalimat-kalimat Allah Azza wa Jalla. Terhadap ilmunya sungguh tidak akan pernah ada satu pun makhluk di jagat raya ini yang bisa mengukur Kemahaluasan-Nya. sesuai dengan firman-Nya, "Katakanlah : Kalau sekiranya lautan menjadi tinta untuk (menuliskan) kalimat-kalimat Tuhanku, sungguh habislah lautan itu sebelum habis (dituliskan) kalimat-kalimat Tuhanku, meskipun Kami datangkan tambahan sebanyak itu (pula)." (QS. Al Kahfi [18] : 109).
Adapun ilmu yang dititipkan kepada manusia mungkin tidak lebih dari setitik air di tengah samudera luas. Kendatipun demikian, barangsiapa yang dikaruniai ilmu oleh Allah, yang dengan ilmu tersebut semakin bertambah dekat dan kian takutlah ia kepada-Nya, niscaya "Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat." (QS. Al Mujadilah [58] : 11). Sungguh janji Allah itu tidak akan pernah meleset sedikit pun!
Akan tetapi, walaupun hanya "setetes" ilmu Allah yang dititipkan kepada mnusia, namun sangat banyak ragamnya. ilmu itu baik kita kaji sepanjang membuat kita semakin takut kepada Allah. Inilah ilmu yang paling berkah yang harus kita cari. sepanjang kita menuntut ilmu itu jelas (benar) niat maupun caranya, niscaya kita akan mendapatkan mamfaat darinya.
Hal lain yang hendaknya kita kaji dengan seksama adalah bagaimana caranya agar kita dapat memperoleh ilmu yang sinar cahayanya dapat meluas di dalam dada serta dapat membuka penutup hati? Imam Syafii ketika masih menuntut ilmu, pernah mengeluh kepada gurunya. "Wahai, Guru. Mengapa ilmu yang sedang kukaji ini susah sekali memahaminya dan bahkan cepat lupa?" Sang guru menjawab, "Ilmu itu ibarat cahaya. Ia hanya dapat menerangi gelas yang bening dan bersih." Artinya, ilmu itu tidak akan menerangi hati yang keruh dan banyak maksiatnya.
Karenanya, jangan heran kalau kita dapati ada orang yang rajin mendatangi majelis-majelis ta'lim dan pengajian, tetapi akhlak dan perilakunya tetap buruk. Mengapa demikian? itu dikarenakan hatinya tidak dapat terterangi oleh ilmu. Laksana air kopi yang kental dalam gelas yang kotor. Kendati diterangi dengan cahaya sekuat apapun, sinarnya tidak akan bisa menembus dan menerangi isi gelas. Begitulah kalau kita sudah tamak dan rakus kepada dunia serta gemar maksiat, maka sang ilmu tidak akan pernah menerangi hati.
Padahal kalau hati kita bersih, ia ibarat gelas yang bersih diisi dengan air yang bening. Setitik cahaya pun akan mampu menerangi seisi gelas. Walhasil, bila kita menginginkan ilmu yang bisa menjadi ladang amal shalih, maka usahakanlah ketika menimbanya, hati kita selalu dalam keadaan bersih. hati yang bersih adalah hati yang terbebas dari ketamakan terhadap urusan dunia dan tidak pernah digunakan untuk menzhalimi sesama. Semakin hati bersih, kita akan semakin dipekakan oleh Allah untuk bisa mendapatkan ilmu yang bermamfaat. darimana pun ilmu itu datangnya. Disamping itu, kita pun akan diberi kesanggupan untuk menolak segala sesuatu yang akan membawa mudharat.
Sebaik-baik ilmu adalah yang bisa membuat hati kita bercahaya. Karenanya, kita wajib menuntut ilmu sekuat-kuatnya yang membuat hati kita menjadi bersih, sehingga ilmu-ilmu yang lain (yang telah ada dalam diri kita) menjadi bermamfaat.
Bila mendapat air yang kita timba dari sumur tampak keruh, kita akan mencari tawas (kaporit) untuk menjernihkannya. Demikian pun dalam mencari ilmu. Kita harus mencari ilmu yang bisa menjadi "tawas"-nya supaya kalau hati sudah bening, ilmu-ilmu lain yang kita kaji bisa diserap seraya membawa mamfaat.
Mengapa demikian? Sebab dalam mengkaji ilmu apapun kalau kita sebagai penampungnya dalam keadaan kotor dan keruh, maka tidak bisa tidak ilmu yang didapatkan hanya akan menjadi alat pemuas nafsu belaka. Sibuk mengkaji ilmu fikih, hanya akan membuat kita ingin menang sendiri, gemar menyalahkan pendapat orang lain, sekaligus aniaya dan suka menyakiti hati sesama. Demikian juga bila mendalami ilmu ma'rifat. Sekiranya dalam keadan hati busuk, jangan heran kalau hanya membuat diri kita takabur, merasa diri paling shalih, dan menganggap orang lain sesat.
Oleh karena itu, tampaknya menjadi fardhu ain hukumnya untuk mengkaji ilmu kesucian hati dalam rangka ma'rifat, mengenal Allah. Datangilah majelis pengajian yang di dalamnya kita dibimbing untuk riyadhah, berlatih mengenal dan berdekat-dekat dengan Allah Azza wa Jalla. Kita selalu dibimbing untuk banyak berdzikir, mengingat Allah dan mengenal kebesaran-Nya, sehingga sadar betapa teramat kecilnya kita ini di hadapan-Nya.
Kita lahir ke dunia tidak membawa apa-apa dan bila datang saat ajal pun pastilah tidak membawa apa-apa. Mengapa harus ujub, riya, takabur, dan sum'ah. Merasa diri besar, sedangkan yang lain kecil. Merasa diri lebih pintar sedangkan yang lain bodoh. Itu semua hanya karena sepersekian dari setetes ilmu yang kita miliki? Padahal, bukankah ilmu yang kita miliki pada hakikatnya adalah titipan Allah jua, yang sama sekali tidak sulit bagi-Nya untuk mengambilnya kembali dari kita?
Subhanallaah! Mudah-mudahan kita dimudahkan oleh-Nya untuk mendapatkan ilmu yang bisa menjadi penerang dalam kegelapan dan menjadi jalan untuk dapat lebih bertaqarub kepada-Nya.***


Ikhlas (2)
K.H. Abdullah Gymnastiar


Su`udzon atau berburuk sangka dapat membuat hati kita menjadi busuk karena apapun yang kita sangka akan mempengaruhi cara kita berfikir, cara kita bersikap dan cara kita mengambil keputusan. Berbahagialah bagi orang-orang yang bisa berkhusnudzon atau berbaik sangka.
Hikam:
"Hai orang-orang yang beriman jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu adalah dosa.
Dan janganlah kamu mencari kesalahan-kesalahan orang lain. Sukakah salah seorang diantara mu memakan daging saudaranya yang sudah menjadi bangkai, maka tentulah kamu merasa jijik. Bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah maha menerima taubat lagi maha penyayang." (QS. Al-Hudzurot: 12)

"Aku ini bagaimana prasangka hambaku kalau ia berprasangka baik maka ia akan mendapat kebaikan, bila ia berprasangka buruk maka keburukan akan menimpanya."
Buruk sangka atau su`udzon dapat merusak hati kita, merusak kebahagiaan kita, merusak akhlak kita, juga merusak apa yang dijanjikan Allah kepada kita. Orang yang gemar berburuk sangka adalah sedusta-dustanya perkataan, dalam berbaik sangka atau husnudzon bukannya membenarkan kesalahan tapi minimal kita jadi tenang, kalau hati sudah tenang, pikiran jernih keputusan bisa kita ambil dengan sikap yang tepat. Tetapi husnudzon itu hanya kepada orang yang beriman karena jika husnudzon tidak menggunakan ilmu maka akan mendatangkan masalah buat kita.
Wanita dilarang oleh Allah sembarang menerima tamu laki-laki, karena itu akan membuat tidak aman dan akan mendatangkan fitnah bagi wanita tersebut. Oleh karena itu menerima tamu di depan rumah bagi wanita bukannya menghina tamu tapi demi keamanan dan menghindarkan fitnah dari orang lain. Jika kita berburuk sangka kepada orang dan orangnya sudah meninggal, maka yang kita lakukan adalah bertaubat dan minta ampun kepada Allah serta mendo`akan orang tersebut.
Mudah-mudahan kita bisa memiliki hati yang jernih dan akan mengakibatkan sikap kita pun menjadi jernih. (imm)


Ikhlas
K.H. Abdullah Gymnastiar


Semoga Allah mengaruniakan kepada kita hati yang ikhlas. karena betapapun kita melakukan sesuatu hingga bersimbah peluh berkuah keringat, habis tenaga dan terkuras pikiran, kalau tidak ikhlas melakukannya, tidak akan ada nilainya di hadapan Allah. Bertempur melawan musuh, tapi kalau hanya ingin disebut sebagai pahlawan, ia tidak memiliki nilai apapun. Menafkahkan seluruh harta kalau hanya ingin disebut sebagai dermawan, ia pun tidak akan memiliki nilai apapun. Mengumandangkan adzan setiap waktu shalat, tapi selama adzan bukan Allah yang dituju, hanya sekedar ingin memamerkan keindahan suara supaya menjadi juara adzan atau menggetarkan hati seseorang, maka itu hanya teriakan-teriakan yang tidak bernilai di hadapan Allah, tidak bernilai!
Ikhlas, terletak pada niat hati. Luar biasa sekali pentingnya niat ini, karena niat adalah pengikat amal. Orang-orang yang tidak pernah memperhatikan niat yang ada di dalam hatinya, siap-siaplah untuk membuang waktu, tenaga, dan harta dengan tiada arti. Keikhlasan seseorang benar-benar menjadi amat penting dan akan membuat hidup ini sangat mudah, indah, dan jauh lebih bermakna.
Apakah ikhlas itu? Orang yang ikhlas adalah orang yang tidak menyertakan kepentingan pribadi atau imbalan duniawi dari apa yang dapat ia lakukan. Konsentrasi orang yang ikhlas cuma satu, yaitu bagaimana agar apa yang dilakukannya diterima oleh Allah SWT. Jadi ketika sedang memasukan uang ke dalam kotak infaq, maka fokus pikiran kita tidak ke kiri dan ke kanan, tapi pikiran kita terfokus bagaimana agar uang yang dinafkahkan itu diterima di sisi Allah.
Apapun yang dilakukan kalau konsentrasi kita hanya kepada Allah, itulah ikhlas. Seperti yang dikatakan Imam Ali bahwa orang yang ikhlas adalah orang yang memusatkan pikirannya agar setiap amalnya diterima oleh Allah. Seorang pembicara yang tulus tidak perlu merekayasa kata-kata agar penuh pesona, tapi ia akan mengupayakan setiap kata yang diucapkan benar-benar menjadi kata yang disukai oleh Allah. Bisa dipertanggungjawabkan kebenarannya. Bisa dipertanggungjawabkan artinya. Selebihnya terserah Allah. Kalau ikhlas walaupun sederhana kata-kata kita, Allah-lah yang kuasa menghujamkannya kepada setiap qalbu.
Oleh karena itu, jangan terjebak oleh rekayasa-rekayasa. Allah sama sekali tidak membutuhkan rekayasa apapun dari manusia. Allah Mahatahu segala lintasan hati, Mahatahu segalanya! Makin bening, makin bersih, semuanya semata-mata karena Allah, maka kekuatan Allah yang akan menolong segalanya.
Buah apa yang didapat dari seorang hamba yang ikhlas itu? Seorang hamba yang ikhlas akan merasakan ketentraman jiwa, ketenangan batin. Betapa tidak? Karena ia tidak diperbudak oleh penantian untuk mendapatkan pujian, penghargaan, dan imbalan. Kita tahu bahwa penantian adalah suatu hal yang tidak menyenangkan. Begitu pula menunggu diberi pujian, juga menjadi sesuatu yang tidak nyaman. Lebih getir lagi kalau yang kita lakukan ternyata tidak dipuji, pasti kita akan kecewa.
Tapi bagi seorang hamba yang ikhlas, ia tidak akan pernah mengharapkan apapun dari siapapun, karena kenikmatan baginya bukan dari mendapatkan, tapi dari apa yang bisa dipersembahkan. Jadi kalau saudara mengepel lantai dan di dalam hati mengharap pujian, tidak usah heran jikalau nanti yang datang justru malah cibiran.
Tidak usah heran pula kalau kita tidak ikhlas akan banyak kecewa dalam hidup ini. Orang yang tidak ikhlas akan banyak tersinggung dan terkecewakan karena ia memang terlalu banyak berharap. Karenanya biasakanlah kalau sudah berbuat sesuatu, kita lupakan perbuatan itu. Kita titipkan saja di sisi Allah yang pasti aman. Jangan pula disebut-sebut, diingat-ingat, nanti malah berkurang pahalanya.
Lalu, dimanakah letak kekuatan hamba-hamba Allah yang ikhlas? Seorang hamba yang ikhlas akan memiliki kekuatan ruhiyah yang besar. Ia seakan-akan menjadi pancaran energi yang melimpah. Keikhlasan seorang hamba Allah dapat dilihat pula dari raut muka, tutur kata, serta gerak-gerik perilakunya. Kita akan merasa aman bergaul dengan orang yang ikhlas. Kita tidak curiga akan ditipu, kita tidak curiga akan dikecoh olehnya. Dia benar-benar bening dari berbuat rekayasa. Setiap tumpahan kata-kata dan perilakunya tidak ada yang tersembunyi. Semua itu ia lakukan tanpa mengharap apapun dari orang yang dihadapinya, yang ia harapakan hanyalah memberikan yang terbaik untuk siapapun.
Sungguh akan nikmat bila bergaul dengan seorang hamba yang ikhlas. Setiap kata-katanya tidak akan bagai pisau yang akan mengiris hati. Perilakunya pun tidak akan menyudutkan dan menyempitkan diri. Tidak usah heran jikalau orang ikhlas itu punya daya gugah dan daya ubah yang begitu dahsyat.
Dikisahkan dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Turmudzi dan Ahmad, sebagai berikut :
Tatkala Allah SWT menciptakan bumi, maka bumi pun bergetar. Lalu Allah pun menciptkana gunung dengan kekuatan yang telah diberikan kepadanya, ternyata bumi pun terdiam. Para malaikat terheran-heran akan penciptaan gunung tersebut. Kemudian mereka bertanya? "Ya Rabbi, adakah sesuatu dalam penciptaan-Mu yang lebih kuat dari pada gunung?"
Allah menjawab, "Ada, yaitu besi" (Kita mafhum bahwa gunung batu pun bisa menjadi rata ketika dibor dan diluluhlantakkan oleh buldozer atau sejenisnya yang terbuat dari besi).
Para malaikat pun kembali bertanya, "Ya Rabbi adakah sesuatu dalam penciptaan-Mu yang lebih kuat dari pada besi?"
Allah yang Mahasuci menjawab, "Ada, yaitu api" (Besi, bahkan baja bisa menjadi cair, lumer, dan mendidih setelah dibakar bara api).
Bertanya kembali para malaikat, "Ya Rabbi adakah sesuatu dalam penciptaan-Mu yang lebih kuat dari pada api?"
Allah yang Mahaagung menjawab, "Ada, yaitu air" (Api membara sedahsyat apapun, niscaya akan padam jika disiram oleh air).
"Ya Rabbi adakah sesuatu dalam penciptaan-Mu yang lebih kuat dari air?" Kembali bertanya para malaikta.
Allah yang Mahatinggi dan Mahasempurna menjawab, "Ada, yaitu angin" (Air di samudera luas akan serta merta terangkat, bergulung-gulung, dan menjelma menjadi gelombang raksasa yang dahsyat, tersimbah dan menghempas karang, atau mengombang-ambingkan kapal dan perahu yang tengah berlayar, tiada lain karena dahsyatnya kekuatan angin. Angin ternyata memiliki kekuatan yang teramat dahsyat).
Akhirnya para malaikat pun bertanya lagi, "Ya Allah adakah sesuatu dalam penciptaan-Mu yang lebih dari semua itu?"
Allah yang Mahagagah dan Mahadahsyat kehebatan-Nya menjawab, "Ada, yaitu amal anak Adam yang mengeluarkan sedekah dengan tangan kanannya sementara tangan kirinya tidak mengetahuinya."
Artinya, orang yang paling hebat, paling kuat, dan paling dahsyat adalah orang yang bersedekah tetapi tetap mampu menguasai dirinya, sehingga sedekah yang dilakukannya bersih, tulus, dan ikhlas tanpa ada unsur pamer ataupun keinginan untuk diketahui orang lain.
Inilah gambaran yang Allah berikan kepada kita bagaimana seorang hamba yang ternyata mempunyai kekuatan dahsyat adalah hamba yang bersedekah, tetapi tetap dalam kondisi ikhlas. Karena naluri dasar kita sebenarnya selalu rindu akan pujian, penghormatan, penghargaan, ucapan terima kasih, dan sebagainya. Kita pun selalu tergelitik untuk memamerkan segala apa yang ada pada diri kita ataupun segala apa yang bisa kita lakukan. Apalagi kalau yang ada pada diri kita atau yang tengah kita lakukan itu berupa kebaikan.
Nah, sahabat. Orang yang ikhlas adalah orang yang punya kekuatan, ia tidak akan kalah oleh aneka macam selera rendah, yaitu rindu pujian dan penghargaan. Allaahu Akbar.***


IKHTIAR
MENGGAPAI BENING HATI

            Keberuntungan memiliki hati yang bersih, sepatutnya membuat diri kita berpikir keras setiap hari menjadikan kebeningan hati ini menjadi aset utama untuk menggapai kesuksesan dunia dan akhirat kita. Subhanallaah, betapa kemudahan dan keindahan hidup akan senantiasa meliputi diri orang yang berhati bening ini. Karena itu mulai detik ini bulatkanlah tekad untuk bisa menggapainya, susun pula program nyata untuk mencapainya. Diantara program yang bisa kita lakukan untuk menggapai hidup indah dan prestatif dengan bening hati adalah :
1.      Ilmu
Carilah terus ilmu tentang hati, keutamaan kebeningan hati, kerugian kebusukan hati, bagaimana perilaku dan tabiat hati, serta bagaimana untuk mensucikannya.  Diantara ikhtiar yang bisa kita lakukan adalah dengan cara mendatangi majelis taklim, membeli buku-buku yang mengkaji tentang kebeningan hati, mendengarkan ceramah-ceramah berkaitan dengan ilmu hati, baik dari kaset maupun langsung dari nara sumbernya. Dan juga dengan cara berguru langsung kepada orang yang sudah memahami ilmu hati ini dengan benar dan ia mempraktekannya dalam kehidupan sehari-harinya. Harap dimaklumi, ilmu hati yang disampaikan oleh orang yang sudah menjalaninya akan memiliki kekuatan ruhiah besar dalam mempengaruhi orang yang menuntut ilmu kepadanya. Oleh karenanya, carilah ulama yang dengan gigih mengamalkan ilmu hati ini.
2.      Riyadhah atau Melatih Diri
Seperti kata pepatah, “alah bisa karena biasa”. Seseorang mampu melakukan sesuatu dengan optimal salah satunya karena terlatih atau terbiasa melakukannya. Begitu pula upaya dalam membersihkan hati ini, ternyata akan  mampu dilakukan dengan optimal jikalau kita terus-menerus melakukan riyadhah (latihan). Adapun bentuk  latihan diri yang dapat kita lakukan untuk menggapai bening hati ini adalah 

Menilai kekurangan atau keburukan diri.
            Patut diketahui bahwa bagaimana mungkin kita akan mengubah diri kalau kita tidak tahu apa-apa yang harus kita ubah, bagaimana mungkin kita memperbaiki diri kalau kita tidak tahu apa yang harus diperbaiki. Maka hal pertama yang harus kita lakukan adalah dengan bersungguh-sungguh untuk belajar jujur mengenal diri sendiri, dengan cara 

Memiliki waktu khusus untuk tafakur.
            Setiap ba’da shalat kita harus mulai berpikir; saya ini sombong atau tidak? Apakah saya ini riya atau tidak? Apakah saya ini orangnya takabur atau tidak? Apakah saya ini pendengki atau bukan? Belajarlah sekuat tenaga untuk mengetahui diri ini sebenarnya. Kalau perlu buat catatan khusus tentang kekurangan-kekurangan diri kita, (tentu saja tidak perlu kita beberkan pada orang lain). Ketahuilah bahwa kejujuran pada diri ini merupakan modal yang teramat penting sebagai langkah awal kita untuk memperbaiki diri kita ini

 Memiliki partner.
            Kawan sejati yang memiliki komitmen untuk saling mengkoreksi semata-mata untuk kebaikan bersama  yang memiliki komitmen untuk saling mewangikan, mengharumkan, memajukan, dan diantaranya menjadi cermin bagi satu yang lainnya. Tidak ada yang ditutup-tutupi. Tentu saja dengan niat dan cara yang benar, jangan sampai malah saling membeberkan aib yang akhirnya terjerumus pada fitnah. Partner ini bisa istri, suami, adik, kakak, atau kawan-kawan lain yang memiliki tekad yang sama untuk mensucikan diri. Buatlah prosedur yang baik, jadwal berkala, sehingga selain mendapatkan masukan yang berharga tentang diri ini dari partner kita, kita juga bisa menikmati proses ini secara wajar.

Mamfaatkan orang yang tidak menyukai kita.
            Mengapa? Tiada lain karena orang yang membenci kita ternyata memiliki kesungguhan yang lebih dibanding orang yang lain dalam menilai, memperhatikan, mengamati, khususnya dalam hal kekurangan diri. Hadapi mereka dengan kepala dingin, tenang, tanpa sikap yang berlebihan. Anggaplah mereka sebagai aset karunia Allah  yang perlu kita optimalkan keberadannya. Karenanya, jadikan apapun yang mereka katakan, apapun yang mereka lakukan, menjadi bahan perenungan, bahan untuk ditafakuri, bahan untuk dimaafkan, dan bahan untuk berlapang hati dengan membalasnya justru oleh aneka kebaikan. Sungguh tidak pernah rugi orang lain berbuat jelek kepada diri kita. Kerugian adalah ketika kita  berbuat kejelekkan kepada orang lan.

Tafakuri kejadian yang ada di sekitar kita.
            Kejadian di negara, tingkah polah para pengelola negara, akhlak pipmpinan negara, atau tokoh apapun dan siapa pun di negeri ini. Begitu banyak yang dapat kita pelajari dan tafakuri dari mereka, baik dalam hal kebaikan ataupun kejelekkan/kesalahan (tentu untuk kita hindari kejelekkan/kesalahan serupa). Selain itu, dari orang-orang yang ada di sekitar kita, seperti teman, tetangga, atau tamu, yang mereka itu merupakan bahan untuk ditafakuri. Mana yang menyentuh hati, kita menaruh rasa hormat, kagum, kepada mereka. Mana yang akan melukai hati, mendera perasaan, mencabik qalbu, karena itu juga bisa jadi bahan contoh, bahan perhatian, lalu tanyalah pada diri kita, mirip yang mana? Tidak usah kita mencemooh orang lain, tapi tafakuri perilaku orang lain tersebut dan cocokkan dengan keadaan kita. Ubahlah sesuatu yang dianggap melukai, seperti yang kita rasakan, kepada sesuatu yang menyenangkan. Sesuatu yang dianggap mengagumkan, kepada perilaku kita spereti yang kita kagumi tersebut. Mudah-mudahan dengan riyadhah tahap awal ini kita mulai mengenal, siapa sebenarnya diri kita? ***



Hakikat Cinta
K.H. Abdullah Gymnastiar



Cinta adalah bagian dari fitrah, orang yang kehilangan cinta dia tidak normal tetapi banyak juga orang yang menderita karena cinta. Bersyukurlah orang-orang yang diberi cinta dan bisa menyikapi rasa cinta dengan tepat.
Hikam:
"Dijadikan indah pada pandangan manusia, kecintaan kepada apa-apa yang diinginkan yaitu wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup didunia dan disisi Allah tempat kembali yang baik." (Al-Qur`an: Al-Imron ayat 14)
"Cintamu kepada sesuatu menjadikan kamu buta dan tuli." (HR. Abu Dawud dan Ahmad)
Cinta memang sudah ada didalam diri kita, diantaranya terhadap lawan jenis. Tapi kalau tidak hati-hati cinta bisa menulikan dan membutakan kita. Cinta yang paling tinggi adalah cinta karena Allah cirinya adalah orang yang tidak memaksakan kehendaknya. Tapi ada juga cinta yang menjadi cobaan buat kita yaitu cinta yang lebih cenderung kepada maksiat. Cinta yang semakin bergelora hawa nafsu, makin berkurang rasa malu. Dan, inilah yang paling berbahaya dari cinta yang tidak terkendali.
Islam tidak melarang atau mengekang manusia dari rasa cinta tapi mengarahkan cinta tetap pada rel yang menjaga martabat kehormatan, baik wanita maupun laki-laki. Kalau kita jatuh cinta harus hati-hati karena seperti minum air laut semakin diminum semakin haus. Cinta yang sejati adalah cinta yang setelah akad nikah, selebihnya adalah cobaan dan fitnah saja.
Cara untuk bisa mengendalikan rasa cinta adalah jaga pandangan, jangan berkhalwat berdua-duaan, jangan dekati zina dalam bentuk apapun dan jangan saling bersentuhan. Bagi orang tua yang membolehkan anaknya berpacaran,
harus siap-siap menanggung resiko. Marilah kita mengalihkan rasa cinta kita kepada Allah dengan memperbanyak sholawat, dzikir, istighfar dan sholat sehingga kita tidak diperdaya oleh nafsu, karena nafsu yang akan memperdayakan kita. Sepertinya cinta padahal nafsu belaka. (imm)



Getaran Allah di Padang Arafah
K.H. Abdullah Gymnastiar


Saudaraku para tamu Allah dan juga saudaraku di Tanah Air yang kali ini atas izin Allah bisa merasakan getaran orang - orang yang bersyukur di Tanah Arafah. Inilah saat yang paling dirindukan oleh orang - orang yang beriman, saat diundang ke tanah dimana Allah menghadapkan hamba-hamba-Nya kepada para malaikat di hari Arafah.
Pada saat inilah Allah menjanjikan pembebasan api jahannam sebanyak-banyak hamba-hamba-Nya. Dan pada hari ini Allah juga menjanjikan diampuni lumuran dosa-dosa, dihapus aib-aib yang menyelimuti, kerak-kerak kenistaan disingkirkan, dibukanya lembaran-lembaran baru yang putih bersih.
Saudaraku para tamu Allah.
Begitu banyak orang yang bertawakkal dan bersimpuh di hadapan Allah. Di seluruh pelosok negeri. Mungkin di pedesaan, di lereng-lereng, maupun di persawahan. Mereka ini mungkin siang malam bersandar kepada Allah. Mereka tiada henti memuja Allah. Bahkan mungkin bisa jadi kedudukan mereka lebih tinggi di sisi Allah dibanding kita yang sehari-hari melumuri diri dengan dosa, lebih banyak dipakai memuaskan diri kita dibanding memuaskan perintah allah. Tapi sampai sekarang mereka belum pernah merasakan nikmatnya jamuan Allah di Arafah ini.
Inilah saatnya kita harus merasa malu. Karena, lebih banyak orang yang berhak wukuf di Arafah ini dibanding kita. Kita lihat orang dikeningnya berbekas dengan bekas sujud hanya bisa menangis sepanjang hayatnya untuk bisa dijamu oleh Allah di Padang Arafah ini. Tapi, kapan kita melakukan seperti itu ?
Karena itu, saudaraku yang hadir di bumi Arafah ini, hari ini adalah hari buat kita untuk bersyukur. Bisa jadi kita hadir di tempat ini bukan karena kesalehan kita. Kehadiran kita di sini mungkin karena ridho Allah atas orang-orang yang kita sakiti yang mereka balas sakit hatinya dengan doa kemuliaan bagi kita.
Mungkin kita berada di tempat ini berkat doa fakir miskin yang kita lempar dengan uang seratus rupiah tapi mereka menerimanya dengan ridla dan memohon kepada Allah agar mengampuni kita. Mungkin kita berada di tempat ini berkat doa para pembantu yang tidak pernah kita hargai jasa baiknya tetapi mereka sabar bangun malam dan meminta kita diberi hidayah. Mungkin kita berada di tempat ini karena doa orang tua kita yang tiada henti-hentinya agar memiliki anak yang shaleh dan shalehah, padahal begitu sering kita melukai hatinya. Atau mungkin kita berada di tempat ini karena doa anak-anak kita yang sering dikecewakan dengan contoh buruk yang kita lakukan sehingga mereka meminta kepada Allah agar memiliki orang tua yang shaleh dan shalehah.
Tentunya tiada kebaikan yang mengantar kita ke tempat ini selain kemurahan Allah Yang Maha Agung. Kita berutang banyak saudara-saudaraku sekalian.
Baiklah saudara-saudaraku sekalian.
Tidak ada jalan bagi kita untuk menjadi sombong dan takabur dengan jamuan Allah di Arafah ini, kecuali kita harus malu dan jujur kepada diri sendiri. Harta yang Allah titipkan kepada kita, tak jarang kita nafkahkan sekadar sisa dari uang jajan kita. Zakat enggan kita bayarkan. Sedekah bagi orang yang paling lusuh dengan cara yang paling memalukan. Bahkan kita lebih suka membelikan barang-barang yang mahal untuk kita pamerkan kepada makhluk daripada menafkahkan harta di jalan Allah untuk bekal kepulangan kita.
Lalu lihatkan bagaimana kita bersujud kepada Allah. Dari 24 jam satu hari Allah memberikan waktu kepada kita, sujud sering kita percepat. Bahkan kalau perlu hampir tidak pernah ingat kepada Allah Yang Maha Agung. Dimanakah letak amal baik kita ? Nikmat dari Allah tiada henti dan tiada putus. Sedangkan pengkhianatan kita tiada henti dan tiada terputus. Entah mengapa Allah memberikan kesempatan kita berad di tanah Arafah ini ? Rasanya lebih banyak orang yang lebih layak untuk dimuliakan Allah saat ini.
Saudara-saudaraku sekalian.
Hari ini Allah menurunkan para malaikat di sekitar kita. Sebagian para malaikat sudah menyaksikan aib-aib yang ada pada diri kita. Sebagian para malaikat yang lain tahu secara persis siapa diri kita, ada yang mencatat kata-kata kita yang begitu jarang menyebut nama Allah. Lalu mereka tahu betapa banyak orang yang terluka hatinya, tercabik-cabik perasaannya. Allah Maha Tahu fitnah yang tersebar karena lisan kita selama ini, berapa banyak orang terjerumus ke dalam maksiat karena kita yang menunjukkannya. Diantara malaikat yang hadir saat ini ada yang menyaksikan kita mendekati zina dengan mata kita, dengan lisan kita, karena tiada yang tersembunyi bagi Allah.
Sesungguhnya hari ini adalah hari yang paling malu bagi kita. orang yang busuk seperti kita ini diberi kesempatan di tempat yang mulia, bahkan amal-amal yang paling tidak disukai Allah kita pun sering melakukannya. Kesombongan, ketakaburan adalah amal yang membuat iblis dilaknat oleh Allah selamanya. Tidak akan pernah selamat masuk syurga bagi orang yang di dalam hatinya ada takabur walau sebesar biji zarrah.
Lihatlah apa yang Allah titipkan bagi jalan kesombongan bagi kita. Otak dicerdaskan sedikit oleh Allah. Kita diberi kesempatan sekolah, kesempatan kuliah. Namun malah membuat kita petantang-petenteng menganggap remeh orang tua kita yang pendidikannya tidak setinggi kita.
Padahal demi Allah saudara-saudaraku, otak ini adalah milik Allah. Jikalau Allah mengambil beberapa bagian saja, niscaya kita tidak bisa mengingat apapun. Sungguh ! Gelar, pangkat adalah lambang kebodohan bagi orang-orang yang takabur. Malu kita mengapa diberi otak yang sulit mengenal Allah. Padahal otak kita ini tunduk mengejar keagungan Allah.
Kita diberikan harta yang cukup. Tapi kita sering tidak mempedulikan darimana harta itu kita dapatkan. Yang haram kita ambil, hak orang lain kita tahan. Zakat lupa kita bayarkan. Kita lumuri diri kita dengan kenistaan. Naudzubillaahi min dzalik. Tapi kita bangga dengan kendaraan yang mewah, dengan rumah yang megah, dengan perhiasan. Padahal, sungguh semua itu adalah sekadar titipan Allah, yang Allah juga berikan kepada makhluk-makhluk nista lainnya. Para penjahat, para pelacur, pezina, orang-orang yang durjana diberi dunia oleh Allah. Karena dunia bukan tanda kemuliaan bagi seseorang. Dunia adalah fitnah, cobaan bagi manusia. Sungguh malang bagi orang yang takabur dengan tempelan duniawi, padahal Allah menghinakan seseorang dengan duniawi itu sendiri.
Saudara-saudaraku sekalian.
Waspadalah sepulang dari tempat ini. Haji yang mabrur adalah haji yang merasa malu kepada Allah. Allah memberikan nikmat tiada henti. Kita jarang mensyukurinya bahkan kita mengkhianatinya. Allah Yang Maha Agung, Allah Yang Maha Perkasa, memberikan kesempatan kali ini kepada kita untuk mengubah sisa umur kita.
Mungkin, mungkin kali ini adalah yang terakhir kali kita berada di tanah Arafah ini. Tidak ada jaminan kita tahun depan dapat bertemu kembali di tempat ini. Tanah yang kita duduki ini akan menjadi saksi di akhirat nanti.
Kita berangkat mengeluarkan harta, waktu, tenaga. Kita lalui jalan berjam-jam sampai tempat ini, tapi nikmat sekali. Itulah nikmat yang datang dari Allah.
Nikmat adalah pengorbanan. Rasulullah Saw mulia bukan karena apa yang dimilikinya, tapi pengorbanan untuk ummat. Harta yang dikorbankan, tenaga yang dikorbankan, waktu yang dikorbankan, perhatian yang dikorbankan, demi kemaslahatan ummat.
Sepulang dari sini tidak pernah akan bahagia kecuali orang yang paling menikmati berkorban untuk orang lain. Yakinkanlah bahwa apapun yang kita miliki agar bermanfaat sebanyak-banyaknya bagi hamba Allah. Sebaik-baik manusia adalah orang yang banyak manfaatnya.
Saudaraku, Percayalah bahwa kita tidak akan bahagia dengan mengumpulkan uang. Justru kebahagiaan datang dengan menafkahkan uang. Kita tidak bahagia dengan ingin ditolong orang lain. Kita bahagia justru dengan menolong orang lain. Kebahagiaan hati kita dengan menghargai orang lain. Jadikanlah diri kita menjadi orang yang tidak pernah berharap apapun selain dari Allah. Itulah kebahagiaan yang awal dari pelajaran kita.
Yang kedua, ingatlah baik-baik. Kain ihram yang kita pakai ini ternyata inilah yang menemani kita saat pulang nanti, tidaklah harta, tidak pangkat, dan juga tidak jabatan. Semua itu adalah topeng sejenak saja yang tidak berharga sama sekali, kecuali penyandangnya memiliki rasa syukur dan takwa kepada Allah.
Saudaraku, sepulang dari tempat ini pastikan jangan sembunyi di balik jabatan. Jangan sembunyi di balik penampilan yang bagus. Jangan bersembunyi di balik rumah yang megah. Jangan bersembunyi di balik gelar yang berenteng. Tapi bersembunyilah di balik Allah.
Harta, pangkat dan jabatan tidaklah berharga kecuali orang bertaqwa kepada-Nya. Sekuat-kuatnya jangan ubah yang Allah titpkan ini menjadi jalan kesombongan kita. Tiada yang dimuliakan oleh Allah. Tiada satupun yang diangkat derajatnya oleh Allah, kecuali orang yang tawadhu. Tiada seorangpun yang tawadhu diantara kamu, semata-mata karena Allah, kecuali Allah akan meninggikan derajatnya.
Oleh karena itu, sepulang dari sini pastikanlah menjadi orang yang paling rendah hati, yang tidak akan memamerkan topeng seperti ini, kecuali insya Allah, kemuliaan akhlak yang menjadi andalan bekal kepulangan dan kemuliaannya.
Dan yang ketiga, saudaraku sekalian, sepulang dari haji ini ingatlah baik-baik bahwa Alah menciptakan haji dengan pertemuan dari segala bangssa. Kulit hitam, mata sipit, yang tingi, yang buruk, yang cacat ; mereka semua adalah saudara kita. Terkadang kita merasa saudara karena darah, persaudaraan karena tempat, persaudaaraan karena bangsa, tapi kita lihat di sini, saudara kita begitu bnayak. Pepatah mengatakan satu musuh sudah mempersempit kehidupan kita, tapi memperbanyak teman tidak akan pernah cukup, sebab memperbanyak teman adalah memperbanyak saudara. Sesungguhnya orang yang beriman itu bersaudara.
Orang-orang yang merasakan banyak saudara hidupnaya akan lebih ringan. Kita berbelanja dengan harga yang mahal, kita bersyukur karena bisa menafkahi, pedagang yang masih saudara kita sendiri.
Kita naik kendaraan umum dengan membayar kelebihan kita bahagia karena sudah memberikan bekal bagi para keluarga keturunan para sopir saudara kita sendiri. Kita mendidik orang sehingga maju, namun tidak berterima kasih tidak apa-apa, karena mereka adalah saudara kita sendiri. Semakin banyak yang kita bantu, Insya Allah semakin berbahagia dan ringan hidup kita ini.
Dan yang terakhir ingatlah baik-baik.
Hari ini adalah penutup lembaran lama kita. Sudah terlaalu lama kita gunakan untuk mengkhianati Allah. Sudah terlalu banyak nafas kita diisi lalai kepada Allah. Sudah terlalu banyak keringat kita untuk mendzolimi kebenaran. Sudah terlalu banyak harta yang kita nafkahkan kita tidak di jalan Allah.
Saudaraku sekalian, mau kemana lagi, hidup hanya satu kali dan sebentar. esok lusa mungkin malaikat maut sudah berada di hadapan kita. Pastikan mulai saat ini, tekadkan dalam hati kita Insya Allah tiada tujuan dalam hidup kami selain Engkau. Tiada yang kami tuju selain pulang kepad-Mu, Ya Allah. Dunia pasti kita tinggalkan, harta kami tinggalkan, keluarga kami tinggalkan, kami ingin bisa berjumpa denganmu Ya Allah. Tuntun dengan amal yang bisa membuat berjumpa dengan-Mu. Tingkatkan kepada kami segala bekal yang bisa membuat kami berjumpa dengan-Mu, Ya Allah karuniakan segala nimat yang bisa membuat kami bisa mensyukuri, agar kami bisa berjumpa dengan--Mu, bebaskan kami dari setiap harta dan kesibukan apapun yang tidak bisa membuat kami berjumpa dengan-Mu. Barangsiapa yang merindukan berjumpa dengan Allah, niscaya hari-hari yang dia nanti adalah hari-hari pertemuan dengan Allah. Hari-hari yang diisi dengan bekal; untuk pulang hidup di dunia adalah kesenangan yang menipu sejenak saja.


Etika Berwirausaha
K.H. Abdullah Gymnastiar


Hikam:
"Dan tolong-menolonglah kamu dalam mengerjakan kebajikan dan takwa dan janganlah kamu tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksanya." (QS. Al-Maidah: 2)
Rasulullah SAW bersabda: "Sesungguhnya Allah SWT suka kepada hamba yang berkarya dan terampil. Barang siapa bersusah payah mencari nafkah untuk keluarganya, maka dia serupa dengan seorang mujahid fisabilillah." (HR.Imam Ahmad)
Rasul adalah seorang entrepreunership atau wirausahawan. Mulai usia 8 tahun 2 bulan sudah mulai menggembalakan kambing. Pada usia 12 tahun berdagang sebagai kafilah ke negeri Syiria dan pada usia 25 tahun Rasul menikahi Khadijah dengan mahar 20 ekor unta muda. Ini menunjukan bahwa Rasul merupakan seorang wirausahawan yang sukses.
Jiwa wirausaha harus benar-benar ditanamkan dari kecil, karena kalau tidak maka potensi apapun tidak bisa dibuat menjadi manfaat. Prinsip dari wirausahawan adalah memanfaatkan segala macam benda menjadi bermanfaat. Tidak ada kegagalan dalam berusaha, yang gagal yaitu yang tidak pernah mencoba berusaha.
Gagal merupakan informasi menuju sukses, keuntungan bukan hanya untung untuk diri sendiri tapi juga untuk orang lain. Kredibilitas diri kita adalah modal utama dalam berwira usaha, dengan menahan diri untuk tidak menikmati kebahagiaan orang lain sebagai keberuntungan kita. Jual beli bukan hanya transaksi uang dan barang, tapi jual beli harus dijadikan amal soleh yaitu dengan niat dan cara yang benar.
Uang yang tidak barokah tidak akan dapat memberi ketenangan, walau sebanyak apapun akan tetap kekurangan dan akan membuat kita hina. Berjualan dengan akhlak yang mulia, pembeli tidak hanya mendapat fasilitas dan tidak hanya mendapatkan barang tapi juga melihat kemuliaan akhlak seorang penjual.


Diam Itu Emas
(Diam Aktif)
K.H. Abdullah Gymnastiar


Dalam upaya mendewasakan diri kita, salah satu langkah awal yang harus kita pelajari adalah bagaimana menjadi pribadi yang berkemampuan dalam menjaga juga memelihara lisan dengan baik dan benar. Sebagaimana yang disabdakan Rasulullah saw, "Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir hendaklah berkata benar atau diam.", hadits diriwayatkan oleh Bukhari.
1. Jenis-jenis Diam
Sesungguhnya diam itu sangat bermacam-macam penyebab dan dampaknya. Ada yang dengan diam jadi emas, tapi ada pula dengan diam malah menjadi masalah. Semuanya bergantung kepada niat, cara, situasi, juga kondisi pada diri dan lingkungannya. Berikut ini bisa kita lihat jenis-jenis diam:
a. Diam Bodoh
Yaitu diam karena memang tidak tahu apa yang harus dikatakan. Hal ini bisa karena kekurangan ilmu pengetahuan dan ketidakmengertiannya, atau kelemahan pemahaman dan alasan ketidakmampuan lainnya. Namun diam ini jauh lebih baik dan aman daripada memaksakan diri bicara sok tahu.
b. Diam Malas
Diam jenis merupakan keburukan, karena diam pada saat orang memerlukan perkataannya, dia enggan berbicara karena merasa sedang tidak mood, tidak berselera atau malas.
c. Diam Sombong
Ini pun termasuk diam negatif karena dia bersikap diam berdasarkan anggapan bahwa orang yang diajak bicara tidak selevel dengannya.
d. Diam Khianat
Ini diamnya orang jahat karena dia diam untuk mencelakakan orang lain. Diam pada saat dibutuhkan kesaksian yang menyelamatkan adalah diam yang keji.
e. Diam Marah
Diam seperti ini ada baiknya dan adapula buruknya, baiknya adalah jah lebih terpelihara dari perkataan keji yang akan lebih memperkeruh suasana. Namun, buruknya adalah dia berniat bukan untuk mencari solusi tapi untuk memperlihatkan kemurkaannya, sehingga boleh jadi diamnya ini juga menambah masalah.
f. Diam Utama (Diam Aktif)
Yang dimaksud diam keutamaan adalah bersikap diam hasil dari pemikiran dan perenungan niat yang membuahkan keyakinan bahwa engan bersikap menahan diri (diam) maka akan menjadi maslahat lebih besardibanding dengan berbicara.
2. Keutaam Diam Aktif
a. Hemat Masalah
Dengan memilih diam aktif, kita akan menghemat kata-kata yang berpeluang menimbulkan masalah.
b. Hemat dari Dosa
Dengan diam aktif maka peluang tergelincir kata menjadi dosapun menipis, terhindar dari kesalahan kata yang menimbulkan kemurkaan Allah.
c. Hati Selalu Terjaga dan Tenang
Dengan diam aktif berarti hati akan terjaga dari riya, ujub, takabbur atau aneka penyakit hati lainnya yang akan mengeraskan dan mematikan hati kita.
d. Lebih Bijak
Dengan diam aktif berarti kita menjadi pesdengar dan pemerhati yang baik, diharapkan dalam menghadapi sesuatu persoalan, pemahamannya jauh lebih mendaam sehingga pengambilan keputusan pun jauh lebih bijak dan arif.
e. Hikmah Akan Muncul
Yang tak kalah pentingnya, orang yang mampu menahan diri dengan diam aktif adalah bercahayanya qolbu, memberikan ide dan gagasan yang cemerlang, hikmah tuntunan dari Allah swtakan menyelimuti hati, lisan, serta sikap dan perilakunya.
f. Lebih Berwibawa
Tanpa disadari, sikap dan penampilan orang yang diam aktif akan menimbulkan wibawa tersendiri. Orang akan menjadi lebih segan untuk mempermainkan atau meremehkan.
Selain itu, diam aktif merupakan upaya menahan diri dari beberapa hal, seperti:
  1. Diam dari perkataan dusta
  2. Diamdari perkataan sia-sia
  3. Diam dari komentar spontan dan celetukan
  4. Diam dari kata yang berlebihan
  5. Diam dari keluh kesah
  6. Diam dari niat riya dan ujub
  7. Diam dari kata yang menyakiti
  8. Diam dari sok tahu dan sok pintar
Mudah-mudahan kita menjadi terbiasa berkata benar atau diam. Semoga pula Allah ridha hingga akhir hayat nanti, saat ajal menjemput, lisan ini diperkenankan untuk mengantar kepergian ruh kita dengan sebaik-baik perkataan yaitu kalimat tauhiid "laa ilaha illallah" puncak perkataan yang menghantarkan ke surga.


Dahsyatnya Sedekah
K.H. Abdullah Gymnastiar


Dimanakah letak kedahsyatan hamba-hamba Allah yang bersedekah? Dikisahkan dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Turmudzi dan Ahmad, sebagai berikut :
Tatkala Allah SWT menciptakan bumi, maka bumi pun bergetar. Lalu Allah pun menciptkana gunung dengan kekuatan yang telah diberikan kepadanya, ternyata bumi pun terdiam. Para malaikat terheran-heran akan penciptaan gunung tersebut. Kemudian mereka bertanya? "Ya Rabbi, adakah sesuatu dalam penciptaan-Mu yang lebih kuat dari pada gunung?"
Allah menjawab, "Ada, yaitu besi" (Kita mafhum bahwa gunung batu pun bisa menjadi rata ketika dibor dan diluluhlantakkan oleh buldozer atau sejenisnya yang terbuat dari besi).
Para malaikat pun kembali bertanya, "Ya Rabbi adakah sesuatu dalam penciptaan-Mu yang lebih kuat dari pada besi?"
Allah yang Mahasuci menjawab, "Ada, yaitu api" (Besi, bahkan baja bisa menjadi cair, lumer, dan mendidih setelah dibakar bara api).
Bertanya kembali para malaikat, "Ya Rabbi adakah sesuatu dalam penciptaan-Mu yang lebih kuat dari pada api?"
Allah yang Mahaagung menjawab, "Ada, yaitu air" (Api membara sedahsyat apapun, niscaya akan padam jika disiram oleh air).
"Ya Rabbi adakah sesuatu dalam penciptaan-Mu yang lebih kuat dari air?" Kembali bertanya para malaikta.
Allah yang Mahatinggi dan Mahasempurna menjawab, "Ada, yaitu angin" (Air di samudera luas akan serta merta terangkat, bergulung-gulung, dan menjelma menjadi gelombang raksasa yang dahsyat, tersimbah dan menghempas karang, atau mengombang-ambingkan kapal dan perahu yang tengah berlayar, tiada lain karena dahsyatnya kekuatan angin. Angin ternyata memiliki kekuatan yang teramat dahsyat).
Akhirnya para malaikat pun bertanya lagi, "Ya Allah adakah sesuatu dalam penciptaan-Mu yang lebih dari semua itu?"
Allah yang Mahagagah dan Mahadahsyat kehebatan-Nya menjawab, "Ada, yaitu amal anak Adam yang mengeluarkan sedekah dengan tangan kanannya sementara tangan kirinya tidak mengetahuinya."
Artinya, orang yang paling hebat, paling kuat, dan paling dahsyat adalah orang yang bersedekah tetapi tetap mampu menguasai dirinya, sehingga sedekah yang dilakukannya bersih, tulus, dan ikhlas tanpa ada unsur pamer ataupun keinginan untuk diketahui orang lain.
Inilah gambaran yang Allah berikan kepada kita bagaimana seorang hamba yang ternyata mempunyai kekuatan dahsyat adalah hamba yang bersedekah, tetapi tetap dalam kondisi ikhlas. Karena naluri dasar kita sebenarnya selalu rindu akan pujian, penghormatan, penghargaan, ucapan terima kasih, dan sebagainya. Kita pun selalu tergelitik untuk memamerkan segala apa yang ada pada diri kita ataupun segala apa yang bisa kita lakukan. Apalagi kalau yang ada pada diri kita atau yang tengah kita lakukan itu berupa kebaikan.
Karenanya, tidak usah heran, seorang hamba yang bersedekah dengan ikhlas adalah orang-orang yang mempunyai kekuatan dahsyat. Sungguh ia tidak akan kalah oleh aneka macam selera rendah, yaitu rindu pujian dan penghargaan.
Apalagi kedahsyatan seorang hamba yang bersedekah dengan ikhlas? Pada suatu hari datang kepada seorang ulama dua orang akhwat yang mengaku baru kembali dari kampung halamannya di kawasan Jawa Tengah. Keduanya kemudian bercerita mengenai sebuah kejadian luar biasa yang dialaminya ketika pulang kampung dengan naik bis antar kota beberapa hari sebelumnya. Di tengah perjalanan bis yang ditumpanginya terkena musibah, bertabrakan dengan dahsyatnya. Seluruh penumpang mengalami luka berat. Bahkan para penumpang yang duduk di kurs-kursi di dekatnya meninggal seketika dengan bersimbah darah. Dari seluruh penumpang tersebut hanya dua orang yang selamat, bahkan tidak terluka sedikit pun. Mereka itu, ya kedua akhwat itulah. Keduanya mengisahkan kejadian tersebut dengan menangis tersedu-sedu penuh syukur.
Mengapa mereka ditakdirkan Allah selamat tidak kurang suatu apa? Menurut pengakuan keduanya, ada dua amalan yang dikerjakan keduanya ketika itu, yakni ketika hendak berangkat mereka sempat bersedekah terlebih dahulu dan selama dalam perjalanan selalu melafazkan zikir.
Sahabat, tidaklah kita ragukan lagi, bahwa inilah sebagian dari fadhilah (keutamaan) bersedekah. Allah pasti menurunkan balasannya disaat-saat sangat dibutuhkan dengan jalan yang tidak pernah disangka-sangka.
Allah Azza wa Jalla adalah Zat yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang kepada semua hamba-Nya. Bahkan kepada kita yang pada hampir setiap desah nafas selalu membangkang terhadap perintah-Nya pada hampir setiap gerak-gerik kita tercermin amalan yang dilarang-Nya, toh Dia tetap saja mengucurkan rahmat-Nya yang tiada terkira.
Segala amalan yang kita perbuat, amal baik ataupun amal buruk, semuanya akan terpulang kepada kita. Demikian juga jika kita berbicara soal harta yang kini ada dalam genggaman kita dan kerapkali membuat kita lalai dan alpa. Demi Allah, semua ini datangnya dari Allah yang Maha Pemberi Rizki dan Mahakaya. Dititipkan-Nya kepada kita tiada lain supaya kita bisa beramal dan bersedekah dengan sepenuh ke-ikhlas-an semata-mata karena Allah. Kemudian pastilah kita akan mendapatkan balasan pahala dari pada-Nya, baik ketika di dunia ini maupun saat menghadap-Nya kelak.
Dari pengalaman kongkrit kedua akhwat ataupun kutipan hadits seperti diuraikan di atas, dengan penuh kayakinan kita dapat menangkap bukti yang dijanjikan Allah SWT dan Rasul-Nya, bahwa sekecil apapun harta yang disedekahkan dengan ikhlas, niscaya akan tampak betapa dahsyat balasan dari-Nya.
Inilah barangkali kenapa Rasulullah menyerukan kepada para sahabatnya yang tengah bersiap pergi menuju medan perang Tabuk, agar mengeluarkan infaq dan sedekah. Apalagi pada saat itu Allah menurunkan ayat tentang sedekah kepada Rasulullah SAW, "Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah seupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir; seratus biji Allah melipatgandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Mahaluas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui," demikian firman-Nya (QS. Al-Baqarah [2] : 261).
Seruan Rasulullah itu disambut seketika oleh Abdurrahman bin Auf dengan menyerahkan empat ribu dirham seraya berkata, "Ya, Rasulullah. Harta milikku hanya delapan ribu dirham. Empat ribu dirham aku tahan untuk diri dan keluargaku, sedangkan empat ribu dirham lagi aku serahkan di jalan Allah."
"Allah memberkahi apa yang engkau tahan dan apa yang engkau berikan," jawab Rasulullah.
Kemudian datang sahabat lainnya, Usman bin Affan. "Ya, Rasulullah. Saya akan melengkapi peralatan dan pakaian bagi mereka yang belum mempunyainya," ujarnya.
Adapun Ali bin Abi Thalib ketika itu hanya memiliki empat dirham. Ia pun segera menyedekahkan satu dirham waktu malam, satu dirham saat siang hari, satu dirham secara terang-terangan, dan satu dirham lagi secara diam-diam.
Mengapa para sahabat begitu antusias dan spontan menyambut seruan Rasulullah tersebut? Ini tiada lain karena yakin akan balasan yang berlipat ganda sebagaimana telah dijanjikan Allah dan Rasul-Nya. Medan perang adalah medan pertaruhan antara hidup dan mati. Kendati begitu para sahabat tidak ada yang mendambakan mati syahid di medan perang, karena mereka yakin apapun yang terjadi pasti akan sangat menguntungkan mereka. Sekiranya gugur di tangan musuh, surga Jannatu na’im telah siap menanti para hamba Allah yang selalu siap berjihad fii sabilillaah. Sedangkan andaikata selamat dapat kembali kepada keluarga pun, pastilah dengan membawa kemenangan bagi Islam, agama yang haq!
Lalu, apa kaitannya dengan memenuhi seruan untuk bersedekah? Sedekah adalah penolak bala, penyubur pahala dan pelipat ganda rizki; sebutir benih menumbuhkan tujuh bulir, yang pada tiap-tiap bulir itu terjurai seratus biji. Artinya, Allah yang Mahakaya akan membalasnya hingga tujuh ratus kali lipat. Masya Allah!
Sahabat, betapa dahsyatnya sedekah yang dikeluarkan di jalan Allah yang disertai dengan hati ikhlas, sampai-sampai Allah sendiri membuat perbandingan, sebagaimana tersurat dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Anas bin Malik, seperti yang dikemukakan di awal tulisan ini.***


Ceramah Nuzulul Quran 17 Ramadhan 1422 H
Masjid Istiqlal, Jakarta
KH. Abdullah Gymnastiar

Segala puji bagi Allah SWT. Alhamdulillahilladzi liyadzadu
iimaanan maa 'aimaanihim. Sholawat dan salam semoga
tercurah selalu bagi Rasulullah panutan kita, yang
membangunkan dan menuntun hati nurani kita, menjadi cahaya
bagi segala perbuatan mulia.

Bangsa kita sesungguhnya dikaruniai Alloh potensi yang
begitu dahsyat, yang jika disyukuri dengan cara mengelolanya
dengan tepat, niscaya berpeluang menjadi negara besar yang
berwibawa dan bermartabat.
Dengan potensi sumber daya alam yang melimpah ruah
baik berupa daratan, lautan serta apapun yang terkandung
didalamnya; maupun lokasi geografis dan keindahan alam,
negeri kita bagaikan percikan surga yang tertetes di dunia.
Potensi manusia dengan jumlah dua ratus duapuluh juta
lebih dengan aneka kemampuannya, merupakan aset berharga
jika disinergikan dengan formula yang tepat.
Dan aset yang tidak ternilai harganya adalah sumber
keyakinan bagi mayoritas penduduk Indonesia, yaitu aqidah
Islam yang diyakini bersama sebagai agama yang paripurna,
rahmatan lil `alamiin, yang dapat menjadi solusi yang universal.
Namun, bila kita melihat kenyataan, ternyata semua
potensi seakan-akan tidak berbuah kenyataan yang dicita-
citakan bersama. Bahkan, aneka bala dan musibah dari
berbagai sisi kehidupan begitu lekat dan memilukan.
Sudah kita dengar bersama upaya untuk menyehatkan
dan mensejahterakan masyarakat, namun kita wajib
mengevaluasi hal-hal pokok yang menjadi kunci permasalahan.
Masyarakat kita relatif berbadan sehat, juga berpikir
normal, bahkan sebagian ada yang berfisik sangat kuat dan
berotak cerdas. Hanya sedikit masyarakat yang berpenyakit
lahir dan ia juga berpenyakit akal. Rupanya yang sedang
berjangkit di negara kita secara umum, justru penyakit
qolbu/hati nurani. Karena orang yang kuat dan cerdas akal
pikirannya, yang tidak sehat qolbunya ternyata mereka itulah
yang menjadi biang-biang kerusakan dan kesengsaraan bagi
bangsa ini.
Dengan kata lain, kelemahan bangsa kita ini adalah
belum sungguh-sungguh memprogram untuk menghidupkan
dan membangkitkan kekuatan nurani yang akan menuntun akal
pikiran, sikap dan tingkah laku menjadi penuh nilai kemuliaan
dan kehormatan yang hakiki, karena qolbu adalah inti
terpenting dari manusia yang akan mengatur segala sikapnya.
Sabda Rasulullah:
"Alaa inna fil jasad mudhgoh Idza soluhat soluha jazadukuluhu
Waidza fasadat fasada jasadukuluhu Alaa wa hiyal qolbu"
"Ingatlah, dalam tubuh manusia itu ada segumpal daging.
Kalau segumpal daging itu baik, maka akan baiklah seluruh
tubuhnya.
Tetapi, bila rusak, niscaya akan rusak pula seluruh tubuhnya.
Segumpal daging itu bernama qolbu." (HR. Bukhari Muslim)
Dan sumber kerusakan ini menurut Rasulullah adalah:
Dapat diperkirakan bahwa kamu akan diperebutkan oleh
bangsa-bangsa lain sebagaimana orang-orang berebut melahap
isi mangkok. Para sahabat bertanya, "Apakah pada saat itu
jumlah kami sediit ya Rasulullah?" Beliau menjawab, "Tidak,
bahkan saat itu jumlah kalian banyak sekali, tetapi seperti buih
air bah dan kalian ditimpa penyakit wahn". Mereka bertanya
lagi, "Apakah penyakit wahn itu ya Rasulullah?", beliau
menjawab "Hubbud dunya (kecintaan yang amat sangat kepada
dunia ) dan takut mati". HR Abu Dawud

Gejalanya bisa kita lihat dari tingkah polah dalam
memperebutkan duniawi ini (harta, kedudukan, kekuasaan,
popularitas, kesenangan duniawi, gelar, pangkat, jabatan yang
ditujukan hanya untuk kepuasan dunia belaka), tidak sedikit
orang yang menghalalkan cara-cara tak terpuji sehingga
mendzolimi hak-hak orang lain. Bagi yang telah
mendapatkannya, juga melakukan perbuatan yang tak mulia
yaitu dengan gemar pamer kemewahan, hidup dengan biaya
tinggi, menjadi jalan kecurigaan dan kedengkian bagi yang lain;
dan untuk mempertahankan dunia yang dimilikinya sering pula
melakukan tindakan yang melupakan kepentingan masyarakat.
Bagi masyarakat yang ada dalam keterbatasan, melihat situasi
yang materialistis membuat terbuai angan-angannya sehingga
melakukan tindakan yang mencoreng harga dirinya.
Pendek kata, budaya cinta dunia atau materialistis adalah
biang masalah yang beranak-pinak dengan kesombongan,
kemewahan, kedengkian, keserakahan, kezoliman dan bercucu
pada permusuhan, keinginan untuk menghancurkan orang lain,
dan akibatnya seperti yang kita rasakan sekarang ini.
Kita harus mulai membangunkan nurani masyarakat dengan
cara mensosialiksasikan obat penyembuhnya, yaitu membangun
hidup mulia dengan bersahaja, hidup proporsional, tidak
berbudaya bersembunyi dibalik topeng duniawi dan hal ini
sangat memungkinkan kita lakukan setidaknya dengan empat
kunci :
1. Suri tauladan yang nyata
Harus menjadi kesadaran para pemimpin bahwa mereka
benar-benar diperhatikan dan ditiru oleh masyarakat.
Kita harus membudayakan memilih para pemimpin yang
berani hidup bersahaja dan mengutamakan kemampuan memimpin
dengan adil dan profesional, dibanding dengan orang
yang hanya mampu mempertontonkan kedudukan dan kekayaaannya.
Nabi Muhammad SAW membangun peradaban dengan menjadi suri
tauladan yang nyata. Ini harus menjadi budaya bagi para
pemimpin, dengan tidak menyuruh orang lain sebelum
menyuruh dirinya sendiri. Tidak melarang orang lain sebelum
melarang diri sendiri. Lebih banyak berkata dengan karya dan
tauladan nyata, daripada hanya berbuat dengan perkataan.
Masyarakat sesungguhnya sangat tercuri hatinya kepada
para pemimpin yang bisa berbuat banyak, namun amat
bersahaja dalam hidupnya. Pada saat yang sama,
masyarakatpun teramat curiga dan dengki kepada para
pemimpin yang hidup glamour, yang mereka yakini semuanya
itu adalah uang rakyat.
2. Pendidikan dan pelatihan, juga pembinaan secara
sistematis berkesinambungan terhadap masyarakat
Perlu kesadaran dan kesepakatan bersama untuk mendidik
segala lapisan masyarakat dengan menggunakan seluruh media
yang ada untuk mengetahui nilai-nilai keutamaan hidup berhati
bersih, bernurani dan hidup tidak materialistis, baik lewat
pendidikan di sekolah/kampus, melalui aneka sinetron
film/televisi ataupun radio, untuk mendampingi pendidikan
lewat suri tauladan dari para pemimpin / tokoh panutan
masyarakat.
3. Sistem yang kondusif
Kitapun harus bekerja keras untuk membangun system
dalam bentuk undang-undang, aturan-aturan lainnya yang
mendukung perubahan sikap di masyarakat untuk tidak berjiwa
materialistis dan sangat menghargai nilai-nilai kemuliaan
ahlak dan moral, dengan cara membuat peraturan yang benar-
benar adil dan konsisten untuk menegakkannya.
Nabi Muhammad berlaku adil terhadap siapapun, termasuk kepada
keluarganya sendiri.
Menegakkan supremasi hukum adalah bagian kunci yang
teramat penting untuk membangun harapan di masyarakat,
bahwa memburu dunia tidak dengan cara yang benar, akan
mendapatkan hukuman yang setimpal. Menegakkan hukum
dengan adil, tidak dengan kebencian dan dendam, akan
membuat keadilan menjadi sesuatu yang indah dan menjadi
tumpuan semua pihak.
Ketidak-seriusan menegakkan sistem yang adil akan
mengundang ketidakpuasan, dan ini akan mengundang pula
aneka masalah yang lebih pelik dan merugikan.

4. Membangun kekuatan ruhiyah
Sebagai orang yang beriman, selalu harus kita sadari bahwa
kita semua hanya sekedar mahluk yang sangat banyak memiliki
keterbatasan, dan Alloh-lah yang Maha Kuasa menolong
siapapun yang Dia kehendaki, karena Dia-lah yang
menggengam segala masalah dan jalan keluarnya.
Laa haulaa walaa quwwata illa billahil aliyil'aziim.
Maka, harus dicanangkan kebangkitan ruhiyah nasional
dengan memotivasi masyarakat untuk melakukan kebangkitan ibadah
dengan benar lebih intensif. Baik yang fardhu maupun sunah,
yang tentu diawali dengan suri teladan dari semua tokoh panutan
dan difasilitasi baik tempat, waktu/kesempatan, dan dana,
agar masyarakat --selain lebih terkendali-- juga doa-doanya
mendatangkan pertolongan Allah seperti yang dijanjikan.
Surat at Thalaq ayat 23 menyatakan, yang artinya,
"Barang siapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Allah
akan memberi jalan keluar dari segala urusannya dan memberi
rezeki dari tempat yang tidak disangka-sangka, dan barang siapa
yang bertawakal niscaya akan dicukupi segala kebutuhannya."
Amatlah tipis harapan kita akan keluar dengan baik
dari permasalahan ini tanpa bimbingan Allah, karena manusia
amatlah terbatas dalam segalanya, tak mampu berbuat apa pun
tanpa izin-Nya.

Penutup
Semoga dengan kombinasi ikhtiar lahir batin, suri
tauladan yang nyata, pola pendidikan dan pembinaan juga
sistem yang kondusif dan ketangguhan dalam ibadah seluruh
elemen masyarakat, menjadikan semua masalah yang ada pada
bangsa kita ini akan membuahkan budaya hidup baru yang
benar-benar akan menjadi fondasi bagi masyarakat maju yang
beradab.
Yaitu masyarakat yang produktif dalam aktivitas di dunia,
namun didasari dengan niat yang bersih karena Alloh,
menjalankan aktivitasnya sebagai ibadah dan diwarnai dengan
kebersihan hati, jauh dari segala kesombongan, riya,
kedengkian, cinta dunia atau aneka penyakit hati lainnya, yang
semua ini akan terpancar dari ahlak yang bermutu tinggi di
lapisan manapun mereka berkiprah.
Dan warisan terbesar dari setiap insan yang diberi
amanah adalah kemuliaan pribadi, buah dari kebersihan hati
yang merupakan tanda kesuksesan dan keselamatan kehidupan
seorang manusia, yang lebih tinggi nilainya dari topeng duniawi
apapun yang disandangnya sejenak didunia ini.
Hanya kepada Alloh-lah kembalinya segala urusan, dan
hanya Dia-lah yang akan menerima amal, dan tiada pertemuan
dengan-Nya kecuali hanya orang yang berhati bersih dan
selamat.


CALON ORANG BESAR MEMULAI PERUBAHAN

by :KH Abdullah Gymnastiar

Kita ini terlalu banyak menggunakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk sesuatu di luar diri kita. Juga terlalu banyak energi dan potensi kita untuk memikirkan selain diri kita, baik itu merupakan kesalahan,keburukan,mau pun kelalaian. Namun, ternyata sikap kita yang kita anggap kebaikan itu tidak efektif untuk memperbaiki yang kita anggap salah.

Banyak orang yang menginginkan orang lain berubah,tapi ternyata yang diinginkannya itu tak kunjung terwujud. Kita sering melihat orang yang menginginkan Indonesia berubah. Tapi, pada saat yang bersamaan, ternyata keluarganya 'babak belur', di kantor sendiri tak disukai, di lingkungan masyarakat tak bermanfaat.
Itu namanya terlampau muluk.

Jangankan mengubah Indonesia, mengubah anaknya saja tidak mampu. Banyak yangmenginginkan situasi negara berubah, tapi kenapa merubah sikap istri saja tidak sanggup. Jawabnya adalah: kita tidak pernah punya waktu yang memadahi untuk bersungguh-sungguh mengubah diri sendiri. Tentu saja, jawaban ini tidak mutlak benar. Tapi jawaban ini perlu diingat baik-baik.

Siapa pun yang bercita-cita besar, rahasianya adalah perubahan diri sendiri.Ingin mengubah Indonesia, caranya ubah saja diri sendiri. Betapapun kuatnya keinginan kita untuk mengubah orang lain, tapi kalau tidak dimulai dari diri sendiri, semua itu menjadi hampa. Setiap keinginan mengubah hanya akan menjadi bahan tertawaan kalau tidak dimulai dari diri sendiri. Orang di sekitar kita akan menyaksikan kesesuaian ucapan dengan tindakan kita.

Boleh jadi orang yang banyak memikirkan diri sendiri itu dinilai egois.Pandangan itu ada benarnya jika kita memikirkan diri sendiri lalu hasilnyajuga hanya untuk diri sendiri. Tapi yang dimaksud di sini adalah memi kirkan diri sendiri, justru sebagai upaya sadar dan sungguh-sungguh untuk memperbaiki yang lebih luas.

Perumpamaan yang lebih jelas untuk pandangan ini adalah seperti kita membangun pondasi untuk membuat rumah. Apalah artinya kita memikirkan dinding, memikir kan genteng, memikirkan tiang sehebat apa pun, kalau pondasinya tidak pernah kita bangun. Jadi yang merupa kan titik kelemahan manusia adalah lemahnya kesunggu han untuk mengubah dirinya, yang diawali dengan kebe ranian melihat kekurangan diri.

Pemimpin mana pun bakal jatuh terhina manakala tidak punya keberanian mengubah dirinya. Orang sukses mana pun bakal rubuh kalau dia tidak punya keberanian untuk

mengubah dirinya. Kata kuncinya adalah keberanian. Berani mengejek itu gampang, berani menghujat itu gampang, tapi, tidak sembarang orang yang berani meli hat kekurangan diri sendiri. Ini hanya milik orang- orang yang sukses sejati.

Orang yang berani membuka kekurangan orang lain, itu biasa. Orang yang berani membincangkan orang lain, itu tidak istimewa. Sebab itu bisa dilakukan orang yang tidak punya apa-apa sekali pun. Tapi, kalau ada orang yang berani melihat kekurangan diri sendiri, bertanya tentang kekurangan itu secara sistematis, lalu dia buat sistem untuk melihat kekurangan dirinya,inilah calon orang besar.

Mengubah diri dengan sadar, itu juga mengubah orang lain. Walaupun dia tidak mengucap sepatah kata pun untuk perubahan itu, perbuatannya sudah menjadi ucapan yang sangat berarti bagi orang lain. Percayalah, kegigi han kita memperbaiki diri, akan membuat orang lain melihat dan merasakannya.

Memang pengaruh dari kegigihan mengubah diri sendiri tidak akan spontan dirasakan. Tapi percayalah, itu akan membekas dalam benak orang. Makin lama, bekas itu akan membuat orang simpati dan terdorong untuk juga melakukan perubahan ke arah yang lebih baik. Ini akan terus berimbas, dan akhirnya seperti bola salju. Perubahan bergulir semakin besar.

Jadi kalau ada orang yang bertanya tentang sulitnya mengubah anak, sulitnya mengubah istri, jawabannya dalam diri orang itu sendiri. Jangan dulu menyalahkan orang lain, ketika mereka tidak mau berubah. Kalau kita sebagai ustadz, kyai, jangan banyak menyalahkan santrinya. Tanya dulu diri sendiri.Kalau kita sebagai pemimpin, jangan banyak menyalahkan karyawan, lihat dulu diri sendiri seperti apa.

Kalau kita sebagai pemimpin negara, jangan banyak menyalahkan rakyatnya.Lebih baik para penyelenggara negara gigih memperbaiki diri sehingga bisa menjadi teladan. Insya Allah, walaupun tanpa banyak berkata, dia akan membuat perubahan cepat terasa, jika berani memperbaiki diri. Itu lebih baik dibanding banyak berkata, tapi tanpa keberanian menjadi suri teladan.

Jangan terlalu banyak bicara. Lebih baik bersungguh-sungguh memperbaiki diri sendiri. Jadikan perkataan makin halus, sikap makin mulia, etos kerja makinsung guh-sungguh, ibadah kian tangguh. Ini akan disaksikan orang.

Membicarakan dalil itu suatu kebaikan. Tapipembicaraan itu akan menjadi bumerang ketika perilaku kita tidak sesuai dengan dalil yang dibicarakan.Jauh lebih utama orang yang tidak berbicara dalil, tapi berbuat sesuai dalil. Walaupun tidak dikatakan, dirinya sudah menjadi bukti dalil tersebut.

Mudah-mudahan, kita bisa menjadi orang yang sadar bahwa kesuksesan diawalidari keberanian melihat kekurangan diri sendiri. Amien


Bunga Rampai Nasihat
K.H. Abdullah Gymnastiar


Mudah-mudahan Allah yang Maha Menguasai segala-galanya selalu membukakan hati kita agar bisa melihat hikmah dibalik setiap kejadian apapun yang terjadi. Yakinlah tidak ada satu kejadian pun yang sia-sia, tidak ada suatu kejadian pun yang tanpa makna, sangat rugi kalau kita menghadapi hidup ini sampai tidak mendapat pelajaran dari apa yang sedang kita jalani. Hidup ini adalah samudera hikmah tiada terputus. Seharusnya apapun yang kita hadapi, efektif bisa menambah ilmu, wawasan, khususnya lagi bisa menambah kematangan, kedewasaan, kearifan diri kita sehingga kalau kita mati besok lusa atau kapan saja, maka warisan terbesar kita adalah kehormatan pribadi kita, bukan hanya harta semata. Rindukanlah dan selalu berharap agar saat kepulangan kita nanti, saat kematian kita adalah saat yang paling indah.
Harusnya saat malaikat maut menjemput, kita benar-benar dalam keadaan siap, benar-benar dalam keadaan khusnul khatimah. Harus sering dibayangkan kalau saat meninggal nanti kita sedang bagus niat, sedang bersih hati, keringat sedang bercucuran di jalan Allah SWT. Syukur-syukur kalau nanti kita meninggal, kita sedang bersujud atau sedang berjuang di jalan Allah. Jangan sampai kita mati sia-sia, seperti yang diberitakan koran-koran tentang seorang yang meninggal sedang nonton di bioskop. Terang saja buruk sekali orang yang meninggal di bioskop, apalagi misalnya film yang ditontonnya film (maaf) “Gairah Membara”, film maksiat, na’udzubillah. Dia akan “membara” betulan di neraka nanti. Ingat maut adalah hal yang sangat penting.
Tiada kehormatan dan kemuliaan kecuali dari Engkau wahai Allah pemilik alam semesta, yang mengangkat derajat siapa pun yang Engkau kehendaki dan menghinakan siapa pun yang Engkau kehendaki, segala puji hanyalah bagi-Mu dan milik-Mu. Shalawat semoga senantiasa terlimpah bagi kekasih Allah, panutan kita semua Rasulullah SAW.
Sahabat, percayalah sehebat apapun harta, gelar, pangkat, kedudukan, atau atribut duniawi lainnya tak akan pernah berharga jikalau kita tidak memiliki harga diri. Apalah artinya harta, gelar, dan pangkat, kalau pemiliknya tidak punya harga diri.
Hidup di dunia hanya satu kali dan sebentar saja. Kita harus bersungguh-sungguh meniti karier kehidupan kita ini menjadi orang yang memiliki harga diri dan terhormat dalam pandangan Allah SWT juga terhormat dalam pandangan orang-orang beriman. Dan kematian kita pun harus kita rindukan menjadi sebaik-baik kematian yang penuh kehormatan dan kemuliaan dengan warisan terpenting kehidupan kita adalah nama baik dan kehormatan kita yang tanpa cela, kehinaan.
Langkah awal yang harus kita bangun dalam karier kehidupan ini adalah tekad untuk menjadi seorang muslim yang sangat jujur dan terpercaya sampai mati. Seperti halnya Rasulullah SAW memulai karier kehidupannya dengan gelar kehormatan Al Amin (seorang yang sangat terpercaya).
Kita harus berjuang mati-matian untuk memelihara harga diri kehormatan kita menjadi seorang muslim yang terpercaya, sehingga tidak ada keraguan sama sekali bagi siapapun yang bergaul dengan kita, baik muslim maupun non muslim, baik kawan atau lawan, tidak boleh ada keraguan terhadap ucapan, janji, maupun amanah yang kita pikul.
Oleh karena itu, pertama, jaga lisan kita. Jangan pernah berbohong dalam hal apapun. Sekecil dan sesederhana apapun, bahkan betapa pun terhadap anak kecil atau dalam senda gurau sekalipun. Harus benar-benar bersih dan meyakinkan, tidak ada dusta, pastikan tidak pernah ada dusta! Lebih baik kita disisihkan karena kita tampil apa adanya, daripada kita diterima karena berdusta. Sungguh tidak akan pernah bahagia dan terhormat menjadi seorang pendusta. (Tentu saja bukan berarti harus membeberkan aib-aib diri yang telah ditutupi Allah, ada kekuasaan tersendiri, ada kekhususan tersendiri. Jujur bukan berarti bebas membeberkan aib sendiri).
Kedua, jaga lisan, jangan pernah menambah-nambah, mereka-reka, mendramatisir berita, informasi, atau sebaliknya meniadakan apa yang harus disampaikan. Sampaikanlah berita atau informasi yang mesti disampaikan seakurat mungkin sesuai dengan keadaan yang sebenarnya. Kita terkadang suka ingin menambah-nambah sesuatu atau bahkan merekayasa kata-kata atau cerita. Jangan lakukan! Sama sekali tidak akan menolong kita, nanti ketika orang tahu informasi yang sebenarnya, akan runtuhlah kepercayaan mereka kepada kita.
Ketiga, jangan sok tahu atau sok pintar dengan menjawab setiap dan segala pertanyaan. Nah, orang yang selalu menjawab setiap pertanyaan bila tanpa ilmu akan menunjukkan kebodohan saja. Yakinlah kalau kita sok tahu tanpa ilmu itulah tanda kebodohan kita. Yang lebih baik adalah kita harus berani mengatakan “tidak tahu” kalau memang kita tidak mengetahuinya, atau jauh lebih baik disebut bodoh karena jujur apa adanya, daripada kita berdusta dalam pandangan Allah.
Keempat, jangan pernah membocorkan rahasia atau amanat, terlebih lagi membeberkan aib orang lain. Jangan sekali-kali melakukannya. Ingat setiap kali kita ngobrol dengan orang lain, maka obrolan itu jadi amanah buat kita. Bagi orang yang suka membocorkan rahasia akan jatuhlah harga dirinya. Padahal justru kita harus jadi kuburan bagi rahasia dan aib orang lain. Yang namanya kuburan tidak usah digali-gali lagi kecuali pembeberan yang sah menurut syariat dan membawa kebaikan bagi semua pihak. Ingat, bila ada seseorang datang dengan menceritakan aib dan kejelekan orang lain kepada kita, maka jangan pernah percayai dia, karena ketika berpisah dengan kita, maka dia pun akan menceritakan aib dan kejelekan kita kepada yang lain lagi.
Kelima, jangan pernah mengingkari janji dan jangan mudah mengobral janji. Pastikan setiap janji tercatat dengan baik dan selalu ada saksi untuk mengingatkan dan berjuanglah sekuat tenaga dan semaksimal mungkin untuk menepati janji walaupun dengan pengorbanan lahir batin yang sangat besar dan berat. Ingat, semua pengorbanan menjadi sangat kecil dibandingkan dengan kehilangan harga diri sebagai seorang pengingkar janji, seorang munafik, na’udzubillah. Tidak artinya. Semua pengorbanan itu kecil dibanding jika kita bernama si pengingkar janji. Rasulullah SAW pernah sampai tiga hari menunggu orang yang menjanjikannya untuk bertemu, beliau menunggu karena kehormatan bagi beliau adalah menepati janji.***


Budaya Bersahaja
K.H. Abdullah Gymnastiar


Kecenderungan manusia berperilaku boros terhadap harta memang sudah ada di dalam dirinya. Ditambah lagi perilaku boros adalah salah satu tipu daya setan terkutuk yang membuat harta yang kita miliki tidak efektif mengangkat derajat kita. Harta yang dimiliki justru efektif menjerumuskan, membelenggu, dan menjebak kita dalam kubangan tipu daya harta karena kita salah dalam menyikapinya.
Hal ini dapat kita perhatikan dalam hidup keseharian kita. Orang yang punya harta, kecenderungan untuk menjadi pecinta harta cenderung lebih besar. Makin bagus, makin mahal, makin senang, maka makin cintalah ia kepada harta yang dimilikinya. Lebih dari itu, maka ingin pulalah ia untuk memamerkannya. Terkadang apa saja ingin dipamer-pamerkan. Ada yang pamer kendaraan, pamer rumah, pamer mebel, pamer pakaian, dan lain-lain. Sifat ini muncul karena salah satunya kita ini ingin tampil lebih wah, lebih bermerek, atau lebih keren dari orang lain. Padahal, makin bermerek barang yang dimiliki justru akan menyiksa diri.
Suatu pengalaman ketika seseorang memberi sebuah ballpoint. Dari tampangnya ballpoint ini saya pikir sangat bagus, mengkilat, dan ketika dipakai untuk menulis pun enak. Tapi tiba-tiba ballpoint ini menjadi barang yang menyengsarakan ketika ada yang memberi tahu bahwa ballpoint yang mereknya "MP" itu adalah sebuah merek terkenal untuk ukuran sebuah benda bernama ballpoint. Mulanya tidak mengerti sama sekali. Tadinya saya kira harganya paling cuma ribuan rupiah saja. Nah, gara-gara tahu itu ballpoint mahal, sikap pun jadi berubah. Tiba-tiba jadi takut hilang, ketika dibawa takut jatuh, ketika dipinjam takut cepat habis tintanya karena tintanya pun mahal, mau disimpan takut jadi mubazir, mau dikasihkan ke orang lain sayang, ditambah lagi saat dipakai pun malu, mungkin nanti ada yang komentar "Wah, Aa ballpoint-nya ballpoint mahal!". Begitulah, nasib punya barang bermerek, tersiksa!
Sebaliknya, kalau kita terbiasa dengan barang yang biasa-biasa, dapat dipastikan hidup pun akan lebih ringan. Karenanya, hati-hatilah saudaraku. Apalagi dalam kondisi ekonomi bangsa kita yang sedang terpuruk seperti saat ini. Kita harus benar-benar mengendalikan penuh keinginan-keinginan kita jikalau ingin membeli suatu barang. Ingat, yang paling penting adalah bertanya pada diri apa yang paling bermamfaat dari barang yang kita beli tersebut. Buat pula skala prioritas, misalnya, haruskah membeli sepatu seharga 1 juta rupiah padahal keperluan kita hanya sebentuk sepatu olahraga. Apalagi dihadapan tersedia aneka pilihan harga, mulai dari yang 700 ribu, 400 ribu, 200 ribu, sampai yang 50 ribu rupiah. Mereknya pun beragam, tinggal dipilih mana kira-kira yang paling sesuai. Nah, kalau kita ada dalam posisi seperti ini, maka carilah sepatu yang paling tidak membuat kita sombong ketika memakainya, yang paling tidak menyikasa diri dalam merawatnya, dan yang paling bisa bermamfaat sesuai tujuan utama dari pembelian sepatu tersebut. Hati-hatilah, sebab yang biasa kita beli adalah mereknya, bukan awetnya, karena kalau terlalu awet pun akan bosan pula memakainya. Jangan pula tergesa-gesa, dan ketahuilah bahwa pemboros-pemboros itu adalah saudaranya setan.
Dalam hal ini Allah SWT berfirman, "Dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat akan haknya, kepada orang miskin, dan orang yang dalam perjalanan, dan janganlah kamu menghamburkan hartamu secara boros. Sesungguhnya pemboros-pemboros itu saudaranya setan dan setan itu sangat ingkar kepada Tuhan-Nya" (QS. Al Israa [17] : 26-27). Dalam ayat lain Allah SWT berfirman, "Dan orang-orang yang apabila membelanjakan harta mereka tidak berlebih-lebihan dan tidak pula mereka kikir. Dan adalah pembelanjaan itu ditengah-tengah yang demikian itu". (QS. Al Furqan [25] : 67)
Jelaslah kiranya bahwa sikap boros lebih dekat kepada perilaku setan, naudzubillaah. Karenanya, budaya bersahajalah salah satu budaya yang harus kita tanamkan kuat-kuat dalam diri. Memilih hidup dengan budaya bersahaja bukan berarti tidak boleh membeli barang-barang yang bagus, mahal, dan bermerek. Silahkan saja! Tapi ternyata kalau kita berlaku boros, sama sekali tidak akan menjadi amal kebaikan bagi kita. Saya kira hikmah dari krisis ekonomi yang menimpa bangsa kita, salah satunya kita harus benar-benar mengendalikan keinginan kita. Tidak setiap keinginan harus dipenuhi. Karena jikalau kita ingin membeli sesuatu karena ingin dan senang, ketahuilah bahwa keinginan itu cepat berubah. Kalau kita membeli sesuatu karena suka, maka ketika melihat yang lebih bagus, akan hilanglah selera kita pada barang yang awalnya lebih bagus tadi. Belilah sesuatu hanya karena perlu dan mampu saja. Sekali lagi, hanya karena perlu! Perlukah saya beli barang ini? Matikah saya kalau tidak ada barang ini? Kalau tidak ada barang ini saya hancur tidak? Itulah yang harus selalu kita tanyakan ketika akan membeli suatu barang. Kalau saja kita masih bisa bertahan dengan barang lain yang lebih bersahaja, maka lebih bijak jika kita tidak melakukan pembelian.
Misalnya, ketika tersirat ingin membeli motor baru, tanyakan; perlukah kita membeli motor baru? Sudah wajibkah kita membelinya? Nah, ketika alasan pertanyaan tadi sudah logis dan dapat diterima akal sehat, maka kalau pun jadi membeli pilihlah yang skalanya paling irit, paling hemat, dan paling mudah perawatannya. Jangan berpikir dulu tentang keren atau mereknya. Cobalah renungkan; mending keren tapi menderita atau irit tapi lancar? Tahanlah keinginan untuk berlaku boros dengan sekuat tenaga, yakinlah makin kita bisa mengendalikan keinginan kita, Insya Allah kita akan makin terpelihara dari sikap boros. Sebaliknya, jika tidak dapat kita kendalikan, maka pastilah kita akan disiksa oleh barang-barang kita sendiri. Kita akan disiksa oleh kendaraan kita dan disiksa oleh harta kita yang kita miliki. Rugi, sangat rugi orang yang memperturutkan hidupnya karena sesuatu yang dianggap keren atau bermerek. Apalagi, keren menurut kita belum tentu keren menurut orang lain, bahkan sebaliknya bisa jadi malah dicurigai. Karena ada pula orang yang ketika memakai sesuatu yang bermerek, justru disangka barang temuan.
Seperti kisah santri di sebuah pesantren. Saat ada santri yang memakai sepatu yang sangat bagus dengan merek terkenal, justru disangka sepatu jamaah yang ketika berkunjung ke pesantren tersebut tertinggal di mesjid. Lain waktu, ada juga yang memakai arloji sangat bagus dengan merek terkenal buatan dari negeri Swiss sana, tapi orang lain justru malah berprasangka kalau arloji itu barang temuan dari tempat wudhu. Begitulah, bagi orang yang maqam-nya murah meriah, ketika memakai barang mahal justru malah dicurigai.
Karenanya, biasakanlah untuk senantiasa bersahaja dalam setiap yang kita lakukan. Dan mudah-mudahan dalam kondisi ekonomi sulit seperti ini Allah mengaruniakan kepada kita kemampuan untuk menjadi orang yang terpelihara dari perbuatan sia-sia dan pemborosan.***


Buah Kebeningan Hati
K.H. Abdullah Gymnastiar


Saudara-saudaraku, sungguh beruntung bagi siapapun yang mampu menata qolbunya menjadi bening, jernih, bersih, dan selamat. Sungguh berbahagia dan mengesankan bagi siapapun sekiranya memiliki qolbu yang tertata, terpelihara, dan terawat dengan sebaik-baiknya. Karena selain senantiasa merasakan kelapangan, ketenangan, ketenteraman, kesejukan, dan indahnya hidup di dunia ini, pancaran kebeningan hati pun akan tersemburat pula dari indahnya setiap aktivitas yang dilakukan.
Betapa tidak, orang yang hatinya tertata dengan baik, wajahnya akan jauh lebih jernih. Bagai embun menggelayut di ujung dedaunan di pagi hari yang cerah lalu terpancari sejuknya sinar mentari pagi; jernih, bersinar, sejuk, dan menyegarkan. Tidak berlebihan jika setiap orang akan merasa nikmat menatap pemilik wajah yang cerah, ceria, penuh sungging senyuman tulus seperti ini.
Begitu pula ketika berkata, kata-katanya akan bersih dari melukai, jauh dari kata-kata yang menyombongkan diri, terlebih lagi ia terpelihara dari kata-kata riya, subhanallah. Setiap butir kata yang keluar dari lisannya yang telah tertata dengan baik ini, akan terasa sarat dengan hikmah, sarat dengan makna, dan sarat akan mamfaat. Tutur katanya bernas dan berharga. Inilah buah dari gelegak keinginan di lubuk hatinya yang paling dalam untuk senantiasa membahagiakan orang lain.
Kesehatan tubuh pun terpancari pula oleh kebeningan hati, buah dari kemampuannya menata qolbu. Detak jantung menjadi terpelihara, tekanan darah terjaga, ketegangan berkurang,dan kondisi diri yang senantiasa diliputi kedamaian. Tak berlebihan jika tubuh pun menjadi lebih sehat, lebih segar, dan lebih fit. Tentu saja tubuh yang sehat dan segar seperti ini akan jauh lebih memungkinkan untuk berbuat banyak kepada umat.
Orang yang bening hati, akal pikirannya pun akan jauh lebih jernih. Baginya tidak ada waktu untuk berpikir jelek sedetik pun jua. Apalagi berpikir untuk menzhalimi orang lain, sama sekali tidak terlintas dibenaknya. Waktu baginya sangat berharga. Mana mungkin sesuatu yang berharga digunakan untuk hal-hal yang tidak berharga? Sungguh suatu kebodohan yang tidak terkira. Karenanya dalam menjalani setiap detik yang dilaluinya ia pusatkan segala kemampuannya untuk menyelesaikan setiap tugas hidupnya. Tak berlebihan jika orang yang berbening hati seperti ini akan lebih mudah memahami setiap permasalahan, lebih mudah menyerap aneka ilmu pengetahuan, dan lebih cerdas dalam melakukan beragam kreativitas pemikiran. Subhanallah, bening hati ternyata telah membuahkan aneka solusi optimal dari kemampuan akal pikirannya.
Walhasil, orang yang telah tertata hatinya adalah orang yang telah berhasil merintis tapak demi tapak jalan ke arah kebaikan tidak mengherankan ketika ia menjalin hubungan dengan sesama manusia pun menjadi sesuatu yang teramat mengesankan. Hatinya yang bersih membuat terpancar darinya akhlak yang indah mempesona, rendah hati, dan penuh dengan kesantunan. Siapapun yang berjumpa akan merasa kesan yang mendalam, siapapun yang bertemu akan memperoleh aneka mamfaat kebaikan, bahkan ketika berpisah sekalipun, orang seperti ini menjadi buah kenangan yang tak mudah dilupakan.
Dan, Subhanallah, lebih dari semua itu, kebeningan hatipun ternyata dapat membuat hubungan dengan Allah menjadi luar biasa mamfaatnya. Dengan berbekal keyakinan yang mendalam, mengingat dan menyebut-Nya setiap saat, meyakini dan mengamalkan ayat-ayat-Nya, membuat hatinya menjadi tenang dan tenteram. Konsekuensinya, dia pun menjadi lebih akrab dengan Allah, ibadahnya lebih terasa nikmat dan lezat. Begitu pula do’a-do’anya menjadi luar biasa mustajabnya. Mustajabnya do’a tentu akan menjadi solusi bagi persoalan-persoalan hidup yang dihadapinya. Dan yang paling luar biasa adalah karunia perjumpaan dengan Allah Azza wa Jalla di akhirat kelak, Allahu Akbar.
Pendek kata orang yang bersih hati itu, luar biasa nikmatnya, luar biasa bahagianya, dan luar biasa mulianya. Tidak hanya di dunia ini, tapi juga di akhirat kelak. Tidak rindukah kita memiliki hati yang bersih?
Silahkan bandingkan dengan orang yang berperilaku sebaliknya; berhati busuk, semrawut, dan kusut masai. Wajahnya bermuram durja, kusam, dan senantiasa tampak resah dan gelisah. Kata-katanya bengis, kasar, dan ketus. Hatinya pun senantiasa dikotori buruk sangka, dendam kesumat, licik, tak mau kompromi, mudah tersinggung, tidak senang melihat orang lain bahagia, kikir, dan lain-lain penyakit hati yang terus menerus menumpuk, hingga sulit untuk dihilangkan. Tak berlebihan bila perilakunya pun menjadi hina dan nista, jauh dari perilaku terhormat, lebih dari itu, badannya pun menjadi mudah terserang penyakit. Penyakit buah dari kebusukan hati, buah dari ketegangan jiwa, dan buah dari letihnya pikiran diterpa aneka rona masalah kehidupan. Selain itu, akal pikirannya pun menjadi sempit dan bahkan lebih banyak berpikir tentang kezhaliman.
Oleh karenanya, bagi orang yang busuk hati sama sekali tidak ada waktu untuk bertambah ilmu. Segenap waktunya habis hanya digunakan untuk memuntahkan ketidaksukaannya kepada orang lain. Tidak mengherankan bila hubungan dengan Allah SWT pun menjadi hancur berantakan, ibadah tidak lagi menjadi nikmat dan bahkan menjadi rusak dan kering. Lebih rugi lagi, ia menjadi jauh dari rahmat Allah. Akibatnya pun jelas, do’a menjadi tidak ijabah (terkabul), dan aneka masalah pun segera datang menghampiri, naudzubillaah (kita berlindung kepada Allah).
Ternyata hanya kerugian dan kerugian saja yang didapati orang berhati busuk. Betapa malangnya. Pantaslah Allah SWT dalam hal ini telah mengingatkan kita dalam sebuah Firman-Nya : "Sesungguhnya beruntunglah orang yang menyucikan jiwa itu. Dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya." (Q.S. Asy-Syam [91] : 9 – 10).
Ingatlah saudaraku, hidup hanya satu kali dan siapa tahu tidak lama lagi kita akan mati. Marilah kita bersama-sama bergabung dalam barisan orang-orang yang terus memperbaiki diri, dan mudah-mudahan kita menjadi contoh awal bagaimana menjadikan hidup indah dan prestatif dengan bening hati, Insya Allah.


Bila Selalu Mengingat Mati
K.H. Abdullah Gymnastiar


Sehalus-halus kehinaan di sisi ALLOH adalah tercerabutnya kedekatan kita dari sisi-Nya. Hal ini biasanya ditandai dengan kualitas ibadah yang jauh dari meningkat, atau bahkan malah menurun. Tidak bertambah bagus ibadahnya, tidak bertambah pula ilmu yang dapat membuatnya takut kepada ALLOH, bahkan justru maksiat pun sudah mulai dilakukan, dan anehnya yang bersangkutan tidak merasa rugi. Inilah tanda-tanda akan tercerabutnya nikmat berdekatan bersama ALLOH Azza wa Jalla.
Pantaslah bila Imam Ibnu Athoillah pernah berujar, "Rontoknya iman ini akan terjadi pelan-pelan, terkikis-kikis sedikit demi sedikit sampai akhirnya tanpa terasa habis tandas tidak tersisa". Demikianlah yang terjadi bagi orang yang tidak berusaha memelihara iman di dalam kalbunya. Karenanya jangan pernah permainkan nikmat iman di hati ini.
Ada sebuah kejadian yang semoga dengan diungkapkannya di forum ini ada hikmah yang bisa diambil. Kisahnya dari seorang teman yang waktu itu nampak begitu rajin beribadah, saat shalat tak lepas dari linang air mata, shalat tahajud pun tak pernah putus, bahkan anak dan istrinya diajak pula untuk berjamaah ke mesjid. Selidik punya selidik, ternyata saat itu dia sedang menanggung utang. Karenanya diantara ibadah-ibadahnya itu dia selipkan pula doa agar utangnya segera terlunasi. Selang beberapa lama, ALLOH Azza wa Jalla, Zat yang Mahakaya dan Maha Mengabulkan setiap doa hamba-Nya pun berkenan melunasi utang rekan tersebut.
Sayangnya begitu utang terlunasi doanya mulai jarang, hilang pula motivasinya untuk beribadah. Biasanya kehilangan shalat tahajud menangis tersedu-sedu, "Mengapa Engkau tidak membangunkan aku, ya ALLOH?!", ujarnya seakan menyesali diri. Tapi lama-kelamaan tahajud tertinggal justru menjadi senang karena jadual tidur menjadi cukup. Bahkan sebelum azan biasanya sudah menuju mesjid, tapi akhir-akhir ini datang ke mesjid justru ketika azan. Hari berikutnya ketika azan tuntas baru selesai wudhu. Lain lagi pada besok harinya, ketika azan selesai justru masih di rumah, hingga akhirnya ia pun memutuskan untuk shalat di rumah saja.
Begitupun untuk shalat sunat, biasanya ketika masuk mesjid shalat sunat tahiyatul mesjid terlebih dulu dan salat fardhu pun selalu dibarengi shalat rawatib. Tapi sekarang saat datang lebih awal pun malah pura-pura berdiri menunggu iqamat, selalu ada saja alasannya. Sesudah iqamat biasanya memburu shaf paling awal, kini yang diburu justru shaf paling tengah, hari berikutnya ia memilih shaf sebelah pojok, bahkan lama-lama mencari shaf di dekat pintu, dengan alasan supaya tidak terlambat dua kali. "Kalau datang terlambat, maka ketika pulang aku tidak boleh terlambat lagi, pokoknya harus duluan!" Pikirnya.
Saat akan shalat sunat rawatib, ia malah menundanya dengan alasan nanti akan di rumah saja, padahal ketika sampai di rumah pun tidak dikerjakan. Entah disadari atau tidak oleh dirinya, ternyata pelan-pelan banyak ibadah yang ditinggalkan. Bahkan pergi ke majlis ta'lim yang biasanya rutin dilakukan, majlis ilmu di mana saja dikejar, sayangnya akhir-akhir ini kebiasaan itu malah hilang.
Ketika zikir pun biasanya selalu dihayati, sekarang justru antara apa yang diucapkan di mulut dengan suasana hati, sama sekali bak gayung tak bersambut. Mulut mengucap, tapi hati malah keliling dunia, masyaallah. Sudah dilakukan tanpa kesadaran, seringkali pula selalu ada alasan untuk tidak melakukannya. Saat-saat berdoa pun menjadi kering, tidak lagi memancarkan keuatan ruhiah, tidak ada sentuhan, inilah tanda-tanda hati mulai mengeras.
Kalau kebiasaan ibadah sudah mulai tercerabut satu persatu, maka inilah tanda-tanda sudah tercerabutnya taupiq dari-Nya. Akibat selanjutnya pun mudah ditebak, ketahanan penjagaan diri menjadi blong, kata-katanya menjadi kasar, mata jelalatan tidak terkendali, dan emosinya pun mudah membara. Apalagi ketika ibadah shalat yang merupakan benteng dari perbuatan keji dan munkar mulai lambat dilakukan, kadang-kadang pula mulai ditinggalkan. Ibadah yang lain nasibnya tak jauh beda, hingga akhirnya meningallah ia dalam keadaan hilang keyakinannya kepada ALLOH. Inilah yang disebut suul khatimah (jelek di akhir), naudzhubillah. Apalah artinya hidup kalau akhirnya seperti ini.
***
Ada lagi sebuah kisah pilu ketika suatu waktu bersilaturahmi ke Batam. Kisahnya ada seorang wanita muda yang tidak bisa menjaga diri dalam pergaulan dengan lawan jenisnya sehingga dia hamil, sedangkan laki-lakinya tidak tahu entah kemana (tidak bertanggung jawab). Hampir putus asa ketika si wanita ini minta tolong kepada seorang pemuda mesjid. Ditolonglah ia untuk bisa melakukan persalinan di suatu klinik bersalin, hingga ia bisa melahirkan dengan lancar. Walau tidak jelas siapa ayahnya, akhirnya si wanita ini pun menjadi ibu dari seorang bayi mungil.
Sayangnya, sesudah beberapa lama ditolong, sifat-sifat jahiliyahnya kambuh lagi. Mungkin karena iman dan ilmunya masih kurang, bahkan ketika dinasihati pun tidak mempan lagi hingga akhirnya dia terjerumus lagi. Demikianlah kisah si wanita ini, ia kembali hamil di luar nikah tanpa ada pria yang mau bertanggung jawab.
Lalu ditolonglah ia oleh seseorang yang ternyata aqidahnya beda. Si orang yang akan membantu pun menawarkan bantuan keuangan dengan catatan harus pindah agama terlebih dulu. Si wanita pun menyetujuinya, dalam hatinya "Toh hanya untuk persalinan saja, setelah melahirkan aku akan masuk Islam lagi". Tapi ternyata ALLOH menentukan lain, saat persalinan itu justru malaikat Izrail datang menjemput, meninggalah si wanita dalam keadaan murtad, naudzhubillah.
***
Cerita ini nampaknya bersesuaian pula dengan sebuah kisah klasik dari Imam Al Ghazali.
Suatu ketika ada seseorang yang sudah bertahun-tahun menjadi muazin di sebuah menara tinggi di samping mesjid. Kebetulan di samping mesjid itu adapula sebuah rumah yang ternyata dihuni oleh keluarga non-muslim, diantara anak-anak keluarga itu ada seorang anak perempuan berparas cantik yang sedang berangkat ramaja.
Tiap naik menara untuk azan, secara tidak disengaja tatapan mata sang muazin selalu tertumbuk pada si anak gadis ini, begitu pula ketika turun dari menara. Seperti pepatah mengatakan "dari mata rurun ke hati", begitulah saking seringnya memandang, hati sang muazin pun mulai terpaut akan paras cantik anak gadis ini. Bahkan saat azan yang diucapkan di mulut Allahuakbar-Allahuakbar, tapi hatinya malah khusyu memikirkan anak gadis itu.
Karena sudah tidak tahan lagi, maka sang muazin ini pun nekad mendatangi rumah si anak gadis tersebut dengan tujuan untuk melamarnya. Hanya sayang, orang tua si anak gadis menolak dengan mentah-mentah, apalagi jika anaknya harus pindah keyakinan karena mengikuti agama calon suaminya, sang muazin yang beragama Islam itu. "Selama engkau masih memeluk Islam sebagai agamamu, tidak akan pernah aku ijinkan anakku menjadi istrimu" ujar si Bapak, seolah-olah memberi syarat agar sang muazin ini mau masuk agama keluarganya terlebih dulu.
Berpikir keraslah sang muazin ini, hanya sayang, saking ngebetnya pada gadis ini, pikirannya seakan sudah tidak mampu lagi berpikir jernih. Hingga akhirnya di hatinya terbersit suatu niat, "Ya ALLOH saya ini telah bertahun-tahun azan untuk mengingatkan dan mengajak manusia menyembah-Mu. Aku yakin Engkau telah menyaksikan itu dan telah pula memberikan balasan pahala yang setimpal. Tetapi saat ini aku mohon beberapa saat saja ya ALLOH, aku akan berpura-pura masuk agama keluarga si anak gadis ini, setelah menikahinya aku berjanji akan kembali masuk Islam". Baru saja dalam hatinya terbersit niat seperti itu, dia terpeleset jatuh dari tangga menara mesjid yang cukup tinggi itu. Akhirnya sang muazin pun meninggal dalam keadaan murtad dan suul khatimah.
***
Kalau kita simak dengan seksama uraian-uraian kisah di atas, nampaklah bahwa salah satu hikmah yang dapat kita ambil darinya adalah jikalau kita sedang berbuat kurang bermanfaat bahkan zhalim, maka salah satu teknik mengeremnya adalah dengan 'mengingat mati'. Bagaimana kalau kita tiba-tiba meninggal, padahal kita sedang berbuat maksiat, zhalim, atau aniaya? Tidak takutkah kita mati suul khatimah? Naudzhubillah. Ternyata ingat mati menjadi bagian yang sangat penting setelah doa dan ikhtiar kita dalam memelihara iman di relung kalbu ini. Artinya kalau ingin meninggal dalam keadaan khusnul khatimah, maka selalulah ingat mati.
Dalam hal ini Rasulullah SAW telah mengingatkan para sahabatnya untuk selalu mengingat kematian. Dikisahkan pada suatu hari Rasulullah keluar menuju mesjid. Tiba-tiba beliau mendapati suatu kaum yangsedang mengobrol dan tertawa. Maka beliau bersabda, "Ingatlah kematian. Demi Zat yang nyawaku berada dalam kekuasaan-Nya, kalau kamu mengetahui apa yang aku ketahui, niscaya kamu akan tertawa sedikit dan banyak menangis."
Dan ternyata ingat mati itu efektif membuat kita seakan punya rem yang kokoh dari berbuat dosa dan aniaya. Akibatnya dimana saja dan kapan saja kita akan senantiasa terarahkan untuk melakukan segala sesuatu hanya yang bermanfaat. Begitupun ketika misalnya, mendengarkan musik ataupun nyanyian, yang didengarkan pasti hanya yang bermanfaat saja, seperti nasyid-nasyid Islami atau bahkan bacaan Al Quran yang mengingatkan kita kepada ALLOH Azza wa Jalla. Sehingga kalaupun malaikat Izrail datang menjemput saat itu, alhamdulillah kita sedang dalam kondisi ingat kepada ALLOH. Inilah khusnul khatimah.
Bahkan kalau kita lihat para arifin dan salafus shalih senantiasa mengingat kematian, seumpama seorang pemuda yang menunggu kekasihnya. Dan seorang kekasih tidak pernah melupakan janji kekasihnya. Diriwayatkan dari sahabat Hudzaifah r.a. bahwa ketika kematian menjemputnya, ia berkata, "Kekasih datang dalam keadaan miskin. Tiadalah beruntung siapa yang menyesali kedatangannya. Ya ALLOH, jika Engkau tahu bahwa kefakiran lebih aku sukai daripada kaya, sakit lebih aku sukai daripada sehat, dan kematian lebih aku sukai daripada kehidupan, maka mudahkanlah bagiku kematian sehingga aku menemui-Mu."
Akhirnya, semoga kita digolongkan ALLOH SWT menjadi orang yang beroleh karunia khusnul khatimah. Amin! ***




Bila Orang Lain Berbuat Salah


KH. Abdullah Gymnastiar
Orang yang pasti tidak nyaman dalam keluarga, orang yang pasti tidak tentram dalam bertetangga, orang yang pasti tidak nikmat dalam bekerja adalah orang-orang yang paling busuk hatinya. Yakinlah, bahwa semakin hati penuh kesombongan, semakin hati suka pamer, ria, penuh kedengkian, kebencian, akan habislah seluruh waktu produktif kita hanya untuk meladeni kebusukan hati ini. Dan sungguh sangat berbahagia bagi orang-orang yang berhati bersih, lapang, jernih, dan lurus, karena memang suasana hidup tergantung suasana hati. Di dalam penjara bagi orang yang berhati lapang tidak jadi masalah. Sebaliknya, hidup di tanah lapang tapi jikalau hatinya terpenjara, tetap akan jadi masalah.
Salah satu yang harus dilakukan agar seseorang terampil bening hati adalah kemampuan menyikapi ketika orang lain berbuat salah. Sebab, istri kita akan berbuat salah, anak kita akan berbuat salah, tetangga kita akan berbuat salah, teman kantor kita akan berbuat salah, atasan di kantor kita akan berbuat salah karena memang mereka bukan malaikat. Namun sebenarnya yang jadi masalah bukan hanya kesalahannya, yang jadi masalah adalah bagaimana kita menyikapi kesalahan orang lain.
Sebetulnya sederhana sekali tekniknya, tekniknya adalah tanya pada diri, apa sih yang paling diinginkan dari sikap orang lain pada diri kita ketika kita berbuat salah ?! Kita sangat berharap agar orang lain tidak murka kepada kita. Kita berharap agar orang lain bisa memberitahu kesalahan kita dengan cara bijaksana. Kita berharap agar orang lain bisa bersikap santun dalam menikapi kesalahan kita. Kita sangat tidak ingin orang lain marah besar atau bahkan mempermalukan kita di depan umum. Kalaupun hukuman dijatuhkan, kita ingin agar hukuman itu dijatuhkan dengan adil dan penuh etika. Kita ingin diberik kesempatan untuk memperbaiki diri. Kita juga ingin disemangati agar bisa berubah. Nah, kalau keinginan-keinginan ini ada pada diri kita, mengapa ketika orang lain berbuat salah, kita malah mencaci maki, menghina, memvonis, memarahi, bahkan tidak jarang kita mendzalimi ?!
Ah, Sahabat. Seharusnya ketika ada orang lain berbuat salah, apalagi posisi kita sebagai seorang pemimpin, maka yang harus kita lakukan adalah dengan bersikap sabar pangkat tiga. Sabar, sabar, dan sabar. Artinya, kalau kita jadi pemimpin, dalam skala apapun, kita harus siap untuk dikecewakan. Mengapa? Karena yang dipimpin, dalam skala apapun, kita harus siap untuk dikecewakan. Mengapa ? Karena yang dipimpin kualitas pribadinya belum tentu sesuai dengan yang memimpin. Maka, seorang pemimpin yang tidak siap dikecewakan dia tidak akan siap memimpin.
Oleh karena itu, andaikata ada orang melakukan kesalahan, maka sikap mental kita, pertama, kita harus tanya apakah orang berbuat salah ini tahu atau tidak bahwa dirinya salah ? Kenapa ada orang yang berbuat salah dan dia tidak mengerti apakah itu suatu kesalahan atau bukan. Contoh yang sederhana, ada seorang wanita dari desa yang dibawa ke kota untuk bekerja sebagai pembantu rumah tangga. Ketika hari-hari pertama bekerja, dia sama sekali tidak merasa bersalah ketika kran-kran air di kamar mandi, toilet, wastafel, tidak dimatikan sehingga meluber terbuang percuma, mengapa ? Karena di desanya pancuran air untuk mandi tidak ada yang pakai kran, di desanya tidak ada aturan penghematan air, di desanya juga tidak ada kewajiban membayar biaya pemakaian air ke PDAM, sebab di desanya air masih begitu melimpah ruah. Tata nilai yang berbeda membuat pandangan akan suatu kesalahan pun berbeda. Jadi, kalau ada orang yang berbuat salah, tanya dululah, dia tahu tidak bahwa ini sebuah kesalahan.
Lalu, kalau dia belum tahu kesalahannya, maka kita harus memberi tahu, bukannya malah memarahi, memaki, dan bahkan mendzalimi. Bagaimana mungkin kita memarahi orang yang belum tahu bahwa dirinya salah, seperti halnya, bagaimana mungkin kita memarahi anak kecil yang belum tahu tata nilai perilaku orang dewasa seumur kita ? Misal, di rumah ada pembantu yang umurnya baru 24 tahun, sedangkan kita umurnya 48 tahun, hampir separuhnya. Bagaimana mungkin kita menginginkan orang lain sekualitas kita, sama kemampuannya dengan kita, sedangkan kita berbuat begini saja sudah rentang ilmu begitu panjang yang kita pelajari, sudah rentang pengalaman begitu panjang pula yang kita lalui.
Sebuah pengalaman, dulu ketika pulang sehabis diopname beberapa hari di rumah sakit karena diuji dengan sakit. Saat tiba di rumah, ada kabar tidak enak, yaitu omzet toko milik pesantren menurun drastis! Meledaklah kemarahan, "Kenapa ini santri bekerja kok enggak sungguh-sungguh ? Lihat akibatnya, kita semua jadi rugi! Pimpinan sakit harusnya berjuang mati-matian!".
Tapi alhamdulillah, istri mengingatkan, "Sekarang ini Aa umur 32 tahun, santri yang jaga umurnya 18 tahun. Bedanya saja 14 tahun, bagaimana mungkin kita mengharapkan orang lain melakukan seperti apa yang mampu kita lakukan saat ini, sementara dia ilmunya, kemampuannya, dan juga pengalamannya masih terbatas?! Mungkin dia sudah melakukan yang terbaik untuk seusianya. Bandingkan dengan kita pada usia yang sama, bisa jadi ketika kita berumur 18 tahun, mungkin kita belum mampu untuk jaga toko". Subhanallah, pertolongan ALLAH datang dari mana saja. Oleh karena itu, kalau melihat orang lain berbuat salah, lihat dululah, apakah dia ini tahu atau tidak bahwa yang dilakukannya ini suatu kesalahan. Kalau toh dia belum tahu bukannya malah dimarahi, tapi diberi tahu kesalahannya, "De', ini salah, harusnya begini".
Maka tahap pertama adalah memberitahu orang yang berbuat salah dari tidak tahu kesalahannya menjadi tahu dimana letak kesalahan dirinya. Selalu kita bantu orang lain mengetahui kesalahannya.
Tahap kedua, kita bantu orang tersebut mengetahui jalan keluarnya, karena ada orang yang tahi itu suatu masalah, tapi dia tidak tahu harus bagaimana menyelesaikannya? Maka, posisi kita adalah membantu orang yang berbuat salah mengetahui jalan keluarnya. Hal yang menarik, ketika dulu zaman pesantren masih sederhana, ketika masih berupa kost-kostan mahasiswa, muncul suata masalah di kamar paling pojok yang dihuni seorang santri mahasiswi, yaitu seringnya bocor ketika hujan turun, "Wah, ini massalah nih, tiap hujan kok bocor lagi, bocor lagi". Dia tahu ini masalah, tapi dia tidak tahu bagaimana cara mengatasinya. Kita harus bantu, tapi bantuan kita yang paling bagus adalah bukan menyelesaikan masalah, tapi membantu dia supaya bisa menyelesaikan masalahnya. Sebab, bantuan itu ada yang langsung menyelesaikan masalah, namun kelemahan bantuan ini, yaitu ketika kita membantu orang dan kita menyelesaikannya, ujungnya orang ini akan nyantel terus, ia akan punya ketergantungan kepada kita, dan yang lebih berbahaya lagi kita akan membunuh kreatifitasnya dalam menyelesaikan suatu masalah. Bantuan yang terbaik adalah memberikan masukan bagaimana cara memperbaiki kesalahan.
Dan tahap yang ketiga adalah membantu orang yang berbuat salah agar tetap bersemangat dalam memperbaiki kesalahan dirinya. Ini lebih menyelesaikan masalah daripada mencaci, memaki, menghina, mempermalukan, karena apa? Karena anak kita adalah bagian dari diri kita, istri kita adalah bagian dari keluarga kita, saudara-saudara kita adalah bagian dari khazanah kebersamaan kita, kenapa kita harus penuh kebencian, kedengkian, menebar kejelekan, ngomongin kejelekan, apalagi dengan ditambah-tambah, dibeberkan aib-aibnya, bagaimana ini ? Lalu, apa yang berharga pada diri kita ? Padahal, justru kalau kita melihat orang lain salah, maka posisi kita adalah ikut membantu memperbaiki kesalahannya.
Nah, Sahabat. Selalulah yang kita lakukan adalah berusaha membantu agar orang yang berbuat salah mampu menyelesaikan masalah yang dihadapinya. Membantu orang yang berbuat salah mengetahui bahwa yang dilakukannya adalah suatu kesalahan. Membantu orang yang berbuat salah agar ia tahu bagaimana cara memperbaiki kesalahannya. Dan membantu orang yang berbuat salah agar tetap bersemangat dalam memperbaiki kesalahan dirinya.
Melihat orang yang belum shalat, justru harus kita bantu dengan mengingatkan dia tentang pentingnnya shalat, membantu mengajarinya tata cara shalat yang benar, membantu dengan mengajaknya supaya dia tetap bersemangat untuk melaksanakan shalat secara istiqamah. Lihat pemabuk, justru harus kita bantu supaya pemabuk itu mengenal bahayanya mabuk, membantu mengenal bagaimana cara menghentikan aktivitas mabuk. Artinya, selalulah posisikan diri kita dalam posisi siap membantu. Walhasil, orang-orang yang pola pikirnya selalu rindu untuk membantu memperbaiki kesalahan orang lain, dia tidak akan pernah benci kepada siapapun. Tentu saja ini lebih baik, dibanding orang yang hanya bisa meremehkan, mencela, menghina, dan mencaci. Padahal orang lain berbuat kesalahan, dan kita pun sebenarnya gudang kesalahan.
kesalahan.
 


Bila Hati Bercahaya
K.H. Abdullah Gymnastiar


Adakah diantara kita yang merasa mencapai sukses hidup karena telah berhasil meraih segalanya : harta, gelar, pangkat, jabatan, dan kedudukan yang telah menggenggam seluruh isi dunia ini? Marilah kita kaji ulang, seberapa besar sebenarnya nilai dari apa-apa yang telah kita raih selama ini.
Di sebuah harian pernah diberitakan tentang penemuan baru berupa teropong yang diberi nama telescope Hubble. Dengan teropong ini berhasil ditemukan sebanyak lima milyar gugusan galaksi. Padahal yang telah kita ketahui selama ini adalah suatu gugusan bernama galaksi bimasakti, yang di dalamnya terdapat planet-planet yang membuat takjub siapa pun yang mencoba bersungguh-sungguh mempelajarinya. Matahari saja merupakan salah satu planet yang sangat kecil, yang berada dalam gugusan galaksi di dalam tata surya kita. Nah, apalagi planet bumi ini sendiri yang besarnya hanya satu noktah. Sungguh tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan lima milyar gugusan galaksi tersebut. Sungguh alangkah dahsyatnya.
Sayangnya, seringkali orang yang merasa telah berhasil meraih segala apapun yang dirindukannya di bumi ini – dan dengan demikian merasa telah sukses – suka tergelincir hanya mempergauli dunianya saja. Akibatnya, keberadaannya membuat ia bangga dan pongah, tetapi ketiadaannya serta merta membuat lahir batinnya sengsara dan tersiksa. Manakala berhasil mencapai apa yang diinginkannya, ia merasa semua itu hasil usaha dan kerja kerasnya semata, sedangkan ketika gagal mendapatkannya, ia pun serta merta merasa diri sial. Bahkan tidak jarang kesialannya itu ditimpakan atau dicarikan kambing hitamnya pada orang lain.
Orang semacam ini tentu telah lupa bahwa apapun yang diinginkannya dan diusahakan oleh manusia sangat tergantung pada izin Allah Azza wa Jalla. Mati-matian ia berjuang mengejar apa-apa yang dinginkannya, pasti tidak akan dapat dicapai tanpa izin-Nya. Laa haula walaa quwwata illaabillaah! Begitulah kalau orang hanya bergaul, dengan dunia yang ternyata tidak ada apa-apanya ini.
Padahal, seharusnya kita bergaul hanya dengan Allah Azza wa Jalla, Zat yang Maha Menguasai jagat raya, sehingga hati kita tidak akan pernah galau oleh dunia yang kecil mungil ini. Laa khaufun alaihim walaa hum yahjanuun! Samasekali tidak ada kecemasan dalam menghadapi urusan apapun di dunia ini. Semua ini tidak lain karena hatinya selalu sibuk dengan Dia, Zat Pemilik Alam Semesta yang begitu hebat dan dahsyat.
Sikap inilah sesungguhnya yang harus senantiasa kita latih dalam mempergauli kehidupan di dunia ini. Tubuh lekat dengan dunia, tetapi jangan biarkan hati turut lekat dengannya. Ada dan tiadanya segala perkara dunia ini di sisi kita jangan sekali-kali membuat hati goyah karena toh sama pahalanya di sisi Allah. Sekali hati ini lekat dengan dunia, maka adanya akan membuat bangga, sedangkan tiadanya akan membuat kita terluka. Ini berarti kita akan sengsara karenanya, karena ada dan tiada itu akan terus menerus terjadi.
Betapa tidak! Tabiat dunia itu senantisa dipergilirkan. Datang, tertahan, diambil. Mudah, susah. Sehat, sakit. Dipuji, dicaci. Dihormati, direndahkan. Semuanya terjadi silih berganti. Nah, kalau hati kita hanya akrab dengan kejadian-kejadian seperti itu tanpa krab dengan Zat pemilik kejadiannya, maka letihlah hidup kita.
Lain halnya kalau hati kita selalu bersama Allah. Perubahan apa saja dalam episode kehidupan dunia tidak akan ada satu pun yang merugikan kita. Artinya, memang kita harus terus menerus meningkatkan mutu pengenalan kita kepada Allah Azza wa Jalla.
Di antara yang penting yang kita perhatikan sekiranya ingin dicintai Allah adalah bahwa kita harus zuhud terhadap dunia ini. Rasulullah SAW pernah bersabda, "Barangsiapa yang zuhud terhadap dunia, niscaya Allah mencintainya, dan barangsiapa yang zuhud terhadap apa yang ada di tangan manusia, niscaya manusia mencintainya."
Zuhud terhadap dunia bukan berarti tidak mempunyai hal-hal yang bersifat duniawi, melainkan kita lebih yakin dengan apa yang ada di sisi Allah daripada apa yang ada di tangan kita. Bagi orang-orang yang zuhud terhadap dunia, sebanyak apapun yang dimiliki sama sekali tidak akan membuat hati merasa tentram karena ketentraman itu hanyalah apa-apa yang ada di sisi Allah.
Rasulullah SAW bersabda, "Melakukan zuhud dalam kehidupan di dunia bukanlah dengan mengharamkan yang halal dan bukan pula memboroskan kekayaan. Zuhud terhadap kehidupan dunia itu ialah tidak menganggap apa yang ada pada dirimu lebih pasti daripada apa yang ada pada Allah." (HR. Ahmad, Mauqufan)
Andaikata kita merasa lebih tentram dengan sejumlah tabungan di bank, maka berarti kita belum zuhud. Seberapa besar pun uang tabungan kita, seharusnya kita lebih merasa tentram dengan jaminan Allah. Ini dikarenakan apapun yang kita miliki belum tentu menjadi rizki kita kalau tidak ada izin Allah.
Sekiranya kita memiliki orang tua atau sahabat yang memiliki kedudukan tertentu, hendaknya kita tidak sampai merasa tentram dengan jaminan mereka atau siapa pun. Karena, semua itu tidak akan datang kepada kita, kecuali dengan izin Allah.
Orang yang zuhud terhadap dunia melihat apapun yang dimilikinya tidak menjadi jaminan. Ia lebih suka dengan jaminan Allah karena walaupun tidak tampak dan tidak tertulis, tetapi Dia Mahatahu akan segala kebutuhan kita.jangan ukur kemuliaan seseorang dengan adanya dunia di genggamannya. Sebaliknya jangan pula meremehkan seseorang karena ia tidak memiliki apa-apa. Kalau kita tidak menghormati seseorang karena ia tidak memiliki apa-apa. Kalau kita menghormati seseorang karena kedudukan dan kekayaannya, kalau meremehkan seseorang karena ia papa dan jelata, maka ini berarti kita sudah mulai cinta dunia. Akibatnya akan susah hati ini bercahaya disisi Allah.
Mengapa demikian? Karena, hati kita akan dihinggapi sifat sombong dan takabur dengan selalu mudah membeda-bedakan teman atau seseorang yang datang kepada kita. Padahal siapa tahu Allah mendatangkan seseorang yang sederhana itu sebagai isyarat bahwa Dia akan menurunkan pertolongan-Nya kepada kita.
Hendaknya dari sekarang mulai diubah sistem kalkulasi kita atas keuntungan-keuntungan. Ketika hendak membeli suatu barang dan kita tahu harga barang tersebut di supermarket lebih murah ketimbang membelinya pada seorang ibu tua yang berjualan dengan bakul sederhananya, sehingga kita mersa perlu untuk menawarnya dengan harga serendah mungkin, maka mulailah merasa beruntung jikalau kita menguntungkan ibu tua berimbang kita mendapatkan untung darinya. Artinya, pilihan membeli tentu akan lebih baik jatuh padanya dan dengan harga yang ditawarkannya daripada membelinya ke supermarket. Walhasil, keuntungan bagi kita justru ketika kita bisa memberikan sesuatu kepada orang lain.
Lain halnya dengan keuntungan diuniawi. Keuntungan semacam ini baru terasa ketika mendapatkan sesuatu dari orang lain. Sedangkan arti keuntungan bagi kita adalah ketika bisa memberi lebih daripada yang diberikan oleh orang lain. Jelas, akan sangat lain nilai kepuasan batinnya juga.
Bagi orang-orang yang cinta dunia, tampak sekali bahwa keuntungan bagi dirinya adalah ketika ia dihormati, disegani, dipuji, dan dimuliakan. Akan tetapi, bagi orang-orang yang sangat merindukan kedudukan di sisi Allah, justru kelezatan menikmati keuntungan itu ketika berhasil dengan ikhlas menghargai, memuliakan, dan menolong orang lain. Cukup ini saja! Perkara berterima kasih atau tidak, itu samasekali bukan urusan kita. Dapatnya kita menghargai, memuliakan, dan menolong orang lain pun sudah merupakan keberuntungan yang sangat luar biasa.
Sungguh sangat lain bagi ahli dunia, yang segalanya serba kalkulasi, balas membalas, serta ada imbalan atau tidak ada imbalan. Karenanya, tidak usah heran kalau para ahli dunia itu akan banyak letih karena hari-harinya selalu penuh dengan tuntutan dan penghargaan, pujian, dan lain sebagainya, dari orang lain. Terkadang untuk mendapatkan semua itu ia merekayasa perkataan, penampilan, dan banyak hal demi untuk meraih penghargaan.
Bagi ahli zuhud tidaklah demikian. Yang penting kita buat tatanan kehidupan ini seproporsional mungkin, dengan menghargai, memuliakan, dan membantu orang lain tanpa mengharapkan imbalan apapun. Inilah keuntungan-keuntungan bagi ahli-ahli zuhud. Lebih merasa aman dan menyukai apa-apa yang terbaik di sisi Allah daripada apa yang didapatkan dari selain Dia.
Walhasil, siapapun yang merindukan hatinya bercahaya karena senantiasa dicahayai oleh nuur dari sisi Allah, hendaknya ia berjuang sekuat-kuatnya untuk mengubah diri, mengubah sikap hidup, menjadi orang yang tidak cinta dunia, sehingga jadilah ia ahli zuhud.
"Adakalanya nuur Illahi itu turun kepadamu", tulis Syaikh Ibnu Atho’illah dalam kitabnya, Al Hikam, "tetapi ternyata hatimu penuh dengan keduniaan, sehingga kembalilah nuur itu ke tempatnya semula. Oleh sebab itu, kosongkanlah hatimu dari segala sesuatu selain Allah, niscaya Allah akan memenuhinya dengan ma’rifat dan rahasia-rahasia."
Subhanallaah, sungguh akan merasakan hakikat kelezatan hidup di dunia ini, yang sangat luar biasa, siapapun yang hatinya telah dipenuhi dengan cahaya dari sisi Allah Azza wa Jalla. "Cahaya di atas cahaya. Allah membimbing (seorang hamba) kepada cahaya-Nya siapa yang Dia kehendaki ..." (QS. An Nuur [24] : 35).




BILA DIRI SEMPIT HATI


KH. Abdullah Gymnastiar
Semoga ALLAH SWT senantiasa memberikan kepada kita hati yang lapang, yang jernih, karena ternyata berat sekali menghadapi hidup dengan hati yang sempit.
Hati yang lapang dapat diibaratkan sebuah lapangan yang luas membentang, walaupun ada anjing, ada ular, ada kalajengking, dan ada aneka binatang buas lainnya, pastilah lapangan akan tetap luas. Aneka binatang buas yang ada malah makin nampak kecil dibandingkan dengan luasnya lapangan. Sebaliknya, hati yang sempit dapat diibaratkan ketika kita berada di sebuah kamar mandi yang sempit, baru berdua dengan tikus saja, pasti jadi masalah. Belum lagi jika dimasukkan anjing, singa, atau harimau yang sedang lapar, pastilah akan lebih bermasalah lagi.
Entah mengapa kita sering terjebak dalam pikiran yang membuat hari-hari kita menjadi hari-hari yang tidak nyaman, yang membuat pikiran kita menjadi keruh, penuh rencana-rencana buruk. Waktu demi waktu yang dilalui sering kali diwarnai kondisi hati yang mendidih, bergolak, penuh ketidaksukaan, terkadang kebencian, bahkan lagi dendam kesumat. Capek rasanya. Menjelang tidur, otak berpikir keras menyusun rencana bagaimana memuntahkan kebencian dan kedendaman yang ada di lubuk hatinya agar habis tandas terpuaskan kepada yang dibencinya. Hari-harinya adalah hari uring-uringan makan tak enak, tidur tak nyenyak dikarenakan seluruh konsentrasi dan energinya difokuskan untuk memuaskan rasa bencinya ini.
Ah, sahabat. Sungguh alangkah menderitanya orang-orang yang disiksa oleh kesempitan hati. Dia akan mudah sekali tersinggung, dan kalau sudah tersinggung seakan-akan tidak termaafkan, kecuali sudah terpuaskan dengan melihat orang yang menyinggungnya menderita, sengsara, atau tidak berdaya.
Seringkali kita dengar orang-orang yang dililit derita akibat rasa bencinya. Padahal ternyata yang dicontohkan para rosul, para nabi, para ulama yang ikhlas, orang-orang yang berjiwa besar, bukanlah mencontohkan mendendam, membenci atau busuk hati. Yang dicontohkan mereka justru pribadi-pribadi yang berdiri kokoh bagai tembok, tegar, sama sekali tidak terpancing oleh caci maki, cemooh, benci, dendam, dan perilaku-perilaku rendah lainnya. Sungguh, pribadinya bagai pohon yang akarnya menghunjam ke dalam tanah, begitu kokoh dan kuat, hingga diterpa badai dan diterjang topan sekalipun, tetap mantap tak bergeming.
Tapi orang-orang yang lemah, hanya dengan perkara-perkara remeh sekalipun, sudah panik, amarah membara, dan dendam kesumat. Walaupun non muslim, kita bisa mengambil pelajaran dari Abraham Lincoln (mantan Presiden Amerika). Dia bila memilih pejabat tidak pernah memusingkan kalau pejabat yang dipilihnya itu suka atau tidak pada dirinya, yang dia pikirkan adalah apakah pejabat itu bisa melaksanakan tugas dengan baik atau tidak. Beberapa orang kawan dan lawan politiknya tentu saja memanfaatkan moment ini untuk menghina, mencela, dan bahkan menjatuhkannya, tapi ia terus tidak bergeming bahkan berkata dengan arifnya,
"Kita ini adalah anak-anak dari keadaan, walau kita berbuat kebaikan bagaimanapun juga, tetap saja akan ada orang yang mencela dan menghina. Karena pencelaan, penghinaan bukan selamanya karena kita ini tercela atau terhina. Pastilah dalam kehidupan ini ada saja manusia yang suka menghina dan mencela".
Jadi, ia tidak pusing dengan hinaan dan celaan orang lain. Nabi Muhammad, SAW, manusia yang sempurna, tetap saja pernah dihina, dicela, dan dilecehkan. Bagaimana mungkin model kita ini, tidak ada yang menghina ? Padahal kita ini hina betulan.
Ingatlah bahwa hidup kita di dunia ini hanya satu kali, sebentar dan belum tentu panjang umur, amat rugi jikalau kita tidak bisa menjaga suasana hati ini. Camkanlah bahwa kekayaan yang paling mahal dalam mengarungi kehidupan ini adalah suasana hati kita ini. Walaupun rumah kita sempit, tapi kalau hati kita 'plooong' lapang akan terasa luas. Walaupun tubuh kita sakit, tapi kalau hati kita ceria, sehat, akan terasa enak. Walaupun badan kita lemes, tapi kalau hati kita tegar, akan terasa mantap. Walaupun mobil kita merek murahan, motor kita modelnya sederhana, tapi kalau hati kita indah, akan tetap terhormat. Walaupun kulit kita kehitam-hitaman, tapi kalau batinnya jelita, akan tetap mulia. Sebaliknya, apa artinya rumah yang lapang kalau hatinya sempit?! Apa artinya Fried Chicken, Burger, Hoka-hoka Bento, dan segala makanan enak lainnya, kalau hati sedang membara ?! Apa artinya raungan ber-AC kalau hati mendidih ?! Apa artinya mobil BMW, kalau hatinya bangsat ?!
Lalu, bagaimana cara kita mengatasi perasaan-perasaan seperti ini ? Yang pertama harus kita kondisikan dalam hati ini adalah kita harus sangat siap untuk terkecewakan, karena hidup ini tidak akan selamanya sesuai dengan keinginan kita. Artinya, kita harus siap oleh situasi dan kondisi apapun, tidak boleh kita hanya siap dengan situasi yang enak saja. Kita harus sangat siap dengan situasi dan kondisi sesulit, sepahit dan setidak enak apapun. Seperti pepatah mengatakan, 'sedia payung sebelum hujan'. Artinya, hujan atau tidak hujan kita siap.
Hal kedua yang harus kita lakukan kalau toh ada orang yang mengecewakan kita, adalah dengan jangan terlalu ambil pusing, sebab kita akan jadi rugi oleh pikiran kita sendiri. Sudah lupakan saja. Yang membagikan rizki adalah ALLAH, yang mengangkat derajat adalah ALLAH, yang menghinakan juga ALLAH. Apa perlunya kita pusing dengan omongan orang, sampai 'doer' itu bibir menghina kita, sungguh tidak akan kurang permberian ALLAH kepada kita. Mati-matian ia menghina, yakinlah kita tidak akan hina dengan penghinaan orang. Kita itu hina karena kelakuan hina kita sendiri.
Nabi SAW, dihina, tapi toh tetap cemerlang bagai intan mutiara. Sedangkan yang menghinanya, Abu Jahal sengsara. Salman Rushdie ngumpet tidak bisa kemana-mana, Permadi, Arswendo Atmowiloto masuk penjara. Siapa yang menabur angin akan menuai badai. Dikisahkan ketika Nabi Isa as dihina, ia tetap senyum, tenang, dan mantap, tidak sedikitpun ia menjawab atau membalas dengan kata-kata kotor mengiris tajam seperti yang diucapkan si penghinanya. Ketika ditanya oleh sahabat-sahabatnya, "Ya Rabi (Guru), kenapa engkau tidak menjawab dengan kata-kata yang sama ketika engkau dihina, malah Baginda menjawab dengan kebaikan ?" Nabi Isa as, menjawab : "Karena setiap orang akan menafkahkan apa yang dimilikinya. Kalau kita memiliki keburukan, maka yang kita nafkahkan adalah keburukan, kalau yang kita miliki kemuliaan, maka yang kita nafkahkan juga kata-kata yang mulia."
Sungguh, seseorang itu akan menafkahkan apa-apa yang dimilikinya. Ketika Ahnaf bin Qais dimaki-maki seseorang menjelang masuk ke kampungnya, "Hai kamu bodoh, gila, kurang ajar!", Ahnaf bin Qais malah menjawab, "Sudah ? Masih ada yang lain yang akan disampaikan ? Sebentar lagi saya masuk ke kampung Saya, kalau nanti di dengar oleh orang-orang sekampung, mungkin nanti mereka akan dan mengeroyokmu. Ayo, kalau masih ada yang disampaikan, sampaikanlah sekarang !".
Dikisahkan pula di zaman sahabat, ada seseorang yang marah-marah kepada seorang sahabat nabi, "Silahkan kalau kamu ngomong lima patah kata, saya akan jawab dengan 10 patah kata. Kamu ngomong satu kalimat, saya akan ngomong sepuluh kalimat". Lalu dijawab dengan mantap oleh sahabat ini, "Kalau engkau ngomong sepuluh kata, saya tidak akan ngomong satu patah kata pun".
Oleh karena itu, jangan ambil pusing, janga dipikirin. Dale Carnegie, dalam sebuah bukunya mengisahkan tentang seekor beruang kutup yang ganas sekali, selalu main pukul, ada pohon kecil dicerabut, tumbang dan dihancurkan. Di tengah amukannya, tiba-tiba ada ada seekor binatang kecil yang lewat di depannya. Anehnya, tidak ia hantam, sehingga mungkin terlintas dalam benak si beruang ini, "Ah, apa perlunya menghantam yang kecil-kecil, yang tidak sebanding, yang tidak merugikan kepentingan kita".
Percayalah, makin mudah kita tersinggung, apalagi hanya dengan hal-hal yang sepele, akan makin sengsara hidup ini. Padahal, mau apa hidup pakai sengsara, karena justru kita harus menjadikan orang-orang yang menyakiti kita sebagai ladang amal, karena kalau tidak ada yang menghina, menganiaya, atau menyakiti, kapan kita bisa memaafkan ?
Nah sahabat. Justru karena ada lawan, ada yang menghina, ada yang menyakiti kita bisa memaafkan. Kalau dia masih muda, anggap saja mungkin dia belum tahu bagaimana bersikap kepada yang tua, daripada sebel kepadanya. Kalau dia masih kanak-kanak, pahami bahwa tata nilai kita dengan dia berbeda, mana mungkin kita tersinggung oleh anak kecil. Kalau ada orang tua yang memarahi kita, jangan tersinggung, mungkin dia khilaf, karena terlalu tuanyua. Yang pasti makin kita pemaaf, makin kita berhati lapang, makin bisa memahami orang lain, maka akan makin aman dan tenteramlah hidup kita ini, subhanallah.




Bersandar Hanya kepada Allah
K.H. Abdullah Gymnastiar


Tiada keberuntungan yang sangat besar dalam hidup ini, kecuali orang yang tidak memiliki sandaran, selain bersandar kepada Allah. Dengan meyakini bahwa memang Allah-lah yang menguasai segala-galanya; mutlak, tidak ada satu celah pun yang luput dari kekuasaan Allah, tidak ada satu noktah sekecil apapun yang luput dari genggaman Allah. Total, sempurna, segala-galanya Allah yang membuat, Allah yang mengurus, Allah yang menguasai.
Adapun kita, manusia, diberi kebebasan untuk memilih, "Faalhamaha fujuraha wataqwaaha", "Dan sudah diilhamkan di hati manusia untuk memilih mana kebaikan dan mana keburukan". Potensi baik dan potensi buruk telah diberikan, kita tinggal memilih mana yang akan kita kembangkan dalam hidup ini. Oleh karena itu, jangan salahkan siapapun andaikata kita termasuk berkelakuan buruk dan terpuruk, kecuali dirinyalah yang memilih menjadi buruk, naudzubillah.
Sedangkan keberuntungan bagi orang-orang yang bersandarnya kepada Allah mengakibatkan dunia ini, atau siapapun, terlampau kecil untuk menjadi sandaran baginya. Sebab, seseorang yang bersandar pada sebuah tiang akan sangat takut tiangnya diambil, karena dia akan terguling, akan terjatuh. Bersandar kepada sebuah kursi, takut kursinya diambil. Begitulah orang-orang yang panik dalam kehidupan ini karena dia bersandar kepada kedudukannya, bersandar kepada hartanya, bersandar kepada penghasilannya, bersandar kepada kekuatan fisiknya, bersandar kepada depositonya, atau sandaran-sandaran yang lainnya.
Padahal, semua yang kita sandari sangat mudah bagi Allah (mengatakan ‘sangat mudah’ juga ini terlalu kurang etis), atau akan ‘sangat mudah sekali’ bagi Allah mengambil apa saja yang kita sandari. Namun, andaikata kita hanya bersandar kepada Allah yang menguasai setiap kejadian, "laa khaufun alaihim walahum yahjanun’, kita tidak pernah akan panik, Insya Allah.
Jabatan diambil, tak masalah, karena jaminan dari Allah tidak tergantung jabatan, kedudukan di kantor, di kampus, tapi kedudukan itu malah memperbudak diri kita, bahkan tidak jarang menjerumuskan dan menghinakan kita. kita lihat banyak orang terpuruk hina karena jabatannya. Maka, kalau kita bergantung pada kedudukan atau jabatan, kita akan takut kehilangannya. Akibatnya, kita akan berusaha mati-matian untuk mengamankannya dan terkadang sikap kita jadi jauh dari kearifan.
Tapi bagi orang yang bersandar kepada Allah dengan ikhlas, ‘ya silahkan ... Buat apa bagi saya jabatan, kalau jabatan itu tidak mendekatkan kepada Allah, tidak membuat saya terhormat dalam pandangan Allah?’ tidak apa-apa jabatan kita kecil dalam pandangan manusia, tapi besar dalam pandangan Allah karena kita dapat mempertanggungjawabkannya. Tidak apa-apa kita tidak mendapatkan pujian, penghormatan dari makhluk, tapi mendapat penghormatan yang besar dari Allah SWT. Percayalah walaupun kita punya gaji 10 juta, tidak sulit bagi Allah sehingga kita punya kebutuhan 12 juta. Kita punya gaji 15 juta, tapi oleh Allah diberi penyakit seharga 16 juta, sudah tekor itu.
Oleh karena itu, jangan bersandar kepada gaji atau pula bersandar kepada tabungan. Punya tabungan uang, mudah bagi Allah untuk mengambilnya. Cukup saja dibuat urusan sehingga kita harus mengganti dan lebih besar dari tabungan kita. Demi Allah, tidak ada yang harus kita gantungi selain hanya Allah saja. Punya bapak seorang pejabat, punya kekuasaan, mudah bagi Allah untuk memberikan penyakit yang membuat bapak kita tidak bisa melakukan apapun, sehingga jabatannya harus segera digantikan.
Punya suami gagah perkasa. Begitu kokohnya, lalu kita merasa aman dengan bersandar kepadanya, apa sulitnya bagi Allah membuat sang suami muntaber, akan sangat sulit berkelahi atau beladiri dalam keadaan muntaber. Atau Allah mengirimkan nyamuk Aides Aigepty betina, lalu menggigitnya sehingga terjangkit demam berdarah, maka lemahlah dirinya. Jangankan untuk membela orang lain, membela dirinya sendiri juga sudah sulit, walaupun ia seorang jago beladiri karate.
Otak cerdas, tidak layak membuat kita bergantung pada otak kita. Cukup dengan kepleset menginjak kulit pisang kemudian terjatuh dengan kepala bagian belakang membentur tembok, bisa geger otak, koma, bahkan mati.
Semakin kita bergantung pada sesuatu, semakin diperbudak. Oleh karena itu, para istri jangan terlalu bergantung pada suami. Karena suami bukanlah pemberi rizki, suami hanya salah satu jalan rizki dari Allah, suami setiap saat bisa tidak berdaya. Suami pergi ke kanotr, maka hendaknya istri menitipkannya kepada Allah.
"Wahai Allah, Engkaulah penguasa suami saya. Titip matanya agar terkendali, titip hartanya andai ada jatah rizki yang halal berkah bagi kami, tuntun supaya ia bisa ikhtiar di jalan-Mu, hingga berjumpa dengan keadaan jatah rizkinya yang barokah, tapi kalau tidak ada jatah rizkinya, tolong diadakan ya Allah, karena Engkaulah yang Maha Pembuka dan Penutup rizki, jadikan pekerjaannya menjadi amal shaleh."
Insya Allah suami pergei bekerja di back up oleh do’a sang istri, subhanallah. Sebuah keluarga yang sungguh-sungguh menyandarkan dirinya hanya kepada Allah. "Wamayatawakkalalallah fahuwa hasbu", (QS. At Thalaq [65] : 3). Yang hatinya bulat tanpa ada celah, tanpa ada retak, tanpa ada lubang sedikit pun ; Bulat, total, penuh, hatinya hanya kepada Allah, maka bakal dicukupi segala kebutuhannya. Allah Maha Pencemburu pada hambanya yang bergantung kepada makhluk, apalagi bergantung pada benda-benda mati. Mana mungkin? Sedangkan setiap makhluk ada dalam kekuasaan Allah. "Innallaaha ala kulli sai in kadir".
Oleh karena itu, harus bagi kita untuk terus menerus meminimalkan penggantungan. Karena makin banyak bergantung, siap-siap saja makin banyak kecewa. Sebab yang kita gantungi, "Lahaula wala quwata illa billaah" (tiada daya dan kekuatan yang dimilikinya kecuali atas kehendak Allah). Maka, sudah seharusnya hanya kepada Allah sajalah kita menggantungkan, kita menyandarkan segala sesuatu, dan sekali-kali tidak kepada yang lain, Insya Allah.


Belajar Dari Wajah
K.H. Abdullah Gymnastiar


Menarik sekali jikalau kita terus menerus belajar tentang fenomena apapun yang terjadi dalam hiruk-pikuk kehidupan ini. Tidak ada salahnya kalau kita buat semacam target. Misalnya : hari ini kita belajar tentang wajah. Wajah? Ya, wajah. Karena masalah wajah bukan hanya masalah bentuknya, tapi yang utama adalah pancaran yang tersemburat dari si pemilik wajah tersebut.
Ketika pagi menyingsing, misalnya, tekadkan dalam diri : "Saya ingin tahu wajah yang paling menenteramkan hati itu seperti apa? Wajah yang paling menggelisahkan itu seperti bagaimana?" karena pastilah hari ini kita akan banyak bertemu dengan wajah orang per orang. Ya, karena setiap orang pastilah punya wajah. Wajah irtri, suami, anak, tetangga, teman sekantor, orang di perjalanan, dan lain sebagainya. Nah, ketika kita berjumpa dengan siapapun hari ini, marilah kita belajar ilmu tentang wajah.
Subhanallaah, pastilah kita akan bertemu dengan beraneka macam bentuk wajah. Dan, tiap wajah ternyata dampaknya berbeda-beda kepada kita. Ada yang menenteramkan, ada yang menyejukkan, ada yang menggelikan, ada yang menggelisahkan, dan ada pula yang menakutkan. Lho, kok menakutkan? Kenapa? Apa yang menakutkan karena bentuk hidungnya? Tentu saja tidak! Sebab ada yang hidungnya mungil tapi menenteramkan. Ada yang sorot matanya tajam menghunjam, tapi menyejukkan. Ada yang kulitnya hitam, tapi penuh wibawa.
Pernah suatu ketika berjumpa dengan seorang ulama dari Afrika di Masjidil Haram, subhanallaah, walaupun kulitnya tidak putih, tidak kuning, tetapi ketika memandang wajahnya... sejuk sekali! Senyumnya begitu tulus meresap ke relung qolbu yang paling dalam. Sungguh bagai disiram air sejuk menyegarkan di pagi hari. Ada pula seorang ulama yang tubuhnya mungil, dan diberi karunia kelumpuhan sejak kecil. Namanya Syekh Ahmad Yassin, pemimpin spiritual gerakan Intifadah, Palestina. Ia tidak punya daya, duduknya saja di atas kursi roda. Hanya kepalanya saja yang bergerak. Tapi, saat menatap wajahnya, terpancar kesejukan yang luar biasa. Padahal, beliau jauh dari ketampanan wajah sebagaimana yang dianggap rupawan dalam versi manusia. Tapi, ternyata dibalik kelumpuhannya itu beliau memendam ketenteraman batin yang begitu dahsyat, tergambar saat kita memandang sejuknya pancaran rona wajahnya.
Nah, saudaraku, kalau hari ini kita berhasil menemukan struktur wajah seseorang yang menenteramkan, maka caru tahulah kenapa dia sampai memiliki wajah yang menenteramkan seperti itu. Tentulah, benar-benar kita akan menaruh hormat. Betapa senyumannya yang tulus; pancaran wajahnya, nampak ingin sekali ia membahagiakan siapapun yang menatapnya. Dan sebaliknya, bagaimana kalau kita menatap wajah lain dengan sifat yang berlawanan; (maaf, bukan bermaksud meremehkan) ada pula yang wajahnya bengis, struktur katanya ketus, sorot matanya kejam, senyumannya sinis, dan sikapnya pun tidak ramah. Begitulah, wajah-wajah dari saudara-saudara kita yang lain, yang belum mendapat ilmu; bengis dan ketus. Dan ini pun perlu kita pelajari.
Ambillah kelebihan dari wajah yang menenteramkan, yang menyejukkan tadi menjadi bagian dari wajah kita, dan buang jauh-jauh raut wajah yang tidak ramah, tidak menenteramkan, dan yang tidak menyejukkan.
Tidak ada salahnya jika kita evalusi diri di depan cermin. Tanyalah; raut seperti apakah yang ada di wajah kita ini? Memang ada diantara hamba-hamba Allah yang bibirnya di desain agak berat ke bawah. Kadang-kadang menyangkanya dia kurang senyum, sinis, atau kurang ramah. Subhanallaah, bentuk seperti ini pun karunia Allah yang patut disyukuri dan bisa jadi ladang amal bagi siapapun yang memilikinya untuk berusaha senyum ramah lebih maksimal lagi.
Sedangkan bagi wajah yang untuk seulas senyum itu sudah ada, maka tinggal meningkatkan lagi kualitas senyum tersebut, yaitu untuk lebih ikhlas lagi. Karena senyum di wajah, bukan hanya persoalan menyangkut ujung bibir saja, tapi yang utama adalah, ingin tidak kita membahagiakan orang lain? Ingin tidak kita membuat di sekitar kita tercahayai? Nabi Muhammad SAW, memberikan perhatian yang luar biasa kepada setiap orang yang bertemu dengan beliau sehingga orang itu merasa puas. Kenapa puas? Diriwayatkan bahwa Nabi Muhammad SAW – bila ada orang yang menyapanya – menganggap orang tersebut adalah orang yang paling utama di hadapan beliau. Sesuai kadar kemampuannya.
Walhasil, ketika Nabi SAW berbincang dengan siapapun, maka orang yang diajak berbincang ini senantiasa menjadi curahan perhatian. Tak heran bila cara memandang, cara bersikap, ternyata menjadi atribut kemuliaan yang beliau contohkan. Dan itu ternyata berpengaruh besar terhadap sikap dan perasaan orang yang diajak bicara.
Adapun kemuramdurjaan, ketidakenakkan, kegelisahan itu muncul ternyata diantara akibta kita belum menganggap orang yang ada dihadapan kita orang yang paling utama. Makanya, terkadang kita melihat seseorang itu hanya separuh mata, berbicara hanya separuh perhatian. Misalnya, ketika ada seseorang yang datang menghampiri, kita sapa orang itu sambil baca koran. Padahal, kalau kita sudah tidak mengutamakan orang lain, maka curahan kata-kata, cara memandang, cara bersikap, itu tidak akan punya daya sentuh. Tidak punya daya pancar yang kuat.
Orang karena itu, marilah kita berlatih diri meneliti wajah, tentu saja bukan maksud untuk meremehkan. Tapi, mengambil tauladan wajah yang baik, menghindari yang tidak baiknya, dan cari kuncinya kenapa sampai seperti itu? Lalu praktekkan dalam perilaku kita sehari-hari. Selain itu belajarlah untuk mengutamakan orang lain!
Mudah-mudahan kita dapat mengutamakan orang lain di hadapan kita, walaupun hanya beberapa menit, walaupun hanya beberapa detik, subhanallaah.***


Barokah Shalat Khusyu
K.H. Abdullah Gymnastiar


Hikam:
Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman yaitu orang-orang yang khusyu dalam sholatnya dan orang-orang yang menjauhkan diri dari perbuatan dan perkataan yang tiada berguna. (Al-Quran: Surat Al-Mu`minun )
Rosulullah SAW bersabda : Ilmu yang pertama kali di angkat dari muka bumi ialah kekhusyuan. (HR. At-Tabrani )
Nabi Muhammad SAW dalam sholatnya benar-benar dijadikan keindahan dan terjadi komunikasi yang penuh kerinduan dan keakraban dengan Allah. Ruku, sujudnya panjang, terutama ketika sholat sendiri dimalam hari, terkadang sampai kakinya bengkak tapi bukannya berlebihan, karena ingin memberikan yang terbaik sebagai rasa syukur terhadap Tuhannya. Sholatnya tepat pada waktunya dan yang paling penting, sholatnya itu teraflikasi dalam kehidupan sehari-hari.
Ciri-ciri orang-orang yang sholatnya khusyu:
  1. Sangat menjaga waktunya, dia terpelihara dari perbuatan dan perkataan sia-sia apa lagi maksiat. Jadi orang-orang yang menyia-nyiakan waktu suka berbuat maksiat berarti sholatnya belum berkualitas atau belum khusyu.
  2. Niatnya ikhlas, jarang kecewa terhadap pujian atau penghargaan, dipuji atau tidak dipuji, dicaci atau tidak dicaci sama saja.
  3. Cinta kebersihan karena sebelum sholat, orang harus wudhu terlebih dahulu untuk mensucikan diri dari kotoran atau hadast.
  4. Tertib dan disiplin, karena sholat sudah diatur waktunya.
  5. Selalu tenag dan tuma`ninah, tuma`ninah merupakan kombinasi antara tenang dan konsentrasi.
  6. Tawadhu dan rendah hati, tawadhu merupakan akhlaknya Rosulullah.
  7. Tercegah dari perbuatan keji dan munkar, orang lain aman dari keburukan dan kejelekannya.

Orang yang sholatnya khusyu dan suka beramal baik tapi masih suka melakukan perbuatan yang dilarang oleh Allah, mudah-mudahan orang tersebut tidak hanya ritualnya saja yang dikerjakan tetapi ilmunya bertambah sehingga membangkitkan kesadaran dalam dirinya.
Jika kita merasa sholat kita sudah khusyu dan kita ingin menjaga dari keriaan yaitu dengan menambah pemahaman dan mengerti bacaan yang ada didalam sholat dan dalam beribadah jangan terhalang karena takut ria.
Inti dalam sholat yang khusyu yaitu akhlak menjadi baik, sebagaimana Rosulullah menerima perintah sholat dari Allah, agar menjadikan akhlak yang baik. Itulah ciri ibadah yang disukai Allah.
Semoga dibulan ramadhan ini kita meningkatkan kualitas sholat kita.
by:jamal


Al Waliyyu
K.H. Abdullah Gymnastiar


Bismillahhirrahmaanirrahiim,
Semoga Allah yang Maha Menatap, mengkaruniakan kepada kita nikmatnya berlindung hanya kepada Allah, amannya berlindung hanya kepada Allah, karena yang membuat kita gelisah adalah ketika kita berlindung selain kepada Allah.
Al-Walliyyu makna dasarnya menurut Prof. Dr. Quraish Syihab yaitu dekat, kemudian muncul makna-makna baru yaitu pendukung, pembela, pelindung, yang mencintai, yang lebih utama, dll.
Seperti tertera dalam Al-Qur'an "Allah pelindung orang yang beriman yang mengeluarkan dari kegelapan kepada cahaya iman". Perlindungan Allah yang paling penting adalah diberi keteguhan iman. Perlindungan Allah yang paling besar adalah diberi kekuatan iman. Makin kuat iman, kita mau diapa-apakan tidak masalah. Jadi kalau ingin diberi perlindungan Allah yang paling kokoh adalah minta diberi kekuatan iman dan minta diteguhkan. Akal kita dicerdaskan juga dapat merupakan perlindungan Allah sehingga kita bisa bertemu dengan perlindungan Allah.Perlindungan Allah itu bermacam-macam, contohnya pada Perang Badar, bukan hanya pasukan malaikat saja yang turun tetapi musuh juga jadi terlihat sedikit dimata kaum muslimin.
Musuh terbesar bagi kita adalah bukan makhluk, karena itu hanya alat, musuh besar kita adalah setan dan kawan-kawannya. Hal yang paling berbahaya bagi kita adalah bukan orang lain tetapi sikap kita sendiri. Sedangkan kalau tidak ada musuh tidak akan seru. Maka orang-orang yang berlindung kepada Allah pasti memuaskan dan nikmat, karena perlindungan Allah itu spektrumnya sangat luas, bisa terdeteksi bisa juga tidak terdeteksi oleh akal kita. Tidak ada yang tidak masuk akal, tetapi akal kita yang tidak sampai. Titipkan istri atau suami masing-masing kepada Allah. Dengan mengamalkan doa "Hasbunallah wani'malwakil Ni'malmaula wani'mal nashir". Dengan mengamalkan doa ini dan meyakini bahwa semua makhluk itu milik Allah. Dengan Allah-lah urusan kita serahkan. Berdiri, duduk dan berbaring ingat kepada Allah karena semuanya milik Allah. Sesuai dengan kisah Nabi Muhammad SAW ketika diancam untuk dibunuh dengan pedang terhunus, kata yang keluar dari mulut Beliau adalah "Aku berlindung
kepada Allah".
Ini adalah ilmu hati, berbeda lagi dengan ilmu akal dan ilmu fisik, karena nanti kita tidak bisa mati konyol karena hanya yakin. Ini adalah jalan syariat untuk tidak konyol. Tidak boleh keyakinan melemahkan ikhtiar, tidak boleh kegigihan ikhtiar memperlemah keyakinan. Jadi lakukanlah ikhtiar; tubuh 100% bersimbah keringat terus berbuat all out, otak peras sesuai teknologi yang paling mutakhir saat ini. Kita tidak bisa konyol dengan hanya membawa panah melawan peluru. Ilmu hatinya sudah benar dengan keyakinan tetapi sunnatullahnya adalah kecepatan peluru lebih daripada panah, hal ini harus diakali. Berbeda dengan zaman Rasul atau sudah tidak ada peluang.
Sebuah kisah meriwayatkan ketika Rasulullah hijrah dan berdoa di goa Tur, sahabat Abu Bakar merasa gentar, jawaban Rasul adalah "Jangan sedih sesungguhnya Allah bersama kita". Jadi kita sempurnakan syariat, tubuh harus dimaksimalkan, otak juga. Dua-duanya akan menjadi ibadah. Tidak masalah jika kita mati terbunuh. Tidak ada yang kalah kecuali orang yang kurang iman. Kemenangan dan kekalahan hanya dipergilirkan. Mudah-mudahan kejadian di Palestina dan Amerika membuat kita semakin mantap untuk meyakini kebenaran.
Walhamdulillahirobbil'alamiin.


Al Qawiyyu
K.H. Abdullah Gymnastiar


Alhamdulillahirobbil'alaimin,
Allah yang Maha Kuasa, yang benar-benar total sepenuhnya berkuasa atas segala hal, dan tidak pernah dimintai pertanggungjawaban. Allah Maha Adil, jadi apapun yang ditimpakan kepada kita pasti sempurna dan kita tidak layak kecewa. Kecewa dapat saja kita rasakan jika kita salah dalam menyikapinya. Yakinkanlah bahwa perhitungan Allah tidak semata-mata di dunia tetapi adalah persiapan menuju surga. Tetap optimis dan selalu bersikap husnudzon kepada Allah akan membuat hidup kita nyaman. Hidup ini terlalu singkat jika harus disikapi dengan kecewa terhadap perbuatan Allah. Mudah-mudahan kita bisa memposisikan diri kita dengan tepat terhadap makna Al-Qowiyyu terhadap kita.
Rasulullah bersabda, "Mukmin yang kuat lebih baik dan lebih disukai Allah daripada mukmin yang lemah walaupun dalam keduanya ada kebaikan". Dengan sigma kekuatan yang lebih banyak, antara lain kuat fisik, kuat dompet, kuat mental dan ruhiyah; kita akan lebih dicintai Allah. Membangun kekuatan adalah sarana menjadi mukmin yang baik dalam menggapai kedudukan disisi Allah. Dalam surat Al-Anfal diajurkan untuk memiliki kekuatan, bukan untuk menindas tetapi untuk menggentarkan kekuatan lawan. Makin kita kuat, makin kita membuat orang lain terselamatkan dari mendzolimi orang.
Islam mengajarkan kekuatan sebagai bagian dari kebaikan seorang mukmin, kedekatan dengan Allah, dan juga dapat digunakan menolong orang dari kemungkaran. Jadi hal ini penting sekali. Hal yang membuat kita terpuruk seperti ini adalah karena kita lemah, antara lain ekonomi yang lemah yang membuat kita repot, ilmu yang lemah membuat kita mudah ditipu. Maka yang harus menjadi tren sekarang ini adalah membangun kekuatan. Kekuatan yang harus dimiliki adalah bermacam-macam. Kita mulai dahulu dari yang paling mudah yaitu kekuatan fisik. Harus extra konsentrasi dalam membangun kekuatan fisik ini kalau perlu konsultasi dengan dokter yang ahli. Kita akan terasa memiliki kekuatan extra jika kita berusaha memperbaiki diri, mulai dengan ritme makan, olahraga, jam istirahat yang diperbaiki kualitasnya. Walaupun kekuatan fisik bukan satu-satunya yang terpenting tetapi jelas bahkan jika fisik kita kuat akan sangat berguna. Sebagai ilustrasi pedang Imam Ali di Turki sangat besar, lebih besar lagi dan bahkan lebih panjang pedangnya Imam Jafar As-Shoddiq, logikanya kalau tidak memiliki tangan yang kuat maka tidak akan mampu menggunakannya.
Canangkanlah program memperkuat fisik. Kita harus lebih kuat karena kalau fisik kita lebih kuat dan sehat insya Allah akan bisa berbuat lebih banyak. Kita kerahkan saja kepada Allah sekalipun kita diberi sakit itu urusan Allah yang penting tekadnya adalah ingin menjadi sehat dan kuat, ini akan menjadi tekad ibadah. Kalau ada seorang ibu-ibu yang membutuhkan bantuan dengan belanjaannya jika kita kuat fisik akan mudah menolongnya, ada orang yang didzolimi kita akan dapat menggetarkan lawan jika kita kuat.
Mudah-mudahan ini tidak dianggap remeh jika kita melakukan push-up, lari, senam akan menambah vitalitas akan lebih baik lagi jika kita lakukan sambil dzikir, ini akan menjadi jalan taqarrub kepada Allah. Jika kita lebih sehat dan kuat maka lebih banyak yang dapat kita perbuat dan akan lebih baik lagi kualitas keimanan kita. Sujud dengan pusing itu berbeda dengan sujud dalam sehat, tahajud dalam keadaan fit akan lebih nikmat daripada tahajud dalam keadaan sakit. Maka memperbaiki gizi juga merupakan ibadah, jangan pelit untuk membeli makanan bergizi karena sekali saja kita sakit akan membutuhkan biaya yang lebih besar. Menjaga kesehatan akan membawa kebaikan.
Kekuatan yang kedua adalah kekuatan finansial, kekuatan ini juga akan membawa pada kebaikan. Contohnya pergi ke pengajian ini memerlukan biaya, bahkan semua episode hidup ini memerlukan biaya. Nabi Muhammad menikah pertama kali tidak dengan Siti Aisyah melainkan dengan Siti Khadijah yang memiliki pilar ekonomi yang kuat. Hal ini penting bagi umat Islam, jangan menganggap orang kaya itu paling belakang masuk ke surga. Itu tidak penting, kita dicintai Allah di dunia dan akhiratlah yang kita cari. Golongan orang yang masuk surga tanpa hisab adalah ulama, orang kaya yang menafkahkan hartanya di jalan Allah, mujahadah yang mati syahid dan haji mabrur.
Dikisahkan ketika dipersilahkan masuk ke surga, haji mabrur terlebih dahulu tetapi dia menolak dengan alasan harus ulama dahulu karena ia mengetahui hukum-hukum haji dari gurunya yang seorang ulama. Begitu pula mujahid, ia tidak akan mengetahui keutamaan jihad kalau tidak ada ulama yang mengajarkannya. Tetapi ketika ulama dipersilahkan, ia malah mempersilahkan orang kaya karena ia menganggap jika tidak ada bangunan-bangunan islami yang dibiayai oleh orang kaya ia tidak mungkin dapat berdakwah.
Kita itu sebenarnya kaya tetapi jatahnya saja yang tidak diambil, kita itu jatahnya banyak lihat saja bumi Indonesia yang begitu kaya. Kita itu belum maksimal, tubuh belum all-out, otak belum diperas, doa belum maksimal. Kalau kita gabung kekuatan otak, fisik, doa bertemu dengan rezeki pasti barokah insya Allah. Tetapi kita jangan mengumpulkan harta untuk bermewah-mewahan, kumpulkan harta untuk bangun kebajikan, tolong orang banyak. Kita tidak akan membawa harta ini sampai mati. Di sisi Allah catatannya akan bertambah jika kita nafkahkan di jalan Allah. Jangan pernah merasa puas dengan pendapatan yang ada, kerja lebih keras lagi. Bangunlah terus sampai kita mati, kalau kita mati meninggalkan perusahaan masih ada bawahan yang makan dari pendapatan perusahaan kita.
Cita-cita itu jangan muluk-muluk, di dunia juga kita harus berhasil. Jangan sampai hanya memfokuskan ke akhirat saja yang belum tentu sukses dan mengabaikan dunia, karena kita sekarang tinggal di dalamnya. Kita seharusnya hidup itu cukup bersahaja saja, tolong banyak orang, ini yang seharusnya menjadi gaya hidup kita. Peras lagi otak kita. Kalau pecinta dunia itu mencari dunia untuk kepuasan dirinya, pecinta Allah mencari dunia untuk mendapatkan kedekatan dengan Allah. Pecinta dunia dengan pecinta Allah sama giatnya, kita bahkan lebih giat dari mereka karena kita pakai doa. Kita kejar dunia dengan bersimbah peluh berkuah keringat, kita peras otak buat perusahaan yang profesional. Tetapi kepuasan kita bukan ketika berkumpulnya uang, bukan punya perusahaanya, kepuasaan kita adalah ketika ada orang lapar yang bisa makan dengan bekerja pada perusahaan kita; ada seorang bapak yang terangkat martabatnya dengan bekerja; orang yang tidak berpakaian menjadi berpakaian; orang yang anaknya tidak sekolah jadi sekolah; inilah yang kita nikmati.Kalau untuk kita secukupnya saja, wajar dan proporsional, selebihnya sedekahkan. Percayalah kita sudah punya rezekinya masing-masing. Terus evaluasi diri, bangun kekuatan diri; yang penting barokah. jangan sampai kita dapat harta haram yang akan menjadi racun bagi kita.
Kekuatan yang ketiga adalah kekuatan intelektual; kita harus meningkatkan kekuatan ini. Sebuah bangunan akan kokoh karena pondasinya yang kuat dan kokoh. Kita masih sering terfokus pada aksesoris bangunannya tetapi bukan itu yang terpenting, melainkan pondasinya. Kita masih sering terfokus pada harta, pangkat, jabatan, dan popularitas. Tetapi semua ini bencana kalau pondasi kita tidak kuat. Mengapa banyak pemimpin yang roboh? Mengapa banyak sekali orang yang ketika tidak punya uang sholeh, ketika punya uang roboh? Ada juga orang yang memiliki daya tahan yang tinggi tetapi ketika punya uang malah jadi maksiat? Maka ketika kita punya uang banyak, harus meningkat
pula kekuatan keimanannya yang merupakan pondasi yaitu Keyakinan Kepada Allah. Iman itu pupuknya adalah ilmu. Ilmu akan mengokohkan pondasi kita, ketika mendapatkan uang tidak akan memperdayakan kita, ketika punya kedudukan kita biasa saja.
Oleh karena itu tidak cukup hanya di majelis taklim seperti ini saja, di rumah, di jalan harus terus dibangun kekuatan keilmuan kita. Tidak ada hari tanpa ilmu. Kemanapun pergi di saku harus ada buku, setiap ada kesempatan buka dan baca. Karena ilmu kita kuat, karena ilmu pula kita bisa menguatkan yang lain. Mulai sekarang kita kuatkan ilmu kita untuk menguatkan keimanan kita. Terus saja cari supplier ilmu, cari terus akses ilmu agar semakin kuat iman kita yang merupakan buah dari ilmu dan wawasan kita. Kuat mental yang merupakan buah dari kuat iman. Tiap hari kita harus latihan untuk tidak sakit hati, latihan kuat mental, latihan tidak tersinggung. Untuk kekuatan butuh latihan, tidak ada kekuatan tanpa latihan. Tiap hari harus selalu dilatih untuk tidak mudah marah,
tidak mudah tersinggung, tidak mudah tergelincir. Makin kuat membaja mental kita insya Allah ringan hidup ini.
Kita harus seperti intan ditimpa batako, intannya tetap cemerlang.
Syairnya adalah:
Jagalah hati jangan kau kotori
Jagalah hati lentera hidup ini
Jagalah hati jangan kau nodai
Jagalah hati cahaya Ilahi
Bila hati kian lapang
hidup susah terasa senang
Walau kesulitan menghadang
dihadapi dengan tenang
Tapi bila hati sempit
segalanya jadi rumit
Seakan hidup terhimpit
lahir batin terasa sakit
Tidak mungkin kita kuat kalau tidak latihan. Apapun yang terjadi harus menjadi latihan kekuatan iman kita. Nikmati sebagai latihan, setiap episode yang terjadi dalam hidup kita sehingga semakin kuat iman dan mental.
Yang terakhir adalah kekuatan ruhiah, karena kalau ruhiah kita sudah kuat kita akan menjadi sholeh luar biasa. Kalau kekuatan ruhiahnya sudah terpancar bagai cahaya matahari masuk ke relung-relung hati, menumbuhkan bibit-bibit, menerangi yang ada dalam kegelapan, menyegarkan yang layu. Andaikata kekuatan lainnya terbatas, kita bangun kekuatan ruhiah kita. Sekali bicara
daya gugahnya akan terhunjam, daya rubahnya akan kuat. Perkataan yang sama, akan berbeda hasilnya kalau keluar dari orang yang kuat ruhiahnya dengan yang lemah ruhiahnya.
Saudaraku,
Rasulullah kalau marah semua orang menangis, kita marah selama satu jam malah akan menimbulkan kebencian. Oleh karena itu marilah kita bangun kekuataan ruhiah agar kita ini efektif menjadi manfaat bagi orang lain. Bagaimana caranya membangun kekuatan ruhiah? Jawabannya adalah "Sucikan diri". Amat sangat beruntung orang yang menjaga kebeningan hatinya. Pandangan dijaga, omongan dijaga, telinga hanya mendengar sesuatu yang disukai Allah dan bermanfaat. Semua yang kita rasakan harus mendekatkan diri kita kepada Allah, juga riyadohnya harus lebih digencarkan. Malam harus tahajud meskipun hanya dua rakaat tetapi dengan kualitas yang tetap terjaga. Senin-Kamis usahakan shaum. Ketika punya uang latih untuk keluarkan sedekah. Mata dilatih untuk menunduk, mulut dilatih bicara hanya seperlunya saja, pendengaran yang tidak perlu dikurangi, lisan usahakan selalu berdzikir, sholat tepat waktu, jaga wudhu.
Makin kita latih terus mendekat kepada Allah nanti akan makin bercahaya hati kita, makin kokoh ruhiah kita. Kita nantinya dengan izin Allah akan sampai pada titik tertentu sehingga akan kelihatan rahasia dunia ini, kemudian lintasan rezeki akan terlihat yang membuat kita tidak panik. Kita akan mengerti hikmah dibalik musibah, akan mengerti akan episode-episode hidup. Dalilnya adalah "Dan tidak ada lagi di dunia ini selain kesenangan yang menipu".
Nanti kita akan melihat dunia itu dari sudut yang lain.
Ketika kita berbuat sesuatu kita dapat mengetahui manfaat jauh sebelumnya. Oleh karena itu bukan kejadiannya yang kita nikmati, melainkan hikmah dibalik kejadian tersebut. "Kelezatan itu ketika kita tenggelam dalam samudra hikmah", sehingga kejadian bagaimanapun akan kita sikapi dengan biasa-biasa saja.
Jika kita punya sigma kekuatan fisik, finansial, intelektual, mental dan ruhiah, kita akan tampil menjadi manusia prima yang lebih baik dari yang lain dan lebih dicintai oleh Allah. Rindukanlah sepanjang hidup kita harus membangun terus kekuataan bukan untuk dzolim kepada orang lain, melainkan untuk mencegah kedzoliman.
Walhamdulillahirobbil'alamin


Amal yang Tetap Bermakna
K.H. Abdullah Gymnastiar


Berhati-hatilah bagi orang-orang yang ibadahnya temporal, karena bisa jadi perbuatan tersebut merupakan tanda-tanda keikhlasannya belum sempurna. Karena aktivitas ibadah yang dilakukan secara temporal tiada lain, ukurannya adalah urusan duniawi. Ia hanya akan dilakukan kalau sedang butuh, sedang dilanda musibah, atau sedang disempitkan oleh ujian dan kesusahan, meningkatlah amal ibadahnya. Tidak demikian halnya ketika pertolongan ALLOH datang, kemudahan menghampiri, kesenangan berdatangan, justru kemampuannya bersenang-senangnya bersama ALLOH malah menghilang.
Bagi yang amalnya temporal, ketika menjelang pernikahan tiba-tiba saja ibadahnya jadi meningkat, shalat wajib tepat waktu, tahajud nampak khusu, tapi anehnya ketika sudah menikah, jangankan tahajud, shalat subuh pun terlambat. Ini perbuatan yang memalukan. Sudah diberi kesenangan, justru malah melalaikan perintah-Nya. Harusnya sesudah menikah berusaha lebih gigih lagi dalam ber-taqarrub kepada ALLOH sebagai bentuk ungkapan rasa syukur.
Ketika berwudhu, misalnya, ternyata disamping ada seorang ulama yang cukup terkenal dan disegani, wudhu kita pun secara sadar atau tidak tiba-tiba dibagus-baguskan. Lain lagi ketika tidak ada siapa pun yang melihat, wudhu kitapun kembali dilakukan dengan seadanya dan lebih dipercepat.
Atau ketika menjadi imam shalat, bacaan Quran kita kadangkala digetar-getarkan atau disedih-sedihkan agar orang lain ikut sedih. Tapi sebaliknya ketika shalat sendiri, shalat kita menjadi kilat, padat, dan cepat. Kalau shalat sendirian dia begitu gesit, tapi kalau ada orang lain jadi kelihatan lebih bagus. Hati-hatilah bisa jadi ada sesuatu dibalik ketidakikhlasan ibadah-ibadah kita ini. Karenanya kalau melihat amal-amal yang kita lakukan jadi melemah kualitas dan kuantitasnya ketika diberi kesenangan, maka itulah tanda bahwa kita kurang ikhlas dalam beramal.
Hal ini berbeda dengan hamba-hamba-Nya yang telah menggapai maqam ikhlas, maqam dimana seorang hamba mampu beribadah secara istiqamah dan terus-menerus berkesinambungan. Ketika diberi kesusahan, dia akan segera saja bersimpuh sujud merindukan pertolongan ALLOH. Sedangkan ketika diberi kelapangan dan kesenangan yang lebih lagi, justru dia semakin bersimpuh dan bersyukur lagi atas nikmat-Nya ini.
Orang-orang yang ikhlas adalah orang yang kualitas beramalnya dalam kondisi ada atau tidak ada orang yang memperhatikannya adalah sama saja. Berbeda dengan orang yang kurang ikhlas, ibadahnya justru akan dilakukan lebih bagus ketika ada orang lain memperhatikannya, apalagi bila orang tersebut dihormati dan disegani.
Sungguh suatu keberuntungan yang sangat besar bagi orang-orang yang ikhlas ini. Betapa tidak? Orang-orang yang ikhlas akan senantiasa dianugerahi pahala, bahkan bagi orang-orang ikhlas, amal-amal mubah pun pahalanya akan berubah jadi pahala amalan sunah atau wajib. Hal ini akibat niatnya yang bagus.
Maka, bagi orang-orang yang ikhlas, dia tidak akan melakukan sesuatu kecuali ia kemas niatnya lurus kepada ALLOH saja. Kalau hendak duduk di kursi diucapkannya, "Bismilahirrahmanirrahiim, ya ALLOH semoga aktivitas duduk ini menjadi amal kebaikan". Lisannya yang bening senantiasa memuji ALLOH atas nikmatnya berupa karunia bisa duduk sehingga ia dapat beristirahat menghilangkan kepenatan. Jadilah aktivitas duduk ini sarana taqarrub kepada ALLOH.
Karena banyak pula orang yang melakukan aktivitas duduk, namun tidak mendapatkan pertambahan nilai apapun, selain menaruh [maaf!] pantat di kursi. Tidak usah heran bila suatu saat ALLOH memberi peringatan dengan sakit ambaien atau bisul, sekedar kenang-kenangan bahwa aktivitas duduk adalah anugerah nikmat yang ALLOH karuniakan kepada kita.
Begitupun ketika makan, sempurnakan niat dalam hati, sebab sudah seharusnya di lubuk hati yang paling dalam kita meyakini bahwa ALLOH-lah yang memberi makan tiap hari, tiada satu hari pun yang luput dari limpahan curahan nikmatnya.
Kalau membeli sesuatu, perhitungkan juga bahwa apa yang dibeli diniatkan karena ALLOH. Ketika membeli kendaraan, niatkan karena ALLOH. Karena menurut Rasulullah SAW, kendaraan itu ada tiga jenis, 1) Kendaraan untuk ALLOH, 2) Kendaraan untuk setan, 3) Kendaraan untuk dirinya sendiri. Apa cirinya? Kalau niatnya benar, dipakai untuk maslahat ibadah, maslahat agama, maka inilah kendaraan untuk ALLOH. Tapi kalau sekedar untuk pamer, ria, ujub, maka inilah kendaraan untuk setan. Sedangkan kendaraan untuk dirinya sendiri, misakan kuda dipelihara, dikembangbiakan, dipakai tanpa niat, maka inilah kendaran untuk diri sendiri.
Pastikan bahwa jikalau kita membeli kendaraan, niat kita tiada lain hanyalah karena ALLOH. Karenanya bermohon saja kepada ALLOH, "Ya ALLOH saya butuh kendaraan yang layak, yang bisa meringankan untuk menuntut ilmu, yang bisa meringankan untuk berbuat amal, yang bisa meringankan dalam menjaga amanah". Subhanallah bagi orang yang telah meniatkan seperti ini, maka, bensinnya, tempat duduknya, shockbreaker-nya, dan semuanya dari kendaraan itu ada dalam timbangan kebaikan, insya ALLOH. Sebaliknya jika digunakan untuk maksiyat, maka kita juga yang akan menanggungnya.
Kedahsyatan lain dari seorang hamba yang ikhlas adalah akan memperoleh pahala amal, walaupun sebenarnya belum menyempurnakan amalnya, bahkan belum mengamalkanya. Inilah istimewanya amalan orang yang ikhlas. Suatu saat hati sudah meniatkan mau bangun malam untuk tahajud, "Ya ALLOH saya ingin tahajud, bangunkan jam 03. 30 ya ALLOH". Weker pun diputar, istri diberi tahu, "Mah, kalau mamah bangun duluan, bangunkan Papah. Jam setengah empat kita akan tahajud. Ya ALLOH saya ingin bisa bersujud kepadamu di waktu ijabahnya doa". Berdoa dan tidurlah ia dengan tekad bulat akan bangun tahajud.
Sayangnya, ketika terbangun ternyata sudah azan subuh. Bagi hamba yang ikhlas, justru dia akan gembira bercampur sedih. Sedih karena tidak kebagian shalat tahajud dan gembira karena ia masih kebagian pahalanya. Bagi orang yang sudah berniat untuk tahajud dan tidak dibangunkan oleh ALOH, maka kalau ia sudah bertekad, ALLOH pasti akan memberikan pahalanya. Mungkin ALLOH tahu, hari-hari yang kita lalui akan menguras banyak tenaga. ALLOH Mahatahu apa yang akan terjadi, ALLOH juga Mahatahu bahwa kita mungkin telah defisit energi karena kesibukan kita terlalu banyak. Hanya ALLOH-lah yang menidurkan kita dengan pulas.
Sungguh apapun amal yang dilakukan seorang hamba yang ikhlas akan tetap bermakna, akan tetap bernilai, dan akan tetap mendapatkan balasan pahala yang setimpal. Subhanallah. ***


5 Tipe Karyawan di Kantor Kita
K.H. Abdullah Gymnastiar


Pengklasifikasian karyawan dan pejabat kantor ini diekati dengan istilah hukum yang digunakan dalam agama Islam. Pendekatan ini samasekali bukan untuk mencampuradukkan atau merendahkan nilai istilah hukum tersebut, melainkan hanya sekedar guna mempermudah pemahaman kita karenamakna dari istilah hukum tersebut sangat sederhana dan akrab bagi kita. Mudah-mudahan bisa jadi cara yang praktis untuk mengukur dan menilai diri sendiri.
(Ide dasar ini diambil dari pendapat Emha Ainun Najib)
1. Karyawan / Pejabat "Wajib"
Tipe karyawan atau pejabat wajib ini memiliki ciri : keberadaannya sangat disukai, dibutuhkan, harus ada sehingga ketiadaannya sangat dirasakan kehilangan.
  • Dia sangat disukai karena pribadinya sangat mengesankan, wajahnya yang selalu bersih, cerah dengan senyum tulus yang dapat membahagiaan siapapun yang berjumpa dengannya.
  • Tutur katanya yang sopan tak pernah melukai siapapun yang mendengarnya, bahkan pembicaraannya sangat bijak, menjadi penyejuk bagi hati yang gersang, penuntun bagi yang tersesat, perintahnya tak dirasakan sebagai suruhan, orang merasa terhormat dan bahagia untuk memenuhi harapannya tanpa rasa tertekan.
  • Akhlaknya sangat mulia, membuat setiap orang meraskan bahagia dan senang dengankehadirannya, dia sangat menghargai hak-hak dan pendapat orang lain, setiap orang akan merasa aman dan nyaman serta mendapat manfaat dengan keberadaannya
2. Karyawan / Pejabat "Sunnah"
Ciri dari karyawan/pejabat tipe ini adalah : kehadiran dan keberadaannya memang menyenangkan, tapi ketiadaannya tidak terasa kehilangan..
Kelompok ini hampir mirip dengan sebagian yang telah diuraikan, berprestasi, etos kerjanya baik, pribadinya menyenangkan hanya saja ketika tiada, lingkungannya tidak merasa kehilangan, kenangannya tidak begitu mendalam.
Andai saja kelompok kedua ini lebih berilmu dan bertekad mempersembahkan yang terbaik dari kehidupannya dengan tulus dan sungguh-sungguh, niscaya dia akan naik peringkatnya ke golongan yang lebih atas, yang lebih utama.
3. Karyawan / Pejabat "Mubah"
Ciri khas karyawan atau pejabat tipe ini adalah : ada dan tiadanya sama saja.
Sungguh menyedihkan memang menjadi manusia mubadzir seperti ini, kehadirannya tak membawa arti apapun baik manfaat maupun mudharat, dan kepergiannya pun tak terasa kehilangan. 
Karyawan tipe ini adalah orang yang tidak mempunyai motivasi, asal-asalan saja, asal kerja, asal ada, tidak memikirkan kualitas, prestasi, kemajuan, perbaikan dan hal produktiflainnya. Sehingga kehidupannya pun tidak menarik, datar-datar saja.
Sungguh menyedihkan memang jika hidup yang sekali-kalinya ini tak bermakna. Harus segera dipelajarilatar belakang dan penyebabnya, andaikata bisa dimotivasi dengan kursus, pelatihan, rotasi kerja, mudah-mudahan bisa meningkat semangatnya.
4. Karyawan / Pejabat "Makruh"
Ciri dari karyawan dan pejabat kelompok ini adalah : adanya menimbulkan masalah tiadanya tidak menjadi masalah.
Bila dia ada di kantor akan mengganggu kinerja dan suasana walaupun tidak sampai menimbulkan kerugian besar, setidaknya membuat suasana tidak nyaman dan kenyamanan kerjaserta kinerja yang baik dapat terwujud bila ia tidak ada.
Misalkan dari penampilan dan kebersihan badannya mengganggu, kalau bicara banyak kesia-siaan, kalau diberi tugas dan pekerjaan selain tidak tuntas, tidak memuaskan juga mengganggu kinerja karyawan lainnya.
5. Karyawan / Pejabat "Haram"
Ciri khas dari kelompok ini adalah : kehadirannya sangat merugikan dan ketiadaannya sangat diharapkan karena menguntungkan.
Orang tipe ini adalah manusia termalang dan terhina karena sangat dirindukan "ketiadaannya". Tentu saja semua ini adalah karena buah perilakunya sendiri, tiada perbuatan yang tidak kembali kepada dirinya sendiri.
Akhlaknya sangat buruk bagai penyakit kronis yang bisa menjalar. Sering memfinah, mengadu domba, suka membual, tidak amanah, serakah, tamak, sangat tidak disiplin, pekerjaannya tidak pernah jelas ujungnya, bukan menyelesaikan pekerjaan malah sebaliknya menjadi pembuat masalah. Pendek kata di adalah "trouble maker".
Silahkan anda renungkan, kita termasuk kategori yang mana...?
Semoga semua ini menjadi bahan renungan agar hidup yang hanya sekali ini kita bisa merobah diri dan mempersembahkan yang terbaik dan yang bermanfaat bagi dunia dan akhirat nanti. Jadilah manusia yang "wajib ada". Semoga!


5 (Lima) S
K.H. Abdullah Gymnastiar


Suatu saat, adzan Maghrib tiba. Kami bersegera shalat di sebuah mesjid yang dikenal dengan tempat mangkalnya aktivis Islam yang mempunyai kesungguhan dalam beribadah. Di sana tampak beberapa pemuda yang berpakaian “khas Islam” sedang menantikan waktu shalat. Kemudian, adzan berkumandang dan qamat pun segera diperdengarkan sesudah shalat sunat. Hal yang menarik adalah begitu sungguh-sungguhnya keinginan imam muda untuk merapikan shaf. Tanda hitam di dahinya, bekas tanda sujud, membuat kami segan. Namun, tatkala upaya merapikan shaf dikatakan dengan kata-kata yang agak ketus tanpa senyuman, “Shaf, shaf, rapikan shafnya!”, suasana shalat tiba-tiba menjadi tegang karena suara lantang dan keras itu. Karuan saja, pada waktu shalat menjadi sulit khusyu, betapa pun bacan sang imam begitu bagus karena terbayang teguran yang keras tadi.
Seusai shalat, beberapa jemaah shalat tadi tidak kuasa menahan lisan untuk saling bertukar ketegangan yang akhirnya disimpulkan, mereka enggan untuk shalat di tempat itu lagi. Pada saat yang lain, sewaktu kami berjalan-jalan di Perth, sebuah negara bagian di Australia, tibalah kami di sebuah taman. Sungguh mengherankan, karena hampir setiap hari berjumpa dengan penduduk asli, mereka tersenyum dengan sangat ramah dan menyapa “Good Morning!” atau sapa dengan tradisinya. Yang semuanya itu dilakukan dengan wajah cerah dan kesopanan. Kami berupaya menjawab sebisanya untuk menutupi kekagetan dan kekaguman. Ini negara yang sering kita sebut negara kaum kafir.
Dua keadaan ini disampaikan tidak untuk meremehkan siapapun tetapi untuk mengevaluasi kita, ternyata luasnya ilmu, kekuatan ibadah, tingginya kedudukan, tidak ada artinya jikalau kita kehilangan perilaku standar yang dicontohkan Rasulullah SAW, sehingga mudah sekali merontokan kewibawaan dakwah itu sendiri.
Ada beberapa hal yang dapat kita lakukan dengan berinteraksi dengan sesama ini, bagaimana kalau kita menyebutnya dengan 5 (lima) S : Senyum, salam, sapa, sopan, dan santun.
Kita harus meneliti relung hati kita jikalau kita tersenyum dengan wajah jernih kita rasanya ikut terimbas bahagia. Kata-kata yang disampaikan dengan senyuman yang tulus, rasanya lebih enak didengar daripada dengan wajah bengis dan ketus. Senyuman menambah manisnya wajah walaupun berkulit sangat gelap dan tua keriput. Yang menjadi pertanyaan, apakah kita termasuk orang yang senang tersenyum untuk orang lain? Mengapa kita berat untuk tersenyum, bahkan dengan orang yang terdekat sekalipun. Padahal Rasulullah yang mulia tidaklah berjumpa dengan orang lain kecuali dalam keadaan wajah yang jernih dan senyum yang tulus. Mengapa kita begitu enggan tersenyum? Kepada orang tua, guru, dan orang-orang yang berada di sekitar kita?
S yang kedua adalah salam. Ketika orang mengucapkan salam kepada kita dengan keikhlasan, rasanya suasana menjadi cair, tiba-tiba kita merasa bersaudara. Kita dengan terburu-buru ingin menjawabnya, di situ ada nuansa tersendiri. Pertanyaannya, mengapa kita begitu enggan untuk lebih dulu mengucapkan salam? Padahal tidak ada resiko apapun. Kita tahu di zaman Rasulullah ada seorang sahabat yang pergi ke pasar, khusus untuk menebarkan salam. Negara kita mayoritas umat Islam, tetapi mengapa kita untuk mendahului mengucapkan salam begitu enggan? Adakah yang salah dalam diri kita?
S ketiga adalah sapa. Mari kita teliti diri kita kalau kita disapa dengan ramah oleh orang lain rasanya suasana jadi akrab dan hangat. Tetapi kalau kita lihat di mesjid, meski duduk seorang jamaah di sebelah kita, toh nyaris kita jarang menyapanya, padahal sama-sama muslim, sama-sama shalat, satu shaf, bahkan berdampingan. Mengapa kita enggan menyapa? Mengapa harus ketus dan keras? Tidakkah kita bisa menyapa getaran kemuliaan yang hadir bersamaan dengan sapaan kita?
S keempat, sopan. Kita selalu terpana dengan orang yang sopan ketika duduk, ketika lewat di depan orang tua. Kita pun menghormatinya. Pertanyaannya, apakah kita termasuk orang yang sopan ketika duduk, berbicara, dan berinteraksi dengan orang-orang yang lebih tua? Sering kita tidak mengukur tingkat kesopanan kita, bahkan kita sering mengorbankannya hanya karena pegal kaki, dengan bersolonjor misalnya. Lalu, kita relakan orang yang di depan kita teremehkan. Patut kiranya kita bertanya pada diri kita, apakah kita orang yang memiliki etika kesopanan atau tidak.
S kelima, santun. Kita pun berdecak kagum melihat orang yang mendahulukan kepentingan orang lain di angkutan umum, di jalanan, atau sedang dalam antrean, demi kebaikan orang lain. Memang orang mengalah memberikan haknya untuk kepentingan orang lain, untuk kebaikan. Ini adalah sebuah pesan tersendiri. Pertanyaannya adalah, sampai sejauh mana kesantunan yang kita miliki? Sejauh mana hak kita telah dinikmati oleh orang lain dan untuk itu kita turut berbahagia? Sejauh mana kelapangdadaan diri kita, sifat pemaaf ataupun kesungguhan kita untuk membalas kebaikan orang yang kurang baik?
Saudara-saudaraku, Islam sudah banyak disampaikan oleh aneka teori dan dalil. Begitu agung dan indah. Yang dibutuhkan sekarang adalah, mana pribadi-pribadi yang indah dan agung itu? Yuk, kita jadikan diri kita sebagai bukti keindahan Islam, walau secara sederhana. Amboi, alangkah indahnya wajah yang jernih, ceria, senyum yang tulus dan ikhlas, membahagiakan siapapun. Betapa nyamannya suasana saat salam hangat ditebar, saling mendo’akan, menyapa dengan ramah, lembut, dan penuh perhatian. Alangkah agungnya pribadi kita, jika penampilan kita selalu sopan dengan siapapun dan dalam kondisi bagaimana pun. Betapa nikmatnya dipandang, jika pribadi kita santun, mau mendahulukan orang lain, rela mengalah dan memberikan haknya, lapang dada,, pemaaf yang tulus, dan ingin membalas keburukan dengan kebaikan serta kemuliaan.
Saudaraku, Insya Allah. Andai diri kita sudah berjuang untuk berperilaku lima S ini, semoga kita termasuk dalam golongan mujahidin dan mujahidah yang akan mengobarkan kemuliaan Islam sebagaimana dicita-citakan Rasulullah SAW, Innama buitsu liutammima makarimal akhlak, “Sesungguhnya aku diutus ke bumi ini untuk menyempurnakan kemuliaan akhlak.***

Ditulis Oleh :
ZuhudK.H. Abdullah Gymnastiar

Tidak ada komentar:

Sekilas Info

« »
« »
« »

Páginas