BAB I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Salah satu jenis pakan
alami yang dapat digunakan sebagai pakan alami bagi larva udang atau ikan
adalah artemia karena memiliki ukuran yang kecil gerakan lambat dan memiliki
kandungan protein yang cukup tinggi serta tidak mempengaruhi kualitas air media
budidaya. Artemia merupakan kelompok udang-udangan dari
phylum Arthopoda. Mereka berkerabat dekat dengan zooplankton lain seperti
copepode dan daphnia (kutu air). Artemia hidup di danau-danau garam
(berair asin) yang ada di seluruh dunia. Udang ini toleran terhadap selang
salinitas yang sangat luas, mulai dari nyaris tawar hingga jenuh garam.
Secara alamiah salinitas danau dimana mereka hidup sangat bervariasi,
tergantung pada jumlah hujan dan penguapan yang terjadi. Apabila kadar garam
kurang dari 6 % telur artemia akan tenggelam sehingga telur tidak bisa menetas,
hal ini biasanya terjadi apabila air tawar banyak masuk kedalam danau dimusim
penghujan. Sedangkan apabila kadar garam lebih dari 25% telur akan
tetap berada dalam kondisi tersuspensi, sehingga dapat menetas dengan normal.
Siklus hidup artemia bisa dimulai dari saat
menetasnya kista atau telur. Setelah 15 - 20 jam pada suhu 25°C kista akan
menetas manjadi embrio. Dalam waktu beberapa jam embrio ini masih
akan tetap menempel pada kulit kista. Pada fase ini embrio akan
menyelesaikan perkembangannya kemudian berubah menjadi naupli yang sudah akan
bisa berenang bebas. Pada awalnya naupli akan berwarna orange kecoklatan akibat
masih mengandung kuning telur. Artemia yang baru menetas tidak akan makan,
karena mulut dan anusnya belum terbentuk dengan sempurna. Setelah 12 jam
menetas mereka akan ganti kulit dan memasuki tahap larva kedua. Dalam
fase ini mereka akan mulai makan, dengan pakan berupa mikro alga,
bakteri, dan detritus organik lainnya. Pada dasarnya mereka tidak akan
peduli (tidak pemilih) jenis pakan yang dikonsumsinya selama bahan
tersebut tersedia diair dengan ukuran yang sesuai. Naupli akan
berganti kulit sebanyak 15 kali sebelum menjadi dewasa dalam waktu 8
hari. Artemia dewasa rata-rata berukuran sekitar 8 mm, meskipun
demikian pada kondisi yang tepat mereka dapat mencapai ukuran sampai dengan 20
mm. Pada kondisi demikian biomasnya akan mencapi 500 kali
dibandingakan biomas pada fase naupli.
Dalam tingkat salinitas rendah dan dengan
pakan yang optimal, betina Artemia bisa mengahasilkan naupli sebanyak 75 ekor
perhari. Selama masa hidupnya (sekitar 50 hari) mereka
bisa memproduksi naupli rata-rata sebanyak 10 -11 kali. Dalam kondisi
super ideal, Artemia dewasa bisa hidup selama 3 bulan dan memproduksi nauplii
atau kista sebanyak 300 ekor(butir) per 4 hari. Kista akan terbentuk
apabila lingkungannya berubah menjadi sangat salin dan bahan pakana sangat
kurang dengan fluktuasi oksigen sangat tinggi antara siang dan malam hari.
B.
Tujuan
Tujuan pelaksanaan praktikum ini adalah agar mahasiswa dapat membudidayakan
artemia secara alami dan decapulasi.
BAB II
METODE PERAKTIKUM
A. Waktu dan Tempat
Kegiatan
praktikum ini dilaksanakan pada jumat 3 juli 2009 di hatceri air payau politeknik
pertanian negeri pangkep.
B. Alat dan Bahan
Alat
Bak fiber
Aerator
Baskom
Saringan artemia
Pengaduk
Timba
Timbangan
termometer
|
bahan
Kista artemia
Kaporit
Tiosulfat
Urea
TSP
Air tawar
Air laut
NaOH
|
C. Perosedur Kerja
1.
Dekapsulasi
-
Timbang kista
artemia sebanyak 200 grm
-
Timbang NaOH
sebanyak 80 grm kemudian larutkan kedalam 1 liter air tawar
-
Kaporit
ditimbang kemudian dilarutkan dalam 1 liter air tawar
-
Kista artemia
diaerasi didalam air tawar selama 30 menit
-
Telur yang
mengapung dibuang
-
Kista artemia
ditambahkan NaOH dan kaporit sampai terjadi perubahan warna abu-abu hingga menjadi
merah bata, lalu ukur suhu, jika suhu mencapai 400 C maka ditambah
dengan es atau air tawar karena dikhawatirkan pada tingkatan suhu tersebut
dapat membunuh embrio.
-
Cuci hingga
hilang bau kaporit kemudian bilas dengan bau tiosulfat
-
Kemudian
kista artemia yang telah bersih tersebut dimasukkan kedalam bak penetasan yang
telah diisi dengan air laut sebanyak 40 liter.
-
telur tesebut
akan menetas setelah 18 jam kemudian.
2. Secara alami
·
Artemia
ditimbang sebanyak 50 gram
·
kemudian
dicuci dengan air tawar dan diaerasi lalu di endapkan.
·
Telur yang
mengapung kemudia di buang.
·
Setelah itu,
kista yang tenggelam dimasukkan kedalam bak penetasan yang telah disi dengan
air laut sebanyak 10 liter dan diberi aerasi.
·
Kista artemia
tersebut akan menetas setela 24 atau 32 jam kemudian
BAB
III
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
No
|
Teknik penetasan
|
Waktu penetasan
|
1.
|
Secara
dekapsulasi
|
18
jam
|
2.
|
Secara
alami
|
32
jam
|
Penetasan kista artemia dengan
menggunakan metode dekapsulasi lebih cepat (waktu penetasa 18 jam) daripada
penetasan secara alami (waktu penetasan 32j am).
B. Pembahasan
Berdasarkan data hasil praktikum,
jelas terlihat bahwa teknik penetasan artemia secara dekapsulasi memerlukan
waktu 14 jam lebih sedikit daripada dengan menggunakan teknik penetasan secara
alami.
Dekapsulisasi merupakan suatu proses untuk menghilangkan
lapisan terluar dari kista artemia yang "keras" (korion) dengan menggunakan NaOH. Dengan adanya proses penipisan cangkang ini, maka
bayi artemia akan lebih mudah keluar dari sarangnya. Disamping itu, jika
dilakukan dekapsulasi setidaknya energi yang dibutuhkan oleh larva artemia
untuk memecah cangkang dalam proses penetasan jauh lebih sedikit sehingga
energi yang tidak terpakai tersebut tersimpan dalam tubuh artemia. Dengan
demikian larva artemia yang dihasilkan memilki kandungan energi yang lebih
besar dibandingkan dengan larva artemia yang ditetaskan secara alami. Dan kalaupun tidak berhasil "menetas", kista yang telah
didekapsulisasi masih bisa diberikan kepada ikan/burayak dengan aman, karena
korionnya sudah hilang, sehingga akan dapat dicerna dengan mudah. Disamping itu
proses dekapsulasi ini juga sekaligus merupakan proses disinfeksi terhadap kontaminan
seperti bakteri, jamur dll karena
pada waktu dilakukan penipisan cangkan dilakukan pula pencucuian dengan kaporit
dimana kaporit ini merupan desinfektan terhadap mikroorganisme.
Telur artemia yang telah ditetaskan
disaring dan dipisahkan dari cangkangnya. Bayi artemia ini dikultur di wadah
berukuran 60 liter. Wadah tersebut diaerasi dengan menggunakan selang
lemastanpa menggunakan batu aerator.
BAB IV
PENUTUP
Kesimpulan
Artemia merupakan salah satu jenis pakan alami untuk ikan atau udang yang termasuk dalam kelompok udang-udangan dari phylum Arthopoda dan merupakan organisme yang memilki habitat
dengan kisaran salinitas yang lebar.
Teknik penetasan artemia secara
dekapsulasi memerlukan waktu 14 jam lebih sedikit daripada dengan menggunakan teknik
penetasan secara alami.
Larva artemia yang dihasilkan dari
proses penetasan secara dekapsulasi memilki kandungan energi yang lebih tinggi dan
kemungkinan telah terbebas dari mikroorganisme yang tidak diinginkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar